Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

UJIAN

Nama:
Yuliana

110170074

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2015

LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien

Nama

: Ny. K

Umur

: 21 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Cikulak

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SD

Status Perkawinan

: Menikah

Agama

: Islam

Suami

: Tn. R

Umur

: 21 tahun

Pekerjaan

: Wiraswasta

II. Anamnesis
Keluhan Utama : keluar cairan banyak dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G1P0A0 merasa hamil 37 minggu mengeluh keluar cairan banyak
dari jalan lahir sejak kurang lebih 12 jam yang lalu SMRS, cairan jernih,
tidak berbau dan tidak disertai panas badan. Keluhan mules-mules sudah
dirasakan pasien tetapi masih jarang. Gerakan anak masih dirasakan
pasien. Pengeluaran darah atau lendir belum dirasakan pasien. Riwayat
trauma disangkal. Keluhan pusing, keputihan, kaki bengkak, gangguan
BAK dan BAB tidak dirasakan pasien. Riwayat alergi obat dan makanan

disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung
dan paru disangkal
Riwayat keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung dan
paru pada keluarga disangkal

Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan : hamil anak pertama, belum pernah keguguran
ANC : teratur sebanyak. 8 kali di bidan
Imunisasi TT 1 kali selama hamil
Riwayat Menikah
Menikah 1 kali, lama pernikahan 1 tahun
19 tahun, SD, Ibu rumah tangga
19 tahun, SD, Wiraswasta

III.

Riwayat Kontrasepsi
Belum pernah menggunakan KB
Riwayat Haid
HPHT : 01-10-2014
TP : 08-07-2015
Menarce : 12 tahun
Siklus haid teratur 28 hari selama 5-6 hari.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
: TD : 120/80 mmHg
Nadi : 82 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 C
Kepala
: normosefal, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Leher
: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
: normothoraks
Cor
: BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS kanan = kiri, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen

: cembung, lembut
Bising usus (+) normal
Nyeri tekan (-)

Defence muskular (-)


PS/ PP -/-, hepar lien tidak teraba
: Sianosis (-), akral hangat, edema (-)

Ekstermitas
Status Obstetri
Inspeksi
Wajah : chloasma gravidarum. (+)
Abdomen : cembung, lembut,. Nyeri tekan (-), defance muskular (-),
PS/PP (-)
Palpasi
Leopold I

: presentasi bokong,. TFU= 27cm

Leopold II
: punggung , bagian kecil teraba di
Leopold III
:.Presentasi kepala
Leopold IIV : sudah masuk PAP
Djj: 153 x/menit puka, His: 1x/10/10
Pemeriksaan dalam
Vulva/vagina: tidak ada kelainan, portio lunak, pembukaan 1 cm,
ketuban (-), kepala di hodge 1, blood sym (-)
Pemeriksaan lakmus (+)
Diagnosis Kerja Sementara
G1P0A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan KPD
Hasil Laboratorium
Hb
: 9,9 gr/dl
Leukosit
: 9.100 mm3
Eritrosit
: 3,81 mm3
Ht
: 29 %
Trombosit
: 175.000 mm3
Basofil
:0%
Eosinofil
:2%
N. batang
:0%
N. segmen
: 66 %
Limfosit
: 20 %
Monosit
: 12 %
Golongan darah : B, rhesus +
IV.Resume
Ibu usia 21 tahun dengan G1P0A0 merasa hamil 37 minggu mengeluh
keluar cairan banyak dari jalan lahir sejak kurang lebih 12 jam SMRS, cairan
jernih, tidak berbau dan tidak disertai panas badan.. Keluhan mules-mules
sudah dirasakan pasien tetapi masih jarang, gerakan anak masih dirasakan
ibu. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung
dan paru disangkal baik pada pasien maupun keluarga. Riwayat alergi obat
maupun makan-makanan disangkal.
Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri
didapatkan TFU 27 cm puka, presentasi kepala, His 1x/10/10, djj 153
x/menit, pemeriksaan dalam vulva/vagina tidak ada kelainan, porsio lunak,
pembukaan 1 cm, ketuban (-), selaput (+), kepala hodge 1, pemeriksaan
lakmus (+), pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
V. Diagnosis Kerja
G1P0A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan KPD
VI.
Terapi

VII.

Infus D5%/8 jam


Injek ceftriaxone 2 x 1 gr
Cek DR
Rencana partus pervaginam
Rencana induksi persalinan
Observasi KU, TTV, HIS, DJJ dan kemajuan persalinan
Prognosis
Quo ad Vitam
: Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam

PEMBAHASAN
KETUBAN PECAH DINI (KDP)
DEFINISI
Ketuban Pecah Dini atau spontaneus/early/premature rupture of the
membrans (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum menunjukkan tanda-tanda persalinan/inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila 1 jam kemudian tidak timbul
tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang
dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun
preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm premature rupture of membrans
atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini preterm/preterm prematur rupture of membran
(PPROM) dan bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.
ETIOLOGI
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas
yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang
besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan

jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini,
antara lain:
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya

KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual,

pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD


karena biasanya disertai infeksi.
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
- Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
- Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
- Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
EPIDEMIOLOGI
Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari
semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %,

sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm
terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur.
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1
%. Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi
KPD kira kira 12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.

PATOFISOLOGI
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara
sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan
selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan
amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai
bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang
seiring dengan tuanya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal
dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti, dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.
Amnion

atau

selaput

ketuban

merupakan

membran

internal

yang

membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.

Selaput amnion melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan
mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio
tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus
hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal
berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada
lapisan uterus.

Gambar 1. Skematik struktur selaput ketuban


Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
Fungsi cairan amnion
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)

4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri


5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi
yang mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

Gambar 2. Patofisiologi PROM


Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya
apoptosis dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim
protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular
amnion. Kolagen interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel
mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.
Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat
dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP
9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah

dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix


metalloprotease (TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada
wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan
inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal.

Gambar 3. Mekanisme reaksi inflamasi pada selaput ketuban


Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker marker
apoptosis dimembran fetal pada ketuban pecah dini berbanding dengan membran
pada kehamilan normal. Banyak penelitian yang mengatakan aktivasi aktivitas
degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding
membran fetal.

Faktor Janin
Gemeli
Malposisi

Berat Janin berlebih

Faktor Ibu
Serviks Inkopeten
Multipara
Hidramnion
CPD, usia
Riwayat KPD
Merokok

KELEMAHAN DINDING MEMBRAN JANIN


RUPTURNYA MEMBRAN AMNION DAN KHORION SEBELUM TANDA TANDA PERSALINAN

KETUBAN PECAH DINI


INFEKSI PADA IBU

Gambar 4. Alur mekanisme ketuban pecah dini


DIAGNOSIS KPD
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan
ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan
tepat. Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :
1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak
secara tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau
khas, dan perlu juga diperhatikan warna keluarnya cairan tersebut biasanya
berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan lahir. his belum teratur atau
belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan
meningkat dan nadi cepat.
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak adanya
nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi
yang diharapkan menurut HPHT. Palpasi abdomen memberikan ukuran
janin dan presentasi.

3.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan
ini akan lebih jelas.
4.Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan
pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada
KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau
belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,
mengejan atau lakukan manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan,
akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
anterior/posterior.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah:
1. Pooling
: kumpulan cairan amnion pada fornix posterior
2. Nitrazine Test : kertas nitrazin merah akan jadi biru
3. Ferning
: cairan dari fornix posterior ditempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan
gambaran seperti daun pakis.
5.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan,
pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina
yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.
Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam
persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan
penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
6.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina.
1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard
emas yang sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada
keberadaan bahan basa. pH normal vagina selama kehamilan adalah 4,55,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5. Tempatkan sepotong kertas
nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum dari
vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan tes yang positif palsu.
8. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan
gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.
DIAGNOSIS BANDING KPD
Fistula vesiko vaginal pada kehamilan
PENATALAKSANAAN KPD
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau
eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg
selama 7 hari). Jika umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat
selama air ketuban masih keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan dexametason,
observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason,
dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada

infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32
37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis
betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5
mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio
sesarea. Bila tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan
terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor
pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.

Gambar 5. Alur penatalaksanaan ketuban pecah dini

KOMPLIKASI
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24
jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin
serta hipoplasi pulmonary.
PROGNOSIS
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada : usia
kehamilan, adanya infeksi / sepsis, faktor resiko / penyebab, ketepatan diagnosis
awal dan penatalaksanaan.
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan,
lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir
antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
premature.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Wiknjisastro H, Safiudin AB, Rachimahadhi T, editor. 2000. Ilmu


Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.Jakarta.

2.

Mansjoer A, TORCH. Editor

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R,

Wardhani WI, Setiowulan W. 2011. Dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi


ketiga, Jilid pertama. Media Auesculapius FKUI. Jakarta.
3.

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. 2010. Obstetri Williams.
Edisi 22. EGC. Jakarta.

Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. 2009. Ilmu

4.

Kebidanan. Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi


Baru Lahir. Edisi Keempat. Cetakan Kedua. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. hal 677-682.
5.
Manuaba.I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta
6.

Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB. EGC. Jakarta. hal : 221 225.
Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.
(eds). 2007. Pengantar Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada
Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. Cetakan Pertama. EGC. Jakarta. Pp 456460.

7.

Nili F., Ansaari A.A.S. 2003. Neonatal Complications Of Premature


Rupture Of Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3.

8.

Diunduh dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.


Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C
John , III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine. 2005. Williams Obstetrics

Edisi 22.EGC. Jakarta.


9.
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal & Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
10.

Ketuban

Pecah

Dini.

2011.

Diambil

dari

situs

http://www.scribd.com/doc/59744828/KPD.html. Diakses pada tanggal 16


juli 2012.

Anda mungkin juga menyukai