MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pembentukan endapan mineral dapat diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu proses internal atau endogen dan proses eksternal atau eksogen.
Endapan mineral yang berasal dari kegiatan magma atau dipengaruhi oleh faktor
endogen disebut dengan endapan mineral primer. Sedangkan endapan endapan
mineral yang dipengaruhi faktor eksogen seperti proses weathering, inorganic
sedimentasion, dan organic sedimentation disebut dengan endapan sekunder,
membentuk endapan plaser, residual, supergene enrichment, evaporasi/presipitasi,
mineral-energi (minyak dan gas bumi, batubara dan gambut).
Proses internal atau endogen pembentukan endapan mineral yaitu meliputi:
1. Kristalisasi dan segregrasi magma: Kristalisasi magma merupakan proses
utama dari pembentukan batuan vulkanik dan plutonik.
2. Hydrothermal: Larutan hydrothermal ini dipercaya sebagai salah satu
fluida pembawa bijih utama yang kemudian terendapkan dalam beberapa
fase dan tipe endapan.
3. Lateral secretion: erupakan proses dari pembentukan lensa-lensa dan urat
kuarsa pada batuan metamorf.
4. Metamorphic Processes: umumnya merupakan hasil dari contact dan
regional metamorphism.
5. Volcanic exhalative (= sedimentary exhalative); Exhalations dari larutan
hydrothermal pada permukaan, yang terjadi pada kondisi bawah
permukaan air laut dan umumnya menghasilkan tubuh bijih yang
berbentuk stratiform.
Proses eksternal atau eksogen pembentukan endapan mineral yaitu meliputi:
1. Mechanical Accumulation; Konsentrasi dari mineral berat dan lepas
menjadi endapan placer (placer deposit).
2. Sedimentary precipitates; Presipitasi elemen-elemen tertentu pada
lingkungan tertentu, dengan atau tanpa bantuan organisme biologi.
I-1
BAB I PENDAHULUAN
MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
I-2
BAB I PENDAHULUAN
MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
I-3
BAB I PENDAHULUAN
MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
Granit, andesit, basalt, trakhit, tanah liat, dan pasir, sepanjang tidak
mengandung unsur-unsur mineral golongan A maupun golongan B dalam
jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Gambar 1.1. Salah satu pemanfaatan bahan galian untuk industri logam dan bangunan
I-4
BAB I PENDAHULUAN
MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
daerah. Setelah Otonomi Daerah, Pemerintah daerah punya peranan yang lebih
besar dalam mengelola bahan galian, termasuk Bahan Galian Golongan A dan
Golongan B. Bahan Galian Logam seperti Emas atau Tembaga, sebelum otonomi
daerah, untuk mendapatkan hak Kuasa Penambangan harus mendapatkan izin
persetujuan dari pusat, sekarang Pemerintah Kabupaten dapat memberi izin
penambangan. Oleh karena itu penggolongan tersebut diatas tidak sesuai lagi.
Kalaupun masih digunakan, penggunaan istilah Golongan A, Golongan B, atau
Golongan C sebaiknya terbatas pada penggolongan secara diskriftif. Selanjutnya,
dengan mempertimbangkan perkembangan nasional maupun internasional, UU
No.11 Tahun 1966, tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang terjadi, maka
kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral Dan Batubara. Undang-undang ini hanya mengatur
tentang pertambangan mineral dan batubara diluar panas bumi, minyak dan gas
bumi serta air tanah. Selanjutnya pertambangan mineral dan batubara dibagi dan
diatur menjadi:
Pertambangan Mineral Radioaktif
Pertambangan Mineral Logam
Pertambangan Mineral Bukan Logam
Pertambangan Batuan
Pertambangan Batubara
Berdasarkan jenis komoditinya, para ahli membagi bahan galian secara umum
menjadi lima golongan, yaitu :
1. Batubara dan gambut
2. Bahan galian logam
3. Bahan galian Industri
4. Minyak, gas, dan panas bumi
5. Mineral berharga dan batu mulia
Ketiga golongan bahan galian tersebut disusun atau dibentuk oleh unsur
atau senyawa padat yang dikenal sebagai mineral, oleh karena itu ketiganya
dikelompokkan sebagai endapan mineral.
I-5
BAB I PENDAHULUAN
MINERAL
PRAKTIKUM ENDAPAN
I-6