Anda di halaman 1dari 1

AL ISLAM Edisi 754

bidang
lain
seperti
infrastruktur
lainnya,
tambang,
pembangunan
smelter, pelayaran, transportasi dan
sebagainya. Jika rencana itu berjalan
mulus, maka Tiongkok akan menguasai
infrastruktur di negeri ini.
Masih Diragukan
Pengamat
kebijakan
publik
Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Agung Prabowo, menilai keputusan
menggandeng
Tiongkok
harus
dipertanyakan. Menurut dia, selama ini
beberapa pengadaan barang dan jasa
yang
melibatkan
Cina
acapkali
bermasalah. Salah satunya adalah
proyek
program
percepatan
pembangunan
pembangkit
listrik
bertenaga batubara, gas, dan energi
terbarukan
atau fast
track
programme tahap 1. Pembangkit listrik
yang dibangun Tiongkok dalam proyek
ini tak bisa berproduksi maksimal
lantaran banyak komponen usang.
Selain itu pada kasus pengadaan
Transjakarta, banyak unit yang rusak
dan berkarat.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana
Bappenas, Dedy Priatna, juga pernah
mengatakan, proyek pembangkit listrik
tahap I yang dikerjasamakan dengan
Tiongkok hampir 90 persen rampung.
Namun, kapasitas produksi listrik itu
hanya 30%-50% saja. Ini jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan
pembangkit listrik yang dibangun
kontraktor
Jerman,
Prancis,
dan
Amerika yang bisa mencapai 75%-80%
(Bisniskeuangan.kompas.com, 25/4).
Cengkeraman Asing Total
Dominasi proyek infrastruktur oleh
Tiongkok
yang
dimasukkan
dan
dijalankan melalui rezim Jokowi itu

Hal. 2
akan membuat cengkeraman asing
Timur
menancap
di
negeri
ini.
Cengkeraman
oleh
Timur
itu
melengkapi cengkeraman oleh Barat
yang sudah lebih dulu menancap kuat
dan terus diperdalam.
Sejak awal era Orde Baru, Barat
terutama AS dan diikuti oleh Eropa
telah mencengkeram negeri ini dan
mengeruk
kekayaannya.
Hal
itu
dilakukan melalui investasi korporasikorporasi
multinasional
mereka,
khususnya di sektor hulu pengelolaan
SDA seperti tambang, migas, hutan,
dsb.
Selain
itu,
secara
politik
dan
kedaulatan, negeri ini dikendalikan
melalui utang luar negeri yang terus
menggunung. Awalnya melalui CGI dan
IGGI.
Saat
kedua
lembaga
itu
dibubarkan, perannya digantikan oleh
IMF dan Bank Dunia.
Hasil dari penjajahan gaya baru di
era Orde
Baru
itu,
pengelolaan
berbagai sumberdaya alam khususnya
di sektor hulu dikuasai asing. Mayoritas
tambang, migas dan hutan negeri ini
dikuasai asing. Rakyat negeri ini
akhirnya seolah menjadi tamu di negeri
sendiri dalam hal pengelolaan SDA.
Hasil kekayaan alam itu pun mengalir
deras kepada pihak asing dan hanya
menetes kepada penduduk negeri ini.
Cengkeraman dan dominasi asing itu
makin
dalam
sejak
masuk
era
Reformasi. Melalui utang luar negeri,
negeri ini benar-benar dikendalikan
asing. Akibatnya, hampir semua sistem
di negeri ini dibentuk sesuai pesanan,
permintaan atau bahkan perintah dari
asing melalui IMF dan Bank Dunia. Hal
itu melalui peraturan perundangan,
mulai amandemen konstitusi hingga

Tiada kemuliaan tanpa ISLAM, tiada Islam tanpa SYARIAH

AL ISLAM Edisi 754


pembuatan berbagai undang-undang.
Melalui Letter of Intent (LoI), IMF
mendekte negeri ini untuk membuat
berbagai undang-undang di bidang
politik,
sosial,
pertahanan
dan
keamanan,
pendidikan,
ekonomi,
finansial, dan sebagainya. Bahkan
untuk mengawal semua itu, asing
terlibat hingga hal teknis melalui utang,
program, bantuan dan asistensi teknis.
Semua itu bisa dibaca di dalam
dokumen LoI dan berbagai utang yang
diberikan. Hasilnya, sistem di negeri ini
betul-betul
bercorak
neoliberal.
Neoliberalisme itu pada akhirnya makin
melempangkan jalan bagi penjajahan
gaya baru (neoimperialisme) atas
negeri ini.
Khusus di bidang ekonomi, negeri ini
didekte untuk membuat berbagai UU
bercorak
neoliberal.
Subsidi
dihilangkan. BUMN dijual. Utang terus
ditumpuk. Pajak terus ditingkatkan. Di
sektor migas dan pengelolaan SDA,
dengan berbagai UU, sektor hilir
(pengolahan, distribusi dan eceran)
pun diliberalisasi. Contoh nyata adalah
di sektor migas. Di bidang investasi,
semua sektor dibuka untuk investasi
asing. Kepemilikan asing dibolehkan
hingga lebih dari 90 persen. Asing pun
boleh melakukan repatriasi, yaitu
langsung
mengirimkan
kembali
keuntungan yang mereka dapat di
negeri ini ke negara asal mereka.
Barat (AS dan Eropa) betul-betul
memanfaatkan
itu
untuk
lebih
mendominasi negeri ini khususnya di
sektor pengelolaan SDA, finansial
(perbankan, asuransi, dsb), jasa,
consumer good, dan sebagainya. Masih
ada satu sektor yang belum dijarah
oleh Barat, yaitu infrastruktur dan

0Hal. 3
fasilitas
publik.
Namun,
dengan
berbagai UU, sektor infrastruktur itu
pun terbuka luas dan mudah dijadikan
incaran.
Dalam hal itulah, investor asing dari
timur melihat kesempatan. Entah
kebetulan atau tidak, keinginan itu
seolah bersambut dengan ambisi rezim
Jokowi. Sekarang melalui apa yang
baru diumumkan, asing timur mulai
menancapkan kuku cengkeramannya
atas infrastruktur negeri ini.
Hal itu sangat berbahaya. Pertama:
Jika nanti infrastruktur, pelabuhan,
bandara, jalan, transportasi, pelayaran,
pembangkit, dsb dikuasai oleh mereka,
maka rakyat negeri ini benar-benar
hanya menjadi obyek dan pasar.
Kedua: Meski asing itu dari Timur,
bukan berarti mereka berbeda dengan
asing dari Barat. Tetap saja, seperti
yang selama ini berjalan, banyak dari
investasi itu langsung kembali kepada
mereka
melalui
impor
teknologi,
metode, bahan, tenaga ahli dan
sebagainya. Dalam proyek kereta
cepat, misalnya, jelas keretanya akan
diimpor dari mereka.
Ketiga: Dengan alasan pengembalian
investasi maka kekayaan rakyat negeri
ini akan mengalir kepada mereka
dalam jangka panjang, setidaknya
untuk masa 30 tahun. Hal itu melalui
pembayaran utang dan bunganya, juga
pembayaran
atas
penggunaan
infrastruktur itu.
Keempat: Rakyat negeri ini juga
akan terbebani dengan pajak yang
makin tinggi. Pasalnya, beban negara
termasuk pembayaran utang dan
bunga juga makin tinggi, sementara
negara makin kehilangan sumbersumber pemasukan, selain pajak.

Tiada syariah tanpa DAULAH, Daulah KHILAFAH RASYIDAH

Anda mungkin juga menyukai