Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. TROMBOSIT
2.1.1.Produksi Trombosit
Sel trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit sumsum
tulang. Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi
dari sel induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi
inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan
penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai stadium dalam
perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi
granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan
mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membrane pembatas
trombosit.

tiap sel megakariosit menghasilkan 1000-1500 trombosit. Sehingga

diperkirakan akan dihasilkan 35.000/ul trombosit per hari. Interval waktu semenjak
diferensiasi sel induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari.2,25,26
Jumlah sel trombosit yang bersirkulasi dalam darah tepi sangat tergantung
jumlah sel megakariosit, volume sitoplasma megakariosit, umur trombosit dan
sekuestrasi oleh limpa. Progenitor megakariosit CFU-Mega meningkat atau menurun
sebagai respon terhadap megakariosit26,27
Trombopoetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh hati
dan ginjal. Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoetin (C-MPL) dan
mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar trombopoetin tinggi pada
trombositopenia akibta aplasia sumsum tulang. Trombopetin meningkatkan jumlah
dan kecepatan maturasi megakariosit. Jumlah trombosit mulai meningkat 6 hari

Universitas Sumatera Utara

setelah dimulainya terapi dan tetap tinggi selama 7-10 hari. Interleukin-11 juga dapat
meningkatkan trombosit dalam sirkulasi.2,27,28
Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109/l (rentang 150-400 x 109/l)
dan lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga sepertiga dari
trombosit produksi sumsum tulang dapat terperangkap dalam limpa yang normal,
tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus splenomegali berat.2,27,29
2.1.2.Struktur Trombosit
Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi
trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GP Ia). Glikoprotein
Ib dan IIb/IIIa penting dalam perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF)
dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen
yang penting dalam agregasi trombosit.27,28,29
Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk
suatu sistem membrane (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif
yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid
membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa
dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa).27,28,29
Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP,ATP
dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung
antagonis heparin, faktor pertumbuhan (PDGF), -tromboglobulin, fibrinogen, vWF.
Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hifrolitik, dan
peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula
dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular27,28,29.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Fungsi Trombosit


Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon
hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa trombosit, dapat terjadi
kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa
adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting
untuk fungsinya.29,30,31
2.1.4.Pembentukan Sumbat Trombosit Hemostatik Primer
Agar dapat terjadi hemostasis primer yang normal, dan agar trombosit
memenuhi tugasnya membentuk sumbat trombosit inisial, maka harus terdapat
trombosit dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, dan trombosit tesebut harus
berfungsi normal. Fungsi hemostasis normal memerlukan peran serta trombosit
yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat
hemostatik primer. Hal ini melibatkan, pada awalnya, adhesi trombosit, agregasi
trombosit dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit
lain.1,3,29,31,34,35
2.1.4.1.Adhesi Trombosit
Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat
subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke kolagen
subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit melibatkan suatu
interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan jaringan yang terpajan atau
cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor
von Willebrand, yang memiliki hubungan yang integral dan kompleks dengan faktor
koagulasi antihemofilia VIII plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein
Ib membrane trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya
lekat trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel

Universitas Sumatera Utara

atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik primer
atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen trombosit lain
menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah oleh proses agregasi
trombosit.30,31,32,33
2.1.4.2.Agregasi
Agregasi adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain untuk
membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan
pembebasan ADP dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini
disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya
trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi
gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi
berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat.
Gelombang agregasi sekunder merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan
perubahan bentuk awal dan agregasi primer masih reversible.30,31,32,33
In vitro, agregasi dapat dipicu dengan reagen ADP, thrombin, epinefrin,
serotonin, kolagen atau antibiotik ristosetin.
Agregasi in vitro juga terjadi dalam dua fase :
1. Agregasi primer atau reversible
2. Agregasi sekunder atau ireversibel.
Pengikatan ADP yang dibebaskan dari trombosit aktif ke membrane trombosit
akan mengaktifkan enzim fosfolipase, yang menghidrolisis fosfolipid di membrane
trombosit untuk menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat adalah precursor
mediator kimiawi yang sangat kuat baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi
yang terlibat dalam jalur prostaglandin. Melalui proses ini, asam arakidonat diubah di
sitoplasma trombosit oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida siklik,

Universitas Sumatera Utara

PGG2 dan PGH2. Stimulator kuat untuk agregasi trombosit, senyawa tromboksan
A2,

dihasilkan

oleh

kerja

enzim

tromboksan

sintetase

pada

berbagai

endoperoksidase siklik ini. Tromboksan A2 adalah senyawa yang sangat aktif, tetapi
tidak stabil yang mengalami penguraian menjadi tromboksan B2 yang stabil dan
inaktif. Tromboksan A2 juga merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mencegah
pengeluaran darah lebih lanjut dari pembuluh yang rusak.30,31,32,33
2.1.4.3.Reaksi Pembebasan
Pemajanan kolagen atau kerja thrombin menyebabkan sekresi isi granul
trombosit yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, -tromboglobulin
dan factor trombosit 4. Kolagen dan thrombin mengaktifkan sintesis prostaglandin
trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein
melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (menyebabkan pelepasan ion kalsium
intrasel) menyebabkan terbentuknya tromboksan A2.30,31,33
Agregasi primer melibatkan perubahan bentuk trombosit dan disebabkan oleh
kontraksi mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit sekunder melibatkan
terutama pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat di dalam granula
padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama ketiga trombosit, yaitu reaksi
pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh peningkatan kalsium intrasel,
yang semakin mengaktifkan dan meningkatkan pembebasan tromboksan A2.
Tromboksan A2 memperkuat agregasi trombosit serta mempunyai aktivitas
vasokonstriksi

yang

kuat.

Reaksi

pelepasan

dihambat

oleh

zat-zat

yang

meningkatkan kadar cAMP trombosit, salah satunya adalah prostasiklin (PGI2) yang
disintesis oleh sel endotel vascular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi
trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vascular
normal.30,31,33

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.4.Aktivitas Prokoagulan Trombosit


Setelah agregasi trombosit dan reaksi pelepasan, fosfolipid membrane yang
terpajan (factor trombosit 3) tersedia untuk 2 jenis reaksi dalam kaskade koagulasi.
Kedua reaksi yang diperantarai fosfolipid ini bergantung pada ion kalsium. Reaksi
pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa dan X dalam pembentukan faktor Xa.
Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan thrombin dari interaksi
factor Xa, Va dan protrombin. Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal
untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting.3,31,33
2.1.4.5.Agregasi Trombosit Irreversibel
Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi
pelepasan dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversible pada
trombosit yang beragregasi [ada lokasi cedera vascular. Trombin juga mendorong
terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat
trombosit yang terbentuk.3,31,33
2.2.AGREGASI TROMBOSIT
Tahun 1962 O`Brien dan Born menemukan instrument untuk mengukur
agregasi trombosit yang memakai dasar turbidimetri. Alat ini distandarisasi memakai
plasma kaya trombosit (PRP) sebagai 0% agregasi dan plasma miskin trombosit
(PPP) sebagai 100% agregasi. Dicatat transmisi cahaya yang melalui cuvet berisi
suspensi trombosit yang diaduk pada suhu 37C. Bila terbentuk aggregate setelah
penambahan agonis, dijumpai peningkatan transmisi cahaya. Respon agregasi
trombosit dihitung dengan membagi jarak dari baseline ke agregasi maksimal
dengan jarak dari baseline ke agregasi 100%. Agonis yang berbeda menghasilkan
pola agregasi yang berbeda. Pola agregasi trombosit dikenal respon primer terhadap
penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti respon sekunder dari pelepasan

Universitas Sumatera Utara

adenine nukleotida yang terdapat dalam granula padat trombosit. Respon tersebut
dikenal sebagai gelombang pertama dan kedua. Respon bifasik ini dapat tidak
terlihat pada penambahan agonis konsentrasi tinggi. Dengan agonist kolagen, pola
agregasi menggambarkan adhesi trombosit dengan fibril kolagen diikuti agregasi
trombosit. Aspirin dapat menghambat agregasi trombosit dengan agonis kolagen
dosis rendah, tetapi pada dosis yang lebih tinggi agregasi masih terjadi. 19,36,37
2.2.1.Variabel Pemeriksaa Agregasi trombosit19,36,38,39
2.2.1.1.Venapunksi
Sampel pasien dewasa diambil dengan jarum 18-21 G dan syringe plastic.
Untuk kasus pediatric, dipakai jarum 23-25 G.
2.2.1.2.Antikoagulan
Sitrat
Sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered dan non buffered) dengan
rasio 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan merupakn antikoagulan pilihan
untuk pemeriksaan agregasi trombosit. Sebaiknya tidak memakai Vacutainer karena
dikhawatirkan dapat terjadi aktivasi trombosit oleh tekanan shear vakum. Beberap
laboratorium mengkoreksi hematokrit, terutama bila nilai hematokritnya terlalu tinggi
atau rendah. Hardisty dkk menemukan bahwa pada orang dengan nilai hematokrit
yang tinggi, diperlukan lebih banyak agonist oleh karena kurangnya jumlah kalsium
bebas yang terdapat di plasma.

Heparin
Heparin menghambat pembentukan dan aktivitas thrombin melalui ikatan
dengan antitrombin III. Dapat dipakai untuk pemeriksaan trombosit, tetapi pada
banyak pasien, jumlah trombosit PRP lebih rendah. Dpat dijumpai agregasi spontan

Universitas Sumatera Utara

dengan adanya heparin, oleh karena itu heparin buka merupakan pilihan untuk
pemeriksaan agregasi trombosit.
EDTA
Agregasi trombosit tergantung adanya kalsium bebas di plasma, EDTA tidak
cocok untuk pemeriksaan agregasi.
PPACK
d-phenylalanine-proline-arginine

chloromethyl

ketone

(PPACK),

suatu

antitrombin, mulai dipakai untuk pemeriksaan inhibisi trombosit oleh antagonist Gp


IIb/IIIa.
ACD
Antikoagulan ini menurunkan ph PRP 6,5; karena itu tidak sesuai untuk
pemeriksan agregasi.
ACD-A
Mempertahankan pH PRP 7,3; dapat dipakai untuk pemeriksaan agregasi.
2.2.1.3.Tabung kaca vs plastic
Penyiapan trombosit untuk pemeriksaan agregasi harus dilakukan dengan
memakai tabung plastic atau tabung kaca yang dilapisi silicon. Bila memakai tabung
yang tidak dilapisi, akan terjadi aktivasi trombosit.
2.2.1.4.Koreksi Jumlah Trombosit
Ada berbagai pendapat mengenai perlunya standarisasi jumlah trombosit
PRP. Respon agregasi dapat bervariasi berhubungan dengan jumlah trombosit.
2.2.1.5. Kontaminasi sel darah medah dan lipemia
Pemeriksaan agregasi trombosit berdasarkan transmisi optick adanya bahan
kontaminan seperti sel darah merah atau lemak, dapat mempengaruhi kemampuan
agregometer untuk mengukur agregasi trombosit. Sel darah meah yang lisis akan

Universitas Sumatera Utara

melepaskan ADP, menyebabkan trombosit menjadi refrakter setelah penambahan


ADP eksogen.
2.2.1.6.pH
Agregasi trombosit adalah pH sensitif. Ketika mempersiapkan bahan untuk
pemeriksaan agregasi, pH harus dipertahankan antara 7,2 dan 8,0. Bila pH plasma
dibawah 6,4 tidak terjadi agregasi; dan pada pH diatas 8,0 dapat terjadi agregasi
spontan. Perubahan pH terjadi melaui difusi CO2 dari plasma; karena itu tabung
PRP harus ditutup. Saline isotonic merupakan diluents pilihan utnuk agonist.
2.2.1.7.Temperatur
Pemeriksaan agregasi harus dilakukan pada suhu 37C agar menyerupai
suasana in vivo.
2.2.1.8.Kecepatan Putaran Agregometer
Supaya terjadi agregasi, trombosit harus kontak satu sama lain. Bila
ditambahkan agonis pada trombosit yang tidak diputar, tidak akan terjadi agregasi.
Kecepatan putaran optimal berdasarkan tinggi kolum PRP, diameter kuvet dan
ukuran stir bar yang dipakai. Tiap pabrik memilki rekomendasi kecepatan putaran
optimal masing-masing.
2.2.1.9. Waktu Pemeriksaan
Sebaiknya pemeriksaan agregasi trombosit dikerjakan dalam 3 jam setelah
sampel diambil.
2.2.2.AGONIST19,36-39
2.2.2.1.ADP
Kadar 1-10 M ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit.
Kadar ADP yang rendah (1-3 M) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau
kurva bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan

Universitas Sumatera Utara

trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 M) dapat menutupi
respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon bifasik
karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Aspirin akan
menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur
sikooksigenase dan pelepasan isi granul.19,36,39
2.2.2.2.Epinefrin
Biasanya dipakai epinefrin 5-10 M untuk pemeriksaan agregasi. Dijumpai
gelombang pertama yang kecil, kadang diikuti respon sekunder yang lebih besar.
Gelombang kedua ini dihambat oleh aspirin, obat anti inflamasi non steroid,
antihistamin, beberapa antibiotik.19,36,37
2.2.2.3.Kolagen
Biasanya dipakai kadar 1-5 g/ml. Kolagen adalah agonist yang paling kuat.
Agregasi trombosit yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase sekitar 1 menit,
dimana pada saat itu trombosit berikatan pada fibril kolagen, mengalami perubahan
bentuk dan reaksi pelepasan. Respon agregasi yang diukur adalah gelombang
kedua setelah aktivasi dan pelepasan trombosit. Pada kadar kolagen yang rendah,
respon agregasi trombosit dapat dihambat aspirin dan obat anti trombosit lain.19,37,38
2.2.2.4.Asam Arakidonat
Dengan siklooksigenase, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan A2.
Aspirin menghambat jalur siklooksigenase dan respon agregasi terhadap asam
arakidonat. Pasien yang mengkonsumsi aspirin atau anti trombosit lain, penderita
gangguan pelepasan atau Glanzman tromboastenia akan memberikan hasil
abnormal agregasi trombosit yang diinduksi asam arakidonat. Pasien dengan SPD
menunjukkan respon agregasi asam arakidonat yang normal 19,37

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.5.Ristocetin
Pada trombosit normal, antibiotic ristocetin dengan kadar 1,5 mg/ml,
menyebabkan agregasi trombosit yang trgantung GpIb/VWF. Bila responnya
abnormal, dicurigai penyakit von Willebrand atau sindroma Bernard Soulier (tidak
ada kompleks GpIb-IX-V)19,37
2.2.2.6.Trombin
Trombin adalah agonist trombosit yang sangat poten. Peptida sintetik GlyPro-Arg-Pro (GPRP) menghambat polimerisasi fibrin yang diinduksi thrombin,
sehingga dapat terjadi agregasi trombosit yang diinduksi thrombin. -trombin dengan
kadar 0,1-0,5 U/ml dapat dipakai untuk mengakivasi trombosit, baik yang washed
atau gel-filtered.19,37,38
2.2.2.7. TRAP
Thrombin receptor activating peptide (TRAP) adalah peptide sintetik yang
berikatan dengan sekuens asam amino N-terminal dari tethered ligand yand
dibentuk

setelah

hidrolisis

thrombin

protease

activatedreceptor

(PAR1).

Penambahan TRAP 10 M menyebabkan aktivasi respon trombin yang sangat kuat


tanpa pemecahan fibrinogen dan pembentukan clot. Pada umumnya trombosit
menunjukkan respon agregasi normal terhadap TRAP kecuali pada Glanzmann
thromboasthenia. Sekarang ini TRAP dipakai untuk memonitor efek farmakodinamik
anti trombosit baru yang menghambat ikatan fibrinogen dengan trombosit atau yang
mengganggu reseptor PAR di trombosit.19,37,38

Universitas Sumatera Utara

2.2.3. Obatan-obatan Yang Mempengaruhi Agregasi Trombosit19,36,41,42


2.2.3.1.Antibiotik
Antibiotik yang memiliki struktur gugus -lactam seperti penisilin dan
sefalosporin, dapat mempengaruhi fungsi trombosit. Mekanismenya diduga akibat
perubahan

membrane

yang

menghambat

interaksi

reseptor-agonist

atau

mempengaruhi influks kalsium.19,36


2.2.3.2.Dipyridamole
Dipyridamole adalah pyrimidopyrimidine yang menghambat uptake adenosine
dalam trombosit, sel endotel dan eritrosit. Hambatan ini menyebabkan peningkatan
lokal

kadar

adenosine

yang

menstimulasi

adenilat

siklase

trombosit

dan

meningkatkan kadar cyclic 3`,5`-adenosine monophosphate (cAMP). Peningkatan


cAMP mengurangi kemampuan agregasi trombosit.19,36,41
2.2.3.3.Fibrinolitik
Fibrinolisis dan pembentukan fibrin degradation product (FDP) berhubungan
dengan agregasi trombosit. FDP bersaing dengan fibrinogen untuk berikatan dengan
membrane trombosit dan mengganggu agregasi trombosit. Satu penelitian pada
pasien yang mendapat tenecteplase dan alteplase menunjukkan inhibisi bermakna
agregasi

trombosit

pada

pemeriksaan

agregasi.

Penelitian

lain

yang

membandingkan reteplase, alteplase dan streptokinase, dijumpai inhibisi agregsi


trombosit pada ketiga kelompok. Pengurangan kadar fibrinogen plasma dan
gangguan ikatan fibrinogen-Gp IIb/IIIa berkorelasi dengan beratnya defek agregasi
trombosit.19,36,41
2.2.3.4.Dextran
Pemeberian dekstran intravena dapat menyebabkan menurunnya fungsi
trombosit. Pada pasien penyakit arteri perifer, Dextran 40 mengurangi agregasi

Universitas Sumatera Utara

trombosit spontan dan yang diinduksi agonist serta ekspresi marker aktivasi seperti
P-selectin.19,36,42
2.2.3.5.Anestesi
Anestesi seperti lidokain, dibukain, kokain menyebabkan efek langsung pada
membrane trombosit. Penambahan kokain pada trombosit in vitro menyebabkan
berkurangnya ikatan fibrinogen dengan reseptor Gp IIb-IIIa.19
2.2.3.6.Inhibitor Trombin
Trombin sangat penting dalam patofisiologi sindroma koroner akut. Trombin
memperantarai perubahan fibrinogen menjadi fibrin, mengaktivasi F.XIII yang
membantu stabilisasi clot, dan agonis trombosit yang poten. Generasi terbaru
inhibitor thrombin direk yang bekerja pada antitrombin III dapat menghambat clotbound thrombin dan aktivasi trombosit oleh thrombin19,36,41
2.2.3.7.Thienopyridines
ADP berikatan dengan reseptornya P2Y1 dan p2Y12. Reseptor P2Y12
adalah reseptor primer ADP yang memperantarai ikatan fibrinogen dan respon
agregasi. Thienopyridines, ticlopidine dan clopidogrel secara irreversible mengikat
reseptor ini dan menghambat agregasi trombosit.19,36,41
2.2.3.8.Antagonis GpIIb-IIIa
Antagonis GpIIb-IIIa berikatan dengan reseptor GpIIb-IIIa (integrin IIb3) dan
mencegah ikatan fibrinogen atau VWF pada trombosit. Eptifibatide, abciximab dan
tirofiban menghambat agregasi trombosit dengan semua agonis (ADP, kolagen,
TRAP).19,36

Universitas Sumatera Utara

2.2.4.Pengukuran
Agregasi trombosit dapat diukur dengan menimbulkan kontak antara plasma
kaya trombosit dengan suatu zat penginduksi agregasi. Sebagian besar zat
penginduksi ini seperti kolagen, epinefrin dan thrombin bekerja melalui efek ADP
yang dibebaskan sendiri oleh trombosit. Penambahan ADP eksogen menyebabkan
agregasi secara langsung. Agregasi dikuantifikasi dengan menentukan apakah
plasma kaya trombosit yang keruh menjadi jernih karena trombosit yang semula
membentuk suspensi merata membentuk agregat berupa gumpalan-gumpalan besar
yang kurang memendarkan cahaya sehingga transmisi sinar melalui tabung lebih
mudah. Agregometer adalah suatu spektrofotometer yang diadaptasi untuk mencatat
perubahan dalam transmisi sinar sementara mempertahankan suhu yang konstan
dan pengocokan perlahan terhadap suspense trombosit.38,39,40
Setelah diperoleh suatu kurva normal transmisi cahaya, trombosit yang
diperiksa dipajankan ke berbagai zat dan berbagai kondisi. Aspirin, obat
antiinflamasi yang lain, dan banyak obat dari golongan fenotiazin sangat
menghambat kemampuan kolagen dan epinefrin menimbulkan agregasi, tetapi tidak
mengganggu efek langsung ADP. Gangguan konstitusional fungsi trombosit berbeda
satu sama lain dalam sifat bahan yang gagal memicu agregasi. Pasien yang
dicurigai mengidap gangguan gangguan ini harus bebas dari semua obat selama
paling tidak 1 minggu sebelum pemeriksaan.36,37,40
Dalam melakukan uji, pungsi vena harus mulus (nontraumatik). Jumlah
trombosit yang digunakan untuk uji harus distandarisasi karena respon agregasi
dipengaruhi oleh jumlah trombosit. Hal inilah yang menyebabkan pasien
trombositopenia sulit dievaluasi. Pemeriksaan agregasi harus dilakukan dalam 3 jam
setelah pengambilan sampel. Sampel jangan pernah dimasukkan ke lemari

Universitas Sumatera Utara

pendingin karena hal ini menghambat fungsi trombosit; karena itu, uji dilakukan pada
suhu 37C. Antikoagulan yang digunakan adalah natrium sitrat, dan sampel jangan
dimasukkan ke wadah kaca karena bahan ini akan mengaktifkan trombosit. Sampel
yang mengalami hemolisis atau lipemik dapat mengganggu interpretasi densitas
optis.
2.2.5.Interpretasi
Bahan-bahan penginduksi agregasi yang paling sering digunakan adalah
ADP dengan berbagai konsentasi, kolagen, epinefrin, ristosetin, thrombin dan asam
arakidonat.
ADP konsentrasi rendah memicu agregasi bifasik dengan gelombang primer
dan sekunder. ADP konsentrasi tinggi memicu hanya satu gelombang agregasi.
Pasien dengan gangguan pembebasan trombosit gagal memperlihatkan gelombang
agregasi kedua. Pasien dengan tromboastenia Glanzmann tidak memperlihatkan
agregasi trombosit pada pemberian ADP.
Agregasi dengan kolagen menghasilkan suatu periode laten yang diikuti oleh
sebuah gelombang agregasi. Penurunan agregasi terhadap kolagen terjadi pada
pasien yang mendapat aspirin dan obat anti-inflamasi.
Agregasi dengan epinefrin biasanya bersifat bifasik. Agregasi yang dipicu
oleh epinefrin ini juga terganggu pada pasien yang mendapat aspirin dan obat antiinflamasi. Demikian juga, agregasi thrombin bersifat bifasik dan mungkin terganggu
pada defek trombosit intrinsic tertentu.
Walaupun defek kongenital fungsi trombosit jarang dijumpai, banyak penyakit
didapat yang menekan mekanisme pembebasan trombosit. Aspirin jelas merupakan
obat yang paling sering menjadi penyebab, tetapi hanya sedikit pasien yang
mengalami perdarahan yang cukup serius sehingga diperlukan pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

trombosit. Pasien dengan uremia, penyakit hati yang parah atau penyakit terkait
alkohol tahap lanjut sering mengalami gangguan perdarahan kompleks yang
mencakup disfungsi trombosit. Ketiga penyakit ini menekan efek kolagen, epinefrin
atau ADP eksogen yang ditambahkan langsung pada pembebasan ADP. Gangguan
gangguan mieloproliferatif dan disproteinemia dapat menimbulkan kelainan serupa.

2.3.SINDROMA KORONER AKUT


2.3.1.Definisi
Sindroma Koroner Akut merupakan istilah terhadap sekumpulan penyakit
arteri koroner yang bersifat trombotik. Sebagai kelainan dasar adalah aterosklerosis
yang menyebabkan terbentuknya plak aterom. Pecahnya plak aterom akan
menyebabkan iskemia sampai nekrosis miokard. SKA mencakup angina pectoris tak
stabil (APTS), infark miokard (non ST Elevasi Mikcard infark dan ST Elevasi Miokard
Infark).
2.3.2.Patofisiologi Sindroma Koroner Akut
SKA dapat terjadi oleh adanya proses thrombosis akut dan proses
vasokonstriksi koroner. Lesi pada arteri koronaria dimulai dengan adanya trauma
minimal yang kronis pada endothelium sehingga mengganggu aliran darah. Faktorfaktor resiko seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, iritasi kronik
dan infeksi menyebabkan disfungsi endotel, terjadi robekan lokal sehingga terjadi
akumulasi lipid dan monosit (makrofag). Lesi aterosklerotik awal disebut fatty streak
yang bersifat vulnerable. Modifikasi faktor resiko akan menyebabkan masukan
lipoprotein berkurang dan menimbulkan parut. Bila masukan lipoprotein meningkat
dapat terjadi plak dengan kandungan kaya lipid dan mudah mengalami disrupsi

Universitas Sumatera Utara

sehingga menimbulkan oklusi/suboklusi serta mengakibatkan terjadinya angina tak


stabil.
Hubungan waktu dan patofisiologi SKA, jika 10 sampai 20 menit setelah
terjadinya thrombus, dapat terjadi oklusi pembuluh darah temporer. Bila kerusakan
bertambah berat, dapat terjadi oklusi yang persisten yang sapat berlangsung sampai
satu jam (NSTEMI). Bila plak lebih besar dapat terjadi pembentukan yang menetap
sehingga dapat menyebabkan nekrosis transmural (STEMI). Oklusi total pembuluh
darah lebih dari 4-6 jam akan mengakibatkan nekrosis miokard yang ireversibel.
Tindakan reperfusi dalam periode waktu ini akan dapat membantu menyelamatkan
miokardium dan mengurangi morbiditas dan mortalitas.

2.3.3.Patogenesis Aterosklerosis
Pembuluh darah arteri sama seperti organ-organ lain di dalam tubuh yaitu
mengikuti proses umur (ketuaan) dimana terjadi proses yang karakterisktik seperti
penebalan lapisan intima, berkurangnya elastisitas dan bertambahnya diameter
intima.
WHO pada tahun 1958 mendefinisikan aterosklerosis sebagai perubahan
variable intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak (lipid), kompleks
karbohidrat, darah dan hasil produk darah, jaringan fibrous dan deposit kalsium yang
kemudian diikuti dengan perubahan lapisan media.

2.3.3.1.Mekanisme dasar pembentukan plak.


Pembentukan foam cell
Proses ini diawali adhesi monosit pada permukaan endotel, diikuti migrasi
monosit ke dalam tunika intima. Kemudian monosit teraktivasi berubah menjadi

Universitas Sumatera Utara

makrofag. Lipid diambil oleh makrofag, kemudian mengawali pembentukan foam


cell. Perubahan awal ini menghasilkan suatu molekul pro inflamasi yang disebut
minimally modified low density lipoprotein (MMLDL) yang berkontribusi terhadap
ekspresi VCAM pada endotel. Faktor-faktor inflamasi bekerja bersama-sama
menyebabkan migrasi monosit. Perubahan selanjutnya pada molekul LDL mengarah
pada LDL teroksidasi yang dikenali oleh macrophage scavenger receptor. Foam cell
yang terbentuk menghasilkan sitokin-sitokin inflamasi termasuk TNF- dan
metalloproteinase dan juga factor prokaogulan.
Pembentukan lipid core
Lipid core merupakan ruang dalam matriks jaringan ikat tunika intima yang
terisi dengan debris seluler dan kolesterol. Plak aktif mengandung sejumlah
makrofag

berkelompok

pada

pinggir

inti,

dengan

ekspresi

sebagian

metalloproteinase dalam destruksi matriks kolagen.Beberapa lipid ekstrasel yang


berasal dari ikatan LDL terhadap proteoglikans dalam intima, kebanyakan kolesterol
dan ester pada lipid core dilepaskan dari sitoplasma foam cell yang mati. Kehilangan
faktor pertumbuhan akan menginduksi apoptosis terutama bersamaan dengan
adanya TNF- dalam jumlah besar pada plak. Ekspresi tissue factor oleh makrofag
dalam inti membuat area ini sangat trombogenik.
Proliferasi otot polos dan pembentukan cap
Bagian cap terdiri dari zat kolagen yang mengandung otot polos yang
menghasilkan matriks jaringan ikat. Sel-sel otot polos intima mempunyai
kecenderungan mengalami apoptosis. Migrasi, proliferasi otot polos dan deposisi
kolagen diatur oleh factor pertumbuhan yang dihasilkan oleh tiap sel. Trombosit,
thrombin dan fibrin juga dapat memacu proliferasi sel otot polos bila menumpuk
pada dinding pembuluh darah.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3.2.Perkembangan Plak
Menurut American Heart Association (AHA), perkembangan plak aterosklerosis
dapat dibagi 5 tipe yang dapat dihubungkan dengan tampilan klinisnya Yaitu :
1. Lesi awal (tipe 1), berkembang bila monosit melekat pada permukaan endotel
dan bermigrasi dari lumen untuk berakumulasi pada intima.
2. Lesi tipe 2 adalah fatty streak yang terdiri dari akumulasi lipid ekstra seluler
yang berisi foam cell.
3. Lesi tipe 3 seperti lesi tipe 2 yang disertai kelompok-kelompok kecil lipid
ekstraseluler. Meskipun lesi tipe 1-3 merupakan precursor lesi yang lebih
berat, namun belum menimbulkan gejala klinis.
4. Lesi tipe 4, seperti lesi tipe 2 disertai sel-sel otot polos terlihat dalam lesi di
bawah

endotel,

dan

kelompok-kelompok

lipid

ekstraseluler

bersatu

membentuk lipid core. Lesi ini disebut ateroma.


5. Lesi tipe 5a, seperti tipe 4 dengan kapsul fibrous yang tipis disebut juga
fibroateroma. Lesi tipe 5b adalah ateroma dengan kalsifikasi berat didalam
lipid core. Lesi 5c adalah fibrous ateroma atau pembentukan thrombus mural
dengan komponen lipid yang minimal. Lesi tipe 4 dan 5 biasanya asimtomatik,
namun dapat juga berupa angina stabil. Lesi tipe 5b dan 5c biasanya dengan
angina tak stabil
6. Lesi tipe 6 merupakan lesi yang berkomplikasi dengan thrombosis, dengan
tampilan klinis sindroma koroner akut. LEsi tipe 4 dan 5 disebut plak tidak
stabil yang bias langsung menjadi lesi tipe 6.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3.3.Disrupsi Plak
Disrupsi plak memegang peranan penting untuk terjadinya Sindroma Koroner
Akut. Resiko terjadinya ruptur plak tergantung dari kerentanan atau ketidakstabilan
plak, bukan adari ukuran atau derajat penyempitannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi instabilitas dan ruptur plak
Faktor Eksternal :
1. Sistemik : faktor hemodinamik dan farmakologik
2. Faktor intrinsik dari plak : besarnya plak, lokasi plak, kepadatan dan
ketebalan lipid dan ketebalan kap yang menyelimuti plak.
Faktor Internal :
1. Aktifitas sel inflamasi
2. Infeksi
3. Disfungsi endotel
4. Proliferasi sel otot polos
2.3.3.4.Trombosis Plak
Lebih dari 75% trombus yang ditemukan pada SKA terletak di tempat dimana
plak mengalami ruptur. Bila plak yang tidak stabil mendapat pencetus maka cap
yang tipis tersebut akan koyak dan terjadi pembentukan trombus yang dimulai dari
fisura atau robekan kap tadi.
Mula-mula terjadi akumulasi platelet di tempat koyakan, dengan adanya fibrin
akan membentuk gumpalan dini yang disebut white thrombus yang secara langsung
berusaha menutupi semua permukaan yang robek. Kemudian eritrosit menutupi
seluruh white thrombus tadi sehingga membentuk red thrombus. Trombus ini akan

Universitas Sumatera Utara

mengakibatkan oklusi koroner dan vasokonstriksi, sehingga akhirnya menimbulkan


tampilan klinis yang disebut dengan Sindroma Koroner Akut.

2.3.4.DIAGNOSA
2.3.4.1.Anamnesis
Nyeri dada tipikal merupakan gejala kardinal pasien infark miokard akut.
Lokasi nyeri substernal, retrosternal dan prekordial. Sifat nyeri : rasa sakit seperti
ditekan, rasa terbakar, tertindih benda berat, seperti ditusuk dan rasa diperas.
Penjalaran biasanya ke lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, punggung, perut dan
lengan kanan. Neri tidak membaik dengan istirahat atau minum obat nitrat. Pada
APS, rasa nyeri berkurang dengan istirahat atau obat-obatan dan nyeri dada < 20
menit.
2.3.4.2.Pemeriksaan Laboratorium
Identifikasi dini pada penderita SKA adalah dengan pemeriksaan petanda
cedera miokard seperti LDH, CK-MB, myoglobin dan troponin jantung (Troponin T
atau Troponin I). LDH meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark, mencapai
puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. CK-MB meningkat setelah 3
jam pasca infark, mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4
hari. Myoglobin dapat dideteksi 1 jam setelah infark dan mencapai puncaknya dalam
4-8 jam.
Troponin (cTnT dan cTnI) meningkat setelah 2 jam paska infark, mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan cTnT masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, cTnI
masih dapat dideteksi setelah 5-10 hari. Troponin T dan I spesifik untuk kerusakan
miokard, sehingga dipakai sebagai gold standard.

Universitas Sumatera Utara

2.3.4.3.Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada pasien dengan nyeri
dada. Pemeriksaan ini harus segera dilakukan 10 menit setelah pasien sampai di
IGD. Perubahan EKG pada STEMI adalah ST elevasi yang diikuti terbentuknya
gelombang Q patologis. Perubahan ini harus ditemui minimal pada 2 sandapan yang
berdekatan.
Gambaran EKG pada NSTEMI adalah depresi segmen ST > 0,05 Mv, inverse
gelombang T ditandai dengan >0,2 Mv dan inverse gelombang T yang simetris di
sandapan prekordial. Pada NSTEMI 1-6% dengan gambaran EKG normal.
Pemeriksaan EKG pada angina pectoris tak stabil adalah adanya depresi
segmen ST atau tanpa inverse gelombang T. Pada angina pectoris tak stabil 4%
penderita dengan gambaran EKG normal.
Diagnosa dilakukan berdasarkan kriteria WHO yaitu : terpenuhinya minimal 2
dari 3 kriteria berikut ini : nyeri dada iskemik yang khas, perubahan EKG dan
peningkatan enzim-enzim jantung.

2.4.Trombosit dalam Sindroma Koroner Akut


2.4.1.Disfungsi Endotel
Aterosklerosis koroner adalah suatu proses inflamasi kronis yang dapat
menjadi akut dengan rupturnya plak dan thrombosis arteri. Trombosit memegang
peran penting dalam oklusi vaskuler pada plak aterosklerotik koroner yang ruptur,
menimbulkan Sindroma Koroner Akut, terdiri dari miokardial infark (MI), non ST
segmen elevasi miokardial infark (NSTEMI) dan angina pectoris tak stabil (APTS).
Keberhasilan pemberian terapi anti trombosit untuk terapi dan pencegahan kejadian

Universitas Sumatera Utara

arteri koroner akut mendukung adanya peranan trombosit dalam Sindroma Koroner
Akut.
Dalam keadaan normal, trombosit bersirkulasi dalam pembuluh darah tanpa
interaksi dengan sel lain. Sel endotel pembuluh darah normal mencegah perlekatan
maupun aktivasi trombosit dengan produksi bahan antitrombotik antara lain
prostasiklin (prostaglandin I2 atau PGI2) dan nitric

oxide (NO), ekspresi ecto-

ADPase pada permukaan endotel. Adanya faktor resiko (merokok, diabetes,


hipertensi, kadar LDL yang tinggi, tekanan tinggi pada stenosis arteri, vasoaktif
amine, radikal bebas dan infeksi mikroorganisme) menyebabkan disfungsi endotel.
Disfungsi endotel yang ditandai dengan penurunan bioavaibilitas NO, mencetuskan
serangkaian proses pembentukan lesi aterosklerosis. Jalur NO memliki interaksi
sinergistik dengan pembentukan/degradasi nukleotida siklik dan fosforilasi protein
pada trombosit dan sel otot polos, yang mengatur fungsi kardiovaskular (tonus
vaskular, inhibisi agregasi trombosit serta adhesi leukosit, dan pencegahan
proliferasi sel otot polos).
Terganggunya

permeabilitas

sawar

endotel

memperantarai

rekrutmen

monosit yang bersirkulasi dan plasma lipid ke dinding arteri, juga deposisi trombosit
pada endotel yang terluka. Dengan pelepasan faktor mitogenik, memperantarai
migrasi dan proliferasi sel otot polos, bersama peningkatan akumulasi lipid dan
sintesa jaringan ikat membentuk plak ateromatous tipikal. Proses yang terus
berlanjut menyebabkan hiperplasia lapisan intima-media pembuluh darah dan
perkembangan plak aterosklerotik.Plak yang rentan terdiri dari :
1. Inti lipid nekrotik yang luas (meliputi >40% total volume plak)
2. Cap fibrous yang tipis
3. Peningkatan makrofag, sel busa dan limfosit T pada pinggir plak

Universitas Sumatera Utara

4. Berkurangnya kolagen dan sel otot polos


5. Materi trombotik dengan deposisi trombosit dan fibrin

2.4.2.Aktivasi dan Agregasi Trombosit


Trombosit yang pertama kali menuju vaskuler yang trauma dimana trombosit
dapat langsung melekat pada endotel, kolagen yang terekspos dan atau makrofag.
Terjadinya perlekatan trombosit ke dinding arteri dan aktivasinya tidak harus mutlak
dibutuhkan gangguan endotel. Trombosit dapat juga diaktivasi pada stadium awal
aterosklerosis. Hal ini diduga oleh karena :
1. Berkurangnya mekanisme antitrombotik endotel
2. Terbentuknya oksigen reaktif dari factor resiko aterosklerosis (adanya
hipertensi, hiperkolesterolemia, merokok dan diabetes berhubungan
dengan meningkatnya jumlah trombosit teraktivasi)
3. Meningkatnya mediator protrombotik dan proinflamasi di sirkulasi atau di
endotel.

Universitas Sumatera Utara

Trombosit yang teraktivasi melepaskan faktor kemotaktik (RANTES, platelet


factor-4), factor pertumbuhan (PDGF, TGF-, EGF, bFGF) yang merangsang
migrasi, akumulasi, proliferasi sel otot polos dan leukosit menuju lapisan intima.
Pada aterosklerosis awal, mikrotrombi di permukaan luminal dapat mempotensiasi
perkembangan aterosklerosis melalui paparan dinding pembuluh darah dengan
faktor-faktor mitogen, sedangkan pada stadium akhir aterosklerosis, thrombosis
mural berhubungan dengan pertumbuhan plak aterosklerotik dan oklusi luminal
progresif.
Perlekatan awal trombosit pada endotel yang trauma diperantarai ikatan
glikoprotein (GP) Ib dengan von Willebrand factor (VWF) dan molekul adhesi
endotel P-selectin. P-selectin terdapat dalam granul trombosit dan badan WeibelPalade endotel. Bila sel teraktivasi, P-selectin dengan cepat menuju permukaan sel.
P-selectin sekarang dianggap pertanda aktivasi trombosit, pada aterosklerosis
dijumpai ekspresi P-selectin trombosit yang lebih tinggi. Ada banyak ligan P-selectin
yand diekspresikan trombosit (sulfatides, Gp Ib, PSGL-1), mucosal vascular
addressin cell adhesion molecule 1, di leukosit (PSGL-1) serta di endotel (GlyCAM1, CD34). Sel endotel yang mengalami disfungsi juga mengekspresikan VCAM-1,
vitronectin receptor v3 dan PECAM-1, yang menyebabkan adhesi trombosit ke
dinding vascular.
Ikatan VWF Gp Ib/V/IX bersifat kurang stabil. Reseptor Gp VI yang
langsung berikatan dengan kolagen dan menginduksi aktivasi reseptor adhesif lain
seperti integrin IIb3 (Gp IIb/IIIa) dan 21. Keduanya menyebabkan ikatan
trombosit dengan permukaan endotel yang kuat, stabil dan irreversibel.
Agonist yang bersirkulasi seperti epinefrin, thrombin, serotonin, tromboxane
A2 (TxA2) dan ADP juga dapat mengaktivasi trombosit melalui reseptor spesifik. Bila

Universitas Sumatera Utara

teraktivasi, trombosit mengalami perubahan bentuk dan terjadi peningkatan kadar


kalsium bebas dalam sitosol, menyebabkan pelepasan komponen granul trombosit,
disebut degranulasi trombosit. Komponen yang dilepaskan antara lain ADP. ADP
yang dilepaskan adri trombosit memiliki efek autokrin, menyebabkan agregasi
trombosit yang stabil melalui interaksi dengan reseptor spesifik (P2Y1 dan P2Y12);
juga memliki efek parakrin dengan berikatan dengan reseptor ADP pada trombosit
yang berdekatan,sehingga terjadi penguatan aktivasi trombosit. Aktivasi trombosit
akan menginduksi aktivasi fosfolipase A2 yang memicu metabolisme asam
arakidonat. COX-1 trombosit mengkatalis perubahan asam arakidonat menjadi
Prostaglandin G2/H2. PGH2 akan diubah oleh enzim tromboksan sintetase menjadi
tromboksan A2 (TxA2), dilepas ke sirkulasi dan berikatan dengan reseptornya,
memperkuat aktivasi trombosit dan vasokonstriksi.

2.4.3.Aktivasi Kaskade Koagulasi


Setelah vaskular terganggu terjadi aktivasi koagulasi. Diduga kuat faktor
jaringan (tissue factor TF) diekspresikan oleh sel busa, faktor trombogenik yang
mengaktivasi kaskade koagulasi. Endotel berubah menjadi prokoagulan sedangkan
permukaan trombosit mengkatalisasi pembentukan thrombin dari protrombin.
Aktivasi kaskade koagulasi menghasilkan trombin. Sinyal trombin melalui protease
activated

receptors

(PARs)

menyebabkan

hiperplasia

intima,

inflamasi,

mempertahankan tonus vaskular dan fungsi sawar serta aktivasi trombosit.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai