TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Bahaya Fisik dan Kimia
Karyawan akan menghadapi ancaman bahaya yang menggganggu kessehatan di
tempat kerja PT. Adi Satria Abadi. Identifikasi bahaya yang dilakukan dibagi menajdi
2 area yaitu :
a. Area Office
Berikut ini merupakan identifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada area office PT.
Adi Satria Abadi, antara lain:
1). Bahaya Fisik
Bahaya yang timbul di area office antara lain bahaya akibat kebisingan, bahaya akibat
pencahayaan, dan bahaya akibat radiasi.
a) Bahaya kebisingan yang timbul di area office dikarenakan pada ruangan office
tidak kedap suara, sehingga tempat kebisingan yang disebabkan oleh adanya
kebisingan yang berada di area produksi. Namun bahaya kebisingan yang ada di area
ini masih dibawah NAB yaitu sebesar 78 dB sedangkan batas NAB ialah 85 dB
(Hasil pengukuran mahasiswa Poltekes Fakultas Kesehatan Lingkungan, 2009).
b) Bahaya pencahayaan timbul akibat tidak adanya pemeliharaan terhadap fasilitas
pencahayaan. Pencahayaan yang tidak baik dapat mengakibatkan kelelahan pada
mata yang pada akhirnya dapat menurunkan produktivitas pekerja.
c) Aktivitas di area office yang menggunakan computer berpotensi menyebabkan
adanya bahaya akibat radiasi yang dihasilkan oleh layar computer, hal ini dapat
mengakibatkan kelelahan pada mata serta efek radiasi lainnya.
2). Bahaya Mekanik
Bahaya ini berasal dari kecerobohan dari pekerja sendiri seperti tersandung, terjatuh,
tertimpa, dll.
3). Bahaya Kimia
Bahaya pada area office, penggunaan zat kimia dapat diidentifikasikan pada
penggunaan tinta printer dan tinta bolpoin yang berbahaya apabila terhirup karena
mengandung timah hitam. Timah hitam yang terhitup seara berlebihan dapat
mengganggu metabolism tubuh.
b. Area Produksi
Faktor-faktor bahaya yang dapat diidentifikasi antara lain:
1). Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang timbul di area produksi antara lain: bahaya akibat kebisingan,
getaran, debu dan bahaya akibat tekanan panas.
a) Kebisingan
Bahaya fisik akibat kebisingan pada area produksi ini pada bagian proses drum ialah
79,4 dBA, bagian Shaving 82,9 dBA, tidak melebihi ambang batas. Nilai Ambang
Batas 85 dBA, sedangkan ruang Enzine Setter 90,3 dBA, ruang staking 93,8 dBA,
yaitu melebihi ambang batas nilai ambang batas 85 dBA. Sumber kebisingan di area
produksi PT. Adi Satria Abadi terdapat pada proses produksi staking, karena pada
area tersebut digunakan mesin yang dapat menghasilkan kebisingan. Kebisingan
dapat mengganggu komunikasi antar pekerja ketika bekerja, sehingga berpotensi
menimbulkan kecelakaan dan tentunya dapat menurunkan produktifitas perusahaan.
b) Getaran
Getaran di PT. Adi Satria Abadi berasal dari alat-alat proses yang berada dalam
setiap ruangan terutama pada mesin setter utara dan mesin Enzine serta mesin
Enzine selatan.
2). Bahaya Mekanik
Kecelakaan dengan sumber bahaya mekanik banyak terjadi pada area produksi,
seperti tersandung, tergelincir, terjatuh, tertimpa kulit, terjepit, dan lain lain.
3). Bahaya Kimia
Penggunaan bahan kimia pada proses produksi sepeti formalin. Bahan kimia tersebut
dapat mengakibatkan keracunan apabila terhirup oleh pekerja dan apabila dengan
mudah meledak dan terbakar apabila tidak digunakan dan diperlakukan sesuai
prosedur.
2.2 Kebisingan
2.2.1 Definisi
Hampir semua jenis industry manufaktur menggunakan peralatan atau mesinmesin yang berpotensi menimbulkan kebisingan. Suara dapat terjadi apabila ada
bagian-bagian mesin atau benda yang bergetar, getaran ini selanjutnya dihantarkan
oleh udara dalam bentuk gelombang dan sampai ke telinga bagian dalam untuk
dianalisis, kemudian dilanjutkan melalui saraf pendengaran ke cortex cerebri.
Mengingat sumber getaran tidak hanya satu, maka kebisingan terdiri dari bermacammacam frekuensi yang acak.
Kebisingan menurut PERMENAKER no: PER-13/MEN/X/2011 didefinisikan
sebagai suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi
dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran. Sedangkan definisi nilai ambang batas (NAB) menurut sumber yang
sama didefinisikan sebagai standar factor tempat kerja yang dapat diterima tenaga
kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari
hari untuk waktu yang tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Jadi jelas
bahwa kebisingan yang akan dibicarakan dalam makalah ini ruang lingkupnya
terbatas pada tempat kerja atau workplace.
Jenis Kebisingan
Kebisingan dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu:
a.
b.
c.
d.
e.
Steadynoise
Intermitten noise
Fluctuating noise
Impulsive noise
Impact noise
Kebisingan di tempat kerja dapat terdiri dari kombinasi kelima jenis bising
diatas, bergantung dari sumber bising yang ada di tempat tersebut. Parameter suara
atau bising yang penting adalah intensitas dan frekuensi.
Pengukuran Kebisingan
Di dalam industry, pengukuran kebisingan dapat dilakukan dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengakses keterpaparan kebisingan tenaga kerja yang dikaitkan dengan
risiko kerusakan pendengaran atau gangguan komunikasi.
2. Untuk mengakses sumber bising sebagai dasar tindakan pengendalian.
3. Untuk melihat sejauh mana kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengukuran kebisingan dapat menggunakan Sound Level Meter, sebuah sound
level meter pada prinsipnya terdiri dari: microphone, frequency weighting networks,
dan amplifier. Sound level meter yang lengkap biasanya mempunyai perangkat untuk
analisa frekuensi (octavebandanalyzer). Analisa frekuensi ini diperlukan untuk
memperoleh data spectrum frekuensi dari sumber bising yang kompleks. Selanjutnya
data ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengendalian termasuk sebagai dasar
pemilihan suatu alat pelindung telinga.
Dalam suatu sound level meter dengan grade yang baik biasanya dilengkapi
juga dengan fasilitas Equivalent Continuous Sound Level atau Leq. Kebisingan lebih
mudah terbaca bila menggunakan Leq, karena Leq mengukur besarnya energy suara
yang berfluktuasi dan memberikan suatu level kebisingan yang equivalent dengan
suara yang tidak berfluktuasi secara kntinyu dengan kandungan energy yang sama.
Prinsip Kesamaan Energi
Keterpaparan kebisingan tidak berarti hanya dipengaruhi tingkat kebisingan
saja, tetapi juga lamanya terpapar. Bertambahnya 3 dB berarti bahwa energy akustik
yang sampai ke telinga akan menjadi 2 kali lipat. Ini berarti bila seseorang terpapar 85
dB selama 8 jam akan equivalent dengan terpapar 4 jam oleh tingkat kebisingan 88
dB.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu pemajanan/hari
8 jam
4
2
1
30 menit
15
7,5
3,75
0,94
28,12
14,06
1,88
7,03
3,52
1,76
0,88
0,44
0,22
0,11
Tidak Boleh
Intensitas kebisingan dB
85
88
91
94
97
100
103
106
112
115
118
119
121
124
127
130
133
136
139
140
untuk diterapkan atau tidak berhasil mengurangi tingkat kebisingan sampai batas
yang direkomendasikan, maka pekerja sebaiknya menggunakan alat pelindung
telinga yang efektif. Pada prinsipnya ada 2 jenis alat pelindung pendengaran,
yaitu :
1. Sumbat telinga
2. Tutup telinga
Sumbat telinga yang baik dapat menahan suara dengan frekuensi tertentu
saja, sehinggga frekuensi untuk pembicaraaan tidak terganggu. Kedua alat
pelindung diatas tentunya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal
yang perlu dipertimbangkan dalam memilih alat bantu dengar adalah :
a. Ear muff lebih visible dibanding ear plug.
b. Ear muff tidak mudah hilang.
c. Ear muff dapat digunakan oleh orang yang memiliki infeksi telinga,
d. Ear muff cocok untuk semua ukuran kepala.
e. Ear plug membuat telinga kotor bila tangan yang memasukkan
terkontaminasi.
f. Ear plug jauh lebih murah.
g. Ear plug lebih nyaman dibanding ear muff pada lingkungan yang panas.
h. Ear plug tidak diganggu oleh pemakai yang berkacamata dan berambut
panjang.
i. Ear plug lebih praktis jika dipakai dalam lingkungan confined space.
2.3 Pencahayaan
2.3.1 Definisi
Intensitas pencahayaan/penerangan di tempat kerja idmaksudkan untuk memberikan
penerangan kepada benda-benda yang merupakan object kerja, peralatan, atau mesin
dan proses produksi serta lingkungan kerja. Untuk itu diperlukan internsitas
penerangan yang optimum. Selain menerangi object kerja, penerangan juga
diharapkan cukup memadai menerangi keadaan sekelilingnya (Badan Statistik
Nasional, 2004)
2.3.2 Faktor faktor yang mempengaruhi penglihatan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan menurut Dyer dan Morris
(1990) adalah : (Padmanaba CGR, 2006)
1. Faktor usia
Bertambahnya uisia menyebabkan lensa mata beragsur angsur kehilangna
elatstisnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan
menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada
jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.
2. Faktor penerangan
Luminasi adalah banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan objek.
Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata
terhadap warna tertentu. Tingkat luminasi juga akan mempengaruhi
kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan
intensitas penerangan lebih besar untuk mlihat objek gambar. Semakin besar
luminasi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga
akan semakin bertambah.
3. Faktor silau (glare)
Menurut granjean (1998) silau adalah suatu proses adaptasi yang berlebihan
pada mata sebagai akibat dari retina terkena sinar yang berlebihan
4. Faktor Ukuran Pupil
Agar jumlah sinar yang diterima sinar sesuai, maka otot iris akan mengatur
ukuran pupil
5. Faktor Sudut dan Ketajaman penglihatan
Sudut penglihatan (visual angle) sebagai sudut yang berhadapan dengan objek
pada mata.
2.3.3 Sistem Pencahayaan
Menurut prabu (2009) , menyebutkan bahwa ada 5 sistem pencahayaan di ruangan,
yaitu :
Sistem Pencahayaan Langsung (direct lighting)
Pada sistem ini 90-100% cahaya diarahkan secara langssung ke benda yang perlu
diterangi. Untuk efek yang optimal, disarankan langit-langit, dinding, serta benda
yang ada di dalam ruangan perlu diberi awarna cerah agar tampak menyegarkan.
Pencahayaan Semi Langsung ( semi direct lighting)
Pada sistem ini 60-90% cahaya diarahkan langsung pada benda yang perlu diterangi,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dengan sistem ini
kelemahan sistem pencahayaan langsung dapat dikurangi.
Sistem Pencahayaan Difus (general diffuse lighting)
Pada sistem ini setengah cahaya 40-6% diarahkan pada benda yang perlu disinari,
sedangkan sisanya dipantulkan ke langit-langit dan dinding. Dalam pencahayaan
sistem ini termasuk sistem direct-indirect. Yakni memancarkan setengah cahaya ke
bawah dan sisanya ke atas. Pada system ini masalah bayangan dan kesilauan masih
ditemu.
Sistem Pencahayaan Semi Tidak Langsung (semi indirect lighting)
Pada Sistem ini 60-90 % cahaya diarahkan ke langit-langit dan dinding bagian
atas, sedangkan sisanya diarahkan ke bagian bawah. Untuk hasil yang optimal
disarankan langit-langit perlu diberikan perhatian serta dirawat dengan baik. Pada
system ini masalah bayangan praktis tidak ada serta kesilauan dapat dikurangi.
Sistem Pencahayaan Tidak Langsung (indirect lighting)
Contoh Pekerjaan
Penimbunan barang
Pemasangan (tak teliti)
Membaca
Menggambar
Pemasangan
teliti
Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan kerja, 2012
Rekomendasi tingkat pencahayaan lingkungan berdasarkan jenis kegiatan tingkat
pencahayaan minimal berdasarkan KEMENKES RI.NO 1405/MENKES/SK/XII/02.
1. Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus adalah 100 lux pada ruangan
penyimpanan dan ruang peralatan yang memerlukan pekerjaan kontinu.
2. Pekerjaan kasar terus menerus adalah 200 lux pada pekerjaan dengan mesin
dan perakitan kasar.
3. Pekerjaan rutin adalah 300 lux pada ruang administrasi, ruang control,
pekerjaan mesin dan perakitan.
4. Pekerjaan agak halus 500 lux pada pembuatan gambar atau bekerja dengan
mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin.
5. Pekerjaan halus adalah 1000 lux pada pemilihan warna, pemrosesan tekstil,
pekerjaan mesin halus dan perakitan halus.
6. Pekerjaan amat halus adalah 1500 lux pada mengukir dengan tangan dan
perakitan yang sangat halus, tidak menimbulkan bayangan.
7. Pekerjaan terinci adalah 3000 lux pada pemeriksaan pekerjaan, perakitan
sangat halus tidak menimbulkan bayangan.
2.4 Getaran
Pengukuran Vibrasi
Adalah penting untuk mengukur vibrasi manusia secara akurat, sehingga suatu
assessment dapat dibuat untuk :
1. Ketidaknyamanan yang dihasilkan oleh vibrasi
2. Kemungkinan bahaya dari bagian tubuh yang terpapar
Dari pengukuran yang akurat dapat diambil step step yang perlu untuk
mempengaruhi kedua faktor diatas. Akurasi dari pengukuran vibrasi tergantung pada
kualitas transducer dan analisis sebuah alat yang digunakan. Transducer atau
accelerometer yang sekarang banyak digunakan untuk pengukuran vibrasi adalah
piezoelectric accelerometer. Responnya meliputi seluruh frekuensi yang penting
dalam pengukuran vibrasi pada manusia. Accelerometer yang dipilih sebaiknya yang
berbentuk kecil :
a. Vibrasi yang sedang diukur tidak terganggu oleh keberadaannya
b. Tidak mengganggu operator dalam menjalankan alat
Pengendalian Vibrasi
A. Pada Whole body Vibration (WBV)
Tujuan utama pada pengendalian vibrasi adalah mengurangi banyaknya
bahaya vibrasi dengan meredam resonansi yang timbul tanpa menimbulkan frekuensi
resonansi yang baru. Caranya antara lain :
a. Memperbaiki atau meredam langsung getaran pada sumbernya
b. Memberi bantalan lunak antara tempat duduk pengemudi dengan bagian tubuh
pengemudi
c. Menggunakan sepatu peredam getaran bila sumber getar merambat melalui
klaki
d. Mengurangi waktu terpapar
B. Pada Hand Arm Vibration
Getaran pada HAV dapat dikendalikan dengan cara :
a. Memberikan damping pada bagian peralatan
b. Menyisipkan damping antara peralatan dan tangan