Bab I Status Pasien
Bab I Status Pasien
STATUS PASIEN
1. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn.D /Laki-laki/ 45 tahun
b. Pekerjaan/Pendidikan : SMA
c. Alamat
: Rt.35 Talang Bakung
2. Latar belakang sosial ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan
: menikah
b. Jumlah anak atau saudara
: dua
c. Status ekonomi keluarga
: menengah ke bawah.
d. Kondisi Rumah
:
Pasien tinggal di rumah papan berempat bersama istri dan
anaknya. Rumah pasien berisi 1 ruang tamu, 1 kamar tidur, 1 dapur, 1
kamar mandi, dan 1 toilet. Toilet pasien kurang bersih dan banyak
terdapat jentik nyamuk. Di rumah pasien terdapat 2 jendela kaca.
Ventilasi dirumah pasien ini termasuk kurang. Jendela rumah sering
ditutup. Namun, keadaan di dalam rumah kurang bersih banyak debu.
Selain itu, atap rumah pasien belum di deg sehingga debu dari luar
rumah lebih mudah masuk.
Dirumah pasien sumber air bersih berasal dari sumur
sedangkan sumber penerangan berasal dari PLN. Lingkungan di
sekitar rumah pasien juga banyak terdapat rumput liar serta tumpukan
kaleng-kaleng yang berisi air.
e. Kondisi Lingkungan keluarga:
Hubungan lingkungan keluarga di dalam rumah cukup baik.
f. Aspek psikologis di keluarga
: Tampak lemas
: CM
: TD : 100/60 mmHg, Nadi : 90 x/I, RR 20 x/I,
: Normocephal, edema (-).
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
Thorak
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
: Datar, sikatriks (-)
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (+) epigastrium.
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Ektremitas
: edema (-), sianosis (-), kekuatan otot 5/5
Rumple leed test (+)
HASIL
12,2 g/Cl
5,3 106/mm3
51 %
3600
100.000
NILAI NORMAL
11 16,5 g/Cl
3,8 5,80 juta/mm3
35 50 %
3500 10000/mm3
150.000 500.000/mm3
Usulan Pemeriksaan :
Darah rutin / 12 jam
7. Diagnosis Kerja
Demam berdarah dengue
8. Diagnosis Banding
- Demam dengue
- Demam typoid
9. Manajemen
a. Promotif
Memberitahu pasien mengenai penyakit pasien, faktor risiko dan
tahap lanjut dari penyakit yang mungkin terjadi.
Memberitahu pasien untuk menjaga kebersihan lingkungan pasien.
Terutama menerapkan 3 M plus (menguras, menutup dan
mengubur).
Memberitahu
pasien
untuk
memberikan
makanan
yang
tergenang
di
atap
rumah
serta
bubuk
abate
(temephos)
pada
tempat-tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain
c. Kuratif
Non farmakologis
Istirahat yang cukup.
Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter.
Banyak minum air putih.
Farmakologis
Paracetamol tab 500 mg 3 x 1
Rujuk untuk dirawat
Pengobatan Tradisional
Jambu biji
Sambiloto
Temulawak
Air kelapa + 1 buah air jeruk nipis
Daun meniran
Rehabilitatif
Pantau pasien untuk menerapkan 3 M plus
: G1A213033
6
Jambi,
Juni 2015
R/
Pro :
Umur
Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4
jenis serotipe, yaitu: DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.[1]
Vektor
Virus dengue ditularkan melalui gigitan banyak spesies nyamuk Aedes (antara
lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus).(2) Nyamuk berasal dari family Stegomyia.
Nyamuk ini terutama terdapat di daerah tropis dan subtropis.(6) Aedes aegypti yang
menggigit pada pagi hingga sore hari adalah vektor utama virus.Nyamuk berkembang
biak di tempat penampungan air bersih yang tidak berhubungan dengan tanah. Virus
dengue juga ditemukan pada nyamuk Aedes albopictus yang berkembang biak dia air
yang terperangkap diantara tumbuhan.(2)Karena suhu rendah nyamuk tidak dapat
hidup pada ketinggian diatas 1000 meter. Telur dapat bertahan selama berbulan-bulan
tanpa adanya air.Larva tumbuh di air yang disimpan untuk minum, mandi, atau air
hujan yang ditampung di dalam bak. Nyamuk betina tumbuh menjadi dewasa di
dalam ruangan tertutup.(6)Sekali terinfeksi virus, nyamuk akan terinfeksi selamanya
dan menularkan virus jika menggigit manusia. Nyamuk betina juga menularkan virus
kepada anaknya melalui penularan transovarium.(2)
Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara.Virus dengue ditularkan kepada
8
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari
(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada
saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada
telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak
penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk,
nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat
terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari
sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.[1]
Epidemiologi
Epidemic sering terjadi di Americas, Europe, Australia, dan Asia hingga awal
abad 20. Sekarang demam dengue endemic pada Asia Tropis, Kepulauan di Asia
Pasifik, Australia bagian utara, Afrika Tropis, Karibia, Amerika selatan dan Amerika
tengah. Demam dengue sering terjadi pada orang yang bepergian ke daerah ini. Pada
daerah endemic dengue, orang dewasa seringkali menjadi imun, sehingga anak-anak
dan pendatang lebih rentan untuk terkena infeksi virus ini.(5)
10
Patogenesis
11
12
13
Bagan 1
Spectrum Klinis Infeksi Virus Dengue[2]
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi:[2]
asites
atau
hipoproteinemi.
14
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <100.000/l biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk
DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok
terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian
cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi trombosit juga
terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.
15
Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan.
Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.[1]
Diagnosis Serologis
Dikenal 5 jenis uji serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya
infeksi virus dengue, yaitu:[2]
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Haemagglutination Inhibition test : HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai sebagai gold
standard. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Uji ini sensitif tapi tidak spesifik, tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi.
b. Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai >48 tahun, maka baik untuk
studi sero-epidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut
atau titer tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai presumptif positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru
terjadi (recent dengue infection).
2. Uji komplemen fiksasi (Complement Fixation test : CF test)
Jarang dipergunakan secara rutin, oleh karena selain rumitnya prosedur
pemeriksaan, juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Antibodi
komplemen fiksasi hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja.
3. Uji neutralisasi (Neutralization test : NT test)
Merupakan uji serologis yang paling spesifik dan sensitif untuk virus
dengue.Biasanya memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization
Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.Saat
antibodi nneutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI
antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (48 tahun).Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu cukup lama sehingga tidak
dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa (Mac. Elisa)
16
Pada tahun terakhir ini merupakan uji serologis yang banyak dipakai. Mac Elisa
adalah singkatan dari IgM captured Elisa, dimana akan mengetahui kandungan
IgM dalam serum pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Pada hari 4-5 infeksi virus dengue, akan timbul IgM yang kemudian diikuti
dengan timbulnya IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, akan secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap IgM masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.
d. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai negatif.
e. Perlu dijelaskan disini bahwa IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2-3
bulan setelah adanya infeksi. Untuk memperjelaskan hasil uji IgM dapat pula
dilakukan uji terhadap IgG. Mengingat alasan tersebut di atas maka uji IgM
tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya uji diagnostik untuk pengelolaan
kasus.
f. Uji Mac Elisa mempunyai sensitivitas sedikit di bawah uji HI, dengan
kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu serum akut saja dengan
spesivisitas yang sama
dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Sebanding dengan uji HI, tapi lebih spesifik. Terdapat beberapa merek dagang
untuk uji infeksi dengue seperti IgM/IgG Dengue Blot, Dengue Rapid IgM/IgG,
IgM Elisa, IgG Elisa.[1]
Pada infeksi primer dan skunder dengue, antidengue immunoglobulin (Ig) M
antibodi muncul.IgM menghilang setelah 6-12 minggu, dapat digunakan untuk
memperkirakan waktu infeksi dengue.Pada infeksi primer dengue yang kedua,
kebanyakan antibodi berasal dari IgG. Diagnosi serologis tergantung kepada
peningkatan empat kali atau lebih titer IgG antibody pada serum yang dilihat pada
hemagglutination inhibition, complement fixation, enzyme immunoassay, or
neutralization test.Immunoglobulin IgM- and IgG-capture enzyme immunoassays
sekarang digunakan secara luas untuk mengidentifikasi fase akut antibodi pada
17
serum pasien dengan infeksi dengue primer atau skunder. Sebaikanya sampel
dikumpulkan setelah hari ke 5 dan sebelum minggu ke 6 setelah onset.(9)
Gambar 10
Sangat sulit untuk menentukan tipe virus hanya dengan metode serologis,
terutama jika sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dari kelompok arbovirus.
Virus dapat diperoleh dari serum fase akut dan diinokulasi pada kultur jaringan
atau nyamuk hidup. RNA virus dapat dideteksi pada darah atau jaringan melalui
DNA yang diamplifikasi melalui PCR.(10)
18
Diagnosis Banding[3]
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencakup infeksi bakteri, virus,
atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam
chikungunya, leptospirosis, dam malaria. Adanya trombositopenia yang jelas
disertai hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC).
Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan
serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir
selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai
nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama
dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula
pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi.
Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear
(pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan LED dapat dipergunakan
untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus
jelas terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinalis.
d. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat
II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada harihari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada
ITP demam cepat menghilang (pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak
dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran
ke kanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih
cepat kembali normal daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukimia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan pasien sangat anemis.
Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukimia.
19
Penatalaksanaan
1. Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien
dianjurkan:
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda
penyembuhan. Meskipun demikian semua pasien harus diobservasi terhadap
komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal ini disebabkan
oleh karena kemungkinan kita sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi
penyembuhan sedangkan pada DBDterdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok).
20
Komplikasi perdarahan dapatterjadi pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena
itu, orang tua ataupasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar
hitam, atauterdapat perdarahan kulit serta mukosa seperti mimisan, perdarahan
gusi,apalagi bila disertai berkeringat dingin, hal tersebut merupakan tandakegawatan,
sehingga harus segera dibawa segera ke rumah sakit.. Pada pasien yang tidak
mengalamikomplikasi
setelah
suhu
turun
2-3
hari,
tidak
perlu
lagi
21
Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas
B danA.[4]
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat
simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi.
Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau
nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan.
Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD.[4]
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, airteh manis,
sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50ml/kgBB dalam 4-6
jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi teratasi maka pasien dapat diberikan carian
rumatan.
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD
Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan
pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat.
Manifestasi perdarahan pada pasien DBD pada fase awal mungkin masih
belum tampak, demikian pula hasil pemeriksaan darah tepi (Hb, Ht, lekosit
dantrombosit)
mungkin
masih
dalam
Batas-Batas
normal,
sehingga
sulit
membedakannya dengan gejala penyakit infeksi akut lainnya. Perubahan ini mungkin
terjadi dari saat ke saat berikutnya. Maka pada kasus-kasus yang meragukan dalam
menentukan indikasi rawat diperlukan observasi/ pemeriksaan lebih lanjut. Pada
22
23
24
dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian cairan infus dapat dikurangi dan
diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan pasien dengan berat badan lebih dari 79 kg
dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus
yang diberikan harus diperhitungkan kembali pada pasien DBD dewasa dengan
kehamilan terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan
kelainan jantung/ginjal atau pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien dengan
riwayat epilepsi. Pada pasien dengan usia 40 tahun atau lebih pemeriksaan
elektrokardiografi merupakan salah satu standar prosedur operasional yang harus
dilakukan.
Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya setiap
harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda penyembuhan yaitu
suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah cukup banyak (sekitar
dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-tanda hemokonsentrasi serta
jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari 50.000/pi, maka jumlah cairan infus
selanjutnya dapat mulai dikurangi.
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa
perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan Hb,
Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah trombosit
kurang dari 100.000/p 1, sedangkan untuk pasien DBD
tersebut. Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan
sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat
dankecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut pengobatan syok harus segera
diberikan.
Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif
(perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit <
100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata (KID). Pasien
DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi
suspensi trombosit.
Pasien dapat dipulang apabila
1. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam
2. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil dalam 24
jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai
normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.
Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya atau
trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik dalam
waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk agar segera
dibawa ke UGD kembali.
26
27
28
29
Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama yang
sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa. Pilihan
lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga diberi oksigen 2-4
liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah elektrolit natrium, kalium,
klorida serta ureum dan kreatinin.
Pada Ease awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infus
cepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor 12),
dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi segera/secepat
mungkin dalam waktu 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan
umum pasien membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik
100 mmHg atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekwensi nadi
kurang dari 100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak
pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.
Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian ringer laktat selanjutnya dapat
dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi selama 60-120 menit berikutnya.
Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc
setiap 4 jam. Pengawasan dini kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain
proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya
sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat
pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai
Ht lebih dari 30/o dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid
dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol %
hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells)
Apabila pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan
ternyata syok masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan
cairan koloid. Bila hematokrit kurang dari 30 vol% dianjurkan diberikan juga sel
30
darah merah. Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan
sebaiknya yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah.
Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena
pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab
itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam.
Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan
dan kekurangannya, yaitu
1. Dekstran
2. Gelatin
3. Hydroxy ethyl starch (HES)
31
32
33
BAB III
ANALISIS KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar.
Keadaan rumah pasien yang kurang bersih dan banyak jentik nyamuk menjadi
faktor risiko terjadinya penyakit ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
1) Hadinegoro S.R.H, Soegijanto S, dkk. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
di IndonesiaDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.. Edisi 3.
Jakarta. 2004.
2) Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Juni 2006. Hal. 1731-5.
35
Lampiran
36
37