Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KAJIAN TEORI
A. DeskripsiTeori
1. Kurikulum 2013
Kurikulum berkaitan erat dengan mutu pendidikan, walaupun kurikulum
bukanlah

satu-satunya

faktor

yang

mempengaruhi

mutu

pendidikan

(Kwartolo
2002).

Menurut

Nasution

(2008)

kurikulum

adalah

sesuatu

yang

direncanakan sebagai guna mencapai tujuan pendidikan. Kwartolo (2007)


menerangkan bahwa ada banyak definisi tentang kurikulum, namun esensinya
adalah menghantarkan peserta didik melalui pengalaman belajar agar mereka
dapat tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin. Hamalik (2008) menyatakan
kurikulum adalah program pendidikan

yang

disediakan oleh

lembaga

pendidikan (sekolah) bagi siswa. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata
pelajaran namun semua hal yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa.
Kurikulum merupakan suatu prencanaan yang memuat isi dan bahan pelajaran,
cara, metode atau strategi pembelajaran,

dan

merupakan

pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.


Terdapat berbagai tafsiran tentang kurikulum, kurikulum dapat dilihat
sebagai produk, program, hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, dan sebagai
pengalaman siswa (Nasution 2008). Kurikulum dapat dinilai sebagai produk
hasil karya para pengembang kurikulum berupa buku

maupun pedoman

kurikulum. Kurikulum sebagai program yaitu alat untuk mencapai tujuan


pendidikan

yang

mengajarkan

berbagai

kegiatan

yang

mempengaruhi

perkembangan siswa. Kurikulum juga dianggap sebagai pengetahuan, sikap, dan


ketrampilan yang akan dipelajari siswa serta pengalaman pada tiap siswa.
Kurikulum selalu berkembang dan pemikiran mengenai kurikulum terjadi secara
kontinyu.
Kurikulum tahun 2013 adalah rancang bangun pembelajaran yang
didesain untuk mengembangkan potensi peserta didik, bertujuan untuk
mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang bermartabat, beradab, berbudaya,
berkarakter,

beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara
yang demokratis, dan bertanggung jawab yang mulai dioperasikan pada tahun
pelajaran

2013/2014 secara bertahap (Kemendikbud 2013c). Menurut Hasan (2013),


perkembangan Kurikulum 2013 didasari oleh BNSP 2010 dan adanya
pendidikan

karakter serta kewirausahaan. Kurikulum ini akan dikembangkan selama kurang


lebih lima tahun dari 2010 hingga 2015. Pada tahun 2010 dan 2011 dilakukan
kajian mengenai kurikulum. Pada tahun 2012 dilakukan finalisasi dokumen
kurikulum. Pada tahun 2013 hingga 2015 dilakukan implementasi dan evaluasi
kurikulum di sekolah.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan melanjutkan pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara terpadu
(Kemendikbud 2012). Langkah penguatan tata kelola Kurikulum 2013 terdiri
atas: (1) menyiapkan buku pegangan pembelajaran bagi siswa dan guru,
(2) menyiapkan guru supaya memahami pemanfaatan sumber belajar yang telah
disiapkan dan sumber lain yang dapat mereka manfaatkan, serta (3) memperkuat
peran pendampingan dan pemantauan oleh pusat dan daerah pelaksanaan
pembelajaran (Hasan 2013). Hal tersebut diterangkan oleh Iskandar (2013),
bahwa

penataan

kurikulum

meliputi

perangkat

kurikulum,

perangkat

pembelajaran, dan buku teks sudah dilaksanakan mulai desember 2012 - maret
2013. Untuk implementasi Kurikulum 2013 dilaksanakan mulai juni 2013 dengan
penilaian formatif pada juni 2016. Pada penataan dan implementasi Kurikulum
2013 juga didukung sosialisasi, uji publik, pelatihan guru dan tenaga
kependidikan.
a. Alasan Pengembangan Kurikulum 2013
Lunenburg (2011)

menyatakan pengembangan

kurikulum dapat

didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum


yang pada akhirnya menghasilkan rencana kurikulum. Pengembangan dan
pergantian kurikulum pendidikan merupakan hal yang wajar. Setiap kurikulum
pasti dikembangkan, direvisi, diganti, diubah, dperbaiki, disempurnakan atau
apapun namanya (Supriyoko 2012). Terdapat beberapa prinsip umum dalam
pengembangan kurikulum. Prinsip umum tersebut antara lain relevansi,
fleksibelitas, kontinuitas, praktis, dan efektifitas (Sukmadinata 2009). Dalam
pelaksanaan kurikulum diharapkan dapat disesuaikan dengan kondisi peserta
didik baik berupa waktu, tempat, maupun latar belakang peserta didik.

2.

Pengertian Belajar

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan perilaku (WinaSanjaya, 2009:112). Aktivitas
mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.
Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat
atau tidak dapat disaksikan. Hal itu hanya mungkin dapat disaksikan dari adanya
gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak.
Menurut Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 10), belajar pada hakikatnya
merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar
memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dannilai. Timbulnya kapabilitas tersebut
dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh
pebelajar. Sehingga belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi
kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu
kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.
Hilgard (WinaSanjaya, 2009: 112), menyatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium
maupun dalam lingkungan alamiah. Dengan demikian belajar dianggap sebagai
proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Oema rHamalik,
2005:27). Dari pengertian ini, maka belajar merupakan suatu9 proses, suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas dari itu yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan pengubahan kelakuan. Menurut Mayer pengertian belajar sebagai
perubahan yang relative permanen dalam pengetahuan dan perilaku seseorang yang
diakibatkan oleh pengalaman (Benny A Pribadi, 2009: 8). Pengalaman yang sengaja

didesain untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang akan


menyebabkan berlangsungnya proses belajar.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan
tingkah laku dan kemampuan beraksi yang relative permanen atau menetap karena
adanya interaksi individu dengan lingkungan dan dunia nyata. Melalui proses belajar
seseorang akan memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang lebih baik.
3. Pola Belajar
Banyak ragam pola belajar yang dikemukakan oleh para ahli, banyak pula
perbedaan variasi dan streessing (penekanan) dari suatu pola belajar oleh masingmasing ahli. Menurut Sriyono (dalam Roestiyah, 2000:106) menyatakan:
Pola belajar adalah rangkaian prosedur dalam belajar yang dapat membantu
siswa dalam menguasai materi pelajaran. Pola belajar di antaranya pola belajar
mandiri, pola belajar terbimbing, pola belajar kelompok, pola belajar diskusi, dan
lain-lain. Masing-masing dari pola belajar tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan. Dalam pelaksanaannya pola belajar mandiri telah biasa dilakukan oleh
siswa dirumahnya masing-masing.
Menurut Alma (2008:78) menyatakan bahwa:
Dilihat dari sudut penyusunan strategi belajar mengajar, maka ada beberapa
pola belajar yang dapat dipertimbangkan oleh guru dan siswa agar kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan secara teratur menurut pola tertentu. Dalam pola belajar ini
akan sekaligus tercerminkan sikap guru dan kegiatan siswa serta interaksi antara
keduanya. Pola-pola belajar itu diantara terdiri dari pola belajar individu, pola belajar
kelompok, pola belajar terbimbing, pola belajar leaving (meninggalkan), pola belajar
supervising (supervisi).
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pola belajar adalah
rangkaian prosedur dalam kegiatan belajar mengajar yang nantinya akan mampu
membantu peserta didik dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dilihat dari sudut

penyusunan strategi belajar mengajarnya maka pola belajar itu di antaranya terdiri
dari pola belajar individu, pola belajar kelompok, pola belajar terbimbing. Pola
belajar leaving, pola belajar supervisi.
Lebih lanjut, Roestiyah (2000:58) menyimpulkan:
Bila kita membicarakan mengenai pola belajar, berarti kita akan mebicarakan
tentang: komponen-komponen dasar dalam proses belajar secara menyeluruh, model
pembelajaran, dan jenis dan tingkah laku kepemimpinan guru sebagai pribadi yang
mengarahkan, mengawasi dan mengatur pelaksanaannya.
Menurut Glasser (dalam Rohani, 2004:74) mengemukakan ada 4 komponen pola
belajar yaitu:
a.
b.
c.
d.

IO (Instruksional Objektives) atau Tujuan Pengajaran.


EB (Entering/Entry Behavior) atau Pengenalan Kemampuan Awal.
IP (Instruksional Procedures) atau Proses Mengajar/Pengajaran.
PA (Performance Assesment) atau Penilaian Terhadap Capaian Tujuan Pengajaran.
Lebih jauh, Alma (2008:79) mengemukakan:
Pola belajar dapat dijadikan pertimbangan dasar dalam menampilkan
keterampilan-keterampilan mengajar secara tepat termasuk pemilihan metode
mengajar. Namun demikian pemilihan pola mengajar inipun biasanya dilakukan atas
pertimbangan: (1) tujuan pengajaran; (2) karakteristik bahan yang diajarkan; (3)
alokasi waktu yang tersedia; (4) karakteristik siswa; (5) kemampuan guru itu sendiri.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan dalam penyusunan pola belajar
harus mempertimbangkan komponen-komponennya yaitu: tujuan pengajaran,
pengenalan kemampuan awal, proses pengajaran dan penilaian terhadap capaian
tujuan pengajaran.

Anda mungkin juga menyukai