Anda di halaman 1dari 37

BAB I

STATUS PASIEN
1. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn.D /Laki-laki/ 45 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : SMA
c. Alamat
: Rt.35 Talang Bakung
2. Latar belakang sosial ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: menikah
b. Jumlah anak atau saudara
: dua
c. Status ekonomi keluarga
: menengah ke bawah.
d. Kondisi Rumah
:
Pasien tinggal di rumah papan berempat bersama istri dan
anaknya. Rumah pasien berisi 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi, dan 1 toilet. Toilet pasien kurang bersih dan banyak
terdapat jentik nyamuk. Di rumah pasien terdapat 2 jendela kaca.
Ventilasi dirumah pasien ini termasuk kurang. Jendela rumah sering
ditutup. Namun, keadaan di dalam rumah kurang bersih banyak debu.
Selain itu, atap rumah pasien belum di deg sehingga debu dari luar
rumah lebih mudah masuk.
Dirumah pasien sumber air bersih berasal dari sumur
sedangkan sumber penerangan berasal dari PLN. Lingkungan di
sekitar rumah pasien juga banyak terdapat rumput liar serta tumpukan
kaleng-kaleng yang berisi air.
e. Kondisi Lingkungan keluarga:
Hubungan lingkungan keluarga di dalam rumah cukup baik.
f. Aspek psikologis di keluarga

Hubungan psikologis di dalam keluarga baik-baik saja.

3. Riwayat penyakit dahulu atau keluarga


:
a. Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat DM (-)
Riwayat TB (-)
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)
b. Riwayat penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-).
4. Riwayat penyakit sekarang
a. Anamnesis
Keluhan utama :
Os dibawa dengan keluhan demam sejak 4 SMPKM (sebelum
masuk puskesmas).
Riwayat penyakit sekarang:
Sejak 4 hari yang lalu, os demam. Demam terjadi tiba-tiba.
Demam awalnya tinggi pada malam hari, os minum obat penurun panas
sehingga demam sedikit turun pada pagi hari. Keluhan juga disertai dengan
mual, muntah (-). Os juga belum buang air besar sejak awal sakit. Batuk
(-), demam (-), mimisan (-), BAK normal.
Di sekitar rumah pasien tidak ada yang menderita demam berdarah.
Os tidur tidak menggunakan kelambu ataupun obat nyamuk.
Sejak 3 hari yang lalu, os merasa badannya sakit-sakit terutama di
siku, lutut, dan tungkai bawah.
Hari ini os merasa badannya semakin lemas dan kepalanya semakin
sakit, sakit kepala seperti ditusuk-tusuk di daerah dahi. Oleh karena itu,
keluarga memutuskan untuk membawa os ke puskesmas.
5. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda vital
T : 36C
Kepala

: Tampak lemas
: CM
: TD : 100/60 mmHg, Nadi : 90 x/I, RR 20 x/I,
: Normocephal, edema (-).

Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thorak
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: CA (-/-), SI (-/-) pupil isokor (+/+), reflek cahaya


(+/+).
: Tidak nyeri, tidak bengkak, darah (-)
: Simetris, cairan (-/-), epistaksis (-).
: Bibir kering (-), sianosis (-), darah (-).
: T1-T1, warna merah muda, hiperemis (-), faring
hiperemis (-)
: Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
: Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
retraksi (-)
: Stem fremitus sama antara kiri dan kanan
: Sonor
: vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis teraba
: Batas jantung dalam batas normal
: BJ I/II Reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi
: Datar, sikatriks (-)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (+) epigastrium.
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ektremitas
: edema (-), sianosis (-), kekuatan otot 5/5
Rumple leed test (+)

6. Laboratorium dan usulan pemeriksaan


Hasil Pemeriksaan:
PARAMETER
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
Leukosit
Trombosit

HASIL
12,2 g/Cl
5,3 106/mm3
51 %
3600
100.000

NILAI NORMAL
11 16,5 g/Cl
3,8 5,80 juta/mm3
35 50 %
3500 10000/mm3
150.000 500.000/mm3

Usulan Pemeriksaan :
Darah rutin / 12 jam
7. Diagnosis Kerja
Demam berdarah dengue

8. Diagnosis Banding
- Demam dengue
- Demam typoid
9. Manajemen
a. Promotif
Memberitahu pasien mengenai penyakit pasien, faktor risiko dan
tahap lanjut dari penyakit yang mungkin terjadi.
Memberitahu pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan pasien.
Terutama menerapkan 3 M plus (menguras, menutup dan
mengubur).
Memberitahu

pasien

untuk

memberikan

makanan

yang

mengandung gizi seimbang kepada pasien, karena faktor daya


tahan tubuh berpengaruh pada penyakit pasien serta banyak
minum air putih karena terapi pada kasus ini adalah cairan.
b. Preventif
Menerapkan prinsip 3 M plus yaitu :
Lingkungan
Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar
pertimbangan bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi
nyamuk adalah 7-10 hari.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum,
dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur
pada tempat-tempat tersebut.

Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung


setidaknya seminggu sekali.
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya
jentik-jentik nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan
ember plastik.
Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
Membersihkan air yang

tergenang

di

atap

rumah

serta

membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh


sampah-sampah dari daun.
Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan
nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan.
seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya
dengan bakteri Bt H-14
Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahanbahan kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion
yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides
aegypti sampai batas tertentu.
Memberikan

bubuk

abate

(temephos)

pada

tempat-tempat

penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain

c. Kuratif
Non farmakologis
Istirahat yang cukup.
Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
Banyak minum air putih.
Farmakologis
Paracetamol tab 500 mg 3 x 1
Rujuk untuk dirawat
Pengobatan Tradisional
Jambu biji
Sambiloto
Temulawak
Air kelapa + 1 buah air jeruk nipis
Daun meniran
Rehabilitatif
Pantau pasien untuk menerapkan 3 M plus

DINAS KESEHATAN KOTA JAMBI


PUSKESMAS TALANG BAKUNG
Dokter : dr. Wahyuni Utami
SIP

: G1A213033
6

Jambi,

Juni 2015

R/

Pro :
Umur
Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4

jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.[1]
Vektor
Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara
lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).(2) Nyamuk berasal dari family Stegomyia.
Nyamuk ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis.(6) Aedes aegypti yang
menggigit pada pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus.Nyamuk berkembang
biak di tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah. Virus
dengue juga ditemukan pada nyamuk Aedes albopictus yang berkembang biak dia air
yang terperangkap diantara tumbuhan.(2)Karena suhu rendah nyamuk tidak dapat
hidup pada ketinggian diatas 1000 meter. Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan
tanpa adanya air.Larva tumbuh di air yang disimpan untuk minum, mandi, atau air
hujan yang ditampung di dalam bak. Nyamuk betina tumbuh menjadi dewasa di
dalam ruangan tertutup.(6)Sekali terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi selamanya
dan menularkan virus jika menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus
kepada anaknya melalui penularan transovarium.(2)
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada
8

manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.[1]
Epidemiologi
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal
abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia
Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika
tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada
daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak
dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)

Gambar 2. Distribusi Dengue di Dunia. CDC 2009.(7)


Keterangan : Biru : area infestasi Aedes aegypti.Merah : area infestasi Aedes
aegyptidan epidemic dengue
Pada tahun 2003, delapan negara (Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand, dan Timor Leste) melaporkan adanya kasus dengue.
Epidemic dengue adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia,
Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste yang beriklim tropis dan berada di
daerah ekuator dimana Aedes aegypti berkembang biak baik di daerah perkotaan
maupun pedesaan. Di Negara ini dengue merupakan penyebab rawat inap dan
kematian tertinggi pada anak-anak.(6)
DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan
beberapa serotype.Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS
paling banyak terjadi pada anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun.
Frekuensi kejadian DSS paling tinggi pada dua kelompok penderita : a. anak-anak
yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b. bayi yang darah ibunya
mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya meningkat pada
musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk dewasa lebih
panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.(2)
Case Fatality Rate yang dilaporkan adalah 1%, tetapi di India, Indonesia dan
Myanmar, telah dilaporkan adanya outbreak lokal di daerah perkotaan dengan laporan
Case Fatality Rate sebesar 3-5%. Di Indonesia, dengan 35% populasi yang bertempat
tinggal di daerah perkotaan, 150.000 kasus dilaporkan pada tahun 2007 (kasus
tertinggi diantara semua negara) dengan lebih dari 25.000 kasus dilaporkan berasal
dari Jakarta dan Jawa Barat dengan Case Fatality Rate sebesar 1%.(4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD
sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang
tidak terencana dan tidak terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang
efektif di daerah endemis, dan (4) Peningkatan sarana transportasi.[1]

10

Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor


antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis setempat. Dalam kurun
waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam
jumlah penderita maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat.
Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota
telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per
100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000
penduduk. Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan
kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32C) dengan kelembaban yang tinggi,
nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia,
karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi
virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak
terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.[1]

Patogenesis

11

Gambar 1. Patogenesis terjadinya syok pada DBD[2]

12

Gambar 2. Patogenesis Perdarahan pada DBD[2]


Manifesatasi Klinis Demam Berdarah Dengue
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian
infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah
Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD).[1]

13

Bagan 1
Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi:[2]

Demam atau riwayat demam akut, antara 2 7 hari, biasanya bifasik


Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji bendung positif
o Petekie, ekimosis, atau purpura
o Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi)
o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan
umur dan jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,

asites

atau

hipoproteinemi.

14

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:


Derajat I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan adalah uji tourniquet.

Derajat II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau


perdarahan lain.

Derajat III

Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat,


tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak
tampak gelisah.

Derajat IV

Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan


tekanan darah tidak terukur.[2]

Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/l biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga
terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.

15

Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.
Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.[1]
Diagnosis Serologis
Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, yaitu:[2]
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold
standard. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk
studi sero-epidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut
atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru
terjadi (recent dengue infection).
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur
pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat
antibodi nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI
antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (48 tahun).Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak
dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)

16

Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa
adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan
IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti
dengan timbulnya IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesivisitas yang sama
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang
untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG,
IgM Elisa, IgG Elisa.[1]
Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin (Ig) M
antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang kedua,
kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung kepada
peningkatan empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang dilihat pada
hemagglutination inhibition, complement fixation, enzyme immunoassay, or
neutralization test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture enzyme immunoassays
sekarang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi fase akut antibodi pada

17

serum pasien dengan infeksi dengue primer atau skunder. Sebaikanya sampel
dikumpulkan setelah hari ke 5 dan sebelum minggu ke 6 setelah onset.(9)

Gambar 10

Respon Imun Pada Infeksi Dengue

Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis,
terutama jika sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus.
Virus dapat diperoleh dari serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan
atau nyamuk hidup. RNA virus dapat dideteksi pada darah atau jaringan melalui
DNA yang diamplifikasi melalui PCR.(10)

18

Diagnosis Banding[3]
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC).
Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan
serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama
dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula
pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi.
Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear
(pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat dipergunakan
untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus
jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada harihari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada
ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak
dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran
ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.

19

pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin dan


trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat, pemeriksaan foto
toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada DBD
ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma.[1]

Penatalaksanaan
1. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:

Tirah baring, selama masih demam.

Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.

Untuk menurunkan suhu menjadi <39C, dianjurkan pemberian


parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (kontraindikasi)
oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.

Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah,


sirop, susu, disamping air putih, dianjurkan paling sedikit
diberikan selama 2 hari.

Monitor suhu, jumlah trombosit dan hematokrit sampai fase


konvalesen.

Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan
oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBDterdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
20

Komplikasi perdarahan dapatterjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena
itu, orang tua ataupasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar
hitam, atauterdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan
gusi,apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tandakegawatan,
sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.. Pada pasien yang tidak
mengalamikomplikasi

setelah

suhu

turun

2-3

hari,

tidak

perlu

lagi

diobservasi.Tatalaksana DD tertera pada Bagan 1 (Tatalaksana tersangka DBD).[1]


2. Demam Berdarah Dengue
Ketentuan Umum
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD danpenyakit lain adalah
adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma
dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam
tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka
keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis
yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya
kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada
pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari
peningkatan kadar hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari
ketiga sakit. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/l atau kurang dari 1-2
trombosit/lpb (rata-rata dihitung pada 10 lpb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit
dan sebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih
mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian cairan.
Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume
plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada
kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus danpenurunan jumlah
trombosit <50.000/l. Secara umum pasien DBD derajat I dan II dapat dirawat di

21

Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas
B danA.[4]
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.[4]
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis,
sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6
jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi teratasi maka pasien dapat diberikan carian
rumatan.
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat.
Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih
belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, Ht, lekosit
dantrombosit)

mungkin

masih

dalam

Batas-Batas

normal,

sehingga

sulit

membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya. Perubahan ini mungkin
terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada kasus-kasus yang meragukan dalam
menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/ pemeriksaan lebih lanjut. Pada

22

seleksi pertama diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis danpemeriksaan fisik


serta hasil pemeriksaan Hb, Ht, danjumlah trombosit.
Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah
1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.
2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok
3. DBD tanpa perdarahan masif dengan
a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl
b. Hb, HT yang meningkat dengan trombositpenia < 150.000/pl
Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dantrombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik
Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien rnemburuk
agar segera kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan.
Sedangkan pada kasus yang meragukan indikasi rawatnya, rnaka untuk
sementara pasien tetap diobservasi di Puskesmas dengan aniuran minum yang
banyak, serta diberikan infus ringer laktat sebanyak 500cc dalam empat jam. Setelah
itu dilakukan pemeriksaan ulang Hb, Ht dan trombosit.
Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl atau
2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari 150.000/pl
Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal
dengan jumlah trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jam kemudian
diminta kontrol ke Puskesmas/poliklinik atau kembali ke IGD apabila keadaan
menjadi memburuk. Apabila masih meragukan, pasien tetap diobservasi dantetap
diberikan infus ringer laktat 500cc dalam waktu empat jam berikutnya. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan ulang Hb. Ht danjumlah trombosit.
Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut.
1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul
2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dengan jumlah trombosit
normal atau menurun

23

Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekwensi nadi


danpernafasan serta jumlah urin minimal setiap 4 jam.

Protokol 2 DBD Tanpa perdarahan masif dan syok


Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif
petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di ruang
rawat ; pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama. Cairan lain yang
dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer laktat atau ringer
asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam larutan garam atau
NaCl 0,9%.
Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama 24 jam, pasien
mengalami dehidrasi sedang, maka pada pasien dengan berat badan sekitar 50-70 kg
diberikan ringer laktat per infus sebanyak 3.000 cc dalam waktu 24 jam. Pasien

24

dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus dapat dikurangi dan
diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan lebih dari 79 kg
dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus
yang diberikan harus diperhitungkan kembali pada pasien DBD dewasa dengan
kehamilan terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan
kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien dengan
riwayat epilepsi. Pada pasien dengan usia 40 tahun atau lebih pemeriksaan
elektrokardiografi merupakan salah satu standar prosedur operasional yang harus
dilakukan.
Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya setiap
harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda penyembuhan yaitu
suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah cukup banyak (sekitar
dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-tanda hemokonsentrasi serta
jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari 50.000/pi, maka jumlah cairan infus
selanjutnya dapat mulai dikurangi.
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa
perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan Hb,
Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah trombosit
kurang dari 100.000/p 1, sedangkan untuk pasien DBD

dewasa dengan jumlah

trombosit berkisar 100.000 - 150.000/pl, pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit


dilakukan setiap 24 jam. Pemeriksaan tekanan darah, frekwensi nadi dan pernafasan,
dan jumlah urin dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien semakin
memburuk dengan didapatkannya tanda-tanda syok, maka pemeriksaan tanda-tanda
vital tersebut harus lebih diperketat.
Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin sangat diperlukan, karena
penanganan pasien DSS lebih sulit, dandisertai dengan risiko kematian yang lebih
tinggi. Tanda-tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien tampak
gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin dantampak
pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam. Gejala-gejala
diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya aliran/perfusi darah ke organ vital
25

tersebut. Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan
sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat
dankecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera
diberikan.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif
(perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit <
100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata (KID). Pasien
DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi
suspensi trombosit.
Pasien dapat dipulang apabila
1. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam
2. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24
jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai
normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau
trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam
waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera
dibawa ke UGD kembali.

26

Protokol 3 DBD dengan perdarahan spontan dan masif, tanpa syok


Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi tampon hidung,
perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan

27

saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi, dengan


jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti inijumlah dan
kecepatan pemberian cairan ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan
lainnya 500 ml setiap 4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah
urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok
sedini mungkin. Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostase harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda
KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma
(FFP) diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan PTT
yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit kurang dari 100.OOOipldisertai atau tanpa KID.
Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diuiang 24 jam kemudian,
sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan bila masih ada
perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas, apabila dijumpai di
Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. idealnya menggunakan plasma expander
(dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia, dapat digunakan cairan kristaloid.

28

Protokol 4 DBD dengan svok dan herdarahan spontan


Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat
penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan pasien
DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD
mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan SSD yang tidak
adekuat.

29

Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama yang
sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa. Pilihan
lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga diberi oksigen 2-4
liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah elektrolit natrium, kalium,
klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada Ease awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infus
cepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor 12),
dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi segera/secepat
mungkin dalam waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan
umum pasien membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik
100 mmHg atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekwensi nadi
kurang dari 100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak
pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit berikutnya.
Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc
setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain
proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya
sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat
pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai
Ht lebih dari 30/o dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid
dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol %
hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells)
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan
ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan
cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30 vol% dianjurkan diberikan juga sel

30

darah merah. Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan
sebaiknya yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah.
Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena
pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab
itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam.
Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan
dan kekurangannya, yaitu
1. Dekstran
2. Gelatin
3. Hydroxy ethyl starch (HES)

31

Protokol 5 DBD Dewasa dengan syok tan perdarahan.

32

Pada prinsipnya pelaksanaan protokol 5 ini sama dengan protokol 4 hanya


pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium (Hb, Ht, trombosit) perlu dilakukan
secara teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan yang
tersembuyi disertai dengan KID, maka pemberian heparin dapat diberikan seperti
pada protokol 4. Tetapi bila tidak didapatkan tandatanda perdarahan, waiaupun hasil
pemeriksaan hemostasis menunjukkan adanya KID, maka heparin tidak diberikan,
kecuali bila ada perkembangan kearah perdarahan.

33

BAB III
ANALISIS KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar.
Keadaan rumah pasien yang kurang bersih dan banyak jentik nyamuk menjadi
faktor risiko terjadinya penyakit ini.

34

b. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan


sekitar.
Ada hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan keluarga dan lingkungan
sekitar. Hal ini dikarenakan keluarga yang jarang membersihkan lingkungan
sekitar rumahnya.
c. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien
ini.
Kebersihan lingkungan rumah yang kurang (bak mandi yang kotor,
lingkungan yang banyak rumput liar, dan sampah-sampah yang menampung
jentik nyamuk.
d. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutuskan rantai penularan dengan
faktor risiko atau etiologi pada pasien ini
Menerapkan program 3 M plus.

DAFTAR PUSTAKA
1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
di IndonesiaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3.
Jakarta. 2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.

35

3) Sungkar S. Demam Berdarah Dengue. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan


Ikatan Dokter Indonesia. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Jakarta, Agustus 2002.
4) Asih Y. S.Kp. Demam Berdarah Dengue, Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan, dan Pengendalian.World Health Organization. Edisi 2. Jakarta.
1998.
5) Schwartz E. Tropical Diseases in Travelers : Dengue Hemorrhagic Fever.
Blackwell Publihing. UK. 2009. Hal. 53-64.
6) World Health Organization.Dengue hemorrhagic fever. Guideline for
Diagnosis, Treatment, Prevention and Control; WHO : 2009.
7) Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical Manifestation
and Epidemiology. CDC : 2009

Lampiran

36

37

Anda mungkin juga menyukai