Anda di halaman 1dari 29

QANUN ACEH

NOMOR 9 TAHUN 2013


TENTANG
PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2012
TENTANG LEMBAGA WALI NANGGROE
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR ACEH,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman
antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh
Merdeka (Memorandum of Understanding Between The
Government of Republic of Indonesia and The Free Aceh
Movement Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan
komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara
damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi
semua, dan para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi
sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan
melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b.

bahwa untuk memenuhi hakikat filosofi keberadaan


Lembaga Wali Nanggroe di Aceh dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan kewenangannya yang bersifat independen sesuai
dengan Pasal 96 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh, maka perlu dilakukan
perubahan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Lembaga Wali Nanggroe;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Qanun Aceh
tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012
tentang Lembaga Wali Nanggroe;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang


Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Atjeh dan Perubahan
Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
1103);

3.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang


Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia
4. Undang-Undang...

-2Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara


Republik Indonesia Nomor 4633);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata


Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan
Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 25 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4633) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan
Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5209);

Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH
dan
GUBERNUR ACEH
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN ACEH TENTANG PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH
NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA WALI NAGGROE.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2012
tentang Lembaga Wali Nanggroe (Lembaran Aceh Tahun 2012
Nomor 8, Tambahan Lembaran Aceh Nomor 45), diubah
sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 2 huruf c diubah, sehingga Pasal 2
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 2
Prinsip Lembaga Wali Nanggroe adalah sebagai berikut:
a. pemersatu yang independen dan berwibawa serta
bermartabat;
b. pembina keagungan dinul Islam, kemakmuran rakyat,
keadilan, dan perdamaian;
c. pembina kehormatan, adat, tradisi sejarah, dan
tamadun Aceh; dan
d. pembina/pengawal/penyantun pemerintahan Rakyat
Aceh.

2. Ketentuan...

-32. Ketentuan Pasal 3 huruf c diubah, sehingga Pasal 3


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
Tujuan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe adalah:
a. mempersatukan rakyat Aceh;
b. meninggikan dinul Islam, mewujudkan kemakmuran
rakyat, menegakkan keadilan, dan menjaga perdamaian;
c. menjaga kehormatan, adat, tradisi sejarah, dan
tamadun Aceh; dan
d. mewujudkan pemerintahan rakyat Aceh yang sejahtera
dan bermartabat.
3. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf huruf e , ayat (4) dan ayat
(5) diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Susunan Kelembagaan Wali Nanggroe, terdiri dari:
a. Wali Nanggroe;
b. Waliyulahdi;
c. Majelis Tinggi;
d. Majelis Fungsional; dan
e. Lembaga
Struktural.
(2) Majelis Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri dari:
a. Majelis Tuha Peuet Wali Nanggroe;
b. Majelis Fatwa; dan
c. Majelis Tuha Lapan Wali Nanggroe.
(3) Majelis Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d, terdiri dari:
a. Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA);
b. Majelis Adat Aceh (MAA);
c. Majelis Pendidikan Aceh (MPA);
d. Majelis Ekonomi Aceh;
e. Baitul Mal Aceh;
f.

Bentara;

g. Majelis Hutan Aceh;


h. Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh;
i.
j.

Majelis Pertambangan dan Energi;


Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan; dan

k. Majelis Perempuan.
(4) Lembaga Struktural sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf e, yaitu Keurukon Katibul Wali.
(5) Kelembagaan...

-5(5) Kelembagaan Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) merupakan Lembaga kepemimpinan adat
sebagai pemersatu masyarakat yang independen,
berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi
penyelenggaraan kehidupan, adat, adat istiadat, bahasa
dan pemberian gelar/derajat dan upacara-upacara adat
lainnya.
4. Judul Paragraf 3 diubah, sehingga Paragraf 3 berbunyi
sebagai berikut:
Paragraf 3
Lembaga Struktural
5. Ketentuan Pasal 17 ayat (2), ayat (5) dan ayat (6) diubah,
diantara ayat (6) dan ayat (7) disisip 3 (tiga) ayat baru,
yakni ayat (6a), ayat (6b), dan ayat (6c), sehingga Pasal 17
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 17
(1) Lembaga Wali Nanggroe di pimpin oleh Wali Nanggroe
yang bersifat personal, adalah kepemimpinan adat
sebagai pemersatu masyarakat yang independen dan
berwibawa.
(2)

(3)

Wali Nanggroe mempunyai laqab atau gelar Al


Mukarram Maulana Al Mudabbir Al Malik berdasarkan
peralihan perangkat kerajaan Aceh adalah pemimpin
yang bersifat personal, berwibawa dan berperan
sebagai pemersatu masyarakat Aceh .
Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai panggilan kehormatan Paduka Yang
Mulia.

(4) Wali Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


memiliki hak:
a. imunitas;
b. protokoler;
c. keuangan dan administratif; dan
d. meminta pendapat.
(5) Hak imunitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf a berlaku dalam forum rapat kelembagaan Wali
Nanggroe terhadap pertanyaan, pernyataan, pendapat
dan/atau tindakan yang berkaitan dengan tugas,
fungsi dan kewenangannya.
(6) Penyelidikan dan penyidikan terhadap Wali Nanggroe
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari
Gubernur atas permintaan penyidik secara tertulis.

(6a) Apabila...

-6(6a) Apabila persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud


pada ayat (6) tidak diberikan oleh Gubernur dalam
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan
dan penyidikan dapat dilakukan.
(6b) Hal-hal
yang
dikecualikan
dari
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6a) adalah:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana
kejahatan; atau
b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana mati, narkoba
dan/atau
telah melakukan tindak pidana
kejahatan terhadap keamanan negara.
(6c) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6b), wajib dilaporkan kepada Gubernur paling
lambat dalam waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh
empat) jam.
(7) Waliyulahdi adalah Pemangku Wali Nanggroe atau
orang yang merupakan perangkat kerja Lembaga Wali
Nanggroe yang melaksanakan tugas, fungsi dan
kewenangan Wali Nanggroe apabila Wali Nanggroe
tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan
atau berhalangan tetap.
6. Ketentuan Pasal 29 diubah, diantara huruf a dan huruf b
disisipkan satu huruf, yakni huruf a.a, dan huruf d diubah
sehingga Pasal 29 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 29
Lembaga Wali Nanggroe mempunyai tugas:
a. membentuk perangkat Lembaga Wali Nanggroe dengan
segala upacara adat dan gelarnya;
a.a mengawal
dan
memonitor
penyelenggaraan
Pemerintahan Aceh untuk menjamin tercapainya
tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
b.

mengangkat, menetapkan dan meresmikan serta


memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali
Nanggroe;

c.

mengukuhkan DPRA dan Kepala Pemerintah Aceh


secara adat;

d.

memberikan pandangan, arahan dan nasihat kepada


Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
serta Lembaga-Lembaga lainnya dalam perumusan
kebijakan strategis dan penyelesaian masalah-masalah
yang sifatnya genting;

e. menyampaikan usulan, saran dan pertimbangan


kepada Pemerintah;
f. memberi atau mencabut gelar kehormatan kepada
seseorang atau lembaga;
g. mengurus....

-7g. mengurus dan melindungi khazanah Aceh di dalam dan


luar Aceh;
h. melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik
dalam maupun luar negeri untuk kemajuan peradaban
Aceh;
i.

mengarahkan pengembangan sumber daya manusia


Aceh yang berkwalitas dengan tetap melestarikan dan
mengembangkan budaya dan adat istiadat Aceh;

j.

menjaga perdamaian Aceh dan ikut berpartisipasi


dalam proses penyelesaian perdamaian dunia.

7. Ketentuan Pasal 44 sampai dengan Pasal 46 diubah,


sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 6
Majelis Ekonomi Aceh
Pasal 44
Majelis Ekonomi Aceh mempunyai tugas:
a. memberikan pertimbangan
dalam perumusan
kebijakan ekonomi Aceh;
b.

memberikan pertimbangan dalam penyusunan dan


penetapan Rencana Umum Ekonomi Aceh;

c.

memberikan pertimbangan dalam penetapan langkahlangkah penanggulangan krisis dan darurat ekonomi;

d.

memberikan pertimbangan
dalam perwujudan
ketahanan ekonomi dalam rangka pembangunan
berkelanjutan; dan
memberikan pertimbangan
dalam pengawasan
kebijaksanaan ekonomi Aceh.

e.

Pasal 45
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44, Majelis Ekonomi Aceh mempunyai fungsi:
a. pemberian pertimbangan dalam penyiapan dan
perumusan kebijakan ekonomi Aceh;
b.

pemberian pertimbangan dalam penyusunan dan


penetapan rencana umum ekonomi Aceh;

c.

pemberian pertimbangan dalam penetapan langkahlangkah penanggulangan krisis dan darurat ekonomi;

d.

pemberian pertimbangan
dalam perwujudan
ketahanan ekonomi dalam rangka pembangunan
berkelanjutan;

e.

pemberian pertimbangan
dalam pengawasan
kebijaksanaan ekonomi Aceh; dan
pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali
Nanggroe sesuai bidang tugasnya.

f.

Pasal
46...

-8Pasal 46
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45, Majelis Ekonomi Aceh mempunyai
kewenangan:
a. memberikan pertimbangan dalam penyiapan dan
perumusan kebijakan ekonomi Aceh;
b. memberikan pertimbangan dalam penyusunan dan
penetapan rencana umum ekonomi Aceh;
c. memberikan pertimbangan dalam penetapan langkahlangkah penanggulangan krisis dan darurat ekonomi;
d. memberikan pertimbangan
dalam perwujudan
ketahanan ekonomi dalam rangka pembangunan
berkelanjutan; dan
e. memberikan pertimbangan
dalam pelaksanaan
pengawasan kebijaksanaan ekonomi Aceh.
8. Ketentuan Pasal 50 sampai dengan Pasal 64 diubah,
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Paragraf 8
Majelis Hutan Aceh
Pasal 50
Majelis Hutan Aceh bertugas :
a.
b.

memberikan informasi tentang hutan Aceh kepada


Wali Nanggroe;
memberikan pertimbangan dalam kebijakan umum
pengelolaan hutan Aceh;

c.

memberikan pertimbangan
dalam sosialisasi
kebijakan pengelolaan hutan Aceh;

d.

memberikan pertimbangan
dalam evaluasi
pelaksanaan kebijakan pengelolaan hutan Aceh;

e.

memberikan pertimbangan
dalam pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara pengelolaan
hutan Aceh;

f.

memberikan pertimbangan dalam analisis, evaluasi


dan rancangan kebijakan dalam rangka menjaga dan
melindungi hutan Aceh; dan

g.

memberikan pertimbangan
dalam pemberian
bimbingan, pengarahan, pengawasan dan
rekomendasi terhadap pemangku kepentingan yang
melaksanakan tugas menjaga kelestarian hutan Aceh.

Pasal
51...

-9Pasal 51
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50, Majelis Hutan Aceh berfungsi:
a.
penyampaian informasi tentang hutan Aceh kepada
Wali Nanggroe;
b.

pemberian pertimbangan dalam kebijakan umum


pengelolaan hutan Aceh;

c.

pemberian pertimbangan penyelenggaraan sosialisasi


kebijakan pengelolaan hutan Aceh;

d.

pemberian pertimbangan dalam evaluasi pelaksanaan


kebijakan pengelolaan hutan Aceh;
pemberian pertimbangan
dalam pengkajian,

e.

perencanaan dan pengembangan tata cara pengelolaan


hutan Aceh;
f.

g.

pemberian pertimbangan dalam analisis, evaluasi dan


rancangan kebijakan dalam rangka menjaga dan
melindungi hutan Aceh;
pemberian pertimbangan
dalam
penyampaian
bimbingan,
pengarahan,
pengawasan
dan
rekomendasi terhadap pemangku kepentingan yang
melaksanakan tugas menjaga kelestarian hutan Aceh;
dan

h. pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali


Nanggroe sesuai bidang tugasnya.
Pasal 52
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51, Majelis Hutan Aceh berwenang:
a. menyampaikan informasi tentang hutan Aceh kepada
Wali Nanggroe;
b. memberikan pertimbangan dalam persiapan kebijakan
umum pengelolaan hutan Aceh;
c. memberikan pertimbangan dalam sosialisasi kebijakan
pengelolaan hutan Aceh;
d.

memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan


evaluasi pelaksanaan kebijakan pengelolaan hutan
Aceh;
e. memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan
pengkajian, perencanaan dan pengembangan tata cara
pengelolaan hutan Aceh;
f. memberikan pertimbangan dalam penyusunan alisis,
evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
menjaga dan melindungi hutan Aceh; dan
g. memberikan pertimbangan
dalam penyampaian
bimbingan, pengarahan, pengawasan dan rekomendasi
terhadap pemangku kepentingan yang melaksanakan
tugas menjaga kelestarian hutan Aceh.
Paragraf 9...

- 10 Paragraf 9
Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh
Pasal 53
Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh bertugas :
a.

memberikan pertimbangan dalam pengumpulan


informasi tentang keberadaan serta mengiventarisasi
khazanah dan kekayaan Aceh;

b.

memberikan pertimbangan dalam peregistrasian dan


reinventarisasi khazanah dan kekayaan Aceh;
memberikan
pertimbangan
dalam
kajian,
menganalisis, merancang, dan mengevaluasi kebijakan
pengelolaan, pelestarian, pengembangan, serta
pemanfaatan khazanah dan kekayaan Aceh;
memberikan pertimbangan dalam pembuatan
kebijakan umum tentang pengelolaan dan
pemanfaatan khazanah dan kekayaan Aceh;

c.

d.

e.

memberikan pertimbangan dalam


bimbingan,
pengarahan, rekomendasi, pengawasan, dan evaluasi
terhadap pemangku kepentingan tentang pengelolaan,
pelestarian, pengembangan, serta pemanfaatan
khazanah dan kekayaan Aceh; dan
f. menyampaikan infor masi dan laporan tentang
pengelolaan dan pemanfaatan khazanah dan kekayaan
Aceh kepada Wali Nanggroe.
Pasal 54

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 53, Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh
berfungsi:
a. pertimbangan dalam pengumpulan informasi tentang
keberadaan serta mengiventarisasi khazanah dan
kekayaan Aceh;
b.

pertimbangan dalam penyelenggaraan registrasi dan


reinventarisasi khazanah dan kekayaan Aceh;
c. pertimbangan dalam kajian, menganalisis, merancang,
dan mengevaluasi kebijakan pengelolaan, pelestarian,
pengembangan, serta pemanfaatan khazanah dan
kekayaan Aceh;
d.

e.

f.

pertimbangan dalam penyusunan kebijakan umum


tentang pengelolaan dan pemanfaatan khazanah dan
kekayaan Aceh;
pertimbangan
dalampemberian
bimbingan,
pengarahan, rekomendasi, pengawasan, dan evaluasi
terhadap pemangku kepentingan tentang pengelolaan,
pelestarian, pengembangan, serta pemanfaatan
khazanah dan kekayaan Aceh;
penyamp aian infor masi dan lapor an tentang
pengelolaan dan pemanfaatan khazanah dan kekayaan
Aceh kepada Wali Nanggroe; dan
g. pelaksanaan...

- 11 -

g. pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali


Nanggroe sesuai bidang tugasnya.
Pasal 55
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54, Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh
berwenang:
a. melakukan pertimbangan dalam inventarisasi
informasi tentang keberadaan serta mengiventarisasi
khazanah dan kekayaan Aceh;
b.

melakuka
pertimbangan dalam
registrasi dan
n
mereinventarisasi
khazanah dan kekayaan Aceh;

c.

memberikan pertimbangan dalam pelaksanaan kajian,


menganalisis, merancang, dan mengevaluasi kebijakan
pengelolaan, pelestarian, pengembangan, serta
pemanfaatan khazanah dan kekayaan Aceh;

d.

memberikan pertimbangan dalam penyiapan kebijakan


umum tentang pengelolaan dan pemanfaatan
khazanah dan kekayaan Aceh;

e.

memberikan pertimbangan dalam


penyampaian
bimbingan, pengarahan, rekomendasi, pengawasan,
dan evaluasi terhadap pemangku kepentingan tentang
pengelolaan,
pelestarian,
pengembangan,
serta
pemanfaatan khazanah dan kekayaan Aceh; dan
f. mempersiapkan informasi dan laporan tentang
pengelolaan dan pemanfaatan khazanah dan kekayaan
Aceh kepada Wali Nanggroe.
Paragraf 10
Majelis Pertambangan dan Energi
Pasal 56
Majelis Pertambangan dan Energi bertugas:
a.

memberi informasi tentang pertambangan, energi dan


sumber daya mineral Aceh kepada Wali Nanggroe;

b.

memberikan pertimbangan dalam penyiapan


kebijakan umum pengelolaan pertambangan, energi
dan sumber daya mineral Aceh;

c.

memberikan pertimbangan dalam sosialisasi kebijakan


pengelolaan pertambangan, energi dan sumber daya
mineral Aceh;
memberikan
pertimbangan
dalam
evaluasi
pelaksanaan kebijakan pengelolaan pertambangan,
energi dan sumber daya mineral Aceh;
memberikan pertimbangan dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara pengelolaan
pertambangan, energi dan sumber daya mineral Aceh;

d.

e.

c. memberikan...

- 12 -

f.

memberikan pertimbangan dalam analisis, evaluasi


dan rancangan kebijakan dalam rangka menjaga dan
melindungi pertambangan, energi dan sumber daya
mineral Aceh; dan

g.

memberikan pertimbangan dalam


bimbingan,
pengarahan, pengawasan dan rekomendasi terhadap
pemangku kepentingan yang melaksanakan tugas
pengelolaan pertambangan, energi dan sumber daya
mineral Aceh.
Pasal 57

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam
Pasal 56, Majelis Pertambangan dan Energi
berfungsi:
a. penyampaian informasi tentang pertambangan, energi
dan sumber daya mineral Aceh kepada Wali Nanggroe;
b. pemberian pertimbangan dalam penyusunan kebijakan
umum pengelolaan pertambangan, energi dan sumber
daya mineral Aceh;
c.

pemberian pertimbangan dalam


penyelenggaraan
sosialisasi kebijakan pengelolaan pertambangan, energi
dan sumber daya mineral Aceh;

d.

pemberian pertimbangan dalam


penyelenggaraan
evaluasi
pelaksanaan
kebijakan
pengelolaan
pertambangan, energi dan sumber daya mineral Aceh;
e. pemberian
pertimbangan
dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara pengelolaan
pertambangan, energi dan sumber daya mineral Aceh;
f.

pemberian pertimbangan dalam penyiapan analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
menjaga dan melindungi pertambangan, energi dan
sumber daya mineral Aceh;
g. pemberian
pertimbangan
dalam
penyampaian
bimbingan, pengarahan, pengawasan dan rekomendasi
terhadap pemangku kepentingan yang melaksanakan
tugas pengelolaan pertambangan, energi dan sumber
daya mineral Aceh; dan
h. pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali
Nanggroe sesuai bidang tugasnya.
Pasal 58
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57, Majelis Pertambangan dan Energi
berwenang:
a. menyampaikan informasi tentang pertambangan, energi
dan sumber daya mineral Aceh kepada Wali Nanggroe;
b.

memberikan pertimbangan dalam penyiapan kebijakan


umum pengelolaan pertambangan, energi dan sumber
daya mineral Aceh;
c. memberikan...

- 13 c. memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraaan


sosialisasi kebijakan pengelolaan pertambangan, energi
dan sumber daya mineral Aceh;
d. memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan
evaluasi
pelaksanaan
kebijakan
pengelolaan
pertambangan, energi dan sumber daya mineral Aceh;
e.

memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan


pengkajian, perencanaan dan pengembangan tata cara
pengelolaan pertambangan, energi dan sumber daya
mineral Aceh;

f. memberikan pertimbangan dalam penyusunan analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
menjaga dan melindungi pertambangan, energi dan
sumber daya mineral Aceh; dan
g.

memberikan pertimbangan dalam


bimbingan,
pengarahan, pengawasan dan rekomendasi terhadap
pemangku kepentingan yang melaksanakan tugas
pengelolaan pertambangan, energi dan sumber daya
mineral Aceh.
Paragraf 11
Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan
Pasal 59

Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan bertugas:


a. memberi
informasi
tentang
penyelengaraan
kesejahteraan sosial dan kesehatan kepada Wali
Nanggroe;
b.

memberikan pertimbangan dalam


penyiapan
kebijakan umum penyelengaraan kesejahteraan sosial
dan kesehatan Aceh;

c. memberikan pertimbangan dalam sosialisasi kebijakan


penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh;
d.

e.

f.

g.

memberikan
pertimbangan
dalam
evaluasi
pelaksanaan kebijakan penyelengaraan kesejahteraan
sosial dan kesehatan Aceh;
memberikan pertimbangan dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh;
memberikan pertimbangan dalam analisis, evaluasi
dan
rancangan
kebijakan
dalam
rangka
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh; dan
memberikan pertimbangan dalam
bimbingan,
pengarahan, pengawasan dan rekomendasi terhadap
pemangku kepentingan yang melaksanakan tugas
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh.
Pasal 60...

- 14 Pasal 60
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59, Majelis Kesejahtera an Sosial dan
Kesehatan berfungsi :
a. penyampaian informasi tentang penyelengaraan
kesejahteraan sosial dan kesehatan kepada Wali
Nanggroe;
b. pemberian pertimbangan dalam penyusunan kebijakan
umum penyelengaraan kesejahteraan sosial dan
kesehatan Aceh;
c.

pemberian pertimbangan dalam


penyelenggaraan
sosialisasi kebijakan penyelengaraan kesejahteraan
sosial dan kesehatan Aceh;

d.

pemberian pertimbangan dalam


penyelenggaraan
evaluasi pelaksanaan kebijakan penyelengaraan
kesejahteraan sosial dan kesehatan Aceh;
e. pemberian
pertimbangan
dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh;
f.

pemberian pertimbangan dalam penyiapan analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh;
g. pemberian
pertimbangan
dalam
pelaksanaan
penyampaian bimbingan, pengarahan, pengawasan dan
rekomendasi terhadap pemangku kepentingan yang
melaksanakan tugas penyelengaraan kesejahteraan
sosial dan kesehatan Aceh; dan
h. pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang diberikan Wali
Nanggroe sesuai bidang tugasnya.
Pasal 61
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60, Majelis Kesejahteraan Sosial dan
Kesehatan berwenang :
a.

menyampaikan informasi tentang penyelengaraan


kesejahteraan sosial dan kesehatan kepada Wali
Nanggroe;

b.

memberikan pertimbangan dalam


penyusunan
kebijakan umum penyelengaraan kesejahteraan sosial
dan kesehatan Aceh;
c. memberikan pertimbangan dalam
peyelenggaraaan
sosialisasi kebijakan penyelengaraan kesejahteraan
sosial dan kesehatan Aceh;
d. memberikan pertimbangan dalam
peyelenggaraaan
evaluasi pelaksanaan kebijakan penyelengaraan
e. memberikan...

kesejahteraan sosial dan kesehatan Aceh;

- 16 e.

memberikan pertimbangan dalam


peyelenggaraaan
pengkajian, perencanaan dan pengembangan tata cara
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh;

f. memberikan pertimbangan dalam penyusunan analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
penyelengaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan
Aceh; dan
g. memberikan pertimbangan dalam penyampaian
bimbingan, pengarahan, pengawasan dan rekomendasi
terhadap pemangku kepentingan yang melaksanakan
tugas penyelengaraan kesejahteraan sosial dan
kesehatan Aceh.
Paragraf 12
Maj elis Perempuan
Pasal 62
Majelis Perempuan bertugas:
a. memberi informasi tentang pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak kepada Wali Nanggroe;
b. memberikan pertimbangan dalam penyiapan
kebijakan umum pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh;
c.

d.

e.

f.

g.

memberikan
pertimbangan
dalam
sosialisasi
kebijakan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh, serta pencegahan kekerasan
dalam rumah tangga;
memberikan
pertimbangan
dalam
evaluasi
pelaksanaan kebijakan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh;
memberikan
pertimbangan dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh;
memberikan pertimbangan dalam analisis, evaluasi
dan
rancangan
kebijakan
dalam
rangka
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh; dan
memberikan pertimbangan dalam bimbingan,
pengarahan, pengawasan dan rekomendasi terhadap
pemangku kepentingan yang melaksanakan tugas
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh.
Pasal 63

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 62, Majelis Perempuan berfungsi:
a. pelaksanaan
informasi
tentang pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak kepada Wali
Nanggroe;
b.

pemberian pertimbangan dalam


kebijakan umum
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
c. pemberian...

Aceh;

- 18 c.

pemberian pertimbangan dalam sosialisasi kebijakan


pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Aceh
serta pencegahan kekerasan dalam rumah tangga;
d. pemberian pertimbangan dalam evaluasi pelaksanaan
kebijakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak Aceh;
e. pemberian
pertimbangan
dalam
pengkajian,
perencanaan dan pengembangan tata cara
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh;
f.

pemberian pertimbangan dalam penyiapan analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh; dan
g. pemberian
pertimbangan
dalam
pelaksanaan
penyampaian bimbingan, pengarahan, pengawasan dan
rekomendasi terhadap pemangku kepentingan yang
melaksanakan tugas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh.
Pasal 64
Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 63, Majelis Perempuan berwenang:
a.

menyampaikan informasi tentang pemberdayaan


perempuan dan perlindungan anak kepada Wali
Nanggroe;

b.

memberikan pertimbangan dalam persiapan kebijakan


umum pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak Aceh;

c.

memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan


sosialisasi kebijakan pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh serta pencegahan kekerasan
dalam rumah tangga;

d.

memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraaan


evaluasi pelaksanaan kebijakan pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak Aceh;

e.

memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraaan


pengkajian, perencanaan dan pengembangan tata cara
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh;

f.

memberikan pertimbangan dalam penyusun analisis,


evaluasi dan rancangan kebijakan dalam rangka
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
Aceh; dan

g.

memberikan pertimbangan dalam


penyampaian
bimbingan, pengarahan, pengawasan dan
rekomendasi terhadap pemangku kepentingan yang
melaksanakan tugas pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak Aceh.
9. Diantara...

- 19 9.

Diantara Pasal 64 dan Pasal 65, disisipkan 1 (satu) pasal


baru, yakni Pasal 64A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 64A
Hasil dari tugas, fungsi dan kewenangan Lembaga
Fungsional Wali Nanggroe disampaikan kepada Wali
Nanggroe melalui Waliyulahdi sebagai bahan
pertimbangan Wali Nanggroe dalam menjalankan tugas,
fungsi dan kewenangannya.

10. Ketentuan Pasal 117 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah,
sehingga Pasal 117 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 117
(1)
(2)

Masa jabatan Wali Nanggroe selama 5 (lima) tahun,


terhitung sejak tanggal pengukuhan.
Masa jabatan Waliyulahdi, Majelis Tuha Peuet Wali
Nanggroe dan Majelis Fatwa selama 5 (lima) tahun,
terhitung sejak tanggal pengukuhan.

(3)

Masa jabatan Majelis Tuha Lapan Wali Nanggroe,


Majelis Ekonomi Aceh, Bentara, Majelis Hutan Aceh,
Majelis Khazanah dan Kekayaan Aceh, Majelis
Pertambangan dan Energi, Majelis Kesejahteraan
Sosial dan Kesehatan dan Majelis Perempuan selama 5
(lima) Tahun, terhitung sejak tanggal pengukuhan.

(4)

Masa jabatan Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA),


Majelis Adat Aceh (MAA), Majelis Pendidikan Aceh
(MPA), dan Baitul Mal Aceh (BMA) selama 5 (lima)
tahun sedangkan untuk pertama kali sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 8 ayat (6) dan mengacu pada
masa jabatan sebagaimana ditetapkan dalam Qanun
Aceh pembentukan masing-masing lembaga.

11. Ketentuan Pasal 118 ayat (1) diubah dan ayat (2) dihapus,
sehingga Pasal 118 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 118
(1) Wali Nanggroe memegang jabatan selama 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) dan
dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya
untuk satu kali masa jabatan.
(2) Dihapus.

12. Judul...

- 20 12. Judul BAB VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :


BAB VIII
TATA KERJA DENGAN
PEMERINTAH/DPR-RI/DPD-RI/
PEMERINTAHAN ACEH DAN LEMBAGA LAINNYA
13. Ketentuan Pasal 123 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) diubah, sehingga Pasal 123 berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 123
(1) Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30 dan
Pasal 31, Wali Nanggroe dapat melakukan hubungan
kerja yang bersifat:
a. kolegial;
b. konsultatif; dan
c. advokatif.
(2) Kolegial sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan
dalam proses pembangunan dan pembe rdayaan
masyarakat Aceh.
(3) Konsultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dalam
penyelenggaraan kehidupan adat istiadat dan penyatuan
masyarakat Aceh.
(4) Advokatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dimaksudkan untuk memberikan masukan substansial
untuk percepatan pembangunan Aceh.
14. Pasal 124 sampai dengan Pasal 127 dihapus.
15. Ketentuan Pasal 129 ayat (4) diubah, sehingga Pasal 129
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 129
(1) Anggaran belanja Lembaga Wali Nanggroe terdiri dari:
a. belanja tidak langsung; dan
b. belanja langsung.
(2) Belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. belanja personil; dan
b. belanja non personil.
(3) Belanja langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b diperuntukan bagi pelaksanaan program dan
kegiatan Kelembagaan Wali Nanggroe.
(4) Belanja...

- 21 (4) Belanja personil dan non personil sebagaimana


dimaksu d pada ayat (2) disusu n ber dasar kan
kebutuhan yang dibebankan pada APBN dan APBA
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
16. Ketentuan Pasal 130 ayat (3) diubah, ayat (4) dan ayat (5)
dihapus, sehingga Pasal 130 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 130
(1) Harta kekayaan Lembaga Wali Nanggroe merupakan
benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang
telah dipisahkan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah
Aceh.
(2) Benda bergerak dan benda tidak bergerak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang sumber dananya berasal
dari APBA/APBN berlaku sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan.
(3) Benda bergerak atau benda tidak bergerak dari
peninggalan sejarah Aceh dan aset peninggalan
kerajaan lama yang dikembalikan kepada rakyat Aceh
baik yang berada di dalam maupun di luar negeri
pemanfaatan dan perlindungannya berada dalam
tanggungjawab Wali Nanggroe.
(4) Dihapus.
(5) Dihapus.
17. Ketentuan Pasal 131 ayat (2) diubah, sehingga Pasal 131
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 131
(1) Wali Nanggroe, Waliyulahdi, Majelis Tinggi, dan Majelis
F u n g s io n a l k ar e n a k e d u d u k a n d a n t u g a s n y a
memperoleh tunjangan yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), yaitu:
a. tunjangan representasi;
b. tunjangan jabatan;
c. tunjangan keluarga;
d. tunjangan asuransi;
e. tunjangan transportasi;
f.

tunjangan kesehatan; dan

g. tunjangan pakaian dinas. (2) Besaran rincian


terhadap tunjangan sebagaimana

18. Ketentuan...

dalam Peraturan

dimaksud pada ayat (1) diatur


Gubernur.

- 23 18. Ketentuan Pasal 132, ditambah 1 (satu) ayat baru, yakni


ayat (7), sehingga Pasal 132 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 132
(1) Pada saat Qanun ini berlaku, semua ketentuan yang
ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan Qanun ini.
(2) Wali Nanggroe I sampai dengan VIII dan Waliyulahdi
yang telah ada sebelum Qanun ini diundangkan tetap
diakui.
(3) T ur u n a n Wali N an ggr oe I sa m p ai de n ga n VI I
sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bahagian tidak terpisahkan dengan Qanun
ini.
(4) Almarhum Dr. Tengku Hasan Muhammad di Tiro
adalah Wali Nanggroe VIII.
(5) Waliyulahdi pada masa Wali Nanggroe VIII Dr. Tengku
Hasan Muhammad di Tiro sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) adalah Tengku Malik Mahmud Al-Haytar.
(6) Sejak berpulang ke Rahmatullah Wali Nanggroe
Dr . Te ng k u H as an M u h a m m a d di Tir o, m a ka
Waliyulahdi Tengku Malik Mahmud Al -Haytar
ditetapkan sebagai Wali Nanggroe IX.
(7) Pengukuhan Tengku Malik Mahmud Al-Haytar sebagai
Wali Nanggroe IX sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPRA yang
bersifat istimewa.
19. Ketentuan Pasal 134 diubah, sehingga Pasal 134 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 134
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang
kewenangan kelembagaan Wali Nanggroe, peraturan
pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam Reusam Wali
Nanggroe.
(2) Hal-hal yang belum diatur dalam Qanun ini sepanjang di
luar kewenangan kelembagaan Wali Nanggroe, peraturan
pelaksanaanya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Gubernur.

Pasal II...

- 24 Pasal II
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ag ar se tia p or a ng me nge ta h ui n ya, m e mer i nt a h ka n
pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Aceh.
Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal 13 Desember 2013
9 Shafar 1435
GUBERNUR ACEH,

ZAINI ABDULLAH
Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal 13 Desember 2013
9 Shafar 1434
SEKRETARIS DAERAH ACEH,

DERMAWAN

LEMBARAN ACEH TAHUN 2013 NOMOR 9.


PENJELASAN
QANUN ACEH
NOMOR 9 TAHUN 2013
TENTANG
PERUBAHAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2012
TENTANG LEMBAGA WALI NANGGROE
I. UMUM
Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Pasal
18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus
atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia
menempatkan Aceh sebagai satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat istimewa
dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh
yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi
Dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh di masa berperang melawan
penjajah Belanda, Ketuha Madjelis Tuha Peuet Aceh menyerahkan perangkat
Kerajaan Aceh kepada Wali Nanggroe yang terjadi pada tanggal 28 Januari 1874.
Kerajaan Aceh telah mempunyai wilayah, pemerintahan dan penduduk
sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1 9 4 5 t el a h b er p er a n m e m b e r i k a n s u m b a n g s i h y a n g b es ar d a l a m
mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
Dalam sejarah perjuangan Indonesia, dimana dalam agresi militer kedua
tahun 1949 melawan penjajah Belanda, Aceh adalah satu satunya daerah yang
tetap tidak dapat ditaklukkan sehingga menjadi modal kemerdekaan Indonesia
secara de facto dan de jure.
Akibat konflik berkepanjangan di Aceh sejak tahun 1953-1959 dan 19762005 yang diakhiri dengan lahirnya Nota Kesepahaman (Memorandum of
Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang
ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 menandakan kilas baru sejarah
perjalanan Provinsi Aceh dan kehidupan masyarakatnya menuju keadaan yang
damai, adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Hal yang patut dipahami
bahwa Nota Kesepahaman adalah suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat
menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan.
Pengaturan keberadaan Lembaga Wali Nanggroe dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) danc juga dalam
Qanun Aceh tentang Lembaga Wali Nanggroe ini, tidaklah dimaksudkan sebagai
nostalgia dan upaya kembali ke masa lalu, tetapi harus diartikan sebagai
apresiasif...

- 26 apresiatif respon terhadap nilai-nilai yang pernah ada, terutama dalam hal
penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana tertuang dalam Qanun Al-Asyi
Kerajaaan Atjeh Darussalam untuk kita kembangkan menjadi nilai baru yang
mampu merespon perkembangan masa kini.
Keberadaan Lembaga Wali Nanggroe beserta dengan perangkat dan
lembaga adat harus mampu memperkuat dan menyempurnakan kekurangan
kepemimpinan pemerintahan formal, guna mewujudkan Aceh baru yang maju
dan modern, namun tetap berpijak pada nilai-nilai luhur yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat.
Terbentuknya Lembaga Wali Nanggroe sebagai salah satu wujud
kekhususan Aceh, harus mampu melahirkan nilai tambah dalam pengelolaan
kehidupan kemasyarakatan baru, menghadapi dampak negatif dari era
globalisasi yang kini sedang berlangsung.
Lembaga Wali Nanggroe beserta perangkat dan lembaga adat memiliki
kewibawaan subtansial harus menjadi kekuatan alternatif dalam penyelesaian
berbagai masalah kemasyarakatan ketika kekuasaan formal tidak mampu
melakukannya.

II. PASAL DEMI PASAL


Pasal I
Angka 1
Pasal 2
Cukup Jelas.
Angka 2
Pasal 3
Cukup Jelas.
Angka 3
Pasal 4
Cukup Jelas.
Angka 4
Cukup Jelas.
Angka 5
Pasal 17
Cukup Jelas.
Angka 6
Pasal 29
Cukup Jelas.
Angka 7
Pasal 44
Cukup Jelas.
Pasal 45...

- 27 Pasal 45
Cukup Jelas.
Pasal 46
Cukup Jelas.
Angka 8
Pasal 50
Cukup Jelas.
Pasal 51
Cukup Jelas.
Pasal 52
Cukup Jelas.
Pasal 53
Cukup Jelas.
Pasal 54
Cukup Jelas.
Pasal 55
Cukup Jelas.
Pasal 56
Cukup Jelas.
Pasal 57
Cukup Jelas.
Pasal 58
Cukup Jelas.
Pasal 59
Cukup Jelas.
Pasal 60
Cukup Jelas.
Pasal 61
Cukup Jelas.
Pasal 62
Cukup Jelas.
Pasal 63
Cukup Jelas.
Pasal 64
Cukup Jelas.
Angka 9
Pasal 64A
Cukup Jelas.
Angka 10
Pasal 117
Cukup Jelas.

Angka 11...

- 28 Angka 11
Pasal 118
Cukup Jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 123
Cukup Jelas.
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 129
Cukup Jelas.
Angka 16
Pasal 130
Cukup Jelas.
Angka 17
Pasal 131
Cukup Jelas.
Angka 18
Pasal 132
Cukup Jelas.
Angka 19
Pasal 134
Cukup Jelas.
Pasal II
Cukup Jelas

- 29 TAMBAHAN LEMBARAN ACEH NOMOR 53.

Anda mungkin juga menyukai