Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin.1
Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika Serikat,
prevalensi Osteoarthritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai 80%
dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020.

1,2

OA terjadi pada 11,9%

orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 11,6% dari mereka yang berusia lebih
dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA menurut temuan radiologis
adalah pada tangan 3,1%, kaki 2,1%, lutut 0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA
menurut gejala yang ditemui yaitu pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada
orang dewasa berusia lebih dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45
60 tahun, dan panggul 4,4%. 2
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga 0,1
kematian per 100.000 (1939-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6% dari
semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun disebabkan OA
dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2
Penyebab dari Osteoarthritis yang paling sering adalah usia, jenis
kelamin, kelainan struktur anatomis dan obesitas. Semakin tinggi harapan hidup
manusia saat ini membuat manusia menghadapi berbagai jenis masalah kesehatan
terutama yang berhubungan dengan kerusakan organ karena bertambahnya usia. Di
Indonesia sendiri penderita OA mencapai 8,1 % dari jumlah penduduk. Sebanyak
29% diantaranya melakukan pemeriksaan dokter, dan sisanya atau 71%
mengkonsumsi obat bebas pereda nyeri. Penduduk dengan obesitas semakin
meningkat setiap tahunnya sehingga merupakan faktor resiko terhadap terjadinya
Osteoarthritis.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulangtulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu
sama lain.pada sendi sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua
bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler yang
mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronat membentuk agrerat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi
hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti semula.
Jaringan kolagen merupakan molekul protein yang kuat. Kolagen ini berfungsi
sebagai

kerangka

dan

mencegah

pengembangan

berlebihan

dari

agregat

proteoglikan.1
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan
(reparasi). Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung
perubahan sebab fisis sedikit yaitu sebesar 25kg/cm1. Fungsi utama rawan sendi
yaitu disamping memungkinkan gesekan pada gerakan, juga menyerap energi beban
dengan mengubah bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada
suatu daerah yang luas.1,2

Gambar 2.1 Sendi normal (emedicine, 2015)


Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula

dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan
ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion)
sendi.1
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi.1
Ligamen,

bersama

dengan

kulit

dan

tendon,

mengandung

suatu

mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan
yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi
ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota
gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki
fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.3
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago.3
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks,
sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor

pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang


kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang
baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan.3
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM
menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago.3
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi
matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida
nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi
matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang
dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan
protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.1
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan

gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,

progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral yang
bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, peregangan
kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-otot yang
menghubungkan persendian.1
2.3 Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya

osteoarthritis.

Faktor

biomekanik

yaitu

kegagalan mekanisme

protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat terganggunya

faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi akibat komplikasi


dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan sebagainya.

2.4 Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi4 :
a.

Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada


sendi tanpa adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering
menyerang sendi penahan beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan
yang normal pada sendi dan kerusakkan akibatproses penuaan. Paling sering
terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini juga ditemukan pada
sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki

b.

Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi


akibat dari suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan
adanya penyakit sistem sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi
pada umur yang lebih awal daripada osteoarthritis primer.

Grade
0
1
2

Klasifikasi
Normal
Doubtfull
Mild

Deskripsi
Tidak ada gambaran OA
Mungkin ada osteofit, Penyempitan diragukan.
Osteofit nyata. Jarak antar sendi normal, tapi
mulai ada penyempitan
3
Moderate
Osteofit
terbentuk
moderate,
multiple,
penyempitan nyata, Subchondral sclerosis,
kemungkinan ada deformitas.
4
Severe
Deformitas nyata, Subchondral sclerosis berat.
Tabel 2.1 Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologis (Kellgren, 1963)

Gambar 2.1 Grade Osteoarthritis berdasarkan radiologis (emedicine, 2015)


2.6 Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik5
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago
pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam mensintesis
matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan (aktivitas) pada
sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih
tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih
tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang menyebabkan peningkatan
resiko

kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi

menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls.

Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa

mengabsorbsi

impuls.

Faktor-faktor

ini

secara

keseluruhan

meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.


2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi
OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki
Resiko

usila.

ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan

pasca menopause.

3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya Osteoarthritis. Adanya


mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsurunsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada Osteoarthritis.5
b. Faktor intrinsik5
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian5
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang
membantu pergerakan sendi.
2.7 Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme lain
sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan
sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak
makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan
dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifatsifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi
dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat
menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan
IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks
ekstraseluler.5

Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah : 8


1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
1. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang
rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang
rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut
saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan
mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan
matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui
mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya
tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan
timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit.
Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan
membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang
dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan
awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi
sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan
tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut
merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang
subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya
tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus,
rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan
deformitas.8
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral

yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan

dilepaskannya

mediator

kimiawi

seperti

prostaglandin

dan

interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang


diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan
terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan
rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa
penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat
dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab
itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena
itu bengkak.5

Gambar 2.2 Osteoarthritis (emedicine, 2015)


2.8

Tanda dan Gejala Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang

dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut

adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :


a.

Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan

gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja ).3
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago.3
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.3,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.3
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.3
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.

Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak


tertentu.3
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.3
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.3
g. Tanda tanda peradangan
Tanda tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya
synovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.3
h.

Perubahan gaya berjalan


Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman

yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan
ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama
pada OA lutut.3
2.9 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratorium :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 1 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 10 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 1 kriteria di bawah ini:


1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <10 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <10 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 35%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku
dan disertai 1 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 1 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 1, PIP 2 dan 1 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 83%.
2.10 Pemeriksaan penunjang
2.10.1Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan


gambaran radiologis

, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,

terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.

10

Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis


lutut (LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001)
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya
celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang
ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah

terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki ( Jacobson,
JA, et al. 2008)
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya

celah sendi

metatarsophalangeal

pertama,

sklerosis,

dan

pembentukan osteofit (panah).9

Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut ( Jacobson, JA, et
al. 2008)

Keterangan

Gambaran

radiologis

anteroposterior

lutut

menunjukkan penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit


(panah).10

Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul (Jacobson, JA,
et al. 2008)
Keterangan : Kedua gambar di atas

menunjukkan

penyempitan

ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan


osteofit (panah).1
2.10.2 Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai
protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai
penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
2.11

Penatalaksanaan

besar gambaran

Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak
sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta
kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan
pasiennya

secara

keseluruhan,

agar

pengelolaannya

aman,

sederhana,

memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau


holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis bergantung pada gejala klinis
yang dialami pasien dan Grade Osteoarthritis. Pada Grade 0 dan Grade 1 bisa
dilakukan terapi nonfarmakologis saja yaitu:11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi10
Sedangkan bila Osteoarthritis grade 2 dan grade 3 biasanya pasien sudah
mengeluhkan nyeri yang mengganggu maka selain terapi nonfarmakologis, terapi
farmakologis diperlukan yaitu :11
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)

b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)


- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi
pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut
dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease
Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan
sebagainya.11
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime
MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru
dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.
Pada penelitian Rejholec tahun 1983
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam
rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir),
yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 1 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 1. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas


enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
f.

Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam


mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.11

2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
1

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada


umumnya bersifat counter irritant.

b. Krim NSAIDs
2

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan


campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang
dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.11

3. Injeksi intraartikular/intra lesi


Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan Osteoarthritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi dengan hyaluronan
untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya
melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam
bidang reumatologi.11
a.

Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )


Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan

inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir
NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari
penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan

penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 1 bulan atau setahun 1 kali terutama untuk
sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,
sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b.

Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight


Di Indonesia terdapat 1 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra

artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan
berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai
2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak
dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses
steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan
misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 1 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.11
Bila Osteoarthritis telah masuk grade 3 dan grade 4 yangsampai mengganggu
fungsi tubuh, maka terapi pembedahan dapat dipertimbangkan. Sebelum diputuskan
untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan
keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1

1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi


2

2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan


rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint.10


1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weight bearing. Tujuan : Membuat kartilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair.
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam highdensity polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental

b. High tibial osteootmy : orang muda


c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang
hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.11
1. Arthrodesis
Merupakan pilihan yang dipertimbangkan jika kekauan masih dapat ditoleransi
dan sendi yang dekat tidak dicurigai sakit.hal ini paling sering digunakan pada sendisendi kecil yang cenderung OA, seperti sendi karpal dan tarsal dan sendi
metatarsofalangeal besar.12

2.12 Prognosis
Prognosis Osteoarthritis pada umumnya baik sebagian besar nyeri dapat diatasi
dengan obat-obat konservatif. Namun jika terjadi pada ekstremitas bawah seperti
lutut prognosis relatif buruk dalam periode sekitar sepuluh tahun karena sendi ini
sering digunakan untuk berjalan sedangkan yang paling baik prognosisnya adalah
OA tangan.12
2.13 Komplikasi
1. Herniasi kapsular. Osteoarthritis lutut seringkali dihubungkan dengan efusi dan
herniasi kapsul posterior.
2. Rotator cuff dysfunction. Oateoartritis sendi akromioklavikular menyebabkan
tubrukannya rotator cuff, tendinitis atau cuff tears.

1. Spinal stenosis. Longstanding hipertrofi OA pada sendi lumbal apofiseal


menimbulkan spinal stenosis. Abnormalitas dapat ditunjukkan melalui CT dan MRI
4. Spondilolistesis .Pada pasien berusia lenih dari 60 tahun, OA destruktif pada sendi
apofiseal menyebabkan instabilitas segmental yang berat dan spondilolistesis (yang
mana disebut juga spondilolistesis degeneratif).12

BAB III
STATUS PASIEN
1.1 IDENTITAS
Nama

: Tn. Sulaiman

Umur

: 38 th

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Gubeng Kertajaya 9D/56 Surabaya

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Pegawai Negeri

Status Perkawinan

: Menikah

Tanggal pemeriksaan : 9 Juni 2015


No RM

: 525410

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri pada lutut kiri
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik RSU Haji Surabaya mengeluh nyeri di lutut kiri. Nyeri
pada lutut kiri dirasakan sejak lama namun keluhan tidak parah. Sejak 1 minggu ini
lutut nyeri dan bengkak. Nyeri timbul ketika pasien berjalan terlalu lama dan nyeri

sekali saat menaiki tangga. Kedua lutut terasa cekot-cekot dan teraba hangat bila
nyeri. Nyeri semakin bertambah saat pasien beralih posisi dari duduk yang lama ke
posisi berdiri dan saat sujud. Pasien mengaku terdapat rasa kaku pada kedua lutut
pada pagi hari setelah bangun tidur dan setelah duduk lama. Sendi terasa kaku dan
agak sulit digerakkan. Rasa kaku tersebut berlangsung selama 5 menit dan
menghilang secara perlahan. Jika sendi lutut digerakkan pesien mengaku terdengar
bunyi krek-krek.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah jatuh dengan lutut kaki menumpu badan 15 tahun yang lalu karena
terpeleset dari tangga, kemudian kaki bengkak dan nyeri. Oleh pasien tidak dibawa
ke dokter hanya dipijatkan. Setelah nyeri dan bengkak hilang bentuk kaki menjadi
berubah agak bengkok, namun sebelumnya tidak memberikan keluhan.
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes: menderita DM sejak 5 tahun yang lalu, minum obat glimepirid
namun tidak rutin kontrol.
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat Hiperurisemia : disangkal
Riwayat Keluarga
Riwayat serupa : kakak pasien
Riwayat hipertensi: disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat jantung : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Pengobatan

Pasien pernah berobat ke dokterdan diberikan obat vitbone dan meloxicam namun
pasien mengaku keluhan muncul kembali saat obat habis
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pensiunan guru yang sekarang lebih sering dirumah. Pasien
biasanya mengantarkan cucunya ke sekolah dengan sepeda roda dua namun 1 bulan
ini sudah tidak dilakukan. Pasien makan tiga kali sehari sering makan tahu dan
tempe, kadang-kadang makan kacang-kacangan. Jamban duduk.

1.1 PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Keadaan umum

: kesan sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis (GCS 4-56)

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 38

kali/menit, reguler

Respirasi

: 20

kali/menit, reguler

Suhu aksila

: 16.8

Tinggi badan

: 160

cm

Berat badan

: 61

kg

BMI

: 21.82 kg/m2

Status Gizi

: Normal

(menurut WHO 1998)

Status General
Pemeriksaan Umum
Mata

: kesan anemis -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema palpebra
-/-

THT

:Telinga : sekret -/-, hiperemis -/-, reflex cahaya membrane timpani +/


+
Hidung : sekret (-), mukosa nasalis intak/intak
Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Lidah

: papil atrofi (-)

Thorax : Simetris (+), retraksi (-)

Cor :
Inspeksi

: Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS V PSL kanan


Batas kiri jantung ICS V MCL kiri

Auskultasi

: S1S2 reguler

Pulmo :
Inspeksi

: Simetris, normochest

Palpasi

: Vocal fremitus raba N/N

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi

: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

Abdomen :
Inspeksi

: distensi (-), pelebaran pembuluh darah (-), penonjolan


massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Palpasi
+ +
+ +

: hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi
E

- - -

: Timpani,
kstremitas : Hangat , edema

, CRT<2 detik

Pemeriksaan Lokal Sendi


Sendi

Inspeksi

Palpasi

Gerakan

Auskulta Sekitar
si

Siku (D)

Bengkak

Bengkak

(-)

(-)

Merah (-)

Hangat (-)

Luka (-)

Nyeri

Kelainan
bentuk (-)

tekan (-)

Fleksi 150 Krepitasi


Ekstensi
0

(-)

sendi
Nyeri
otot (-)

Siku (S)

Bengkak

Bengkak

(-)

(-)

Merah (-)

Hangat (-)

Luka (-)

Nyeri

Kelainan

Fleksi 150 Krepitasi


Ekstensi

Nyeri

(-)

otot (-)

tekan (-)

bentuk (-)
Pergelang

Bengkak

Bengkak

Ekstensi

Krepitasi

Tidak

(-)

10

(-)

ada

Merah (-)

Hangat (-)

Fleksi 10

Luka (-)

Nyeri

Deviasi

tekan (-)

radial 10

an tangan (-)
(D)

Kelainan
bentuk (-)

kelainan

Deviasi
ulnar 15

Pergelang

Bengkak

Bengkak

Ekstensi

Krepitasi

Tidak

(-)

80

(-)

ada

Merah (-)

Hangat (-)

Fleksi 80

Luka (-)

Nyeri

Diviasi

tekan (-)

radial 20

an tangan (-)
(S)

Kelainan
bentuk (-)

Deviasi
ulnar 10

kelainan

Lutut (D)

Bengkak

Bengkak

(-)

(-)

Merah (-)

Hangat (-)

Luka (-)

Nyeri

Kelainan

Fleksi 90
Ekstensi

Krepitasi

Nyeri

(-)

otot
betis (-)

tekan (-)

bentuk (-)
Lutut (S)

Bengkak

Bengkak

(+)

(+)

Merah (-)

Hangat

Luka (-)
Kelainan
bentuk

Fleksi 10

Krepitasi

Ekstensi

(+)

Nyeri
otot
betis (-)

(+)
Nyeri
tekan (-)

(+)
Pergelang
an
(D)

Bengkak

kaki (-)

Bengkak

Fleksi

Krepitasi

Tidak

(-)

plantar

(-)

ada

Merah (-)

Hangat (-)

Luka (-)

Nyeri

Kelainan
bentuk (-)

tekan (-)
Bulge test
(-)

20
Fleksi
dorsal 10
Inversi<15

Eversi<10

kelainan

Pergelang
an
(S)

Bengkak

kaki (-)
Merah (-)
Luka (-)
Kelainan
bentuk (-)

Bengkak

Fleksi

Krepitasi

Nyeri

(-)

plantar

(-)

otot

Hangat (-)
Nyeri
tekan (-)

20
Fleksi
dorsal 10

maleolu
s
mediallateral

(-)

Status lokalis :

sekitar

Inversi<15

Eversi<10

di

LOOK

: Merah -, Bengkak +, Deformitas +, Genu valrus sinistra +

FEEL

: Teraba hangat +, nyeri tekan -

MOVE

: ROM terbatas

LISTEN

: Krepitasi +

AVN

: a. Dorsalis pedis + adekuat

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Rontgen Genu AP/Lat Sinistra (April 2015))

Hasil :

Tak tampak luxatio


Osteofit pada patella, tibia, femur
Subcondrol sklerotik
Celah sendi femur tibia medial menyempit

Kesan : Osteoarthritis Genu S


1.5 ASSESMENT
Osteoarthritis (genu sinistra) grade III + DM tipe 2
1.6 PENATALAKSANAAN
Joint replacement
1.3 PLANNING
Cek Darah lengkap dan Fungsi ginjal
GDP, GD2JPP, Hba1c
Foto Rontgen genu AP/Lat (Sinistra)

1.8 PROGNOSIS

Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci,

Anthony S, et al. 2012.

Osteoarthritis. Dalam : Harrisons

Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill


Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et

al.

2008. Estimates of the

prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part
II. Arthritis Rheum. 58(1):2615.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 19911994. J Rheumatol. 11(11):22312239.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 10 Mei 2015.
7. Iannone F, Lapadula G. 2001. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging
Clin Exp Res. 15(5):164132.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson,

JA,

et

al.

2008.

Radiographic Evaluation of Arthritis :

Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(1):313343.


10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic

Assessment

of

Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):239286


11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoarthritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta
12. Solomon L. Osteoarthritis. Dalam : Solomon L, Warwick D, Nayagam S.
Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Hodder Arnold, an Hachette UK
Company ; 2010. Chap. 5. p. 85-96.

32

Anda mungkin juga menyukai