Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Pioderma merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Impetigo

merupakan salah satu bentuk pioderma yang paling sering menyerang bayi baru
lahir, terutama pada bayi yang kebersihan badannya kurang. Impetigo biasanya
terjadi setelah cidera pada kulit, seperti luka maupun pada bekas infeksi virus
herpes simpleks yang disebut impetigo sekunder. Namun, dapat pula terjadi pada
kulit normal yang disebut dengan impetigo primer.1,2
Faktor predisposisi mudahnya terjadi infeksi kulit pada bayi baru lahir
antara lain hygiene yang kurang yaitu perawatan pasca kelahiran yang tidak
bersih, kemudian neonatus dengan berat badan lahir rendah (BBLR), malnutrisi,
lingkungan yang kotor, musim panas dengan banyak debu atau adanya penyakit
lain di kulit yang menyebabkan fungsi perlindungan kulit terganggu.1,3-6
Insiden impetigo terjadi hampir di seluruh dunia, di Amerika Serikat
kurang lebih 9 10 % dari usia neonatus hingga anak-anak datang ke klinik kulit
menderita impetigo, dengan perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo sering menyerang bayi baru lahir dan anakanak, jenis yang terbanyak (sekitar 90%) adalah impetigo bulosa, terjadi pada bayi
baru lahir hingga anak usia 2 tahun. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis
atau beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat
ekonomi masyarakatnya masih tergolong lemah.1,4

Sebagai suatu organ, kulit memiliki beberapa fungsi penting demi


kelangsungan hidup dan dapat dijadikan indikator kesehatan secara menyeluruh.
Pengetahuan tentang impetigo sangat penting untuk diketahui karena banyak
terjadi pada neonatus. Diharapkan dengan laporan kasus ini dapat membantu
dokter umum dalam menegakkan diagnosis, mengobati penyakit ini dengan baik
dan mengedukasi pasien dengan benar sehingga penyakit ini tidak menyebabkan
komplikasi yang serius.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Impetigo merupakan penyakit
infeksi menular pada kulit superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit,
yang menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan berisi nanah (bula hipopion),
mudah pecah dan meninggalkan kulit yang terkelupas dengan pembentukan
krusta. Impetigo neonatorum merupakan varian impetigo bulosa yang terjadi
pada neonatus. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai dalam kasus penyakit kulit pada bayi baru lahir.1,4
2.2 Epidemologi
Impetigo sering menyerang bayi baru lahir dan anak-anak, jenis yang
terbanyak (sekitar 90%) adalah impetigo bulosa, terjadi pada bayi baru lahir
hingga anak usia 2 tahun. Kebanyakan kasus ditemukan di daerah tropis atau
beriklim panas serta pada negara-negara yang berkembang dengan tingkat
ekonomi masyarakat yang masih tergolong lemah.1,4
Kebanyakan infeksi bermula sebagai infeksi Streptococcus tetapi
kemudian Staphylococcus mengantikan Streptococcus. Selain dapat menyebabkan
manifestasi pioderma primer dari kulit yang utuh, dapat juga menyebabkan infeksi
sekunder dari penyakit kulit yang ada sebelumnya atau pada kulit yang terkena
trauma yang disebut dengan dermatitis impetigenisata. Impetigo jarang
berkembang

menjadi

infeksi

sistemik,

walaupun

post

streptococcal

glomerulonephritis yang merupakan komplilkasi pada infeksi GABHS dapat


terjadi walaupun jarang.1,2,5
2.3 Etiologi
Organisme penyebab adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus betahemolyticus group A (dikenal dengan Streptococcus pyogenes), atau kombinasi
keduanya. Staphylococcus dominan ditemukan pada awal lesi, jika kedua kuman
ditemukan bersamaan, maka infeksi Streptococcus merupakan infeksi penyerta.
Kuman S. pyogenes menular ke individu yang sehat melalui kulit, lalu kemudian
menyebar ke mukosa saluran napas. Berbeda dengan S. aureus, yang berawal
dengan kolonisasi kuman pada mukosa nasal dan baru dapat ditemukan pada
isolasi kuman di kulit sekitar 11 hari kemudian.1-3
Selain itu impetigo pada neonatus juga dapat disebabkan oleh bakteribakteri gram negatif, misalnya Escherichia coli (E.coli). Escherichia coli adalah
salah satu jenis bakteri yang secara normal hidup dalam saluran pencernaan baik
manusia maupun hewan yang sehat, karena berfungsi menghasilkan vitamin K
dan menjaga keseimbangan bakteri di usus. Namun, beberapa jenis E.coli (disebut
E.coli patogenik) dapat menimbulkan penyakit infeksi, seperti infeksi pada
saluran cerna, saluran kemih, selaput otak, paru, kantung empedu, dan kulit.
Infeksi infeksi tersebut tidak hanya dapat disebabkan oleh E.coli, namun dapat
juga disebabkan bakteri jenis lain.
Berdasarkan sifat-sifat virulensi dari E. coli dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :

E.coli Enteropatogenik (EPEC) adalah penyebab penting diare pada bayi,


khususnya di negara berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus

kecil. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare cair, yang biasanya sembuh
sendiri tapi dapat juga menjadi kronik.

E.coli Enterotoksigenik (ETEC) adalah penyebab yang sering dari diare


wisatawan dan sangat penting menyebabkan diare pada bai di negara
berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Beberapa strain
ETEC menghasilkan eksotoksin tidak tahan panas (LT) yang berada di
bawah kendali genetik dari plasmid. LT bersifat antigenik dan bereaks silang
dengan enterotoksin Vibrio cholerae. LT merangsang pembentukan antibodi
netralisasi dalam serum pada orang yang sebelumnya terinfeksi dengan
enterotoksigenik E.coli. Beberapa strain ETEC menghasilkan enterotoksin
tahan panas Sta di bawah kendali sekelompok plasmid yang heterogen. Sta
mengaktivasi guanil siklase pada sel epitel usus dan merangsang sekresi
cairan. Enterotoksin tahan panas yang kedua, STb, merangsang sekresi
siklik tidak bergantung nukleotida dengan mula kerja yang pendek pada in
vivo. Banyak strain positif Sta menghasilkan LT. Strain dengan kedua toksin
ini menimbulkan diare yang berat.

E.coli Enterohemoragic (EHEC) menghasilkan verotoksin. EHEC


berhubungan dengan kolitis hemoragik, bentuk diare yang berat, dan dengan
sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia
hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia.

E.coli Enteroinvasif (EIEC) menimbulkan penyakit yang sangat mirip


dengan shigelosis. Seperti Shigella, strain EIEC bersifat nonlaktosa atau
melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapar

bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel


mukosa usus.

E. coli Enteroagregatif (EAEC) menyebabkan diare akut dan kronik pada


masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas
pelekatannya pada sel manusia.

Impetigo neonatorum sangat menular, dan dapat menjadi wabah. Sering


terjadi di tempat-tempat melahirkan dengan hygiene yang buruk.1,4,6
Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan lesi yaitu daerah kulit
yang terinfeksi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada tempat dengan
hygiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat penduduknya.2,5

2.4 Faktor Predisposisi


Faktor-faktor pencetus terjadinya pioderma, antara lain:1
a.

Hygiene yang kurang

b.

Menurunnya daya tahan tubuh, misalnya karena berat badan lahir rendah
(BBLR) atau bayi preterm

c.

Lingkungan yang kotor

d.

Telah ada penyakit lain di kulit yang menyebabkan kerusakan di epidermis


sehingga fungsi kulit sebagai pelindung terganggu.1,4
2.5 Klasifikasi Impetigo
Terdapat tiga bentuk dari impetigo, yaitu:1,6
1. Impetigo krustosa

(impetigo kontagiosa, impetigo vulgaris, impetigo

Tilibury Fox)
Impetigo krustosa, biasanya disebabkan oleh Streptococcus B hemolyticus.
Tidak disertai gejala umum, hanya terdapat pada anak. Tempat predileksi di
wajah, yakni sekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi.
Kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah sehingga jika
penderita datang berobat yang terlihat ialah krusta tebal berwama kuning seperti
madu. Jika krusta dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya, krusta sering
menyebar ke perifer dan sembuh di bagian tengah.1,7,8
Komplikasinya glomerulonefritis (2-5%), yang disebabkan oleh serotipe
tertentu, diagnosis bandingnya adalah ektima. Pengobatan yang dipakai jika
krusta sedikit, lepaskan krusta dan diberi antibiotik. Jika krusta banyak, diberikan
pengobatan antibiotik sistemik.1,7,8

Gambar 2.1 Impetigo krustosa pada sekitar mulut dan hidung5


2.

Impetigo bulosa (impetigo vesiko-bulosa, cacar monyet)


Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, keadaan

umum tidak dipengaruhi, dengan predileksi di daerah ketiak, dada, punggung.


Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang-kadang saat bayi
datang berobat, vesikel ataupun bula sudah memecah sehingga yang tampak
hanyalah koleret dan dasarnya masih eritematosa. Diagnosis banding impetigo ini
adalah dermatofitosis (jika sudah pecah dan tampak koleret).1,7,8
Pada anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah sebelumnya terdapat
lepuh. Jika ada, diagnosisnya adalah impetigo bulosa. Pengobatannya jika hanya
terdapat beberapa vesikel bula ditangani dengan cara memecahkan bula,
kemudian berikan salep antibiotik atau cairan antiseptik. Jika bula vesikel banyak
maka berikan pula antibiotik sistemik.1,7,8

Gambar 2.2 Impetigo bulosa5


3.

Impetigo neonatorum
Impetigo neonatorum atau disebut juga dengan bullous impetigo of

newborn. Selain Staphylococcus aureus dan Streptococcus, penyebab impetigo


neonatorum juga disebabkan oleh bakteri-bakteri gram negatif, misalnya
Escherichia coli. Impetigo neonatorum sangat menular, dan dapat menjadi wabah,
sering terjadi di rumah sakit dengan hygiene yang buruk. Kelainan kulit mirip
dengan impetigo bulosa yaitu vesikel, pustul, bula berbatas tegas dan mudah
pecah serta membentuk erosi tanpa krusta. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh
tetapi paling sering mengenai kulit kepala, muka, dan daerah popok. Keluhan juga
disertai gejala konstitusi seperti demam, malaise, diare dengan feses berwarna
hijau. Pada awal penyakit, lesi biasa hanya terdapat pada wajah dan tangan, dan
gejala konstitusi masih belum timbul.1,7,8

Gambar 2.2 Impetigo neonatorum5


2.6 Patofisiologi Impetigo
Infeksi Staphylococcus aureus atau GABHS dimana kita ketahui bakteribakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit karena kemampuannya mengadakan
pembelahan dan menyebar luas ke dalam jaringan dan melalui produksi beberapa
bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim dan yang lain
berupa toksin meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Staphylococcus dapat
menghasilkan katalase, koagulase, hyaluronidase, eksotoksin, lekosidin, toksin
eksfoliatif, toksik sindrom syok toksik, dan enterotoksin. Bakteri Staphylococcus
menghasilkan racun yang dapat menyebabkan impetigo menyebar ke area lainnya.
Toksin ini menyerang protein yang membantu mengikat sel-sel kulit. Ketika
protein ini rusak, bakteri akan sangat cepat menyebar. Enzim yang dikeluarkan
oleh Staphylococcus akan merusak struktur kulit dan adanya rasa gatal dapat
menyebabkan terbentuknya lesi pada kulit.8-10
Rasa gatal dengan lesi awal berupa makula eritematosa berukuran 1-2 mm,
kemudian berubah menjadi bula atau vesikel. Pada impetigo kontangiosa awalnya
berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul (penonjolan padat

10

dengan diameter <0,5 cm) yang berukuran 2-5 mm. Lesi papul segera menjadi
vesikel atau pustul (papula yang berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang
mudah pecah dan menjadi papul dengan keropeng/koreng berwarna kunig madu
dan lengket yang berukuran <2 cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada
kemerahan di sekelilingnya, sekret seropurulen kuning kecoklatan yang kemudian
mengering membentuk krusta yang berlapis-lapis. Krusta mudah dilepaskan, di
bawah krusta terdapat daerah erosif yang mengeluarkan sekret, sehingga krusta
akan kembali menebal. Sering krusta menyebar ke perifer dan menyembuh di
bagian tengah. Kemudian pada impetigo bulosa yang timbul secara tiba-tiba pada
kulit yang sehat dari plak (penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah,
berdiameter 1-5 cm, pada daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor),
bervariasi dari miliar sampai lentikular dengan dinding yang tebal, dapat bertahan
selama 2 sampai 3 hari. Bila pecah, dapat menimbulkan krusta yang berwarna
coklat, datar dan tipis.8-10
2.7 Gejala Klinis
a. Impetigo Bulosa
Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul
sampai bula (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dan 1
cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan.
Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi

berwarna keruh.
Atap dan bula pecah dan meninggalkan gambaran collerette pada
pinggirnya. Krusta varnishlike terbentuk pada bagian tengah yang jika

disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah.


Bula yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
11

Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti

tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.


Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, dan
diare. Jarang sekali disetai dengan radang pam, infeksi sendi atau tulang.13,7

b. Impetigo Krustosa
Awalnya berupa warna kemerahan pada kulit (makula) atau papul

(penonjolan padat dengan diameter <0,5cm) yang berukuran 2-5 mm.


Lesi papul segera menjadi menjadi vesikel atau pustul (papula yang
berwarna keruh/mengandung nanah/pus) yang mudah pecah dan menjadi
papul dengan keropeng/koreng berwarna kuning madu dan lengket yang
berukuran <2cm dengan kemerahan minimal atau tidak ada kemerahan

disekelilingnya.
Lesi muncul pada kulit normal atau kulit yang kena trauma sebelumnya
atau mengikuti kelainan kulit sebelumnya (skabies, vasisela, dermatitis

atopi) dan dapat menyebar dengan cepat.


Lesi berada sekitar hidung, mulut dan daerah tubuh yang sering terbuka

(tangan dan kaki).


Kelenjar getah bening dapat menbesar dan dapat nyeri
Lesi juga menyebar ke daerah sekitar dengan sendirinya (autoinokulasi)
Jika dibiarkan tidak diobati maka lesi dapat menyebar terus karena
tindakan diri sendiri (digaruk lalu tangan memegang tempat lain sehingga

mengenai tempat lain).


Lalu dapat sembuh dengan sendirinya dalarn beberapa minggu tanpa

jaringan parut.
Walaupun jarang, bengkak pada kaki dan tekanan darah tinggi dapat
ditemukan pada orang dengan impetigo krustosa sebagai tanda
glomerulonefritis (radang pada ginjal) akibat reaksi tubuh terhadap infeksi
oleh kuman Streptococcus penyebab impetigo.1-3,7
12

2.8 Diagnosis Banding


Lupus eritematosa bulosa: lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat

gatal, seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan.


Pemfigoid bulosa: vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh,

dengan plak urtikaria.


Herpes simplex: vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah

menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit.
Pemfigoid vulgaris: bula yang tidak gatal, ukuran bervariasi dan 1 sampai
beberapa

sentimeter,

muncul

bertahap

dan

menjadi

menyeluruh

penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yang lebih gelap dan


sebelumnya).
Varisela: vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke

tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat
pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.
Dermatitis atopi: keluhan gatal yang berulang atau berlangsung lama

(kronik) dan kulit yang kering; penebalan pada pada lipatan kulit terutama
pada dewasa (likenifikasi); pada anak seringkali melibatkan daerah wajah

atau tangan bagian dalam.


Dermatitis kontak: gatal pada daerah sensitif yang kontak dengan zat-zat

yang mengiritasi.
Ektima: lesi berkrusta yang menutupi daerah ulkus (luka dengan dasar dan
dinding) dapat menetap selama beberapa minggu dan sembuh dengan
jaringan parut bila infeksi sampai jaringan kulit dalam (dermis).1-3,7
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pada keadaan khusus, dimana diagnosis impetigo masih diragukan, atau

pada suatu daerah dimana impetigo sedang mewabah, atau pada kasus yang
kurang

berespons

terhadap

pengobatan,

pemeniksaan sebagai berikut:1-3

13

maka

diperlukan

pemeriksaan-

a.

Pemeriksaan Laboratorium
Pewarnaan gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutrofil dengan

kuman coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok.

Kultur cairan
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan

adanya

Streptococcus aureus, atau kombinasi antara Streptococcus pyogenes dengan


Streptococcus beta hemolyticus grup A (GABHS), atau kadang-kadang dapat
berdiri sendiri. 1-3
b.
Pemeriksaan Lain
Titer anti-streptolysin-O (ASTO), mungkin akan menunjukkan hasil positif
lemah untuk streptococcus, tetapi pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Streptozyme, menunjukkan hasil positif untuk Streptococcus, tetapi
pemeriksaan ini jarang dilakukan.
Pemeriksaan kultur dan sensitifitas bakteri. 1-3
2.10
Terapi
Tujuan pengobatan impetigo adalah menghilangkan rasa tidak nyaman dan
memperbaiki kosmetik dan lesi impetigo, mencegah penyebaran infeksi ke orang
lain dan mencegah kekambuhan.1
Syarat pengobatan yang baik adalah pengobatan harus efektif, tidak mahal
dan memiliki sedikit efek samping. Antibiotik topikal (lokal) menguntungkan
karena hanya diberikan pada kulit yang terinfeksi sehingga meminimalkan efek
samping. Kadangkala antibiotik topikal dapat menyebabkan reaksi sensitifitas
pasa kulit orang-orang tertentu. Pada lesi yang terlokalisir maka pemberian
antibiotik topilkal diutamakan. Karena antibiotilk topikal sama efektifnya dengan
antibiotik oral. Pilihan antibiotik topikal adalah mupirocin 2% atau asam fusidat.
Antibiotik oral digunakan untuk kasus dimana pasien sensitif terhadap antibiotik
topikal, lesi lebih luas atau dengan penyakit penyerta yang berat. Penggunaan

14

desinfektan topikal tidak direkomendasikan dalam pengobatan impetigo. Obat


topikal yang diberikan mupirocin 2% diberikan di kulit yang terinfeksi 3x sehari
selama tiga sampai lima hari. Antibiotik oral yang dapat diberikan adalah
amoxicillin dengan asam klavulanat, cefuroxime, cephalexin, dieloxacillin, atau
eritromicin selama 10 hari. 1-6
2.11

Komplikasi

Impetigo biasanya sembuh tanpa penyulit dalam dua minggu walaupun


tidak diobati. Komplikasi berupa radang ginjal pasca infeksi Streptoccocus terjadi
pada 1-5% pasien, terutama usia 2-6 tahun dan hal ini tidak dipengaruhi oleh
pengobatan antibiotik. Gejala berupa bengkak tekanan darah tinggi, terdapat urin
seperti warna teh. Keadaan ini umumnya sembuh secara spontan walaupun gejalagejala tadi muncul.1-6
2.12

Pencegahan

Kebersihan sederhana dan perhatian dapat mencegah timbulnya impetigo


Seseorang yang sudah terkena impetigo atau gejala-gejala rnfeksi/peradangan
Group A Beta-Hemolyticus Streptococcal (GABHS) membutuhkan perawatan
medik dan jika perlu dimulai dengan pemberian antibiotik secepat mungkin untuk
mencegah menyebarnya infeksi ke orang lain. Penderita impetigo harus diisolasi,
dan dicegah agar tidak terjadi kontak dengan orang lain minimal dalam 24 jam
setelah pemberian antibiotik.1-6
Adapun pencegahan yang harus di lakukan yaitu:
1.
2.

Menghindari kontak langsung dengan penderita impetigo


Cuci tangan segera dengan menggunakan air mengalir bila habis kontak

3.

dengan pasien, terutama apabila terkena luka.


Jangan menggunakan pakaian yang sama dengan penderita.

15

4.

Bersihkan dan lakukan desinfektan pada mainan yang mungkin bisa

5.

menularkan pada orang lain, setelah digunakan pasien.


Mandi teratur dengan sabun dan air (sabun antiseptik dapat digunakan,

6.

namun dapat mengiritasi pada sebagian kulit orang yang kulit sensitif).
Hygiene yang baik, mencakup cuci tangan teratur, menjaga kuku jari tetap

7.

pendek dan bersih.


Cuci pakaian, handuk dan sprei dari anak dengan impetigo terpisah dari
yang lainnya. Cuci dengan air panas dan keringkan di bawah sinar

8.

matahari atau pengering yang panas.


Gunakan sarung tangan saat mengoleskan antibiotik topikal di tempat
yang terinfeksi dan cuci tangan setelah itu.1,4

2.13

Prognosis
Secara umum prognosis dari penyakit ini adalah baik jika dilakukan

pengobatan yang teratur, meskipun dapat pula komplikasi sistemik seperti


glomerulonefritis dan lain-lain. Lesi mengalami perbaikan setelah 7-10 hari
pengobatan.1,4

16

BAB III
ILUSTRASI KASUS

Nama/ no MR

: By. MYN/ 8859XX

Umur

: 13 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Ayah/Ibu

: MYN /RFS

Suku

: Melayu

Alamat

: Bangkinang

Tanggal masuk

: 29 Maret 2015

ALLOANAMNESIS
Diberikan oleh

: Ibu kandung pasien

Keluhan utama

: Neonatus usia 13 hari datang sendiri dengan masalah


utama luka di sekitar leher yang semakin luas dan
bernanah.

Riwayat penyakit sekarang :


-

Neonatus usia lahir pada tanggal 16 Maret 2015 secara spontan di rumah
dengan bantuan bidan, nilai APGAR 8/9.

Neonatus cukup bulan, keadaan lahir langsung menangis dan akral hangat.
Neonatus tidak sesak, merintih, muntah, ataupun tampak biru. Sisa ketuban
jernih dan langsung dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD). Tidak dilakukan
injeksi neo K dan pemberian salep mata.

17

Lima hari sebelum masuk rumah sakit ibu mengeluhkan kulit pasien memerah
pada daerah leher dan bahu sebelah kanan, semakin lama kulit tampak seperti
terbakar dan melepuh. Oleh keluarga daerah yang merah diolesi minyak dan air
dari obat-obatan kampung dengan menggunakan daun-daun. Kulit yang
melepuh pecah membentuk keropeng berwarna kuning seperti madu. Lama
kelamaan keropeng dan kulit sekitarnya berubah warna menjadi kehitaman
dengan bagian tengah membentuk luka. Pada luka terdapat nanah warna
kekuningan dan berbau busuk. Pasien juga demam, demam semakin tinggi dan
terus menerus. Pasien dibawa berobat ke bidan puskesmas, diberi antibiotik
dan paracetamol (nama antibiotik ibu lupa). Orang tua mengaku luka semakin
cepat meluas sampai ke sekeliling leher dan punggung pasien. Kemudian
pasien dibawa ke RSUD Arifin Achmad. Ibu mengaku selama sakit bayi
dimandikan sekali sehari dan luka dibersihkan dengan kain bersih.

Riwayat kehamilan :
Ibu usia 27 tahun, dengan diagnosa kehamilan G3P2A0H2. Hari pertama haid
terakhir ibu 7 Mei 2015 (usia kehamilan 39 - 40 minggu). Selama hamil rutin
melakukan antenatal care (ANC) teratur sebanyak 9 kali ke bidan praktik,
dikatakan kondisi janin baik dan ibu sehat. Ibu mengkonsumsi vitamin yang diberi
oleh bidan selama hamil. Ibu tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol. Ibu
tidak menderita penyakit kencing manis, penyakit jantung, alergi dan asma.
Selama hamil ibu tidak pernah demam dan keputihan yang berbau. Konsumsi
sayur dan buah rutin setiap hari. Berat badan (BB) sebelum hamil 45 kg, tinggi
badan 155 cm (IMT sebelum hamil 18,75 kg/m2), BB saat hamil 9 bulan 55 kg
(IMT 22,9 kg/m2).

18

Riwayat persalinan :
Pada tanggal 16 Maret 2015 ibu menjalani persalinan spontan pervaginam di
rumah dengan bantuan bidan praktik. Bayi lahir langsung menangis dan sisa
ketuban jernih. Berat bayi lahir 3200 gram.
Riwayat penyakit keluarga :
Ibu mengatakan kakak dan abang kandung pasien pernah mengalami keluhan
yang sama beberapa hari setelah lahir tetapi tidak separah pasien dan langsung
sembuh. Tidak ada penyakit kencing manis, riwayat alergi ataupun asma dalam
keluarga.
Riwayat orang tua :
Ayah : pekerjaan wiraswasta, pendidikan terakhir SMA
Ibu

: pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SD

Riwayat makan dan minum :


ASI dari usia 0 sampai usia 7 hari, ASI diganti dengan susu formula sejak 5 hari
yang lalu dikarenakan pasien tidak mau menyusui.
Riwayat perumahan dan tempat tinggal :
Pasien tinggal di perumahan padat, sumber air minum dan mandi cuci kakus
(MCK) adalah air sumur.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Kulit kemerahan, tonus baik, gerakan aktif, tangis kuat,


akral hangat

Kesadaran

: Alert

19

Tanda-tanda vital
Suhu

: 37,00C (regio axilla)

Frekuensi jantung

: 150 x / menit

Frekuensi napas

: 46 x / menit

Status pertumbuhan
BBL

: 3200 gram

BBM

: 3220 gram

LK

: 31 cm

PB

: 47 cm

LD

: 36 cm

LP

: 34 cm

LILA

: 9 cm

Sistem saraf pusat

: warna kulit kemerahan, aktivitas menangis, kesadaran


alert

Mata

: pupil bulat, isokor, diameter 2 mm / 2 mm, refleks


cahaya langsung - tak langsung (+/+)

Kepala / wajah

: fontanela tidak menonjol, sutura normal, palatum


normal, tidak ditemukan caput suksadeneum, low set
ear, maupun sianosis

Sistem respirasi

: frekuensi

napas

46

x/menit,

terdapat

retraksi

interkostal, tidak ditemukan napas cuping hidung dan


retraksi suprasternal, gerakan dinding dada simetris,
tidak terdengar ronkhi dan wheezing. Downe score 0.

20

Sistem kardiovaskular : heart rate 150 x/menit, bunyi jantung I dan II terdengar
reguler, tidak ada murmur dan gallop, denyut perifer
cukup.
Sistem gastrointestinal : warna dinding abdomen merah, lingkar perut 34 cm,
bising usus terdengar normal, tali pusat sudah lepas,
anus paten.
Genetalia eksterna

: laki-laki, bentuk normal, tidak ditemukan transluminasi


skrotum.

Ekstremitas

: bentuk simetris dan gerakan sendi dan tangan normal.


Tidak ditemukan kelainan bentuk. Akral hangat,
capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik.

Ballard score

: 44 (taksiran maturitas 40 - 42 minggu)

STATUS LOKALIS DERMATOLOGI


-

Tampak makula eritem dengan luka bergaung, ukuran terbesar 7 x 5,5 cm,
terkecil 2 x 3 cm mulai daerah leher, bahu kanan hingga punggung kanan, dan
dada kiri. Luka mencapai lapisan subkutis dasar hiperemis dengan batas tegas
tepi tidak rata berwarna keunguan. Terdapat sekret warna kekuningan dan

berbau. Kesan: ulkus


Tampak krusta tebal berwarna kuning seperti madu berukuran 1,5 x 1,5 cm
pada dahi kanan, perut dan suprapubis. Kesan: impetigo bulosa

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin
Leukosit : 47300 /ul
Hb
: 13,6 g/dl
21

Ht
: 41,5 %
Trombosit : 367000 /ul

DIAGNOSIS
1. Nenatus cukup bulan (NCB, 40-42 minggu) sesuai masa kehamilan (SMK),
berat bayi lahir cukup (BBLC)
2. Impetigo bulosa dengan nekrotik luas
PENATALAKSANAAN
Terapi awal :
-

Rawat instalasi neonatus (isolasi)


Jaga kehangatan (suhu ruangan)
Jaga airway (kapan perlu isap lendir)
Oksigenasi (O2 1-2 L/menit)
Perawatan luka, ganti verban 2 x sehari
Penicillin procain 150000 IU im
ASI 90 cc / 3 jam

Rencana :
-

Kultur pus dan uji resistens


Konsul Spesialis Bedah Anak

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

22

FOLLOW UP
Hari/ Tanggal

Senin/ 30 Maret 2015

Usia : 14 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3220 gram
BB s : 3240 gram
Diuresis : 6 ml/kgBB/jam

Impetigo dengan nekrotik luas

P
Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Penicilline procain 150000 IU im
ASI/PASI 90 ml/ 3jam
Konsul spesialis Bedah Anak
R/ kultur dan uji resistensi pus
dan pemeriksaan CRP

Impetigo dengan nekrotik luas

Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Penicilline procain 150000 IU im
ASI/PASI 100 ml/ 3jam
R/Debribement

Sesak napas (-)


Bising usus normal

Selasa/ 31 Maret 2015

Rabu/ 1 April 2015

Usia : 15 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3240 gram
BB s : 3220 gram
Diuresis : 6,4 ml/kgBB/jam
Pemeriksaan penunjang
CRP : reaktif 192 mg/L
Usia : 16 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3220 gram
BB s : 3230 gram

Impetigo dengan nekrotik luas

24

Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Penicilline procain 150000 IU im
ASI/PASI 100 ml/ 3jam

Diuresis : 6,9 ml/kgBB/jam

Kamis/ 2 April 2015

R/Debribement

Usia : 17 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3230 gram
BB s : 3240 gram
Diuresis : 4,3 ml/kgBB/jam

Impetigo dengan nekrotik luas

Jumat/ 3 April 2015

Impetigo dengan nekrotik luas


Usia : 18 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3240 gram
BB s : 3335 gram
Diuresis : 5,1 ml/kgBB/jam
Kultur pus :
Escherichia coli
Resisten : Ampcillin,
sulbactam,
cefazolin,
ceftazidime,
ceftriaxone,
cefepime,
gentamicin,
ciprofloxacine
Sensitif : Ertapenem,
26

Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Penicilline procain 150000 IU im
ASI/PASI 100 ml/ 3jam
Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Meropenem 125 mg/ 8 jam iv
25 mg/ 12 jam iv
ASI/PASI 100 ml/ 3jam

meropenem,
amikacin,
tigecycline,
nitrofurantoin

Sabtu/ 4 April 2014

Usia : 19 hari
BB l : 3200 gram
BB k : 3335 gram
BB s : 3290 gram
Diuresis : 6,2 ml/kgBB/jam

Impetigo dengan nekrotik luas

28

Rawat Isolasi
Ganti verban 2 x sehari
Meropenem 125 mg/ 8 jam iv
25 mg/ 12 jam iv
ASI/PASI 100 ml/ 3jam

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis impetigo bulosa pada neonatus laki-laki, usia 13 hari ditegakkan


berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status dermatologis pada neonatus. Dari
keluhan didapatkan kemerahan pada kulit seperti terbakar dan melepuh pada leher
dan bahu. Kulit yang melepuh pecah membentuk keropeng berwarna kuning
seperti madu. Lama kelamaan keropeng dan kulit sekitarnya berubah warna
menjadi kehitaman dengan bagian tengah membentuk luka yang disertai nanah
warna kekuningan dan berbau busuk. Impetigo bulosa merupakan bula superfisial,
mudah pecah dan meninggalkan kulit yang terkelupas dengan pembentukan
krusta, hal inilah yang terjadi pada pasien dimana kulit yang melepuh pecah
membentuk luka berkeropeng. Lokasi lesi juga sesuai dengan daerah predileksi
dari impetigo yaitu belakang telinga, leher, bahu hingga lengan.1,8
Dari status dermatologis ditemukan gambaran ulkus mulai daerah leher,
bahu kanan hingga punggung kanan, dan dada kiri. Ulkus tersebut dicurigai akibat
impetigo bulosa yang sudah pecah dan mengalami infeksi sekunder. Hal ini
dicurigai akibat perilaku keluarga yang tidak bersih dimana pada daerah yang
merah dan melepuh diolesi minyak dan air dari obat-obatan kampung dengan
menggunakan daun-daun. Hal ini didukung oleh hasil kultur ditemukannya bakteri
Escherichia coli pada ulkus.1,8
Impetigo bulosa biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus merupakan flora normal di kulit dan faktor risiko impetigo
pada pasien juga dicurigai karena hygiene yang tidak baik, dimana pasien tinggal

30

di tempat perumahan padat dan sumber air untuk mandi, mencuci dan kakus
adalah air sungai. Selain itu faktor pengetahuan keluarga tentang kesehatan juga
kurang baik, dimana saat muncul lepuhan pada pasien oleh keluarga diolesi
minyak dan air dari obat-obatan kampung dengan menggunakan daun-daun yang
belum terjamin kebersihannya.1

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Pioderma.
Edisi ke 6. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. p.57-61
2. Lissauer T, Fanaroff A. At a Glance Neonatologi: Infeksi bakteri spesifik.
Jakarta: Erlangga Medical Series; 2009. p.102-103
3. Lissauer T, Fanaroff A. At a Glance Neonatologi: Infeksi neonatal. Jakarta:
Erlangga Medical Series; 2009. p.100-101
4. Kosim M Sholeh, dkk. Buku Ajar Neonatologi: Gangguan Kulit pada Bayi
Baru Lahir. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p.210-225
5. Siregar R.S. Atlas Berwama Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. p.45-49
6. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit: Infeksi bakteri kulit stafilokok dan
streptokok. Jakarta: Badan Penerbit Hipokrates; 2007. p.46-49
7. Lewis S Lisa, Steele Russell W. Impetigo. [cited 2015 April 5] Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
8. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections And Pyodermas. In: Wolff K,
et al, eds. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th ed. USA:
McGraw-Hill. 2008. p.709-1694
9. Freedberg, et al. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. Two Vol
Set, 6th edition. USA: McGraw-Hill Professional. 2003
10. Arthur Rook, D.S. Wilkinson, F.J.G Ebling. Impetigo. Textbook of
Dermatology, 3th ed Vol 2. 1979. p.338-341
11. Wahid, Dian Ibnu. Impetigo: Terapi dan Penggunaan Antibiotika Topikal
Berdasarkan Evidence Based Medicine. [cited 2015 April 5] Available from:
http://diyoyen.blog.friendster.com/ 2009/05/impetigo-terapi-dan-penggunaanantibiotik-topikal-berdasarkan-evidence-based-medicine/

34

Anda mungkin juga menyukai