928 2528 1 PB
928 2528 1 PB
2003
ABSTRAK
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang
tersering diketemukan di daerah kepala dan leher. Kebanyakan penderita
KNF datang berobat di klinik sudah stadium lanjut. Terapi yang diberikan
umumnya berupa radiasi (radioterapi) sebagai treatment of choice. Terapi
KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini seringkali hasilnya kurang
memuaskan. Kegagalan radioterapi konvensional (2 dimensional radiation
therapy / 2 DRT) dalam memberantas (eradikasi) sel kanker di nasofaring
maupun anak sebarnya di kelenjar leher (loco-regional failure) cukup
tinggi, mencapai angka 40%-80%. Selain itu, pasca radioterapi seringkali
dijumpai metastasis jauh (15%-57%). Angka rekurensi tumor setelah 5
tahun mendapat radioterapi dilaporkan sekitar 19%-56%. Disamping angka
kegagalan kontrol loko-regional yang tinggi dan systemic failure,
radioterapi tidak dapat digunakan untuk membunuh sel-sel ganas yang
tersebar diberbagai organ tubuh. Oleh karena hasil radioterapi pada KNF
khususnya stadium lanjut (III, IV) yang masih kurang memuaskan, para ahli
berupaya mencari cara untuk meningkatkan kontrol lokoregional dan
1
insiden metastasis jauh sebesar 87%. Penderita dengan N3, 40% sudah
mengalami metastasis jauh yang asymptomatic. Sebagian besar (78%) dari
metastasis jauh ditegakkan setelah 18 bulan munculnya gejala pertama.
Fakta ini menunjukkan bahwa KNF sebenarnya merupakan penyakit
sistemik. Oleh karena itu, terapi KNF harus ditujukan untuk mematikan
tumor loko-regional dan mikrometastasis (Tan et al, 1997).
RADIOTERAPI KNF
Radioterapi sampai sekarang masih merupakan terapi pilihan
utama untuk penderita KNF (Hsu, 1982, Chew, 1987; Sham, 1990; Susworo,
1990; Fu, 1993; Hussey, 1993; Suhartati, 1999). Radioterapi sebagai terapi
utama untuk KNF yang belum ada metastasis jauh. Radiasi yang diberikan
diharapkan dapat memperbaiki kuaiitas hidup dan memperpanjang
kelangsungan hidup penderita: KNF termasuk dalam golongan penyakit
kanker yang dapat disembuhkan dengan penyinaran (radiocurable),
terutama bila masih dini (stadium I, II). Pertimbangan pemilihan radiasi
sebagai pengobatan pilihan utama untuk KNF terutama didasarkan fakta
bahwa secara histopatologis kebanyakan (75%-95%) KNF dari jenis
karsinoma undifferensiated (WHO tipe 3) dan karsinoma non keratinisasi
(WHO tipe 2) yang sangat radiosensitif (Shanmugaratnam, 1988). Alasan
lainnya adalah faktor anatami nasofaring yang terletak didasar tengkorak
dengan banyak organ vital menyebabkan tindakan pembedahan ekstensif
untuk memperoleh daerah bebas tumor (free margin) sangat sulit
dikerjakan (Bailet, 1992; Neel, 1993). Radiasi eksterna (teleterapi) pada
KNF stadium loko-regional harus diberikan dengan dosis yang cukup tinggi
(sekitar 7000 cGy), ditujukan pada tumor primer di nasofaring dan daerah
perluasan maupun metastasisnya di kelenjar getah bening leher.
Radioterapi dikatakan berhasil bila tercapai eradiasi semua sel kanker yang
viable (Djakaria, 1989; Hussey, 1993).
a.
Radiasi eksterna
5
hasil radioterapi dengan bantuan CT scan jelas lebih baik karena lokasi
dan perluasan tumor akan tampak dalam 2 dimensi sehingga
radioterapi yang diberikan lebih terarah. Terapi radiasi dengan
bantuan CT scan (2 dimensi) ini disebut 2 dimensional radiation
therapy (2 DRT).
b. Dosis radiasi
Dosis radiasi yang dibutuhkan untuk eradikasi tumor tergantung
dari banyaknya sel kanker (besarnya tumor). Tumor dengan diameter
10
3 cm (10 sel) membutuhkan dosis radiasi yang lebih banyak
9
dibandingkan tumor yang diameteraya 1 cm (10 sel). Atas dasar
pertimbangan ini maka untuk KNF stadium loko-regional lanjut
diberikan radiasi dengan dosis yang lebih besar daripada KNF stadium
dini. Secara konvensional untuk KNF stadium dini (T1, T2) diberikan
radiasi dengan dosis 200 - 220 cGy per fraksi, diberikan 5 kali dalam
seminggu tanpa istirahat sampai mencapai dosis total 6000 - 7000
cGy dalam 6 minggu. Sedangkan untuk KNF dengan ukuran tumor
yang lebih besar (T3 dan T4) diberikan dosis total radiasi pada tumor
primer di nasofaring yang lebih tinggi yaitu 7000 - 7500 cGy (Bedwinek,
1980). Bila tidak didapatkan metastasis di KGB leher (N0) diberikan
radiasi profilaktik dengan dosis sekitar 4000 - 5000 cGy dalam empat
atau empat setengah minggu, sedangkan bila ada pembesaran KGB
di leher diberikan radiasi yang dosisnya sama dengan tumor
primeraya (6000-7500 cGy). Setelah menjalani radiasi eksternal dosis
total, dilakukan evaluasi dengan CT scan. Bila masih didapatkan
residu tumor di nasofaring saja, penderita di istirahatkan sekitar 1-2
minggu kemudian diberikan radiasi tambahan dengan area diperkecil
hanya pada tumornya saja sebesar 1000 -1500 cGy sehingga mencapai
dosis total sebesar 7500-8000 cGy (Djakaria, 1989; Sham, 1989; Wang,
1989; Susworo, 1990; Fu 1991), atau brakhiterapi dengan fraksi 3 x (2
x 300) cGy yang diberikan pagi dan sore dengan jarak 6 jam.
7
d. Ketahanan hidup
8
e. Metastasis jauh
9
bulan, metastasis paru 16,3 bulan sedang metastasis ke hati hanya 3,2
bulan.
Lokasi tumor metastasis di leher berhubungan secara bermakna
dengan survival. Penderita KNF dengan metastasis tumor di leher
bilateral mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan metastasis
unilateral (Baker, 1982). Sedangkan metastasis di kelenjar leher bagian
bawah (supra klavikular) biasanya prognosis lebih buruk dibandingkan
metastasis tumor yang terletak di leher bagian atas (Koukourakis,
1996).
f.
Kekambuhan tumor
Angka rekurensi tumor setelah 5 tahun mendapat radioterapi
sekitar 19% - 56% (To et al, 2002). Beberapa peneliti melaporkan
angka kekambuhan tumor pasca radioterapi konvensional sekitar 50%.
Rekurensi dapat terjadi di nasofaring, kelenjar leher atau keduanya.
Kemungkinan kambuh akan besar bila dosis tumor kurang dari 6000 6500 cGy yang diberikan dalam enam sampai enam setengah minggu
(Pang, 1965). Menurut Wang (1966) dosis optimal adalah 7000 cGy
yang diberikan dalam 7 minggu. Menurut Bedwinek (1983), bila tidak
dijumpai pembesaran KGB leher (N0), biasanya tidak menunjukkan
kekambuhan setelah radioterapi. Kelenjar getah bening leher dengan
ukuran kurang dari 3 cm mempunyai kemungkinan kambuh sebesar
4,3%, sedangkan bila ukurannya lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6
cm kemungkinan kambuh menjadi 35,1%. Kelenjar getah bening
dengan ukuran lebih dari 6 cm kemungkinan kambuh sebesar 55,5%.
Tumor kambuh biasanya lebih resisten. Median survival setelah
kambuhnya tumor primer di nasofaring sekitar 10 minggu (Sham,
1989). Sedangkan Wen yang dikutip oleh Neel (1993) mendapatkan
angka bertahan hidup 10 tahun sebesar 30,5% pada pengobatan
radiasi yang pertama kali, dan hanya 11,5% bila diberikan radiasi ulang
setelah mengalami kekambuhan.
11
12
didukung laporan hasil penelitian dari para ahli, saat ini telah
diketemukan beberapa cara meningkatkan tumour control pada
penderita KNF, yaitu: (Teo, 2003; Lee, 2003)
1. Radioterapi (2 DRT) dengan teknik pemberian radiasi yang dipercepat
(accelerated fr act ionation radiotherapy)
2. Dose escalation (mis. stereotactic radiotherapy boost,
intracavitary brachytherapy)
3. 3-dimensional radiation therapy (3 DRT) atau yang paling mutakhir
dengan Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT)
4. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi (2 DRT / 3 DRT/ IMRT)
5. Pembedahan tumor rekuren
1. Accelerated radiotherapy
Beberapa penelitian menunjukkan adanya percepatan sel
tumor dalam melakukan repopulasi setelah pemberian sejumlah
tertentu radiasi atau kemoterapi (Hussey, 1993). Fenomena ini
menunjukkan akibat yang timbul bila terjadi perpanjangan waktu
total radiasi, khususnya untuk sel tumor dengan aktifitas proliferasi
yang tinggi. Repopulasi kanker pasca radioterapi merupakan problem
serius dan tanda kurang baik karena menunjukkan pertumbuhan
kanker yang progresif. Demikian juga untuk tumor yang kambuh
(rekuren), karena biasanya respons terhadap radiasi lebih rendah
dibandingkan sebelum tumor tersebut mendapat pengobatan radiasi.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa repopulasi kanker
dapat dicegah atau diatasi dengan pemberian radioterapi yang lebih
agresif yang disebut accelerated fractionated radiotherapy. Radiasi
dengan cara ini diberikan dengan dosis 300 cGy atau lebih per fraksi, 5
kali / minggu sehingga didapat hari pengobatan yang singkat (3-4
minggu). Teknik lainnya yaitu accelarated hyperfractionated
radiotherapy. Disini diberikan radiasi dosis 160-180 cGy per fraksi, 2
kali sehari sehingga hari pengobatan menjadi lebih pendek lagi.
13
2.
14
15
radiosurgery (SRS) diperoleh hasil yang sangat baik yaitu response rate
sebesar 96%. Disimpulkan, SRS secara signifikan dapat meningkatkan
kontrol lokal dibandingkan radioterapi konvensional. Kontrol lokal
dengan menggunakan 3 DRT lebih baik daripada 2 DRT (Teo, 2003).
Perkembangan terakhir dalam penatalaksanaan KNF yaitu pemberian
radioterapi yang disebut sebagat Intensity Modulated Radiotherapy
(IMRT). Menurut Teo (2003) radioterapi KNF dengan IMRT
memberikan hasil kontrol lokal yang lebih baik daripada 3 DCRT.
Sedangkan kontrol lokal menggunakan 3 DCRT lebih baik daripada 2
Dimensional Radiotherapy (2 DRT).
Pada 10th ASEAN ORL Head & Neck Surgery Congress di Brunei
Darussalam, Teo (2003) mengusulkan terapi KNF sebagai berikut:
a. T1, T2a, N0 diberikan IMRT brakhiterapi intrakaviter
b. T1, T2a, N1-N3 diberikan kemoterapi - IMRT (dilanjutkan dengan
kemoterapi adjuvan) brakhiterapi intrakaviter
c. T2b, T3, T4, N0-N3 diberikan kemoterapi-IMRT (dilanjutkan
dengan kemoterapi adjuvan) Stereotactic Radiosurgery /
Stereotactic RT boost.
4.
16
mg/m2. diberikan hari 1 dan 8. Diulang tiap 28 hari (Hitt et al, 1998; Yeo
et al, 1998).
Pengobatan dengan cara memberikan kombinasi kemoterapi dan
radioterapi disebut integrated chemo-radio therapy. Berdasarkan saat
pemberiannya, kemoterapi adjuvan pada kanker dibagi menjadi a)
kemoterapi neoadjuvan atau induksi (neoadjuvant or induction
chemotherapy), b) kemoterapi konkuren atau konkomitan (concurrent,
simultaneous or concomitant chemoradiotherapy), dan c) kemoterapi
adjuvan (post definitive chemotherapy).
Menurut Aganvala (1999) semua kemoterapi yang diberikan untuk
menangani tumor lokoregional merupakan terapi adjuvan.
1.
20
Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan (induksi) pada KNF dimaksudkan untuk
mengurangi besarnya tumor sebelum radioterapi. Pemberian
kemoterapi neoadjuvan didasari atas pertimbangan vascular bed
tumor masih intak sehingga pencapaian obat menuju massa tumor
masih optimal. Disamping itu, kemoterapi yang diberikan sejak dini
diharapkan dapat memberantas mikrometastasis sistemik seawal
mungkin. Beberapa studi pemberian kemoterapi neoadjuvan pada KNF
stadium lokoregional lanjut diperoleh hasil berupa objective response
rates (ORR) yang cukup tinggi. Kerugian kemoterapi neoadjuvan pada
KNF antara lain tumor dapat terus tumbuh makin membesar bila tidak
responsif terhadap kemoterapi yang diberikan, status performance
menurun akibat timbulnya efek samping (toksisitas) yang berat dan
tertundanya jadwal radioterapi. Pemberian kemoterapi adjuvan di
laporkan dapat meningkatkan respons rate, tetapi seringkali dijumpai efek
toksik (toksisitas) yang biasanya berat.
Dimery et al (1993) meneliti 47 penderita KNF (T1-4, N2-3, M0)
dengan memberikan kemoterapi neoadjuvan 3 siklus (5-FU 1000 mg /
m2 / hari melalui infus kontinyu hari ke 1-5) plus Cisplatin (100 mg /
m2 melalui infus kontinyu hari ke 1) dilanjutkan dengan radioterapi
adalah Cisplatin, 5-Fluorouracil dan MTX dengan response rate 15% 47% (Khandekar, 1992). Cisplatin merusak DNA secara langsung (infra
strand cross link). Cisplatin bekerja sinergistik dengan radioterapi melalui
kemampuannya menghambat DNA repair pada sel kanker yang
menerima dosis sub lethal dari radiasi. Sedangkan 5-FU berikatan
dengan thymidine synthese sehingga menghambat sintesa DNA. Obat
ini sinergistik dalam membunuh sel kanker. Untuk meningkatkan
response rate, banyak peneliti memberikan kombinasi beberapa
sitostatika (multi drug) dengan dosis maksimal secara
berkesinambungan dengan radiasi. Tujuan yang hendak dicapai
sepenuhnya untuk mematikan tumor lokoregional maupun
metastasis sistemik. Efek samping dari multimodalitas terapi ini tentu
saja lebih hebat dari pada monomodalitas.
Kebanyakan peneliti mendapatkan hasil berupa peningkatan
kontrol tumor pada pengobatan KNF dengan kemo-radioterapi
konkuren (Zidan, 1986; Chatani, 1986; Souhami, 1988; Denic, 1996;
Yen, 1997; Al Syaraf, 1998; Isobe, 1998; Hasbini, 1999).
Zidan (1986) meneliti 15 penderita KNF stadium lanjut yang diberi
radioterapi (6000-7500 cGy) yang dikombinasi dengan kemoterapi
BMC yaitu Bleomycin (10 unit intramuskuler pada hari ke 1, 8 dan 15),
Methotrexate (40 mg/m2, IM, hari 1 dan 5) dan Cisplatin (50 mg/m2
per infus pada hari ke-4) yang di ulang tiap 21 hari. Didapatkan respons
lengkap (RL) sebesar 87%. Disimpulkan bahwa cara pengobatan
seperti ini sangat efektif untuk KNF.
Chatani (1986) berdasarkan penelitiannya mengatakan bahwa
pemberian terapi radiasi yang dikombinasi dengan kemoterapi pada KNF
stadium IV temyata sangat bermanfaat dalam mengurangi resiko metastasis
jauh (p<0.05). Kelompok yang mendapat terapi radiasi saja didapatkan
metastasis yang lebih tinggi (35%) dibandingkan kelompok yang mendapat
kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi (14%).
Souhami (1988) berdasarkan penelitiannya pada penderita
KNF menyimpulkan bahwa meskipun kombinasi radioterapi (6000-7000
23
cGy) dan kemoterapi (Mitomycin C 10 mg/m2, 5-FU 750 mg/m2 dan MTX
30 mg/m2) dapat meningkatkan kontrol lokal, namun survival rate tidak
meningkat.
Denic (1996) berdasarkan hasil penelitiannya, mengusulkan 2
cara penatalaksanaan penderita karsinoma nasofaring stadium III dan IV
yaitu:
Cara 1 : Diberikan radioterapi dosis 7000 cGy dalam 35 fraksi
pemberian, selama 7 minggu. Selama terapi radiasi diberikan
Cisplatin 100 mg/m2 pada hari ke 1,22, dan 43. Setelah itu
diberikan kemoterapi sebanyak 3 siklus dengan interval 3
minggu terdiri dari Cisplatin 60 mg/m2 intravenous pada hari
ke 1, dan 5-Fluorouracil 1000 mg/m2/hari yang diberikan
perinfus secara intravena selama 4 hari (hari 1-4). Dilaporkan
hasil: 2 YSR sebesar 80%.
Cara 2 :
Diberikan Cisplatin 100 mg/m2, IV, hari ke 1. Lima (5)Fluorouracil 650 mg, IV kontinu pada hari ke 1-5. Bleomycin 15
mg, IV hari ke 1, dan 16 mg/m2 yang diberikan melalui
intravenous (IV) secara kontinu pada hari 1-5. Setelah
pemberian kemoterapi sebanyak 2 siklus, diberikan radioterapi
dosis 3500 cGy. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian siklus
kemoterapi yang ketiga, kemudian radioterapi lagi dengan dosis
3500 cGy. Interval tiap siklus adalah 4 minggu. Dilaporkan hasil
sebagai berikut: Response Rate 83% (CR10%, PR 73%), setelah
pengobatan lengkap didapatkan No Evidence of Disease (NED)
sebesar 50%.
Yen (1997) di Taiwan berdasarkan penelitiannya mengatakan
bahwa pengobatan KNF stadium lanjut dengan menggunakan kombinasi
kemoterapi dan radioterapi dapat meningkatkan angka bertahan hidup 5
tahun dari sekitar 32% -56% menjadi 71%.
Al Sarraf (1998) di Amerika yang melakukan penelitian pada 147
pasien KNF stadium lanjut, sebanyak 69 pasien diberikan radioterapi saja dan
78 pasien lainnya diberikan chemoradiotherapy. Radioterapi diberikan
24
hari per fraksi, sebanyak 35-39 fraksi sampai dosis total 7000 cGy).
Pada kelompok kemo-radioterapi konkuren didapatkan 3 year overall
survival yang lebih tinggi yaitu sebesar 76 %. Sembilan belas
penderita diantara 78 penderita KNF yang diteliti tidak dapat
melanjutkan program terapi selanjutnya. Empat puluh tiga penderita
(55%) dijumpai toksisitas grade III dan 20,5% grade IV.
Hasbini (1999) di Perancis yang melakukan penelitian pada KNF
rekuren dan metastasis karsinoma tanpa diferensiasi dengan
memberikan regimen FMEP yaitu 5 FU dosis 800 mg/m2/hari per infus
hari ke 1-4 yang di kombinasi dengan Epirubicin 70 mg/m2, Mitomycin
10 mg/m2 dan Cisplatin 100 mg/m2 pada hari 1 yang di ulang tiap 4
minggu sampai 6 siklus. Dari 44 pasien yang diteliti didapatkan
sebanyak 23 pasien (52%) menunjukkan respons yang terdiri dari
respons lengkap 6 kasus (13%) dan respons sebagian 17 kasus (38%).
Evaluasi yang dilakukan pada median 87 bulan (range 71-100 bulan)
didapatkan 5 pasien tetap hidup dengan respons lengkap. Meskipun
diperoleh hasil yang cukup baik, namun diketemukan efek samping
yang tinggi yaitu neutropenia derajat 3-4 sebanyak 89%, febrile
neutropenia 36%, trombositopenia 61%, anemia derajat 3 sebanyak
78% dan mukositis 32%. Diantara 4 pasien (9%) yang meninggal, 3
pasien dihubungkan dengan terjadinya neutropeni dan 1 pasien karena
efek toksik pada jantung.
Kuratomi (1999) di Jepang memberikan FAR (5 FU, vitamin A
dan radioterapi) yang dikombinasi dengan Cisplatin dan Peplomycin pada
penderita KNF. Didapatkan peningkatan respon tumor, tetapi angka
ketahanan hidup secara seluruhan (overall survival rates) tidak
meningkat.
Srimuninnimit di Thailand melakukan penelitian yang
hasilnya dipresentasikan pada Oncology Regional Medical Conference
di Singapore tahun 2000.
Sebanyak 8 penderita KNF diberi
Gemcitabine (Gemzar) 1250 mg/m2, hari ke 1 dan 8 yang
dikombinasi dengan Cisplatin 80 mg/m2 pada hari ke 1 (diulang tiap 3
26
dan eradikasi metastasis jauh. Kerugian cara ini, kondisi umum yang
sudah menurun dan vascular bed yang buruk menyebabkan obat
tidak dapat maksimal mencapai daerah tumor (Needleman, 1982;
Tobias, 1992; Vokes, 1993).
Sugiarto (1994) berdasarkan penelitian pada 31 pasien KNF di RS Adi
Husada Surabaya mengatakan, kelompok yang mendapat radioterapi
dosis 6000-7000 cGy (13 pasien) didapatkan respon lengkap 61% dan
respons sebagian 39%. Sedangkan kelompok lainnya (18 pasien) yang
mendapat kemoterapi adjuvan (MTX 50 mg dan 5-FU 500 mg per infus
hari 1 - 4, diulang tiap 4 minggu sampai 6 seri) didapatkan RL sebesar
82% dan RS sebesar 18%.
Al Sarraf et al (1998) melakukan studi fase II secara random untuk
mengetahui overall survival setelah mendapat kemoterapi adjuvan.
Diberikan 3 siklus 5-FU (1000 mg / m2 hari ke 1-4 ) dikombinasi
dengan Cisplatin (100 mg / m2 pada hari ke 5) setelah menjalani
radioterapi radikal konvensional (70 Gy, 2 Gy / hari, 5 hari / minggu,
selama lebih dari 7 minggu). Dari 72 penderita KNF loko-regional
yang ikut penelitian ini, sebanyak 56 penderita dapat dievaluasi sampai
minimal 3 tahun. Didapatkan 17 penderita meninggal dunia. Five year
overall survival sebesar 78%. Dijumpai toksisitas grade II: 48% dan
grade III hanya 5%. Tidak dijumpai toksisitas grade IV.
Prasad (2003) mengatakan, kemoterapi adjuvan secara nyata
meningkatkan longterm overall survival, toksisitas yang terjadi masih
tolerable. Pemberian kemoterapi adjuvan merupakan pilihan terbaik
untuk terapi KNF loko-regional lanjut.
"The Head and Neck Intergroup Trial INT 00999" di Amerika
melakukan penelitian dengan cara memberikan kemo-radioterapi
dilanjutkan dengan kemoterapi adjuvan pada penderita KNF.
Sebanyak 193 penderita diberi radioterapi standar (1,8 - 2 Gy / hari
per fraksi, 5 hari seminggu, total dose 70 Gy). Sekelompok penderita
secara random diberikan Cisplatin 100 mg / m2 pada hari ke 1, 22 dan
43 selama radioterapi, dilanjutkan dengan 3 siklus kemoterapi
28
Stadium Il :
Stadium III:
1. Kemo-radioterapi, atau
2. Radioterapi dosis tinggi / teknik hiperfraksinasi
ditujukan pada tumor primer di nasofaring dan kelenjar
leher bilateral (bila ada)
3. Diseksi leher mungkin dapat dikerjakan misalnya pada
tumor leher persisten atau rekuren asalkan tumor
primer di nasofaring sudah terkontrol.
Stadium IV :
1. Kemo-radioterapi, atau
2. Radioterapi dosis tinggi / teknik hiperfraksinasi
ditujukan pada tumor primer di nasofaring dan kelenjar
29
RINGKASAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
36
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
38
61. Wei WI, Antony PW, Yuen WK, Ho, 1995. Surgical aspects of
nasopharyngeal carcinoma. Dalam : (Berkel HJ, Kresno SB dkk, eds).
Jakarta International Cancer Conference, Jakarta: PT Gaya Baru, 130135
62. Wei WI, 2003. Salvage of recurrent nasopharyngeal carcinomasth
contributions from the surgeon. Presented in : 10 ASEAN ORL Head
& Neck Surgery Congress, Brunei Darussalam, 2003, abstract
63. Wei WI, 2003. Maxillary swing approach for central skull base
th
pathologies - Indications and limitation. Presented in : 10 ASEAN ORL
Head & Neck Surgery Congress, Brunei Darussalam, 2003, abstract
64. Wolden SL, Zelefsky M J, Kraus DH, Rozenzweig KE, Chong LM, Shaha
AR, Zhang H, Harrison LB, Shah JP, Pfister DG. Accelerated
concomitant boost radiotherapy and chemotherapy for advanced
nasopharyngeal carcinoma. Journ. Of Clin. Oncol., Vol 19, No.4
(Febr15), 2001:1105-1110
65. Yeo W, Leung TWT, Chan ATC, Chiu SKW, Yu P, Mok TSK, Johnson PJ,
1998. A phase II study of combination Paclitaxel and Carboplatin in
advanced nasopharyngeal carcinoma. European Journ. Of Cancer. Vol
34, No. 13,2027-2031
66. Zidan J, Kuten A. Cohen Y, Robinson E, 1986. Multidrug chemotherapy
using Bleomycin, Methotrexate and Cisplatin combined with radical
radiotherapy in advanced head and neck cancer. Cancer 59:24-26
39