Anda di halaman 1dari 4

TERAPI HIPERTENSI

Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi yang cukup
tinggi. Jumlah penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi semakin hari semakin
meningkat. Kemunculan hipertensi pada seseorang sering kali tidak disadari
penderitanya, karena sering kali hipertensi bersifat asimptomatis atau tanpa gejala,
dan baru disadari setelah timbulnya komplikasi pada masalah-masalah kesehatan
lainnya, seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan lain-lain.
Hipertensi dikarakteristik dengan kondisi dimana tekanan darah seseorang lebih tinggi dari tekanan
darah normal pada beberapa kali pengukuran dengan kondisi berbeda (santai, aktivitas ringan, dan
aktivitas berat). Jadi diagnosa hipertensi tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan satu kali
pengukuran tekanan darah.
Tingginya prevalensi hipertensi tentu tak lepas dari banyak faktor resiko penyebab hipertensi
tersebut. Faktor resiko ini diantaranya:

1. Faktor usia. Usia berbanding lurus dengan resiko hipertensi, artinya semakin tinggi usia
seseorang maka semakin tinggi resikonya mengalami hipertensi. Secara umum, usia lebih
dari 55 tahun pada pria dan lebih dari 55 tahun pada wanita merupakan faktor resiko
hipertensi.

2. Diabetes melitus
3. Dislipidemia
4. Mikroalbuminuria
5. Riwayat keluarga dengan hipertensi atau penyakit kardiovaskuler
6. Obesitas atau kegemukan
7. Kurang olahraga
8. Perokok
Pada sebagian besar orang hipertensi bersifat asimptomatis (tanpa gejala) sehingga tak disadari.
Untuk mengetahui seseorang masuk dalam kategori normal, prehipertensi, hipertensi, atau bahkan
hipertensi berat maka harus dilakukan pengukuran tekanan darahnya.
Hipertensi merupakan faktor resiko bagi gangguan-gangguan kesehatan pada sistem kardiovaskuler,
sehingga seseorang yang telah memasuki kategori prehipertensi dan hipertensi harus dapat
melakukan pengelolaan tekanan darah dengan baik sehingga tetap pada batas yang aman untuk
mencegah timbulnya komplikasi dan kerusakan organ-organ. Sehingga seseorang dengan hipertensi
ini perlu juga melakukan berbagai pemeriksaan laboratorium ataupun radiologi seperti:

Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum

Profil lemak dalam darah (kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida)

Glukosa darah

Kalium darah

Urinalisis

Elektrokardiogram (EKG)

C-reactive protein dengan sensitivitas tinggi

Hipertensi berpotensi menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh seperti:

1. Otak (stroke, dementia, trancient ischemic attack)


2. Mata (retinopati)
3. Jantung (hipertropi ventrikular, angina, infark miokardiak, gagal jantung)
4. Ginjal (Gagal ginjal kronis)
5. Arteri perifer
Tujuan yang ingin dicapai dalam terapi hipertenesi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas yang berhubungan dengan hipertensi. Hipertensi tidak dapat disembuhkan, hanya dapat
dikendalikan. Morbiditas dan mortalitas hipertensi ini berhubungan dengan kemungkinan kerusakan
organ-organ lain seperti gagal ginjal, gagal jantung, ataupu stroke. JNC memberikan panduan dalam
pengelolaan hiperetnsi yaitu dengan mempertahankan agar tekanan darah pasien sebagai berikut:

Sebagian besar penderita hipertensi <140 mm Hg

Pasien dengan diabetes melitus <130 mm Hg

Pasien dengan gagal ginjal kronis <130 mm Hg (GFR <60 mL/min, kreatinin serum >1,3
mg/dL pada wanita atau >1,5 mg/dL pada pria, atau albuminuria >300mg/hari atau >200 mg/g
kreatinin)

Terapi hipertensi sebaiknya merupakan kombinasi antara terapi non farmakologis dan terapi
farmakologis, kecuali jika hipertensi dapat diatasi hanya dengan terapi non farmakologis, maka terapi
farmakologis sebaiknya dihindari.
Terapi Non Farmaologis
Semua pasien prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan modifikasi gaya hidup. Modifikasi
gaya hidup selain akan membantu menurunkan tekanan sistolik darah juga akan membantu
menghambat perkembangan hipertensi untuk tidak mengakibatkan kerusakan/komplikasi pada organorgan. JNC71 merekomendasikan modifikasi gaya hidup yang telah terbukti mampu menurunkan
tekanan sistolik darah sebagai berikut:

1. Mengurangi bobot badan pada penderita obesitas dan mempertahankan agar indeks massa
tubuh berkisar antara 18,5-24,9 kg/m2

2. Melakukan diet terkontrol dengan mengkonsumsi cukup buah-buahan dan sayur, rendah
lemak, dan mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total

3. Melakukan aktivitas olahraga secara teratur minimal 30 menit/hari


4. Mengurangi/menghindari konsumsi alkohol
Disamping itu diet dengan asupan rendah garam (natrium) juga terbukti efektif membantu mengontrol
peningkatan tekanan darah, selain itu juga harus menghentikan kebiasaan merokok.
Terapi Farmakologis
Terdapat 9 kelompok obat antihipertensi, yaitu: diuretik, beta-bloker, inhibitor ACE, pemblok reseptor
angiotensin II, pemblok kanal kalsium yang merupakan antihipertensi primer. Sedangkan kelompok
antihiperetnsi lainnya adalah alfa-bloker, vasodilator, agonis reseptor alfa2, dan inhibitor adrenergik.
Pada sebagian besar pasien terapi hipertensi esensial adalah dengan menggunakan diuretik
golongan tiazid sebagai terapi pilihan pertama. Diurretik tiazid diantaranya: hidroklorotiazid (HCT),
klortalidon, indapamid, dan metolazon. Sebagaimana direkomendasikan oleh JNC7, bagi pasien
hipertensi esensial tanpa diagnosa penyerta. Meskipun diuretik juga sering digunakan dalam
kombinasi dengan agen antihipertensi lainnya.
Sedangkan pada pasien-pasien dengan diagnosa penyerta (komplikasi) terapi hiperetnsinya sebagai
berikut:

1. Gagal jantung. Pada penderita hipertensi dengan komplikasi gagal jantung, terdapat 5 kelas
antihipertensi yang dapat dijadikan pilihan. Inhibitor ACE (Angiotensin Converting Enzime)
merupakan pilihan utama dalam terapi ini. Kaptopril, lisinopril, fisinopril, dan enalapril adalah
contoh agen antihipertensi golongan inhibitor ACE ini. Penggunanaan diuretik sebagai agen
tunggal maupun dalam kombinasinya juga diperbolehkan, terutama dari Loop diuretik seperti:
furosemid dan bumetanid. Selain itu, dalam kasus hipertensi ini dapat pula digunakan adalah
golongan beta-bloker, pemblok reseptor angiotensin II dan Pemblok kanal kalsium.

2. Pasca infark myokardiak. Hipertensi merupakan faktor resiko yang penting terhadap
timbulnya infark miokardiak, sehingga pada pasien hipertensi yang pernah mengalami infark
miokardiak harus dapat mengontrol tekanan darahnya untuk menghindari terjadinya infark
miokardiak terulang kembali. Agen antihipertensi yang digunakan dapat berupa inhibitor ACE
atau beta-bloker.

3. Pasien dengan resiko tinggi penyakit jantung koroner. Angina stabil kronis, angina unstabil,
infark miokardiak adalah manivestasi dari penyakit koroner. Dalam kasus ini
direkomendasikan penggunaan beta-bloker dan pemblok kanal kalsium kerja panjang.

4. Diabetes melitus. Pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus disarankan menggunakan
Inhibitor ACE dan atau pemblok reseptor bloker, sebagai pilihan utama dan kombinasi
dengan diuretik sebagai pilihan kedua. Begitu pun dengan beta-bloker.

5. Penyakit ginjal kronis. Inhibitor ACE dab pemblok kanal kalsium menjadi pilihan utama
6. Pencegahan stroke, direkomendasikan kombinasi inhibitor ACE dan diuretik tiazid.
7. Kehamilan. Hipertensi pada kasus kehamilan dapat diterapi dengan pemberian metildopa
sebagai pilihan utama. Beta-bloker, labetolol, dan klonidin dapat dijadikan alternatif
berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai