TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa
(oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1, 2
Dermatitis kontak ialah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan/alergen eksternal yang
mengenai kulit1, 2.
Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi akibat pemaparan bahan
alergen pada dermal yang mampu mengaktivasi sel T dan kemudian akan bermigrasi pada
tempat pemaparan tersebut. Dermatitis kontak alergi (DKA) terjadi pada seseorang yang
telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen. 1, 2
II.2. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) yang disebut hapten,4 bersifat lipofilik, sangat
reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya
(sel hidup)2.
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi, misalnya
potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, lama pajanan, suhu, dan kelembaban
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi
kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya
sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari)1.
\
II.3. Patogenesis
Akut
-
Subakut
cairan
jernih
-
Kronis
Eritem bertambah
Edema mengurang
Papul menggantikan
-
vesikel
vesikel/berair,
Kemerahan
dan
bengkak
Lebih menonjolkan
sisik, hyperkeratosis,
dan likenifikasi di
daerah yang terkena
II.5. Diagnosa
Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis
yang teliti1,2,7.
1.
Anamnesis
Perempuan lebih sering mengalami DKA daripada laki-laki, dan ada
peningkatan insiden dengan bertambahnya usia. Riwayat awal pasien terkena
penyakit ini yang pada akhirnya akan dievaluasi sebagai DKA merupakan standar
anamnesa dermatologi. Riwayat dimulai dengan diskusi tentang penyakit ini dan
fokus pada tempat timbulnya masalah dan agen topikal yang digunakan untuk
mengobati masalah. Riwayat penyakit kulit, atopi, dan kesehatan umum juga secara
rutin diselidiki. Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang
menyebabkan. Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi
penyebaran dermatitis juga mungkin terjadi. Dalam anamnesis riwayat pasien,
penting untuk mempertimbangkan pekerjaan, rumah tangga, dan kemungkinan
paparan terhadap alergen saat bepergian, dan juga tentu saja waktu, lokalisasi,
alergen sebelumnya diidentifikasi, diatesis topik, perawatan kulit, kosmetik, dan obat
topikal maupun sistemik 1,2,7.
2.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di
ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh
. DKA tidak selalu tampak eksema, ada varian noneksema yang mencakup
Pemeriksaan Penunjang
Standar emas untuk menegakkan diagnosis DKA, termasuk yang dicurigai
akibat kerja adalah uji tempel7,9,10. Untuk melakukan uji tempel diperlukan antigen,
biasanya antigen standar buatan pabrik, misalnya finn chamber system kit dan
T.R.U.E test, keduanya buatan Amerika Serikat. Terdapat juga antigen standar buatan
pabrik di Eropa dan negara lain.1,7,10
Adakalanya test dilakukan dengan antigen yang bukan standar, dapat berupa
bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang berasal dari rumah,
lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin ada sebagian bahan ini yang bersifat
sangat toksik terhadap kulit atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik
secara sistemik. Oleh karena itu bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi
9
dengan bahan industri, harus berhati - hati sekali, jangan melakukan uji tempel
dengan bahan yang tidak diketahui.1
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung di gunakan apa adanya (as
is). Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk
membilasnya misalnya sampoo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan
yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak
mineral, produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya detergen hanya boleh diuji
bila diduga keras penyebab alergi.1
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi,
maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam
dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air dan ditempelkan
dikulit dengan memakai finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam. Perlu
diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5-10 orang),
untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:
1. Dermatitis harus sudah tenang atau sembuh, bila masih dalam keadaan akut atau
berat dapat terjadi angry back atau excited skin, reaksi positif palsu, dapat juga
menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk1.
2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat
dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg perhari atau dosis
ekivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu.
Pemberian kortikosteroid topikal di punggung dihentikan sekurang-kurangnya
satu minggu sebelum tes dilaksanakan. Luka bakar sinar matahari (sunburn)
yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberi hasil negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes kecuali
diduga karena urtikaria kontak1,10.
3. Uji tempel dibuka setelah 2 hari, kemudian dibaca, pembacaan kedua dilakukan
pada hari ketiga sampai ketujuh setelah aplikasi1,10.
4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi
longgar (tidak menempel dengan baik) karena memberi hasil negatif palsu.
10
1,7
tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar
efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal1. Hasilnya dicatat
sebagai berikut :
Simbol
Morfologi
Interpretasi
Negatif
Hasil meragukan
Eritema,
infiltrasi,
dan
+++
Ir
Nt
Tidak dites
Tabel 2. Interpretasi Hasil Patch Test10
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,
biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi1,7,10. Pembacaan kedua ini penting untuk
membantu membedakan antara respon alergi atau iritasi, dan juga mengidentifikasi
lebih banyak lagi respon positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam
aplikasi, olek karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu
terjadi sampai 1 minggu setelah aplikasi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 10%
11
pasien menjadi (+) pada hari ke-7, padahal pada hari ke-2 dan ke-4 menunjukkan
hasil negatif. Alergen yang paling sering menjadi positif setelah hari ke-4 adalah
neomycin, tixocortol pivalate, dan nikel7.
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan
setelah pembacaan kedua. Respon alergi biasanya menjadi lebih jelas antara
pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi
tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
descrecendo). Bila ditemukan respon positif terhadap suatu alergen, perlu ditemukan
relevannya dengan keadaan klinik, riwayat penyakit dan sumber antigen di
lingkungan penderita. Mungkin respon positif tersebut berhubungan dengan penyakit
yang sekarang atau penyakit masa lalu yang pernah dialami, atau merupakan reaksi
silang dari allergen lain yang sejenis, atau mungkin tidak ada hubungannya (tidak
diketahui)7.
Reaksi positif klasik terdiri atas eritem, edem, dan vesikel-vesikel kecil yang
letaknya berdekatan. Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain apabila konsentrasi
terlalu tinggi, atau bahan tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi),
efek pinggir uji tempel, umumnya karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi
lebih kuat, sedang dibagian tengahnya reaksi ringan atau sama sekali tidak ada. Ini
disebabkan karena meningkatnya konsentrasi iritasi cairan di bagian pinggir. Sebab
lain karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan padat. Reaksi negatif palsu
dapat terjadi misalnya konsetrasi terlalu rendah, vehikulum tidak tepat, bahan uji
tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat pergerakan, kurang cukup
waktu penghentian pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang lama
dipakai pada uji tempel dilakukan.1
II.6. Diagnosa Banding
Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak
iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk
menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.1,2
12
Variabel
Penderita
Iritan
Banyak orang
Timbulnya
reaksi Biasanya
sesudah kontak
Lokasi
Batas tegas
Waktu untuk resolusi
klinis
setelah
Tidak
Alergi
banyak
yang
menderita
48 Beberapa jam, 5-6 jam
dalam
jam
Terlokalisasi
Tersebar
Sering khas
Dapat terjadi
Sering
mengurang Beberapa hari
disingkirkan
Terjadinya reaksi
kuat
(menit-
iritan lemah
dengan Membaik
pekerjaan
liburan
lama
Atopi
minggu)
Predisposisi
Predisposisi
tidak
Morfologi
diketahui
Vesikel
sulit
Agen penyebab
Tergantung
yang
konsentrasi
cukup
menyebabkan
Respon
imun
spesifik
Tabel 3. Perbandingan DKA dan DKI6
II.7. Penatalaksanaan
Secara umum, penanganan DKA meliputi11:
13
1. Perlindungan terhadap kulit, seperti penggunaan sarung tangan dan perubahan gaya
hidup, termasuk edukasi adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan.
2. Pengobatan
topical
[emollient,
cream/ointment
corticosteroid,
topical
14
Bahan farmasi
Bahan material
Bahan terlarut
glove
Oli Mesin
PVC, nitril, NRL, neoprene, 4H glove
Tabel 4. Bahan Sarung Tangan untuk Pencegahan Dermatitis Kontak7
2. Pengobatan Topikal
Kortikosteoroid topical digunakan secara luas untuk pengobatan DKA.
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa kombinasi steroid topical dan
antibiotic topical memiliki manfaat pada pengobatan eczema yang disertai infeksi
atau potensial untuk terinfeksi7. Kortikosteroid oral dapat diberikan dalam jangka
pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang
ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel. Umumnya kelainan kulit akan
mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan
garam faal1.
Bahan pengering seperti aluminium sulfat topikal, kalsium asetat
bermanfaat untuk vesikel akut dan erupsi yang basah, sedangkan erupsi
likenifikasi paling baik ditangani dengan emolien. Pruritus dapat dikontrol dengan
antipruritus topikal atau antihistamin oral, antihistamin topikal atau anestesi
sebaiknya dihindari karena risiko merangsang alergi sekunder pada kulit yang
sudah mengalami dermatitis1.
II.8. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan
15
dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis),
atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari.1,2,7
16