Kalau kita bertanya tentang kabar negeri sekarang, pasti jawabannya
tidak jauh-jauh dari kesemrawutan dan dagelan-dagelan politik yang luar biasa banyaknya menghiasi tayangan-tayangan teleivisi atau pemberitaan di media. Semua lapisan mafhum dan memiliki jawaban senada mulai dari orang-orang di warung kopi, pedagang pasar, pegawai kantoran, hingga aktivis-aktivis gerakan. Kisruh yang melanda negeri ini sejak Jokowi menjabat ini ibarat musibah politik beruntun yang menimpa rezim setelah SBY ini. Atau dapat dikatakan kisruh ini menjadi nasib sial yang harus dihadapi oleh Jokowi dan jajaran. Pil pahit ini tak dapat dielakkan lagi. Bagaimana pun kondisinya, Jokowi harus berani menghadapi. Apapun hasilnya. Pada gilirannya ini seperti pertaruhan. Dahulu ketika kampanye Jokowi menawarkan warna dan udara yang berbeda. Bahkan digadang-gadang sebagai new hope-nya Indonesia. Dan kini dihadapkan dengan kondisi yang jauh berbanding terbalik seperti harapan atau prediksi sebelumnya. Jika jokowi berhasil melewati masa-masa sulit ini, apalagi dengan ditambah prestasi, maka pasti trust masyarakat akan meningkat, bahkan dari haters sekalipun. Tapi jika Jokowi gagal melewati masa-masa sulit ini, bisa dipastikan dukungan dan trust masyarakat akan semakin tergerus, bahkan dari pendukung fanatiknya sekalipun. Bicara kisruh politik di Indonesia ini bukan serta merta tentang Jokowi seorang, tapi tentang bagaimana elit politik kita menggungakan kekuasaannya. Lord Acton mengatakan, Absolute power tends to corrupt absolutely. Ya, kekuasaan cenderung memawa orang orang-orang yang duduk di kursi menjadi tamak dan lupa diri.