Responsi OA DR - Eis
Responsi OA DR - Eis
PENDAHULUAN
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin.1
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi Osteoarthritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.
1,2
orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 11,6% dari mereka yang berusia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis
adalah pada tangan 3,1%, kaki 2,1%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA
menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada
orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45
60 tahun, dan panggul 4,4%. 2
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,1
kematian per 100.000 (1939-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2
Penyebab dari Osteoarthritis yang paling sering adalah usia, jenis
kelamin, kelainan struktur anatomis dan obesitas. Semakin tinggi harapan hidup
manusia saat ini membuat manusia menghadapi berbagai jenis masalah kesehatan
terutama yang berhubungan dengan kerusakan organ karena bertambahnya usia. Di
Indonesia sendiri penderita OA mencapai 8,1 % dari jumlah penduduk. Sebanyak
29% diantaranya melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71%
mengkonsumsi obat bebas pereda nyeri. Penduduk dengan obesitas semakin
meningkat setiap tahunnya sehingga merupakan faktor resiko terhadap terjadinya
Osteoarthritis.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain.pada sendi sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua
bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler yang
mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronat membentuk agrerat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi
hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti semula.
Jaringan kolagen merupakan molekul protein yang kuat. Kolagen ini berfungsi
sebagai
kerangka
dan
mencegah
pengembangan
berlebihan
dari
agregat
proteoglikan.1
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan
(reparasi). Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung
perubahan sebab fisis sedikit yaitu sebesar 25kg/cm1. Fungsi utama rawan sendi
yaitu disamping memungkinkan gesekan pada gerakan, juga menyerap energi beban
dengan mengubah bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada
suatu daerah yang luas.1,2
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan
ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)
sendi.1
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi.1
Ligamen,
bersama
dengan
kulit
dan
tendon,
mengandung
suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan
yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi
ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota
gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki
fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.3
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago.3
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks,
sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang
bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan
kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.1
2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya
osteoarthritis.
Faktor
biomekanik
yaitu
kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya
2.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi4 :
a.
b.
Grade
0
1
2
Klasifikasi
Normal
Doubtfull
Mild
Deskripsi
Tidak ada gambaran OA
Mungkin ada osteofit, Penyempitan diragukan.
Osteofit nyata. Jarak antar sendi normal, tapi
mulai ada penyempitan
3
Moderate
Osteofit
terbentuk
moderate,
multiple,
penyempitan nyata, Subchondral sclerosis,
kemungkinan ada deformitas.
4
Severe
Deformitas nyata, Subchondral sclerosis berat.
Tabel 2.1 Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologis (Kellgren, 1963)
menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls.
mengabsorbsi
impuls.
Faktor-faktor
ini
secara
keseluruhan
usila.
pasca menopause.
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan
dilepaskannya
mediator
kimiawi
seperti
prostaglandin
dan
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja ).3
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago.3
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.3,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.3
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.3
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan
ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama
pada OA lutut.3
2.9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratorium :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 1 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 10 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
10
terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki ( Jacobson,
JA, et al. 2008)
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya
celah sendi
metatarsophalangeal
pertama,
sklerosis,
dan
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut ( Jacobson, JA, et
al. 2008)
Keterangan
Gambaran
radiologis
anteroposterior
lutut
Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul (Jacobson, JA,
et al. 2008)
Keterangan : Kedua gambar di atas
menunjukkan
penyempitan
Penatalaksanaan
besar gambaran
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak
sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya
secara
keseluruhan,
agar
pengelolaannya
aman,
sederhana,
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
1
b. Krim NSAIDs
2
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan
penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 1 bulan atau setahun 1 kali terutama untuk
sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b.
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 1 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.11
Bila Osteoarthritis telah masuk grade 3 dan grade 4 yangsampai mengganggu
fungsi tubuh, maka terapi pembedahan dapat dipertimbangkan. Sebelum diputuskan
untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan
keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1
2.12 Prognosis
Prognosis Osteoarthritis pada umumnya baik sebagian besar nyeri dapat diatasi
dengan obat-obat konservatif. Namun jika terjadi pada ekstremitas bawah seperti
lutut prognosis relatif buruk dalam periode sekitar sepuluh tahun karena sendi ini
sering digunakan untuk berjalan sedangkan yang paling baik prognosisnya adalah
OA tangan.12
2.13 Komplikasi
1. Herniasi kapsular. Osteoarthritis lutut seringkali dihubungkan dengan efusi dan
herniasi kapsul posterior.
2. Rotator cuff dysfunction. Oateoartritis sendi akromioklavikular menyebabkan
tubrukannya rotator cuff, tendinitis atau cuff tears.
BAB III
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama
: Tn. Sulaiman
Umur
: 38 th
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Jawa
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
Status Perkawinan
: Menikah
: 525410
1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik RSU Haji Surabaya mengeluh nyeri di lutut kiri. Nyeri
pada lutut kiri dirasakan sejak lama namun keluhan tidak parah. Sejak 1 minggu ini
lutut nyeri dan bengkak. Nyeri timbul ketika pasien berjalan terlalu lama dan nyeri
sekali saat menaiki tangga. Kedua lutut terasa cekot-cekot dan teraba hangat bila
nyeri. Nyeri semakin bertambah saat pasien beralih posisi dari duduk yang lama ke
posisi berdiri dan saat sujud. Pasien mengaku terdapat rasa kaku pada kedua lutut
pada pagi hari setelah bangun tidur dan setelah duduk lama. Sendi terasa kaku dan
agak sulit digerakkan. Rasa kaku tersebut berlangsung selama 5 menit dan
menghilang secara perlahan. Jika sendi lutut digerakkan pesien mengaku terdengar
bunyi krek-krek.
Pasien pernah berobat ke dokterdan diberikan obat vitbone dan meloxicam namun
pasien mengaku keluhan muncul kembali saat obat habis
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pensiunan guru yang sekarang lebih sering dirumah. Pasien
biasanya mengantarkan cucunya ke sekolah dengan sepeda roda dua namun 1 bulan
ini sudah tidak dilakukan. Pasien makan tiga kali sehari sering makan tahu dan
tempe, kadang-kadang makan kacang-kacangan. Jamban duduk.
Kesadaran
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 38
kali/menit, reguler
Respirasi
: 20
kali/menit, reguler
Suhu aksila
: 16.8
Tinggi badan
: 160
cm
Berat badan
: 61
kg
BMI
: 21.82 kg/m2
Status Gizi
: Normal
Status General
Pemeriksaan Umum
Mata
: kesan anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra
-/-
THT
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: S1S2 reguler
Pulmo :
Inspeksi
: Simetris, normochest
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Perkusi
E
- - -
: Timpani,
kstremitas : Hangat , edema
, CRT<2 detik
Inspeksi
Palpasi
Gerakan
Auskulta Sekitar
si
Siku (D)
Bengkak
Bengkak
(-)
(-)
Merah (-)
Hangat (-)
Luka (-)
Nyeri
Kelainan
bentuk (-)
tekan (-)
(-)
sendi
Nyeri
otot (-)
Siku (S)
Bengkak
Bengkak
(-)
(-)
Merah (-)
Hangat (-)
Luka (-)
Nyeri
Kelainan
Nyeri
(-)
otot (-)
tekan (-)
bentuk (-)
Pergelang
Bengkak
Bengkak
Ekstensi
Krepitasi
Tidak
(-)
10
(-)
ada
Merah (-)
Hangat (-)
Fleksi 10
Luka (-)
Nyeri
Deviasi
tekan (-)
radial 10
an tangan (-)
(D)
Kelainan
bentuk (-)
kelainan
Deviasi
ulnar 15
Pergelang
Bengkak
Bengkak
Ekstensi
Krepitasi
Tidak
(-)
80
(-)
ada
Merah (-)
Hangat (-)
Fleksi 80
Luka (-)
Nyeri
Diviasi
tekan (-)
radial 20
an tangan (-)
(S)
Kelainan
bentuk (-)
Deviasi
ulnar 10
kelainan
Lutut (D)
Bengkak
Bengkak
(-)
(-)
Merah (-)
Hangat (-)
Luka (-)
Nyeri
Kelainan
Fleksi 90
Ekstensi
Krepitasi
Nyeri
(-)
otot
betis (-)
tekan (-)
bentuk (-)
Lutut (S)
Bengkak
Bengkak
(+)
(+)
Merah (-)
Hangat
Luka (-)
Kelainan
bentuk
Fleksi 10
Krepitasi
Ekstensi
(+)
Nyeri
otot
betis (-)
(+)
Nyeri
tekan (-)
(+)
Pergelang
an
(D)
Bengkak
kaki (-)
Bengkak
Fleksi
Krepitasi
Tidak
(-)
plantar
(-)
ada
Merah (-)
Hangat (-)
Luka (-)
Nyeri
Kelainan
bentuk (-)
tekan (-)
Bulge test
(-)
20
Fleksi
dorsal 10
Inversi<15
Eversi<10
kelainan
Pergelang
an
(S)
Bengkak
kaki (-)
Merah (-)
Luka (-)
Kelainan
bentuk (-)
Bengkak
Fleksi
Krepitasi
Nyeri
(-)
plantar
(-)
otot
Hangat (-)
Nyeri
tekan (-)
20
Fleksi
dorsal 10
maleolu
s
mediallateral
(-)
Status lokalis :
sekitar
Inversi<15
Eversi<10
di
LOOK
FEEL
MOVE
: ROM terbatas
LISTEN
: Krepitasi +
AVN
Hasil :
1.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci,
al.
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part
II. Arthritis Rheum. 58(1):2615.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 19911994. J Rheumatol. 11(11):22312239.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 10 Mei 2015.
7. Iannone F, Lapadula G. 2001. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging
Clin Exp Res. 15(5):164132.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson,
JA,
et
al.
2008.
Assessment
of
32