Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1, 2
Dermatitis kontak ialah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan/alergen eksternal yang
mengenai kulit1, 2.
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi akibat pemaparan bahan
alergen pada dermal yang mampu mengaktivasi sel T dan kemudian akan bermigrasi pada
tempat pemaparan tersebut. Dermatitis kontak alergi (DKA) terjadi pada seseorang yang
telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. 1, 2
II.2. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) yang disebut hapten,4 bersifat lipofilik, sangat
reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya
(sel hidup)2.
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama pajanan, suhu, dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi
kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya
sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)1.
\

II.3. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah


mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sistem imun spesifik yang menyebabkan
perkembangan sel T efektor atau reaksi tipe IV 4,5.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu
mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena
adanya kontak dengan bahan kimia sederhana berukuran sangat kecil (low molecul
weight) yang akan terikat dengan protein epiderma membentuk antigen lengkap yang
disebut hapten protein complex4. Antigen ini ditangkap dan diproses oleh makrofag dan
sel Langerhans, diekspresikan ke permukaan dengan bantuan MHC II. Antigen tidak
hanya dipresentasikan di kelenjar getah bening, tetapi juga di kulit ke sel memori T
spesifik6. Setelah kontak dengan yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah
bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. 4 Sel-sel ini kemudian tersebar melalui
sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan
sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai
kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi4,5. Fase ini rata-rata
berlangsung selama 2-3 minggu. Fase sensitasi tidak menimbulkan gejala klinis pada
kebanyakan kasus, tetapi menginduksi DKA primer yang dikarakteristikan sebagai
inflamasi kulit karena hapten spesifik pada 5-15 hari setelah kontak kulit 5. Pada
umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat kepekaan individu, sifat
sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen, dan konsentrasi. Sensitizer kuat
mempunyai fase yang lebih pendek, sebaliknya sensitizer lembah seperti bahan-bahan
yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama muncul
setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau tahunan 1.
Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan alergen yang sama atau
serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut fase elisitasi, umumnya berlangsung antara
24-48 jam pada tikus dan 72 jam pada manusia. Sel T diaktifkan baik oleh kontak direk
melalui ikatan reseptor antigen dengan antigen-kompleks MHC, keratinosit, dan sel T
lain yang menginfiltrasi kulit. Sel T memproduksi sitokin antara lain IL 4 dan IFN pada
dermatitis fase akut dan sitokin tipe I yang lebih menonjol pada fase kronis. Sitokin dan
kemokin menimbulkan akumulasi sel T efektor6. Reaksi inflamasi ini akan bertahan
selama beberapa hari setelah itu akan menurun dengan mekanisme down regulation5.
5

Gambar 1. Patogenesis DKA4


II.4. Gejala Klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada
keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi (basah)1,2. Pada yang kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas1,2. Kelainan ini
sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga
campuran.1,2

Akut
-

Subakut

Vesikel atau bula yang terisi

cairan

jernih
-

multiple dan berat. Bila


terjadi
-

Kronis

Eritem bertambah
Edema mengurang
Papul menggantikan
-

vesikel

vesikel/berair,

timbul erosi dan eczema


Edema, eritem
Infeksi sekunder dengan

Kemerahan

dan

bengkak
Lebih menonjolkan
sisik, hyperkeratosis,
dan likenifikasi di
daerah yang terkena

bakteri gram (+)


Tabel 1. Erupsi akut, sub akut, atau kronis6
Berbagai lokalisasi terjadinya dermatitis kontak1 :
1. Tangan. Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di
tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula kebanyakan dermatitis
kontak akibat kerja ditemukan di tangan. Sebagian besar memang oleh karena bahan
iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman,
semen, dan pestisida1.
2. Lengan. Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan
(nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman. Di aksila umumnya oleh
bahan pengharum1.
3. Wajah. Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan oleh bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang di udara, nekel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkin disebabkan oleh lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, eyeshadows,
dan obat mata1.
4. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada
cuping telinga. Penyebab lain, misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut,
hearing-aids1.
5. Leher. Penyebanya kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari), parfum,
alergen di udara, zat warna pakaian1.
6. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna,
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, dan detergen1.

7. Genitalia. Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut


wanita, dan alergen yang ada di tangan1.
8. Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh pakaian,
dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (misalnya anestesi lokal,
neomisin, etilendiamin), semen, dan sepatu.1

II.5. Diagnosa
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti1,2,7.
1.

Anamnesis
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada
peningkatan insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena
penyakit ini yang pada akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar
anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai dengan diskusi tentang penyakit ini dan
fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen topikal yang digunakan untuk
mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan kesehatan umum juga secara
rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang
menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi
penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis riwayat pasien,
penting untuk mempertimbangkan pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan
paparan terhadap alergen saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi,
alergen sebelumnya diidentifikasi, diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat
topikal maupun sistemik 1,2,7.

2.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh

sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk


melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.4
Penampilan klinis DKA dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan durasi.
Pada kebanyakan kasus, erupsi akut ditandai dengan makula dan papula eritema,
vesikel, atau bula, tergantung pada intensitas dari respon alergi. Namun, dalam DKA
akut di daerah tertentu dari tubuh, seperti kelopak mata, penis, dan skrotum, eritema
dan edema biasanya mendominasi dibandingkan vesikel. Batas-batas dermatitis
umumnya tidak tegas. DKA pada wajah dapat mengakibatkan pembengkakan
periorbital yang menyerupai angioedema. Pada fase subakut, vesikel kurang
menonjol, dan pengerasan kulit, skala, dan lichenifikasi dini bisa saja terjadi. Pada
DKA kronis hampir semua kulit muncul scaling, lichenifikasi, dermatitis yang pecahpecah (membentuk fisura), dengan atau tanpa papulovesikelisasi yang menyertainya
1,2,7

. DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup

lichenoid kontak, eritema multiformis (EM), hipersensitivitas kontak kulit seperti


selulitis, leukoderma kontak, purpura kontak, dan erythema dyschromicum perstans8.
Daerah kulit yang berbeda juga berbeda dalam kemudahan tersensitisasi.
Tekanan, gesekan, dan keringat merupakan faktor yang tampaknya meningkatkan
sensitisasi. Kelopak mata, leher, dan alat kelamin adalah salah satu daerah yang
paling mudah peka, sedangkan telapak tangan, telapak kaki, dan kulit kepala lebih
resisten1.
3.

Pemeriksaan Penunjang
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang dicurigai
akibat kerja adalah uji tempel7,9,10. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen,
biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn chamber system kit dan
T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar buatan
pabrik di Eropa dan negara lain.1,7,10
Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,
lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat
sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik
secara sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi
9

dengan bahan industri, harus berhati - hati sekali, jangan melakukan uji tempel
dengan bahan yang tidak diketahui.1
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan apa adanya (as
is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk
membilasnya misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan
yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak
mineral, produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen hanya boleh diuji
bila diduga keras penyebab alergi.1
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,
maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan ditempelkan
dikulit dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu
diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5-10 orang),
untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk1.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat
dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau dosis
ekivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya
satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sunburn)
yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali
diduga karena urtikaria kontak1,10.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacaan kedua dilakukan
pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi1,10.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil negatif palsu.
10

Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam dan menjaga


agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan
terakhir selesai1.
5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang
mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan atau immediate urtikaria type karena
dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada
penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.1
Patch test biasanya dilakukan di punggung, tetapi dapat juga dilakukan di
lengan atas bagian luar

1,7

. Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji

tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar
efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal1. Hasilnya dicatat
sebagai berikut :
Simbol

Morfologi

Interpretasi

Tidak ada reaksi

Negatif

Hanya eritema, tanpa infiltrasi

Hasil meragukan

Eritema,

infiltrasi,

dan

bisa Reaksi positif lemah

ditemukan papul diskret


++

Eritema, infiltrasi, papul, vesikel

Reaksi positif kuat

+++

Eritema, infiltrasi, vesikel konfluen

Reaksi positif ekstrim

Ir

Tipe reaksi yang berbeda (reaksi Reaksi iritan


sabun, vesikel, bula )

Nt

Tidak dites
Tabel 2. Interpretasi Hasil Patch Test10
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,

biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi1,7,10. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan juga mengidentifikasi
lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam
aplikasi, olek karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu
terjadi sampai 1 minggu setelah aplikasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 10%
11

pasien menjadi (+) pada hari ke-7, padahal pada hari ke-2 dan ke-4 menunjukkan
hasil negatif. Alergen yang paling sering menjadi positif setelah hari ke-4 adalah
neomycin, tixocortol pivalate, dan nikel7.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan
setelah pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih jelas antara
pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi
tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
descrecendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditemukan
relevannya dengan keadaan klinik, riwayat penyakit dan sumber antigen di
lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit
yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau merupakan reaksi
silang dari allergen lain yang sejenis, atau mungkin tidak ada hubungannya (tidak
diketahui)7.
Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang
letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila konsentrasi
terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi),
efek pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi
lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini
disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab
lain karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu
dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji
tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup
waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama
dipakai pada uji tempel dilakukan.1
II.6. Diagnosa Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak
iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,2

12

Variabel
Penderita

Iritan
Banyak orang

Timbulnya

reaksi Biasanya

sesudah kontak
Lokasi
Batas tegas
Waktu untuk resolusi
klinis

setelah

Tidak

Alergi
banyak

yang

menderita
48 Beberapa jam, 5-6 jam

dalam

jam
Terlokalisasi
Tersebar
Sering khas
Dapat terjadi
Sering
mengurang Beberapa hari

bahan setelah 96 jam

disingkirkan
Terjadinya reaksi

Terjadi cepat dengan 24-72 jam


iritan

kuat

(menit-

jam); lambat dengan


Hubungan

iritan lemah
dengan Membaik

dengan Dapat membaik bahkan

pekerjaan

liburan

lama

(4 pada akhir minggu

Atopi

minggu)
Predisposisi

Predisposisi

tidak

Morfologi

Eritem, sisik, fisura

diketahui
Vesikel

sulit

Agen penyebab

Tergantung

yang

dibedakan dari iritan


pada Relatif
tidak
terkait

konsentrasi agen dan dengan jumlah aplikasi,


kondisi barier kulit; biasanya

konsentrasi

hanya terjadi di atas yang sangat sedikit pun


ambang batas

cukup

menyebabkan

DKA, tetapi tergantung


Sistem imun

Respon

imun

pada derajat sensitasi


tidak Tipe IV DTH

spesifik
Tabel 3. Perbandingan DKA dan DKI6
II.7. Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan DKA meliputi11:

13

1. Perlindungan terhadap kulit, seperti penggunaan sarung tangan dan perubahan gaya
hidup, termasuk edukasi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan.
2. Pengobatan
topical
[emollient,
cream/ointment
corticosteroid,

topical

immunomodulator, dan irradiasi dengan sinar ultraviolet (UV) atau X-rays].


3. Pengobatan sistemik [azathioprine, methotrexate (MTX), cyclosporine, retinoids, dan
oral kortikosteroid jangka pendek].
Kebanyakan pasien akan membaik hanya dengan perlindungan kulit dan
pengobatan topical. Akan tetapi, pada pasien yang masih persisten meski dengan
pemberian topical kortikosteroid yang adekuat, di mana hal ini merupakan terapi utama
pada DKA, sampai saat ini belum ada terapi yang memuaskan untuk hal tersebut.
Pengobatan sistemik mungkin menyebabkan kesembuhan remisi temporer, tetapi tidak
selalu cocok untuk control jangka panjang11.
1. Menghindari Alergen
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan
menekan kelainan kulit yang timbul.7,11
Deteksi dan menghindari allergen adalah hal yang penting tetapi terkadang
sulit untuk dilaksanakan7. Setelah kemungkinan penyebab masalah dermatologi
pasien telah ditentukan oleh uji tempel, sangat penting untuk menyampaikan
informasi ini kepada pasien dengan cara yang mudah dimengerti. Ini melibatkan
penjelasan cermat terhadap bahan yang mengandung alergen 7,11. Secara
keseluruhan, prognosis untuk alergi akibat kerja ini buruk7. Menasihati pekerja
dengan DKA untuk meninggalkan posisi mereka saat ini mungkin bukan saran
terbaik, terutama jika perubahan pekerjaan akan menghasilkan dampak ekonomi
yang signifikan buruk7. Pekerja yang mempunyai riwayat DKA terhadap allergen
tertentu harus tercatat dalam rekam medis dan riwayat tersebut akan selalu
diperhatikan ketika dia menerima pekerjaan baru agar pihak industri juga dapat
ikut menjaga kesehatan kulitnya9. Penggunaan sabun cuci tangan dengan emulsi
dan cream yang dipakai setelah bekerja dilaporkan dapat menurunkan insidensi
dan prevalensi dermatitis kontak7.

14

Pengobatan dengan agen fisikokimia yang mengurangi respon juga mungkin


diperlukan. Orang-orang ini mungkin dapat menggunakan sarung tangan dengan bahan
sesuai risiko paparan allergen7.
Hazard
Mikroorganisme
Desinfektan

Tipe Sarung Tangan


NRL thermoplastic elastomer
NRL, polyvinyl chloride (PVC), polyethylene (PE),

Bahan farmasi
Bahan material
Bahan terlarut

ethylene methylmethacrylate (EMA)


NRL
NRL, 4H glove
PE, PVC, nitril, NRL, neoprene, butyl rubber, viton, 4H

glove
Oli Mesin
PVC, nitril, NRL, neoprene, 4H glove
Tabel 4. Bahan Sarung Tangan untuk Pencegahan Dermatitis Kontak7
2. Pengobatan Topikal
Kortikosteoroid topical digunakan secara luas untuk pengobatan DKA.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi steroid topical dan
antibiotic topical memiliki manfaat pada pengobatan eczema yang disertai infeksi
atau potensial untuk terinfeksi7. Kortikosteroid oral dapat diberikan dalam jangka
pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang
ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel. Umumnya kelainan kulit akan
mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan
garam faal1.
Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat
bermanfaat untuk vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi
likenifikasi paling baik ditangani dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan
antipruritus topikal atau antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi
sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder pada kulit yang
sudah mengalami dermatitis1.
II.8. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan

15

dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),
atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.1,2,7

16

Anda mungkin juga menyukai