Anda di halaman 1dari 4

PERTUMBUHAN PENDUDUK DI PROVINSI JAWA BARAT

POTENSI PEMBANGUNAN ATAUKAH MALAPETAKA?


DISUSUN OLEH : Drs. H. Lukman Ismail, MA dan Ade Maulana R H

JANUARIMARET 2014

LATAR BELAKANG
Penduduk merupakan suatu aset besar yang dimiliki oleh suatu daerah dalam suatu
proses pembangunan. Semakin baik kualitas penduduk dari suatu daerah maka
kemungkinan semakin baik juga proses pembangunan di suatu daerah, namun jika
kualitasnya rendah maka akan menambah beban suatu daerah melalui meningkatnya
tingkat pengangguran dan kemiskianan, terutama di daerah yang memiliki jumlah
penduduk yang tinggi, salah satunya adalah provinsi Jawa Barat.
Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia.
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Provinsi ini mencapai 43
juta jiwa atau sekitar 18% dari total penduduk di Indonesia. Jumlah tersebut terdiri
dari 29% penduduk usia muda (0-15 tahun), 66% penduduk dengan usia produktif (15-64
tahun) serta 5% penduduk dengan usia tua (lebih dari 64 tahun). Hal ini menggambarkan
betapa beruntungnya Jawa Barat dengan adanya surplus penduduk terutama tingginya
jumlah penduduk usia produktif sehingga bisa meningkatkan produksi regional di
berbagai sektor. Data tersebut didukung dengan adanya hasil proyeksi jumlah penduduk
yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang
menunjukan bahwa kondisi ini masih akan berlanjut di beberapa waktu ke depan. Dengan
kondisi tersebut, jelas bahwa Jawa Barat sangat optimis dan diuntungkan dengan
tingginya jumlah penduduk usia produktif ini. Namun, optimisme yang berlebihan bisa
menjadi malapetaka jika sebagian besar penduduk merupakan penduduk dengan kualitas
rendah.

Jumlah penduduk yang

besar ibarat pisau


bermata dua. Di satu sisi
bisa menjadi keuntungan
bagi Jawa Barat dengan
jumlah penduduk usia
produktif yang berlimpah.
Namun di sisi lain bisa
menjadi Malapetaka bila
jumlah penduduk yang
besar itu memiliki kualitas
yang rendah

Fakta Penting
Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) Jawa Barat masih cukup


rendah dan hanya menempati
posisi ke-16 diantara provinsiprovinsi lain se-Indonesia.
Jawa Barat belum memiliki

program khusus untuk menangani


masalah kependudukan yang
terintegrasi dengan baik ke
dalam paradigma pembangunan.

Penduduk usia produktif & usia tua menunjukan peningkatan sedangkan penduduk usia muda
menunjukan penurunan. Komposisi di atas menunjukan bahwa pada tahun 2030-an Jawa Barat
masih bisa menikmati bonus demografi sehingga harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Data Source : Bappenas (2014) | Photo Credit : flickr.com

Diperlukan beberapa program

yang berorientasi pada sektor


kependudukan yang dapat
memaksimalkan potensi
pembangunan berbasis penduduk

Studi Literatur :

Di tahun 2020-an, proyeksi


menunjukan bahwa jumlah
penduduk usia muda akan menurun
(Bappenas, 2014)

PROYEKSI

muda dalam beberapa periode ke


depan diasumsikan karena adanya
penurunan angka kelahiran

*Dalam Juta Penduduk

Data Source : Bappenas (2014) | Photo Credit : http://www.facebook.com/ronald.irwanto/photos/

Turunnya jumlah penduduk usia

(Bappenas, 2014)

Penurunan angka kelahiran akan


memberikan kontribusi relevan

PERMASALAHAN & SOLUSI

terhadap angka kemiskinan (Remi,


2008)

Kurang Diperhatikannya Asupan Gizi Usia Dini


Sosialisasi mengenai pentingnya masukan gizi semasa anak masih dalam kategori
balita dan bahkan pada saat masih dalam kandungan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan

Badan Pusat Statistik, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan anak,

Sehingga :

Penurunan inipun bisa dijadikan


pertimbangan pemerintah untuk

terutama dengan hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan untuk berfikir dan

merencanakan, mensosialisasikan

menerima pelajaran ketika anak tersebut sudah dalam usia sekolah. Selain itu,

dan melaksanakan program

pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamilpun mutlak dilakukan, baik melalui program

pembangunan yang berorientasi

bantuan pemerintah ataupun pihak lain, sehingga kelak akan didapat generasi

pada kependudukan se-dini

penduduk yang cerdas dan pintar yang ditunjang dengan

mungkin terutama di bidang

sistem dan program

pendidikan yang baik.

Rendahnya Rata-Rata Lama-Sekolah (8,2 Tahun)

kesehatan dan pendidikan.

Baru disadari sejak tahun 1987

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika yang didukung oleh Hafiza (2013)

kualitas SDM terlambat jika dilakukan

menyebutkan bahwa rendahnya tingkat rata-rata lama sekolah sangat dipengaruhi oleh

sejak SD ke atas. Ternyata, kualitas

faktor kemiskinan, ekonomi dan budaya masyarakat. Tak jarang anak tidak bersekolah

terpenting dibangun 1000 hari

karena ketidakmampuan untuk membayar biaya sekolah (Ekonomi & Kemiskinan) serta

kehidupan, 9 bulan 10 hari tambah 2

masih adanya anggapan bahwa anak perempuan tidak memerlukan tingkat pendidikan yang
tinggi serta anak laki-laki yang harus bekerja dan menjadi tulang punggung ekonomi

tahun kehidupan
-Fasli Jalal (Kepala BKKBN, 2014)-

keluarga (Budaya). Oleh karena itu, pengendalian biaya pendidikan melalui subsidi seperti
halnya pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pemberian bagi beasiswa bagi
siswa yang orang tuanya tergolong miskin serta pemberian beasiswa bagi siswa-siswi
yang berprestasi

harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pendidikan sumber daya

manusia di Jawa

Barat. Program tersebut harus disertai pengawasan penggunaan

anggaran dan didukung oleh aturan pelarangan pekerja usia dini yang artinya usia minimum
untuk bekerja ditetapkan tidak lebih rendah dari usia wajib sekolah . Dengan demikian
Program Wajib Belajar 12 tahun harus segera direalisasikan sehingga dapat meminimalisir

permasalahan rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas SDM Provinsi Jawa Barat guna
menciptakan generasi muda yang memiliki daya saing dan karakter yang kuat dalam
pembangunan ekonomi daerah.

Photo Credit : http://khabarsoutheastasia.com/

Fakta Penting :

Sekitar 18% Jumlah penduduk


usia produktif di Indonesia
berasal dari Provinsi Jawa Barat
(Sensus Penduduk, 2010)

Sekitar 30-40 % Penduduk usia


produktif merupakan lulusan
Sekolah Dasar (Sensus
Penduduk, 2010)

Sebesar 38% tenaga kerja di


Provinsi Jawa Barat merupakan
tenaga kerja yang tidak memiliki
kontrak yang jelas (World Bank,
2012).

*Dalam Juta Penduduk

Data Source : Bappenas (2014) | Photo Credit : http://www.flickr.com/photos/desrianeristha


Rendahnya kualitas penduduk produktif di Jawa barat yang dilihat dari IPM (Kesehatan,

54% atau lebih dari setengah


tenaga kerja di jawa barat
pekerja informal di sektor
pertanian dan non-pertanian
(World Bank, 2012)

Pendidikan dan Daya beli), RLS dan disertai dengan masalah status pekerjaan dapat
mengakibatkan sebagian besar penduduk tersebut mengalami beberapa ketidakpastian.
Ketidakpastian kapan mendapatkan penghasilan, ketidakpastian transparasi penghasilan,
kemungkinan pemutusan kerja sama yang disebabkan tidak adanya kejelasan kontrak,
ketidakpastian cuaca bagi tenaga kerja di sektor pertanian dan lainnya sehingga pada
akhirnya dikhwatirkan akan menghadapi ketidakpastian akan masa depan.

Sisanya hanya sekitar 8% yaitu


tenaga kerja yang memiliki
kontrak yang jelas (3%),
Pegawai tetap (3%) serta
pengusaha dan lain-lain (2%).

Dengan kondisi tersebut, penduduk Jawa Barat di khwatirkan akan mengalami kesulitan untuk
bersaing menghadapi era Asean Economic Community (AEC). Bagaimana tidak? Dengan adanya
AEC maka akan

semakin memberikan kemudahan bagi tenaga kerja asing di kawasan asia

tenggara untuk bekerja di Indonesia. Dengan Demikian penduduk usia produktif harus mampu
bersaing dengan tenaga kerja asing yang memiliki skill yang lebih baik.

Bonus demografi yang dimiliki


Jawa barat jika tidak disikapi
dengan baik akan menjadi suatu
beban statistic bahkan menjadi
bencana daerah di sektor
kependudukan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa program yang dapat meningkatkan kualitas SDM
penduduk usia produktif. Upaya tersebut harus meliputi kegiatan yang menggandeng pelatihan,
sertifikasi dan penempatan secara terpadu sehingga peserta yang dilatih menjadi kompeten,
mendapatkan sertifikat dan untuk mendapatkan pekerjaan atau mampu berusaha sendiri. Selain
itu kegiatan tersebut juga harus mampu merangkul tenaga kerja untuk dapat meningkatkan
kualitasnya. Upaya tersebut sudah diupayakan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat dengan

Bonus Demografi merupakan suatu


potensi. Potensi tersebut harus
disertai dengan beberapa program
dan kebijakan PRO kependudukan
yang terintegrasi dengan rencana
pembangunan berjangka agar
dapat menjadi hasil realisasi. Jika
tidak hal itu hanya akan menjadi
bebasn statistic bahkan malapetaka
pembangunan daerah
Data Source : World bank (2012) | Photo Credit : http://www.flickr.com/photos/basrimarzuki

Fakta Penting :

Jumlah Rumah Sakit di Provinsi


Jawa Barat sebanyak 268 yang
sebagian besar berada di pusat
Kabupaten/Kota. (Dinkes Provinsi
Jawa Barat, 2013)

Jumlah Puskesmas sebanyak 1046


unit, 220 unit diantaranya memiliki
fasilitas perawatan sedangkan 826
unit tidak memiliki fasilitas
perawatan. (Dinkes Provinsi Jawa
Barat, 2013)

Jika Jumlah RS ditambah dengan jumlah


Puskesmas maka akan terdapat 1294
unit pelayanan kesehatan rumah sakit
dan puskesmas, artinya setiap
puskesmas dan rumah sakit harus siap
siaga melayani 2500 penduduk usia tua.

Hanya 14% desa yang termasuk ke


dalam kategori desa dengan
infrastruktur kesehatan baik
(Pusdalisbang, 2013)

*Dalam Juta Penduduk

Data Sources : Bappenas (2014) | Photo Credit : http://www.flickr.com/photos/arms_photography/

Proyeksi Menunjukan Kenaikan


Peningkatan jumlah penduduk usia tua ini kemungkinan akan menimbulkan suatu
permasalahan kependudukan. Hal ini dikarenakan oleh rendahnya produktifitas yang
disertai dengan tingginya tingkat kerentanan terhadap penyakit. Dengan demikian
program kesehatan bagi penduduk usia tua harus segera direncanakan dan
direalisasikan dalam beberapa periode ke depan.
Oleh karena itu, upaya renovasi, peningkatan kualitas layanan dan meningkatkan jumlah
unit pelayanan kesehatan merupakan salah satu opsi bisa dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan kualitas kesehatan terutama untuk penduduk usia tua.

Kesimpulan & Rekomendasi


Hasil proyeksi jumlah penduduk yang dilakukan oleh Bappenas (2014) menunjukan adanya peningkatan jumlah penduduk di Jawa Barat terutama
pada penduduk usia produktif. Hal tersebut dapat menjadi potensi pembangunan daerah jika disertai dengan peningkatan kualitas SDM yang
mampu berinovasi dan memiliki daya saing yang tinggi. Jika tidak, pertumbuhan jumlah ini akan menambah permasalahan daerah, terutama yang
berkaitan dengan peningkatan angka kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan. Oleh karena itu, program investasi jangka
panjang dalam sektor kependudukan harus diintegrasikan dengan baik ke dalam pradigma pembangunan di Jawa Barat, sehingga dapat
meningkatkan kualitas SDM yang mampu menurunkan angka kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan guna mencapai

kehidupan masyarakat yang sejahtera.


Dengan adanya lonjakan penduduk maka pemerintah daerah harus membuat kebijakan untuk merespon fenomena ini. Adapun beberapa saran dalam
menghadapi kondisi ini diantaranya adalah :

1.

Pembuatan kebijakan yang dapat meningkatkan produksi pangan, mendorong investasi padat karya dan membangun jiwa kewirausahaan
di kalangan masyarakat. Selain itu, Pemerintah Daerah harus dapat menyediakan lapangan kerja yang memadai agar masyarakat dapat
memperoleh penghasilan yang cukup sehingga dapat menabung dan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

2.

Perbaikan kualitas SDM sehingga nantinya akan mampu menciptakan produk-produk inovatif yang memiliki daya saing tinggi. Hal ini
dapat dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan dengan disertai konsep kedisiplinan.

3.

Perencanaan dan Pelaksanaan program yang pro poor & pro job yang merupakan proyek padat karya sehingga dapat melibatkan RTS
untuk ikut bekerja.

Anda mungkin juga menyukai