PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Mata merupakan salah satu indera yang penting dari lima macam panca
indera. Permasalahan dari mata bermacam-macam dimulai dari kelainan kongenital
pada mata, infeksi/peradangan pada mata hingga terjadinya kebutaan .Salah satu
bagian mata yang cukup berperan penting adalah kornea.
Kornea adalah bagian anterior mata yang merupakan salah satu media refraksi
yang berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
yang dilalui retina. Kornea terdiri atas 5 lapis yaitu epitel, membran bowman, stroma,
membran descemet, dan endotel.Endotel lebih penting daripada epitel dalam
mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat
daripada cedera pada epitel.Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea
dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan
edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi.
Dalam keadaan normal, kornea adalah tranparan.Transparansi kornea ini
disebabkan oleh tidak adanya pembuluh darah dan jaringan kornea yang strukturnya
seragam, serta berfungsinya mekanisme pompa oleh endotel.
Epitel yang terdapat pada kornea ini adalah sawar yang efisien terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Infiltrasi sel radang pada kornea akan
menyebabkan keratitis, hal ini mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kekeruhan ini
akan menimbulkan gejala mata merah dan tajam penglihatan yang menurun. Keratitis
dapat diakibatkan oleh beberapa factor seperti infeksi, mata kering, ataupun
konjungtivitis kronis.
Insideni tahunan dari keratitis di negara maju telah meningkat karena angka
penggunaan lensa kontak yang tinggi yaitu 2-11 per 100.000orang pertahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Kornea
1. Epitel
Bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris, terdiri dari sel epitel squamos
yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari
total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan
dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
poligonal di depannya
melalui
desmosom
dan
makula
okluden;
ikatan
ini
menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan
Sedangkan
ektoderem
2. Membran bowman
Membran ini merupakan lapisan yang transparan, homogeny, aseluler, dengan tebal
antara 8-12 milimikron. Strukturnya hamper sama dengan stroma, bila terjadi
kerusakan maka lapisan ini tidak mengadakan regenerasi. Sifat lain yang penting dari
lapisan ini adalah tahan terhadap ruda paksa dari luar, tekanan maupun infeksi.
Lapisan ini terdiri dari bahan kolagen yang tampaknya sukar lepas dari stroma.
Dibawah electron mikroskop tampak serabut-serabut yang bentuknya sama, berjalan
sejajar dengan permukaan.
3. Stroma
Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea, terdiri dari serabut-serabut
kolagen yang disebut lamellae dan sel-sel stroma. Sel ini mempunya tebal antara 1,3
2,5 mU, berjalan sejajar terhadap permukaan. Terdapat 100-200 lamellae dimana satu
dengan yang lainnya membentuk sudut.
Stroma terdiri dari dari 2 type, yaitu sel wesidering dan keratosit (corneal puacle).
Keratosit berbentuk pipih dan tidak rata, terletak diantara didalam lamellae
merupakan modifikasi dari fibroblast. Sedangakan sel wasidering hanya sedikit
jumlahnya dan merupakan suatu tipe dari lokosit sel reticule endothelial.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang
dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis, jernih, tipis dan kuat yang tampak
amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur
hidup dan mempunyai tebal 5-10 mU, amat elastic dan dianggap sebagai tonsil sekresi
dari endotel. Membrane ini mudah lepas dari stroma, tetapi tahan terhadap ruda paksa
maupun keadaan patologi lain yang dapat ditembus oleh pembuluh darah maupun sel.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara
20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini
dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena
5
LIMBUS
Adalah daerah peralihan antara kornea, konjungtiva dan sclera. Lebarnya kira-kira
1mm, mempunyai banyak pembuluh darah dan saluran yang normal tidak terdapat pada
kornea. Selain itu struktur histologinya juga berbeda dengan kornea, limbus mempunyai 2
lapisan saja yaitu epitel dan stroma.
Membran dari Bowman sudah berhenti pada tepi limbus sedangkan membrane dari
descemet dan endotel melanjutkan diri menjadi trabekular meshwork. Epitel limbus ini lebih
tebal disbanding dengan epitel kornea, terdiri dari 10 lapis sel dan berjalan diantara papil-pail
dari sclera dan sebagian melanjutkan diri menjadi epitel konjungtiva. Papil-papil inilah yang
banyak mengandung pembuluh darah dan lymphe.
Elemen-elemen nutrisi masuk ke dalam rongga kornea yang avaskuler dari limbus
yang kaya pembuluh darah juga dari aquous humor dalam kamera anterior dan oksigen dari
luar.
2.2.
Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel
jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel
berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang
akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air
mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan
membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat
melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh.
7
Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air
sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan
membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti
bakteri, virus, amuba, dan jamur.
Kornea menerima suplai sensoris dari70-80 berkas saraf yang bersal dari Nervus
Ciliaris, cabang dari Nervus Trigeminus (N.V). segera setelah memasuki pertengahan
stroma melalui limbus, berkas saraf ini tidak dibungkus myelin sheet dan bercabangcabang. Serabut serabut saraf ini membentuk plexus yang terdapat dibawah dari
Bowman, selanjutnya berjalan kedepan menuju kornea bagian sentral dan berakhir
sebagai akhiran saraf bebas yang terdapat diantara sel epitel.
Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata.
Setiap kerusakan pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis
ultraviolet) mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens
disertai dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang
terdiri atas penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora)
dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan
yang
bradittrofik,
metabolismenya
lambat
dimana
ini
berarti
b.
c.
d. Mikrokornea
Kornea berukuran < 10mm dan apabila seluruh bola mata tampak kecil
disebut microphthalami
Sering didapat bersamaan adanya katarak congenital nystagmus dan lainlain.
2. Peradangan : radang pada kornea apapun penyebabnya disebut keratitis
3. Degenerasi
Seperti kelainan pada organ tuuh yang lain, maka kornea juga dapat
mengalami suatu kelainan degenerasi. Degenarasi sebenarnya adalah
perubahan dari kornea yang menggambarkan reaksi jaringan akibat suatu
9
2.4. Keratitis
2.5.1. Definisi
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe
kornea yang terkena seperti keratitis superficialis dan profunda, atau
10
2.5.2. Patofisiologi
Kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan
tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari selsel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang
mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin,
kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan
fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
11
Nyeri
Penglihatan kabur
Mata merah
2.5.4. Klasifikasi
Keratitis dapat dibagi berdasarkan Bentuk Infiltratnya:
1. Punctata
: bentuk seperti bintik-bintik kecil yang menyebar.
2. Filamentous : bentuk seperti benang tipis.
3. Numularis
: bentuk seperti bentukan uang logam (coin lession).
4. Dendiritika : bentuk seperti cabang-cabang pohon.
5. Disformik
: bentuk seperti cakram di dalam jaringan kornea.
12
d. Terapi
Pasien diberi air mata buatan, tobramisin (antibiotik) tetes mata,
dan Midriatikum dan sikloplegik.
2. Keratitis Flikten
a. Definisi
Benjolan berwarna putih kekuningan berdiameter 2-3 mm
pada limbus, dapat berjumlah 1 atau lebih. Pada flikten terjadi
penimbunan sel limfoid, dan ditemukan sel eosinofil serta
mempunyai kecenderungan untuk menyerang kornea. Pada kasus
rekuren penyakit ini timbul pada anak-anak yang mengalami
kurang gizi dan menderita TBC sistemik.
b. Manifestasi Klinik
Terdapat hifema konjungtiva, dan memberi kesan kurangnya
air mata (dry eyes syndrome). Secara subyektif, terdapat benjolan
putih kemerahan di pinggiran mata yang hitam. Apabila jaringan
kornea terkena, maka mata berair, silau dan dapt disertai rasa
sakit dan penglihatan kabur. Secara obyektif, terdapat benjolan
putih kekuningan pada daerah limbus yang dikelilingi daerah
konjungtiva yang hiperemik. Gambaran yang khas adalah
terbentuknya papula atau pustula pada kornea dan konjungtiva
karena penyakit ini biasanya disebut kerato-konjungtivitis flikten.
c. Terapi
Terapi dapat dengan tetes mata steroid akan memberikan
hasil yang memuaskan. Steroid oral tidak dianjurkan apalagi bila
terdapat penyakit TBC yang mendasari.
3. Keratitis Sika
a. Definisi
Keratitis Sika adalah keratitis yang pada dasarnya diakibatkan
oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimal dan atau sel goblet, yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan :
14
c. Manifestasi klinik
Secara subyektif : bila belum ada kerusakan kornea maka keluhan
penderita adalah mata ngeres, pedih, kering dan rasa seperti ada pasir
(ngeres), keluhan-keluhan yang lazim disebut sindrom dry eye. Apabila
terjadi kerusakan kornea keluhan-keluhan ditambah dengan silau, sakit,
berair dan kabur.
Secara obyektif : pada tingkat dry-eye, kejernihan permukaan
konjungtiva dan kornea hilang, tes schirmer berkurang, tear film kornea
mudah pecah, tear break up time berkurang, sukar menggerakkan
kelopak mata.
d. Terapi
Apabila yang kurang adalah komponen air dari air mata, diberikan
air mata tiruan (artificial tear), sedangkan bila komponen lemaknya
yang berkurang maka diberikan lensa kontak.
4. Keratitis Lepra
a. Definisi
Keratitis lepra atau Morbus hansen atau penyakit lepra menyerang
dan menimbulkan kerusakan pada kornea melalui 4 cara :
15
a.
b.
c.
d.
anestesi kornea
.
5. Keratits Nummularis
a. Definisi
Keratitis nummularis adalah bentuk keratitis yang ditandai
dengan infiltrat bundar (nummus=keping uang logam) berkelompok
dan tepinya berbatas tegas. Keratitis ini berjalan lambat, sering kali
unilateral dan pada umumnya didapatkan pada petani yang bekerja
disawah. Nama lain dari keratitis nummularis adalah Keratitis
Sawahica atau Keratitis Punctata Tropica.
b. Etiologi
Diduga virus
c. Manifestasi Klinik
Infiltrat multipel dan bundar yang terdapat di lapisan kornea
bagian superfisial biasanya tidak menyebabkan ulserasi.
Secara subyektif : keluhan utama adalah silau (fotofobia)
Secara obyektif : mata yang terserang tampak merah karena
injeksi siliar, disertai lakrimasi.
d. Terapi
Pemberian kortikosteroid lokal memberikan hasil yang baik
yaitu hilangnya tanda-tanda radang dan lakrimasi tetapi penyerapam
infiltrat terjadi dalam waktu yang lama, dapat 1 hingga 2 tahun.
B. Keratitis Profunda/Interstisialis, yaitu apabila mengenai lapisan
stroma.
Bentuk-bentuk keratitis profunda/interstisialis antara lain adalah:
17
akut
Secara obyektif : keratitis intertisial ini merupakan
bagian dari trias hutcinson yaitu : keratitis intertisial,
gangguan pendengaran sampai tuli dan kelainan pada
A
B
Gambar: A. Kertitis interstisialis luetik, B.Ghost Vessel
c. Diagnosis
18
Berdasarkan adanya trias hutchinson ditambah kelainankelainan fisik lain seperti pangkal hidung yang mendatar (saddle
nose), penonjolan os frontal (prominent frontal eminence). Reaksi
serologis yang positif mendukung diagnosis.
d. Terapi
Proses peradangan pada kornea pada dasarnya akan sembuh
sendiri. Pengobatan mata ditujukan pada uveitis yang dapat
menyebabkan perlekatan iris dengan pemberian tetes mata
kortikosteroid dan sulfas atropin atau skopolamin.
2. Keratitis Sklerotikans.
a. Definisi
Merupakan suatu keadaan peradangan sklera dan kornea
biasanya unilateral disertai dengan infiltrasi sel radang menahun
pada bagian sklera dan kornea.
Gambar : sklerotikans
b.
Manifestasi Klinis
Keratitis ini akan memberi gejala berupa kekeruhan
kornea lokal berbentuk segitiga dengan puncak menuju ke arah
kornea bagian sentral. Penderita mengeluh sakit atau nyeri,
fotofobia tetapi tidak ada sekret. Secara objektif kekeruhan
kornea terlokalisasi dan berbatas tegas, unilateral, kornea
terlihat putih menyerupai sklera.
c. Terapi
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Pemberian
kortikosteroid dan antiradang non steroid ditujukan terhadap
skleritisnya. Apabila terdapat iritis dapat diberikan atropin.
19
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
pnemoniae,
terdapat
pada
humor
aquos
yang
menyebabkan
dapat
diberikan
virustatika
seperti
IDU
21
2.5.5 Diagnosis
Anamnesa :
22
2.5.7 Prognosa
Dengan pengobatan yang adekuat keratitis akan sembuh tanpa bekas, tetapi
dapat pula meninggalkan jaringan parut pada kornea terutama bila infiltrate mengenai
stroma kornea. Sikatrik, jaringan parut pada kornea yang mengakibatkan permukaan
kornea irreguler sehingga memberikan uji plasido positif, dan terdapat beberapa
bentuk, antara lain :
a. Nebula
2.5.8
Komplikasi
Tanpa pengobatan yang baik keratitis selanjutnya akan menjadi ulkus
kornea, ulkus kornea yang sering disertai hipopion akan masuk lebih dalam
merusak lapisan descemet yang utuh karena lapisan ini kuat dan akibat adanya
tekanan bola mata maka terbentuk descematocele yang selanjutnya akan
mengalami perforasi sampai terjadi endophtalmitis, panophtalmitis dan berakhir
dengan ptisis bulbi (bola mata mengecil).
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama
: Ny. SM
Umur
: 38 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pekerja Swasta
Alamat
: Jalan Jaksa Agung Suprapto, Gresik.
Tanggal Pemeriksaan
: 4 Februari 2015
3.2 Anamnesa
3.2.1 Keluhan Utama
Mata kanan dan kiri nyeri
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Mata kanan dam kiri terasa nyeri sejak 4 hari yang lalu disertai dengan mata
kabur
24
Mata kanan dan kiri pada mulanya berwarna merah, gatal, sering mengeluarkan
air mata berlebih, silau jika terkena sinar matahari dan terasa mengganjal sejak
2 minggu yang lalu.
2 minggu yang lalu berobat ke bidan dan diberikan obat tetes cendo xitrol
4.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
4.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan di keluarganya ( anak ) mengalami sakit yang sama
sebelumnya dengan keluhan mata merah dan gatal.
Pemeriksaan
Mata Kiri
6/6,6
Visus
6/7,5
Koreksi
Tidak dilakukan
Tonometri(TIO)
Tidak dilakukan
Sentral, Normal
Kedudukan
Sentral, Normal
Ke segala arah
Pergerakan
Ke segala arah
Hiperemi (-)
Edema (-)
Blefarospasme (+)
Palpebra superior
Hiperemi (-)
Edema (-)
Blefarospasme (+)
Hiperemi (-)
Edema (-)
Palpebra Inferior
Hiperemi (-)
Edema (-)
25
Hiperemi (-)
Konjungtiva Palpebra
Hiperemi (-)
Hiperemi (-)
Sekret (-)
Kunjungtiva Bulbi
Hiperemi (-)
Sekret (-)
Hiperemi(-)
Kunjungtiva Fornik
Hiperemi(-)
Putih
Sklera
Putih
Kornea
Dalam, jernih
Dalam, jernih
Reguler
Iris
Reguler
Pupil
Tidak dilakukan
Lensa
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks Fundus
Tidak dilakukan
(+)
Tes Flouresin
(+)
4.4 Resume
Seorang perempuan usia 38 tahun datang ke poli mata pada tanggal 4 februari 2015
Mata kanan dam kiri terasa nyeri sejak 4 hari yang lalu disertai dengan mata kabur.
Mata kanan dan kiri pada mulanya berwarna merah, gatal, sering mengeluarkan air
mata berlebih, silau jika terkena sinar matahari dan terasa mengganjal sejak 2 minggu
yang lalu dan diberikan obat tetes cendo xitrol. Keluarga pasien ada yang menderita
sakit dengan kelhan yag sama.
27
DAFTAR PUSTAKA
28