Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
bentuk tindakan seseorang (overt behaviour). (Notoatmodjo, 2007 : 139)
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca
indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
(Wawan dkk, 2011: 11)
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal
dari berbagai macam sumber seperti, media poster, kerabat dekat, media massa,
media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan
dapat membentuk keyakinan tertentu, sehingga seseorang berperilaku sesuai
dengan keyakinannya tersebut ( Istiari, 2000)
Dari beberapa definisi tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan
bahwasannya pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk
tindakan seseorang (overt behavior), diperoleh dari pengindraan dengan
melibatkan panca indra manusia yang sebagian besar diperoleh dari indra
penglihatan dan pendengaran.
7

2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu yaitu kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari
atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan yang menjelaskan secara
benar tentang objek yang di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang diamati.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek
kedalam komponenkomponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitan satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan
bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang sudah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada.
(Wawan dan Dewi, 2011:12)
3. Perilaku Manusia
a. Pengertian
Perilaku adalah respon indvidu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan
baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang
saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks
sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang
menerapkan perilaku tertentu (Wawan A, 2010:48).

Menurut Lawrence Green, faktor perilaku dibentuk oleh 3 hal, yaitu :

10

a. Faktor predisposisi (Predisposing factors)


Faktor predisposisi (Predisposing factors), merupakan faktor yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b. Faktor Pendukung (enabling factors)
Faktor Pendukung (enabling factors), terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor Pendorong (renforcing factors)
Faktor Pendorong (renforcing factors), terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
(Notoatmodjo, 2007:178).
Faktor perilaku diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan dapat ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para
petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku.
4. Kriteria tingkat pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala
yang bersifat kualitatif yaitu :
a. Baik : Hasil presentase 76% - 100%
b. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%
c. Kurang : Hasil presentase < 56%
(Wawan dan dewi, 2011 : 18).
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Faktor internal

11

1) Pendidikan
Tingkat pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu.
(Sarwono, 1992, yang dikutip Nursalam, 2001). Pendidikan adalah salah satu
usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. (Notoatmodjo, 1993). Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, menurut IB Marta (1997), makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pendidikan
diklasifikasikan menjadi :
a). Pendidikan tinggi: akademi/ PT
b). Pendidikan menengah: SLTP/SLTA
c). Pendidikan dasar : SD
Dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan cenderung untuk
mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun dari media masa, sebaliknya
tingkat pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan dan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Koentjaraningrat, 1997,
dikutip Nursalam, 2001). Ketidaktahuan dapat disebabkan karena pendidikan
yang rendah, seseorang dengan tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit
menerima pesan, mencerna pesan, dan informasi yang disampaikan (Effendi,
1998, hlm. 14).
Wiet Hary dalam Notoatmodjo (1993) menyebutkan bahwa tingkat
pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

12

memahami pengetahuan yang mereka peroleh pada umumnya, semakin tinggi


pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya.
2) Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja
bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. (Wawan
dan Dewi, 2011 : 17).
3) Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
beulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa.
(Wawan dan Dewi, 2011 : 17).

b. Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok. (Wawan dan Dewi, 2011 : 18).
2) Sosial budaya

13

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari
sikap dalam menerima informasi. (Wawan dan Dewi, 2011 : 18).
6. Pengukuran Pengetahuan
Cara mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan angket, wawancara
atau observasi yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007 : 140-142).
Adapun cara pengukuran tersebut antara lain :
a. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan alat ukur berupa angket atau kuesioner
dengan beberapa pertanyaan. Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya
besar dan dapat membaca dengan baik yang dapat mengungkapkan hal-hal yang
bersifat rahasia. (Hidayat, 2007 : 98)
b. Wawancara
Wawancara

merupakan

metode

pengumpulan

data

dengan

cara

mewawancarai langsung responden yang diteliti. Metode ini memberikan hasil


secara langsung. Metode ini dapat dilakukan apabila peneliti ingin mengetahui
hal-hal dari responden secara mendalam serta jumlah responden sedikit. (Hidayat,
2007 : 100)
c. Observasi atau Pengamatan
Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari
perubahan hal-hal yang akan diteliti. (Hidayat, 2007 : 99)
7. Cara Mendapatkan Pengetahuan

14

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh


kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni:
a. Cara Tradisional Untuk Memperoleh Pengetahuan
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum
ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :
1) Cara Coba Salah (Trial Dan Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut
tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan
dicoba kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan
baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi


Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah
yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.
4) Melalui Jalan Pikiran

15

Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam


memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan fikiran.
b. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah
(Notoatmodjo, 2005, hlm. 11-14).
8. Peran ibu
Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam
situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga
adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks
keluarga, jadi peranan keluarga menggambar seperangkat perilaku interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku
dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. (Padila, 2012 : 27)
Ibu mempunyai peran sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan
pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah
tambahan keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga
sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. (Setiadi, 2008 : 14)
Faktor penentu bagi perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah
peran orang tua, terutama peran seorang ibu, karena ibu adalah pendidik pertama
dan utama bagi anak-anak yang dilahirkan sampai dia dewasa. Ibu dapat berperan
aktif dalam memantau proses tumbuh kembang anak, misalnya dengan membawa

16

anak ke posyandu secara rutin dengan melihat dan mengacu pada KMS.
(Kemendiknas RI, 2011 : 24)

B. Perkembangan
1. Pengertian
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan
fungssi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi
sel-sel tubuh,jaringan tubuh,organ-organ,dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai interaksi
dengan lingkungannya. (Adriana,2011)
Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus
dan berkesinambungan

dalam

kehidupan

manusia.

Perkembangan adalah

perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat


kedewasaan atau kematangannya

yang

berlangsung

secara

sistematis,

progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun


psikis (rohaniah). Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau
arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari
tahap sebelumnya, yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya
(Yusuf,2001).
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26498/4/Chapter%20I.pdf)
2. Tahap Perkembangan

17

Kebanyakan ahli bidang perkembangan anak menggolongkan pertumbuhan


dan perilaku anak keedalam berbagai tahap usia atau istilah yang menggambarkan
kelompok usia. Rentang usia dari tahaptahap tersebut bersifat semena, dan
karena tidak mempertimbangkan perbedaanperbedaan individu, tidak dapat
diterapkan pada semua anak. Namun, pengelompokan ini merupakan cara yang
baik untuk menjelaskan karakteristikmayoritas anakanak saat periode munculnya
perubahan perkembangan dan tugas- tugas perkembangan yang harus dicapai.
(Tugas Perkembangan adalah serangkaian keterampilan dan kompetensi yang
harus dicapai atau dikuasai pada setiap tahap perkembangan agar anak mampu
berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya). Perawat perlu mengetahui
berbagai masalah kesehatan yang khas terjadi pada setiap tahap perkembangan
adapun masalah kesehatan disini adalah :
a. Priode Pranatal ( Konsepsi sampai lahir )
Germinal : konsep sampai kira kira 2 minggu
Embrio
Janin

: 2 sampai 8 minggu
: 8 sampai 40 minggu (lahir)

Cepatnya laju

pertumbuhan dan ketergantungan yang bersifat total

membuat priode ini menjadi priode yang terpenting dalam proses perkembangan.
Hubungan antara kesehatan maternal dan manifestasi tertentu pada bayi baru lahir
menekankan pentingnya asuhan prenatal yang adekuat demi kesehatan dan
kesejehteraan bayi.
b. Masa bayi ( Lahir sampai lahir 1 tahun )
Noenatus : lahir sampai 27 atau 28 hari

18

Bayi

: 1 sampai kira kira 1 tahun

Masa bayi merupakan masa perkembangan motorik, kognitif, dan sosial


yang cepat. Bersama pemberi asuhan (orang tua), bayi membentuk dasar rasa
percaya pada dunia dan dasar hubungan internasional di masa yang akan datang.
Bulan pertama kehidupan yang kritis, meskipun bagian dari masa bayi, sering
dibedakan karena adanya penyesuaian fisik yang besar kekeadaan ekstrauterus
dan penyesuaian psikologis orang tua.
c. Masa kanak kanak awal ( 1 sampai 6 tahun )
Todler

: 1 sampai 3 tahun

Prasekolah : 3 sampai 6 tahun


Priode ini, yang berasal dari waktu anakanak dapat bergerak sambil
berdiri sampai mereka masuk sekolah, dicirikan dengan aktivitas yang tinggi dan
penemuanpenemuan. Saat ini merupakan saat perkembangan fisik dan
kepribadian yang besar. Perkembangan motorik berlangsung terusmenerus.
Anakanak pada usia ini membutuhkan bahasa dan hubungan sosial yang lebih
luas, mempelajari standar peran, memperoleh kontrol dan penguasaan diri,
semakin menyadari sifat ketergantungan dan kemandirian, dan mulai membentuk
konsep diri.
d. Masa kanak kanak pertengahan ( 6 sampai 11 atau 12 tahun )
Sering disebut sebagai usia sekolah, periode perkembangan merupakan
salah satu tahap perkembangan ketika anak diarahkan menjauh dari kelompok
keluarga dan berpusat didunia hubungan sebaya yang lebih luas, mempelajari

19

standar peran, memperoleh control dan penguasaan diri, semakin menyadari sifat
ketergantungan dan kemandirian, dan memulai membentuk konsep diri.
e. Masa Kanak kanak akhir ( 11 19 tahun )
Prapubertas

: 10 13 tahun

Remaja

: 13 sampai kira kira 18 tahun

Periode maturasi dan perubahan cepat yang membingungkan yang dikenal


dengan masa remaja dianggap sebagai priode transisi yang dimulai pada masa
pubertas dan berakhir pada saat memasuki dunia dewasa biasanya lulus sekolah
menengah atas. Maturasi biologis dan kepribadian disertai dengan gejolak emosi
dan fisik yang tidak menentu, dan terpadat redifinisi konsep diri. Pada periode
remaja akhir, mereka mulai menginternalisasi nilainilai yang telah mereka
pelajari sebelumnya dan lebih berfokus pada idensitas individu dari pada
indensitas kelompok. (Wong : 2009:1)

C. MOTORIK HALUS
1. Pengertian
Motorik halus adalah gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, seperti keterampilan
menggunakan jari jemari tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat.
Sehingga gerakan ini memerlukan tenaga melainkan gerakan motorik halus, anak

20

juga memerlukan dukungan keterampilan fisik lain serta kematangan mental.


(Sujiono, 2009 : 14)
2. Fungsi motorik halus pada anak usia dini
Fungsi motorik halus itu sendiri diantaranya adalah :
Menurut Hurlock anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh senang.
Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah, anak sudah dapat dilatih menulis,
menggambar, melukis, dan berbaris-baris. (Noorlaila, 2010 : 50)
Motorik halus berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh
yang lebih spesifik, seperti menulis, melipat, merangkai, mengancing baju, menali
sepatu dan menggunting. (Suyatno, 2005 : 51)
Fungsi perkembangan keterampilan motorik halus adalah mendukung
aspek lainnya seperti kognitif dan bahasa serta sosial karena pada hakekatnya
setiap pengembangan tidak dapat terpisahkan satu sama lain. (Sumantri, 2005 :
146)
Fungsi perkembangan motorik halus adalah sebagai alat untuk
mengembangkan koordinasi kecepatan tangan dengan gerakan mata, dan sebagai
alat untuk melatih penguasaan emosi. (Saputra dan Rudyanto, 2005 : 116)
3. Tahapan perkembangan motorik halus pada anak balita.
Berdasarkan skala Yaumil-Mimi, tahapan perkembangan anak balita dapat
diamati sebagai berikut :
a. Perkembangan motorik halus pada anak usia 1-2 tahun
1) Mengambil benda kecil dengan ibu jari atau telunjuk;

21

2) Membuka 2-3 halaman buku secara bersamaan;


3) Menyusun menara dari balok;
4) Memindahkan air dari gelas ke gelas lain;
5) Belajar memakai kaus kaki sendiri;
6) Menyalakan TV dan bermain remote;
7) Belajar mengupas pisang.
b.

Perkembangan motorik halus pada anak usia 2-3 tahun


1) Mencoret- coret dengan 1 tangan;
2) Menggambar garis tak beraturan;
3) Memegang pensil;
4) Belajar menggunting;
5) Mengancingkan baju;
6) Memakai baju sendiri.

c. Perkembangan motorik halus pada anak usia 3-4 tahun


1) Mengambar manusia;
2) Mencuci tangan sendiri;
3) Membentuk benda dari plastisin;
4) Membuat garis dan lingkaran cukup rapi.
d. Perkembangan motorik halus pada anak usia 4-5 tahun
1) Menggunting dengan cukup baik;
2) Melipat amplop;
3) Membawa gelas tanpa menumpahkan isinya;
4) Memasukkan benang ke lubang besar.

22

4. Deteksi, Stimulasi dan Intervensi perkembangan motorik halus


Stimulasi perkembangan adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar
anak usia 0-6 tahun agar berkembang secara optimal. Stimulasi perkembangan
pada anak didapatkan dari ibu, ayah pengasuh anak, anggota keluarga lain dan
kelompok masyarakat di sekitar lingkungannya. Selain itu kadang secara otomatis
anak akan terstimulasi oleh teman bermainnya yang diatur oleh sistem permainan
dan interaksi yang bermanfaat juga untuk proses tumbuh kembangnnya. Dengan
demikian mengupayakan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar
merupakan salah satu kegiatan untuk stimulasi tumbuh kembang anak. Kurang
stimulasi menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang bahkan gangguan yang
bersifat menetap. (Sulistyawati, 2014)
Stimulasi sejak dini sesuai dengan kelebihan dan kekurangannya. Orang
tua harus dapat memahami dan mendeteksi kelebihan dan kekurangan kecerdasan
motorik anak sehingga dapat meningkatkan prestasi pada kelebihannya tetapi
sebaliknya juga dapat melatih kekurangannya agar tidak lebih tertinggal.
Kelebihan motorik halus seorang anak bila terdeteksi sejak dini dan dilakukan
stimulasi dan latihan lebih rutin sejak kecil akan menghasilkan prestasi besar
sesuai dengan kelebihan tingkat motoriknya. Bila tidak dilakukan stimulasi dan
latihan sejak dini hanya akan menghasilkan sekedar hobi bagi aktifitas yang
digelutinya. (http://motoriksensoryprocessing.wordpress.com)
Pentingnya pemeriksaan status perkembangan yaitu agar dapat dilakukan
intervensi dini dengan latihan/stimulasi apabila terdapat penyimpangan, sehingga

23

anak dapat mencapai perkembangan normal kembali sesuai umurnya. (Adriana,


2009)
Terdapat beberapa instrumen deteksi tumbuh kembang untuk anak yang
dikembangkan oleh beberapa pakar. Masing-masing instrumen memiliki
spesifikasi dalam hal tujuan, sasaran, kriteria pemeriksa, media, lokasi pemeriksa
dan lain-lain. Pengambilan keputusan mengenai instrumen mana yang akan
digunakan sangat tergantung dengan kebijakan fasilitas pelayanan dan
stakeholders. Di Indonesia, terdapat dua instrumen yang lazim digunakan, yaitu :
1.

KPSP (Kuesioner Pra-Skrining Perkembangan)

Merupakan instrumen deteksi tumbuh kembang yang sederhana. Instrumen iini


dikatakan sederhana dan dapat dijawaboleh pemeriksa melalui pelaksanaan
instruksi dari kuesioner. Pemeriksaan bisa dilakukan oleh orang tua, guru di
sekolah, atau petugas kesehatan di puskesmas. (Sulistyawati, 2014)
Tujuan dari penggunaan KPSP ini sebagai instrumen skrining adalah untuk
mengetahui bagaimana perkembangan anak sesuai umurnya. Selain itu, instrumen
ini juga digunakan sebagai alat untuk mendeteksi penyimpangan perkembangan
anak agar segera dapat dilakukan intervensi. (Sulityawati, 2014: 167)
2.

DDST II (Denver Development Screening Test II)


Merupakan satu alat deteksi tumbuh kembang balita yang didalamnya

berisi instruksi melalui kotak komponen tes dan dilaksanakan sesuai dengan umur
saat pencapaiannya untuk kemudian ditindaklanjuti melalui stimulasi atau rujukan
ke ahli tumbuh kembang. Jika dibandingkan dengan KPSP, DDST II ini terlihat
lebih rinci, membutuhkan ketelitan, dan hanya bisa dilakukan oleh profesi tertentu

24

yang menjadikan mendeteksi tumbuh kembang anak merupakan salah satu ranah
kompetensinya. Oleh karena sulitnya menggunakan alat tes ini, bagi beberapa
pihak, misalnya mahasiswa dari profesi terkait, merasa bahwa mampu menguasai
keterampilan menggunakan DDST II seperti memecahkan teka-teki saja.
(Sulstyawati, 2014)
Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan
stimulasi atau rangsangan yang berguna agar potensi berkembang, sehingga hal
ini perlu mendapat perhatian. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi
sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangnya. (Adriana, 2011)
Berikut bentuk stimulasi atau rangsangan motorik halus yang diberikan pada anak
balita :
a. Stimulasi motorik halus pada anak 12-15 bulan
1) Permainan balok;
2) Memasukkan dan mengeluarkan benda;
3) Memasukkan benda yang satu ke benda yang lain;
4) Bermain dengan mainan yang mengapung di air;
5) Menggambar.
b.

Stimulasi motorik halus pada anak 15-18 bulan


1) Lanjutkan stimulasi bermain dengan balok-balok, memasukkan benda
yang satu ke benda yang lain, menggambar dengan krayon atau pensil
berwarna;
2) Bermain meniup buih sabun;

25

3) Membuat untaian/manik-manik.
c. Stimulasi motorik halus pada anak 18-24 bulan
1) Lanjutkan stimulasi untuk mendorong agar anak mau untuk bermain
balok-balok, memasukkan benda yang satu kedalam benda yang
lainnya, menggambar dengan krayon atau pensil berwarna, dan
menggambar dengan menggunakan tangan;
2) Membuat berbagai bentuk dan ukuran;
3) Bermain puzzle sederhana;
4) Menggambar wajah atau bentuk;
5) Membuat berbagai bentuk dari adonan kue/lilin mainan.
d. Stimulasi motorik halus pada anak 24-36 bulan
1) Lanjutkan stimulasi untuk mendorong anak agar mau bermain puzzle,
balok, memasukkan benda ke benda yang lain dan menggambar;
2) Mrmbuat gambar tempelan;
3) Memilih dan mengelompokkan benda-benda menurut jenisnya;
4) Mencocokan gambar dengan benda nyata;
5) Konsep jumlah;
6) Bermain/menyusun balok-balok.
e. Stimulasi motorik halus pada anak 36-48 bulan
1) Lanjutkan stimulasi bermain puzzle yang lebih sulit, menyusun balok,
menggambar yang lebih sulit, bermain mencocokkan gambar dengan
yang sesungguhnya dan mengelompokkan benda menurut jenisnya;
2) Memotong gambar bentuk dengan gunting;

26

3) Membuat cerita gambar tempel;


4) Menempel gambar;
5) Menjahit;
6) Menggambar/menulis;
7) Menghitung;
8) Menggambar dengan jari;
9) Bermain cat air di atas kertas;
10) Mencampur warna;
f. Stimulasi motorik halus pada anak 48-60 bulan
1) Lanjutkan stimulasi bermain puzzle, menggambar, menggunting,
memilih dan mengelompokkan, memotong serta menempel gambar;
2) Ajak anak bermain dengan konsep separuh atau satu;
3) Melengkapi gambar;
4) Mencocokkan dan menghitung;
5) Menggunting;
6) Membandingkan besar kecil, banyak sedikit, berat ringan;
7) Percobaan ilmiah;
8) Berkebun.
Dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip
dasar yang harus diperhatikan, antara lain :
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa kasih sayang
2. Slalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru
tingkah laku orang-orang yang berada sekitarnya

27

3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok usia anak


4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bemain, bernyanyi,
bervariasi, secara menyenangkan tanpa adanya paksaan dan hukuman
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan usia
anak
6. Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman, dan ada di sekitar
anak
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan
8. Selalu beri pujian pada anak, bila perlu beri hadiah atas keberhasilannya.

Anda mungkin juga menyukai