Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.1
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih
dianjurkan.2
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan massa tulang.1
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.1,2

BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
A. Struktur makroskopik tulang
Secara makroskopik dibedakan 2 macam tulang yaitu tulang kompakta dan
tulang spongiosa. Pada tulang kompakta tampak sebagai masa utuh dengan ruang
ruang kecil yang hanya terlihat dengan mikroskop. Sedangkan pada tulang
spongiosa tersusun dari trabekula dan pada bagian tengahnya diisi oleh sumsum
tulang.1

Pada tulang tulang panjang tulang dibagi menjadi tiga bagian : Diafisis
(batang) adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun
dari tulang kortikal yang berkekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang
melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini disusun oleh tulang trabekular
(tulang spongiosa) yang mengandung sel-sel hematopoetik. . Bagian epifisis
merupakan bagian ujung dari tulang panjang dan langsung berbatasan dengan
metafisis. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal yang

Gambar 1. Tulang kompakta dan tulang spongiosa


terletak diantara epifisis dan metafisis, hanya terdapat pada anak-anak, dan akan
menghilang setelah dewasa.1,2
Pada tulang - tulang pipih, tulang kompakta membentuk permukaan
bagian dalam dan luar tulang. Sedangkan substansia spongiosanya hanya selapis
tipis di bagian tengah yang disebut sebagai diploe.1
B. Struktur Mikroskopik Tulang
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang.
merupakan

kerangka

dimana

garam-garam

mineral

Matriks
anorganik

ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.1
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat lakuna lakuna. dan osteosit
tersimpan didalam lakuna tersebut. Masing masing lakuna saling terhubung
melalui kanalikuli. System kanalikuli ini sangat penting dalam memberi nutrisi
sel.1

Gambar 1. Mikroskopik Tulang


3

Tulang mempunyai dua saluran vaskuler : saluran havers merupakan


saluran yang memanjang dipusat osteon, yang terdiri dari satu atau dua pembuluh
darah kecil yang terbungkus jaringan ikat.saluran habers saling berhubungan
dengan permukaan bebas dan rongga sum sum. Melalui saluran melintang yang
disebut Saluran volkman.1
Periosteum merupakan membran fibrous padat yang menyelimuti tulang.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.1
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lakuna Howship (cekungan pada permukaan tulang). 1

C. Fisiologi Tulang
Secara umum, fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a) Formasi kerangka. Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk
menentukan ukuran tulang dan menyokong struktur tubuh yang lain.
b) Formasi sedi-sendi. Tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak
dan tidak bergerak tergantung dari kebutuhan fungsional. Sendi yang
bergerak menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
c) Perlekatan otot. Tulang-tulang menyediakan permukaan untuk tempat
melekatnya otot, tendo, dan ligamentum. Untuk melaksanakan pekerjaan
4

yang layak dibutuhkan suatu tempat melekat yang kuat dan untuk itu
disediakan oleh tulang.
d) Sebagai

pengungkit.

Untuk

bermacam-macam

aktivitas

selama

pergerakkan.
e) Penyokong berat badan. Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan
menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga
dapat menjadi kaku dan lentur.
f) Proteksi. Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi
struktur-struktur yang halus seperti otak, medulla spinalis, jantung, paruparu, alat-alat dalam perut, dan panggul.
g) Haemopoiesis. Sum-sum tulang merupakan tempat pembentukan sel-sel
darah, tetapi terjadinya pembentukan sel-sel darah sebagian besar terjadi
disumsum tulang merah.
h) Fungsi immunologi. Limfosit B dan makrofag-makrofag dibentuk dalam
system retikuloendotelial sum-sum tulang. Limfoist B diubah menjadi selsel plasma yang membentuk antibody guna keperluan kekebalan kimiawi,
sedangkan makrofag merupakan fagositotik.
i) Penyimpanan kalsium. Tulang mengandung 97% kalsium tubuh, baik
dalam bentuk anorganik maupun dalam bentuk garam-garam, terutama
kalsium fosfat. Sebagian besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium
dilepas dalam darah bila dibutuhkan. 3,4
D. Biokimia Tulang

Kalsium
Dalam tubuh orang dewasa dengan berat badan sekitar 70 kg mengandung
sekitar 1200gram kalsium, dimana 99% berada dalam tulang hanya sekitar
5

1% berada di darah dan jaringan lunak. Jumlah kebutuhan kalsium


berbeda-beda, tergantung jenis kelamin dan usia. Kebutuhan kalsium yang
dibutuhkan orang Indonesia rata-rata 500-800 mg per hari.5
Sumber Kalsium
1.

Sayur-sayuran

hijau

gelap

(bayam,

kangkung)
2.

Ikan teri kering

3.

Udang kering

4.

Tahu

5.

Kacang-kacangan (kacang kedelai)

6.

Salmon, sarden

7.

Susu & hasil olahannya (keju, yogurt)

1.

Untuk pembekuan darah

2.

Transmisi impuls neuromuskuler

3.

Keseimbangan asam-basa

4.

Permeabilitas membran sel

Fungsi Kalsium:

5.

Memberikan rigiditas dan kekuatan mekanik

tulang

Gambar 4 : Fungsi Kalsium


Regulator tubuh yang mengatur kadar kalsium:

Vitamin D3 (kalsitriol)6
Vitamin D merupakan prohormon steroid, bentuk aktifnya akan
tampak sebagai suatu hormon. Nantinya melalui berbagai
perubahan metabolik di dalam tubuh, vitamin D akan diubah
menjadi hormon kalsitriol. Hormon ini memiliki peran sentral pada
metabolisme kalsium (Ca) dan fosfat (P).

Secara umum fungsi dari 1,25-dihidroksi-D3(kalsitriol) adalah


untuk mempertahankan kadar kalsium plasma, dengan cara:

Meningkatkan uptake kalsium di usus

Menurunkan ekskresi kalsium melalui ginjal

Menstimulasi resorpsi tulang (bila perlu)

Gambar 5 : Sintesis Kalsium

PTH (Para Tiroid Hormon)6


Hormon ini diproduksi oleh chief cells yang berada di kelenjar
paratiroid. Kadar kalsium dalam serum yang rendah akan
menstimulasi kelenjar paratiroid untuk memproduksi PTH.
Target organ dari PTH:

Tulang
PTH akan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfor dari
tulang
8

Ginjal
PTH akan meningkatkan reabsorpsi dari kalsium, dan
meningkatkan jumlah ekskresi fosfor

Usus
PTH akan menstimulasi terbentuknya vitamin D (dalam
bentuk aktif = kalsitriol) sehingga akan meningkatkan
absorpsi kalsium dalam usus.

Kalsitonin6,7
Hormon kalsitonin diproduksi oleh parafollicular cells yang
berada dalam kelenjar tiroid. Jumlah kadar kalsium serum yang
meningkat akan memicu terproduksinya kalsitonin.
Target organ dari kalsitonin:

Tulang
Kalsitonin ini akan mensupresi resorpsi kalsium dari
tulang

Kidney
Kalsitonin akan meningkatkan ekskresi kalsium dari ginjal

Gambar 6 : Hubungan kalsium dengan kalsitriol, PTH dan kalsitonin

Gambar 7 : keseimbangan kalsium dalam tubuh


Faktor faktor lain yang mempengaruhi proses resorpsi tulang
10

Estrogen
Hormone ini memiliki peran dalam meningkatkan proses absorpsi kalsium di
saluran cerna dan mengurangi proses resorpsi di tulang
Glukokortikoid
Hormone ini memiliki peran yang berkebalikan dari estrogen yaitu menurunkan
proses absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan proses resorpsi kalsium di
tulang
E. Fisiologi Kalsium

Absorpsi Kalsium
Dalam kondisi normal, usus hanya mengabsorpsi kalsium sebesar

30-40% dari total intake kalsium.

Kalsium banyak diserap di bagian

duodenum dan jejunum, walaupun di ileum dan colon tetap terjadi


penyerapan kalsium. Absorpsi kalsium selesai dalam waktu 4 jam setelah
intake.
Mekanisme penyerapan kalsium terjadi secara pasif dari lumen
usus ke dalam sel. Setelah di dalam sel, kalsium harus dipompa secara
aktif keluar melewati membran basolateral dan membutuhkan energi.
Setelah itu juga terjadi proses simultaneous secretory flux kalsium,
sehingga ada sebagian kalsium yang tadinya sudah diabsorpsi oleh lumen
usus kembali keluar. Proses ini terjadi secara pasif. Jumlah kalsium yang
diabsorpsi oleh usus meningkat sesuai dengan proposi intake kalsium(3)

Ekskresi Kalsium
Ekskresi kalsium terutama dari ginjal, ginjal menyaring kalsium

sebanyak 9000mg per hari dalam keadaan GFR normal (150L/hari). Tetapi
sekitar 97-98% yang tersaring akan kembali di reabsorpsi, sehinggal total
yang diekskresi sekitar 200mg per harinya.
Sepanjang tubulus proksimal, akan terjadi reabsorpsi dari kalsium
sekitar 60% dari jumlah kalsium yang tersaring. Mekanisme reabsorpsi
11

kalsium sendiri dominan berlangsung secara pasif. Hormon PTH sendiri


tidak memiliki pengaruh di tubulus proksimal. Lalu sepanjang lengkung
Henle ascending, terjadi penyerapan kalsium sebanyak 30%, proses
reabsorpsi dominan berlangsung secara pasif, tetapi proses aktif juga
terjadi. Dalam tubulus distal terjadi penyerapan sebesar 8%. Mekanisme
reabsorpsi disini berlangsung dengan cara bertukarnya 1 Ca2+ dengan 3
Na+, sehinggal proses disini banyak dipengaruhi oleh Na. PTH juga
memiliki peranan di segmen ini.
Jumlah ekskresi kalsium melalui urin dipengaruhi oleh:

Jumlah kalsium yang tersaring (juga dipengaruhi oleh GFR)

Volume

dalam

ekstrasel

(dipengaruhi

oleh

kalsium

yang

direabsorpsi di tubulus proksimal)

PTH (mempengaruhi reabsorpsi di tubulus distal)5

2.2 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan

porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Menurut WHO

Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang


yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan
kualitas

jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat

meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.


Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang .8
2.3 Epidemiologi Osteoporosis

12

Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia


diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari
5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa
tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu
dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan
dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina,
osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam
waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar
19,9%.
Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah
dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang
orang Asia lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih
Amerika, akan tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit. 2
2.4 Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu3,6:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih
lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7
tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
13

kecepatan hancurnya tulang (osteoclast) dan pembentukan tulang baru


(osteoblastt). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan adrenal) serta obat-obatan
(misalnya corticosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tyroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
2.5 Faktor Risiko Osteoporosis
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor yang akan mempercepat menurunnya kekuatan
tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal
tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2. Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang
maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari
bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus
14

disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa
vitamin D kalsium tidak mungkin diserap usus.
3. Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan
perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih
rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita
bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada
tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan kalsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding
lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan
kalsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada
gilirannya menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan cafein (caffein).
Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang,
sedangkan cafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi
dengan minum susu atau mengonsumsi kalsium extra.
6. Stress
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu cortisol
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon cortisol yang tinggi akan
meningkatkan

pelepasan

kalsium

kedalam

peredaran

darah

dan

akan

menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan


terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan
15

limbah industri seperti organochlorida yang dibuang sembarangan di sungai dan


tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan
tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang7.
2.6 Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis Primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoclast melalui produksi sitokin. Ketika
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan
tulang

dan

pembentukan

mengalami

ketidak

seimbangan.

Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.


b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relatif jauh lebih muda.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis

sekunder

terjadi

kerana

adanya

penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan


massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor
pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti di
bawah ini:
a. Penyakit endokrin : tyroid, hiperparatyroid, hipogonadisme
16

b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium


terganggu.
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat obatan seprti corticosteriod
e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga3.

2.7 Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang
terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang,
yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti
melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang
lebih banyak terjadi pada cortex
A. Proses Remodelling Tulang
Proses remodeling tulang diawali dari kontraksi lining cell dan
proses mengambil precursor osteoklas. Precursor ini bergabung
membentuk multinuclear yang merupakan osteoklas aktif yang
berperan dalam proses resorpsi . osteoklas menempel dengan tulang
kemudian dan kemudian mendestruksi tulang dengan keasamanya dan
sifat proteolitik. Selanjutnya, osteoklas meninggalkan lokasi dimana
dia melakukan resorpsi dan osteoblast masuk ke daerah tersebut dan
memulai proses pembentukan tulang yang baru dengan mensekresikan
osteoid yang pada akhirnya mengendap menjadi bagian tulang yang
baru. Setelah proses tersebut, osteoblas mendatar dan membentuk

17

lapisan

untuk

memproteksi

tulang

yaitu

lining

cell.6

Gambar 8 : Patogenesis Osteoporosis

B. Patogenesis Osteoporosis primer


Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan
sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF- yang berperan
meningkatkan kerja osteoclast, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoclast meningkat.7
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
18

osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadang - kadang


didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar
kalsium dalam bentuk garam complex. Peningkatan bikarbonat pada
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif acydosis respiratoric.7
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.8
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang
kurang, anorexia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteocalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk complex yang inaktif.7
19

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa


tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, immobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata6,7,8.
2.8 Diagnosis
Osteoporosis merupakan silent disease dimana biasa tidak
menimbulkan gejala. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur
pada vertebra, pergelangan tangan, panggul, humerus, dan tibia (fraktur
patologis).

Anamnesis
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :

1. Tinggi badan yang makin menurun.


2. Obat-obatan yang diminum.
3. Penyakit-penyakit

yang

diderita

selama

masa

reproduksi,

climakterium.
4. Jumlah kehamilan dan menyusui.
5.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

20

6. Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan


matahari cukup.
7. Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.
8. Apakah sering merokok, minum alcohol

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita

osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,


deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kyphosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

Pemeriksaan Radiologi
Densitas adalah tingkat hitam putihnya gambar pada film
X-ray setelah dicetak dalam film khusus. Pada beberapa kasus
densitas tulang akan terlihat berbeda dan menunjukkan proses di
tulang.
1. Osteolitik, densitas tulang menjadi radiolusen/hitam akibat
hilangnya sebagian tulang baik trabekel maupun mineralnya.
2. Osteoporosis, berkurangnya densitas dan menipisnya korteks
akibat kurangnya pembentukan matriks tulang akibat pemenuhan
kalsium tidak mencukupi dan tubuh mengambil kalsium tulang.
3.

Osteopenia,

berkurangnya

sedikit

densitas

tulang.

4. Normoporosis, densitas normal, ada keseimbangan antara


pembentukan

dan

resorpsi

tulang.

5. Osteosklerotik, bertambahnya densitas dan penebalan korteks


tulang akibat bertambahnya pembentukan dan atau berkurangnya
resorpsi tulang.

21

Gambar 9 : proses osteoporosis tulang vertebra


Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
cortex dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra7.

Gambar 10 : radiologi normal

22

Gambar 11 : radiologi osteoporosis tulang vertebra

Gambar 12 : osteoporosis tulang femur

Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)


23

WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan densitas


tulang :
1. Normal

: densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata

wanita muda normal (T>-1)


2. Osteopenia : densitas tulang antara -1 standar deviasi dan 2,5 standar
deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1)
3. Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi dibawah ratarata wanita muda normal (T>-2,5)

Gambar 13 : Densitas tulang berdasarkan T-skor


T-Skor dan Z-Skor
Pengukuran densitas tulang biasanya dinyatakan dengan T-skor,
dimana angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi
dari rata-rata densitas tulang pada subyek normal dengan jenis kelamin
yang sama. Pengukuran lain dari densitas tulang adalah Z-skor, dimana
angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi dari rata-rata
densitas tulang pada subyek dengan umur yang sama.
Meskipun

berbagai

kriteria

densitometrik

digunakan

untuk

mendefinisikan osteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO, yang


berdasarkan pengukuran masa tulang, umumnya paling banyak diterima
dan digunakan(9,11,12).
24

Indikasi Bone Densitometri


Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian resiko fraktur yang
dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Asessment
Barcelona menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada
pasien dengan :

2 atau lebih high risk faktor resiko (FR) atau

4 atau lebih moderate risk FR atau

1 atau lebih high risk faktor resiko + 2 atau lebih moderate risk
faktor resiko

Selain itu, beberapa parameter laboratorium lainnya juga dapat digunakan


sebagai rujukan untuk melihat ada tidak nya kelainan tulang, dapat berupa
pemeriksaan darah maupun pemeriksaan urine.
25

Berikut adalah beberapa pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan:

blood calcium levels

blood vitamin D levels

thyroid function

parathyroid hormone levels

estradiol levels untuk mengukur kadar estrogen wanita

follicle stimulating hormone (FSH) tes untuk menentukan status


menopause

testosterone levels (in men)

osteocalcin levels to measure bone formation.

2.9 Diagnosa Banding


Berdasarkan gambaran radiologi, diagnosis banding osteoporosis adalah
sebagai berikut:
1. Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai oleh
kurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa (menyerupai penyakit rickets
pada anak-anak), berlangsung kronis dan dapat terjadi deformitas skeletal yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin D. Pada gambaran radiologis akan tampak :

Penurunan densitas tulang secara umum


26

Loosers Zone (pseudofraktur) merupakan pita translusen yang sempit,


pada tepi kortikal, dan merupakan tanda diagnostik untuk osteomalasia.
Kelainan ini paling sering terlihat pada iga,skapula, ramus pubis, dan
aspek medial femur proksimal.

Vetebra bikonkaf

Perlunakan tulang yang menimbulkan pelvis triradiat

2. Penyakit Cushing
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Steroid
menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada, dan
mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat
berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis
protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi
mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast
yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan
atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin,
faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas
faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. pada

gambaran

radiologis tampak trabeculae vertikal maupun horisontal sama-sama menipis


sehingga menghasilkan gambaran translusens yang merata. Pembentukan
banyak pseudocallus di tempat stress fracture merupakan tanda khas yang
penting pada osteoporosis akibat

steroid. Pseudocallus tersebut terutama

ditemukan pada ujung vertebrae yang kolaps atau di sekitar stress fracture di
iga atau pelvis. Gambaran khas ini muncul sebagai akibat penurunan aktivitas
osteoblastik dan peningkatan produksi callus kartilago yang kemudian
mengalami mineralisasi secara tidak beraturan.
27

3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma merupakan tumor ganas primer pada sumsum tulang,
dimana terjadi infiltrasi pada daerah yang memproduksi sumsum tulang pada
proliferasi sel-sel plasma yang ganas. Tulang tengkorak, tulang belakang,
pelvis, iga, skapula, dan tulang aksial proksimal merupakan yang terkena
secara primer dan mengalami destruksi sumsum dan erosi pada trabekula
tulang; tulang distal jarang terlibat. Saat timbul gejala sekitar`80 - 90 %
diantaranya telah mengalami kelainan tulang. Pada gambaran radiologis akan
tampak :

Osteoporosis umum dengan penonjolan pola trabekular tulang, terutama


pada tulang belakang, yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada
jaringan mieloma. Hilangnya densitas`tulang mungkin merupakan tanda
radiologis satu- satunya pada penyakit ini. Fraktur patologis sering
dijumpai.

Fraktur kompresi pada badan vertebra

Lesi-lesi litik punched out yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping

Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks, menghasilkan massa


jaringan lunak

4. Hyperparatyroid
Hiperparatiroidisme terdapat dalam dua bentuk: primer
dan sekunder. Bentuk primer adalah karena fungsi yang
berlebihan dari kelenjar paratiroid, biasanya adalah
adenoma. Namun, sejak dikenalnya hemodialisis, penyebab
yang lebih umum untuk hiperparatiroidisme adalah bentuk
sekundernya, yaitu karena penyakit ginjal kronis, terutama

28

penyakit glomerular. Penyakit tulang terlihat pada pasien


ini biasanya disebut sebagai osteodystrophy ginjal.
Fungsi

utama

dari

parathormon

adalah

untuk

mempertahankan tingkat ion kalsium yang beredar.


Konsentrasi ion kalsium yang memadai sangat diperlukan
untuk memfungsikan bagian penting dari sistem pendukung
kehidupan tulang, seperti jantung. Normalnya tampak lama
bagaimana menggunakan kerangka tidak hanya untuk
mendukung, tetapi juga sebagai sebuah depot besar
kalsium. Salah satu fungsi utama parathormon adalah untuk
merangsang

osteoklas,

melepaskan

ion

Parathormon

kalsium

juga

meningkatkan

yang

mengisap

ke

bekerja

penyerapan

dalam

pada

tulang
aliran

darah.

kecil

untuk

melalui

usus.

usus

kalsium

dan

Parathormon memiliki efek tambahan pada tubulus pada


ginjal,

dimana

menyebabkan

ekskresi

fosfat

dan

penyerapan kalsium. Kedua mekanisme ini menyebabkan


peningkatan tingkat kalsium serum: yang pertama oleh efek
produk ion kalsium-fosfat dan yang kedua secara langsung.
Setelah cukup tulang telah diserap kembali dari
kerangka parathormon karena tingkat tinggi, seseorang
mungkin melihat tulang osteopenia difus. Temuan ini
sangat spesifik. Namun, menemukan jauh lebih spesifik
adalah

adanya

patognomonik

resorpsi
untuk

subperiosteal,

yang

hiperparatiroidisme.

Satu

praktis
juga

mungkin akan melihat pengurangan metaphyseal karena


tingkat parathormon kelebihan.
2.10 Penatalaksanaan Osteoporosis
29

Tujuan utama pengobatan osteoporosis simtomatik adalah mengurangi


rasa nyeri dan berusaha untuk menghambat proses resorpsi tulang sampai di
atas ambang fraktur.
Terapi pada osteoporosis dapat berupa terapi pengganti hormonal dan
non hormonal9.

A. Terapi Pengganti Hormonal


1. Estrogen
Hormon replacement therapy (HRT) digunakan untuk terapi estrogen
bisa secara tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan progesteron.
Bagaimana mekanisme estrogen menghambat resorpsi tulang hingga
kini masih belum dapat dijelaskan dengan pasti. Diduga hal ini terjadi
karena:

Estrogen menurunkan sensitivitas tulang terhadap hormon paratyroid


(PTH).

Estrogen meningkatkan produksi kalsitonin.

Estrogen meningkatkan produksi kalsitriol.


Respons peningkatan massa tulang pada penggunaan HRT bergantung

pada dosis dan lamanya pemberian estrogen. Pada umumnya dapat terlihat
setelah diberikan selama 5 tahun. Pengobatan osteoporosis pasca menopause
estrogen harus diberikan selama 10 tahun atau sampai usia 70 tahun. Pada
wanita pasien osteoporosis dengan kehilangan massa tulang yang berat,
estrogen sedapat mungkin harus diberikan seumur hidup selama masih
efektif dan tidak menimbulkan efek samping. Hal ini disebabkan karena
estrogen dapat menurunkan risiko fraktur yang akan terus meningkat jika
kehilangan massa tulang berlangsung terus-menerus.
Efek samping estrogen meliputi retensi cairan, nyeri tekan payudara
dan sakit kepala. Efek samping ini umumnya jarang dijumpai jika estrogen
30

digunakan bersama progestogen. Efek samping lainnya adalah nausea,


kejang otot tungkai, dyspepsia dan perdarahan uterus disfungsional.
c. Kombinasi Estrogen dan Progestogen
Walaupun

dalam

dosis

yang

amat

tinggi

progestogen

dapat

menghambat resorpsi dan merangsang formasi tulang, akan tetapi


penggunaan kombinasi progestogen siklik pada HRT dimaksudkan untuk
mencegah

terjadinya

efek

samping

estrogen

terutama

perdarahan

disfungsional uterus dan menekan proliferasi atau keganasan endometrium.


Progestogen yang digunakan dalam HRT dapat diklasifikasikan sebagai
derivate 17-hidroksi progestogen seperti medroksiprogesteron asetat serta
derivate 19-nortestosteron seperti noretisteron. Derivate 19-nortestosteron
umumnya lebih disukai untuk digunakan dalam HRT karena golongan ini
memiliki efek samping yang lebih ringan terhadap metabolisme lipid dan
fungsi hati. Efek samping progestogen sangat bervariasi dan bergantung
pada dosis, androgenisitas dan lama penggunaannya.
Efek samping yang sering kali dijumpai pada wanita yang
menggunakan progestogen siklik adalah gangguan metabolisme lipoprotein
plasma, retensi cairan, nyeri payudara, sakit kepala, perubahan mood dan
akne vulgaris.
B. Terapi Non-hormonal
Selain HRT, terdapat pula terapi non-hormonal yang dapat digunakan
untuk mencegah dan memperbaiki osteoporosis. Saat ini telah diketahui
beberapa agen farmakologis yang dapat berpengaruh pada metabolisme
tulang dan memperbaiki osteoporosis seperti kalsitonin, bifosfonat dan
kalsium. Obat-obatan ini dapat mencegah atau sekurang-kurangnya dapat
menghambat kecepatan kehilangan tulang pada pasien osteoporosis senilis
maupun pasca menopause.
C. Kalsium

31

Walaupun hubungan antara asupan kalsium diet dan kecepatan


kehilangan massa tulang begitu jelas, akan tetapi asupan kalsium yang
dalam jumlah yang dianjurkan akan dapat meningkatkan kadar kalsium
plasma yang selanjutnya akan meningkatkan sekresi kalsitonin, menurunkan
kadar PTH, kalsitriol serta menurunkan turn overdan kecepatan resorpsi
terutama pada tulang kortikal baik pada masa pra atau pasca menopause.
Pengaruh kalsium akan tampak lebih jelas bila pemberian suplementasi
kalsium juga disertai dengan peningkatan aktivitas fisik.
Dengan demikian, walaupun manfaat kalsium tidak sebaik estrogen,
kalsium penting untuk diberikan kepada pasien yang tidak dapat atau
menolak untuk menggunakan estrogen karena faktor umur, kontra indikasi
atau efek sampingnya. Pada osteoporosis yang telah berlangsung lama tanpa
suplementasi kalsium, risiko fraktur terutama pada panggul akan meningkat
dengan bermakna setelah terjadinya fraktur yang pertama. Pada pasien
seperti itu suplementasi kalsium sangat penting untuk mencegah terjadinya
fraktur berikutnya.
Efek samping kalsium dalam dosis fisiologis seperti meteorismus dan
konstipasi umumnya jarang dijumpai dan dapat diabaikan. Walaupun
demikian, kalsium sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
peningkatan absorbsi kalsium intestinal, gangguan ginjal sedang atau berat,
nefrolitiasis hiperkalsiurik atau sarkoidosis.
Preparat kalsium :

Kalsium laktat glukonat + kalsium karbonat (Calcium, Sandaz


Forte, mengandung 400 mg kalsium elemental.

Ossopan (Kenrose, mengandung 176 mg kalsium elemental).


Sebagai suplemen nutrisi, kalsium elemental dalam dosis 8001200 mg/hari umumnya dapat menurunkan frekuensi fraktur
pada wanita dengan osteoporosis vertebral yang jelas.

D. Vitamin D dan Metabolitnya


32

Metabolit vitamin D, kalsitriol bekerja dengan meningkatkan absorbsi


kalsium dan fosfat usus, kalsitriol juga meningkatkan resorpsi kalsium dari
tulang. Selain itu, kalsitriol juga berperan secara langsung pada sel
osteoblast dalam sintesis osteocalsin yang dibutuhkan dalam proses
mineralisasi tulang melalui regulasi pertumbuhan Kristal hidroksiapatit.
Kalsitriol juga diketahui dapat menurunkan sensitivitas osteoclast terhadap
PTH.
Defisiensi vitamin D akan menyebabkan terjadinya hiperparatyroidisme
sekunder yang meningkatkan turn over tulang dan kehilangan massa tulang
kortikal,

menghambat

mineralisasi

osteoid

sehingga

juga

dapat

menimbulkan osteomalasia.
Pasien usila seringkali mengalami defisiensi vitamin D ringan karena
keengganan mereka untuk terpajan oleh sinar matahari, menurunnya asupan
makanan yang mengandung vitamin D serta penurunan absorpsi intestinal
vitamin D. Selain itu pada usila, penurunan fungsi ginjal diduga
menyebabkan terjadinya hambatan sekresi enzim 1 -hidroksilase ginjal,
sehingga terjadi hambatan pada konversi kalsitriol menjadi kalsitriol.
Penggunaan kalsitriol sangat bermanfaat pada pasien osteoporosis
dengan malabsorpsi kalsium, osteoporosis akibat penggunaan corticosteroid
jangka panjang, osteodistrofi ginjal dan mungkin juga pada osteoporosis
pasca menopause.
Preparat kalsium :

Alphacalcidol (One-Alpha, Kenrose/Leo, kapsul 0,25 mg dan 1


mg).

Rocaltrol (Kalsitriol, Roche, kapsul 0,25 dan 0,50 mg).

Untuk memelihara massa tulang dan mencegah fraktur pada


osteoporosis diperlukan alfakalsidol 1 mg/hari atau kalsitriol dalam dosis
antara 0.25 mg sampai 1 mg/hari yang diberikan bersama kalsium elemental
800 sampai 1200 mg/hari.
33

2.11 Monitoring Osteoporosis


Setelah diagnosis osteoporosis ditegakkan atau diketahui

massa

tulang yang rendah, kita harus memonitor massa tulang yang berkurang atau
bertambah seiring dengan waktu. Pengukuran massa tulang ini penting secara
klinis untuk mendiagnosis dan mengendalikan osteoporosis. Di American
National Osteoporosis Foundation menganjurkan pemberian pengobatan
pencegahan pada penderita yang termasuk golongan berikut:
a. T-score kurang dari -1,5 SD dengan ada faktor risiko osteoporosis.
b. T-score kurang dari -2,0 SD tanpa ada faktor risiko osteoporosis.
c. Pada wanita pascamenopause dengan adanya fraktur.
d. Pengobatan harus dilakukan pada T-score kurang dari -2,5 SD.
Dalam pengobatan dan pengendalian osteoporosis, pemeriksaan ulangan
massa tulang dengan DEXA dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1 - 2
tahun.
2.12 Pencegahan Osteoporosis
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia
muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah
osteoporosis, yaitu8:
1. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan
vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita
setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium.
Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia
34

produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200
mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari
yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacangkacangan.
2. Paparan sinar matahari
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh mengaktifkan pro
vitamin D dibawah kulit yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan
massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit,
3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9
dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan
vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang.
3. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga
dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah
tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik.
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan
dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat

35

mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit
up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki
kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko
patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
4. Hindari rokok dan minuman beralkohol
Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol
juga bisa merusak tulang.
5. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak
diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan
mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah
kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita
akan tahu langkah selanjutnya.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral tulang
adalah sebagai berikut:
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan
lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai
kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya.
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun.
Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis
yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.

36

b. Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil


modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti
pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang berisiko
patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan tulang
belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan P-DEXA tidak
diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan
dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan
DEXA.
c. Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk
menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan
pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah
tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya
mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes
menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk
mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin
melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air.
Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi
seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan
kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
e. Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan
yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC
disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota
badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT
jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi,
dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA9.

37

BAB IV
KESIMPULAN
1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata
yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.
2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang
selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang
setelah menopause.
3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan
faktur panggul.
4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer
adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada
usia lebih dari 50 tahun.
5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,
pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.
6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat
hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang.
7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup,
olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis.
Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 57
2. Dalimartha,

S,

2002.

Resep

Tumbuhan

Obat

Untuk

Penderita

Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.


3. Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to
treatment. In: Washington American Assosiation for Clinical Chemistry
Press.p. 1-86
4. Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara.
Jakarta.
5. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk
Osteoporosis.Forum

Diagnosticum

Prodia

Diagnostics

Educational

Services. No 1: hal. 118


6. Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
7. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis
KadarOsteocalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian
Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 4952
8. Tesar R, 2011. Perosi ISCD Bone Densitometry Course For Technologist
With ISCD Certification. Editor: Tesar R, Caudill J, Colquhon A, Krueger
D. International Society for Clinical Densitometry.
9. Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan
Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Kalsium Pada Wanita
Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

39

Anda mungkin juga menyukai