Usulan Penelitian
Diajukan ke Fakultas Kedokteran Universitas Riau
sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk
melaksanakan penelitian skripsi
Sarjana Kedokteran
Oleh :
ADE NOVITA RESLINA
NIM. 1108114295
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis berupa respon inflamasi
sistemik dan disertai infeksi yang timbul pada satu bulan pertama kehidupan. 1
Sampai saat ini sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit infeksi pada
bayi baru lahir masih merupakan masalah di bidang pelayanan dan perawatan
neonatus. Diagnosis cepat serta penanganan medis yang tepat merupakan hal
penting untuk menurunkan angka kematian akibat sepsis neonatorum.2
World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global terdapat
5 juta neonatus meninggal setiap tahun dengan angka kematian 34 per 1000
kelahiran hidup, 98% di antaranya terjadi di negara berkembang. 3 Salah satu
penyebab kematian terbanyak pada neonatus adalah sepsis neonatorum. Insidensi
sepsis neonatorum di negara maju sebesar 1-4 per 1000 kelahiran hidup dengan
angka kematian 10,3% lebih rendah dibandingkan di negara berkembang sebesar
10-50 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian 12-68%.4
Angka kematian neonatus di Indonesia sebesar 34 per 1000 kelahiran
hidup.5 Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, tercatat 181 kasus
kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup. Sepsis neonatorum menjadi
penyebab kematian sebesar 12% dari 142 kasus kematian neonatal dini (0-6 hari)
per 1000 kelahiran hidup, dan penyebab kematian terbanyak sebesar 20,5% dari
39 kasus kematian neonatal lanjut (7-28 hari) per 1000 kelahiran hidup.6,7
Rumusan masalah
Bagaimana gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang
Tujuan penelitian
Tujuan umum
Mengetahui gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum yang
Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan tentang gambaran rasio I/T pada tersangka sepsis
neonatorum serta dapat menerapkan ilmu kedokteran yang selama ini
diperoleh khususnya di bidang ilmu kesehatan anak dan patologi klinik.
2. Bagi peneliti lain
Sebagai referensi dan menambah wawasan bagi peneliti selanjutnya
mengenai sepsis neonatorum.
3. Bagi klinisi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau
Sebagai informasi dan data tambahan serta dengan mengetahui gambaran
rasio I/T pada tersangka sepsis neonatorum, diharapkan dapat menjadi
pertimbangan
dalam
melakukan
penatalaksanaan
segera
sepsis
neonatorum.
4. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Sebagai literatur tentang gambaran rasio I/T serta dapat menjadi data awal
bagi mahasiswa kedokteran untuk melakukan penelitian tentang sepsis
neonatorum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Sepsis neonatorum
Definisi
Sepsis neonatorum merupakan sindrom klinis berupa respon inflamasi
sistemik yang terjadi pada bulan pertama kehidupan disertai infeksi dengan
ditemukan bakteri, jamur, virus, dan protozoa dalam cairan tubuh seperti darah,
cairan sumsum tulang, atau air kemih.1,2
Menurut The International Sepsis Definition Conferences, sepsis
merupakan manifestasi klinik berupa systemic inflammatory response syndrome
(SIRS) disertai infeksi. Pada tabel 2.1 definisi SIRS ditegakkan bila ditemukan 2
dari 4 kriteria (salah satu diantaranya kelainan suhu atau leukosit). 11 Apabila
disertai disfungsi organ dikategorikan sebagai sepsis berat. Syok septik terjadi jika
terdapat hipotensi akibat penggantian volume cairan tubuh tidak adekuat.12
Laju
napas per
menit
Jumlah
leukosit (x
103/mm3)
> 50
> 34
> 40
Usia
Neonatus
Usia 0-7 hari
Usia 7-30 hari
Suhu
Systemic inflammatory
response syndrome
(SIRS)
Sepsis
Sepsis berat
Syok septik
2.1.2
Epidemiologi
Definisi
Terbukti infeksi (proven infection) bila ditemukan
kuman penyebab atau tersangka infeksi (suspected
infection) bila terdapat sindrom klinis (gejala klinis
dan pemeriksaan penunjang lain).
Respon inflamasi sistemik berupa kelainan pada
suhu tubuh, laju nadi, jumlah leukosit, dan takipnu.
SIRS disertai infeksi, baik tersangka infeksi
(suspected) maupun terbukti infeksi (proven).
Sepsis yang disertai disfungsi organ kardiovaskular,
atau disertai gangguan napas akut, atau terdapat
gangguan dua organ lain (seperti gangguan
neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).
Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <
65 mmHg pada bayi < 7 hari dan < 75 mmHg pada
bayi 7-30 hari).
Etiologi
Patofisiologi sepsis
Infeksi pada bayi terjadi pada saat bayi dalam kandungan/antenatal, saat
Pada infeksi intranatal paparan bayi terhadap bakteri terjadi saat ketuban
pecah atau saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri yang
berasal dari vagina masuk ke dalam rongga uterus sehingga kemungkinan terjadi
infeksi pada janin (infeksi transmisi vertikal).2
Infeksi pascanatal pada umumnya disebabkan oleh kuman yang berasal
dari lingkungan sekitar bayi (infeksi nosokomial). Kontaminasi kuman berasal
dari peralatan yang digunakan bayi, prosedur invasif pada bayi seperti kateterisasi
umbilikus, bayi dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan antiseptik,
rawat inap yang terlalu lama, dan hunian terlalu padat. Kuman masuk ke dalam
tubuh melalui udara pernapasan, saluran cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi.2
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi akan melepaskan toksin yang
merangsang suatu kompleks kaskade untuk menimbulkan respon inflamasi
sistemik. Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam
stimulasi imunogen dari luar. Stimulasi toksin dari endotoksin Gram negatif dan
eksotoksin Gram positif dan jamur merupakan penyebab sepsis dan syok septik
paling banyak. Pelepasan lipopolisakarida (LPS) suatu endotoksin dari Gram
negatif bersama-sama dengan antibodi dalam serum darah penderita membentuk
kompleks lipopolisakarida-antibodi (LPSab). Selanjutnya LPSab ini berikatan
dengan cluster off differentiation 14 (CD14), yaitu reseptor pada membran
makrofag dan akan dipresentasikan kepada toll like receptors 4 (TLR4) sehingga
terjadi aktivasi makrofag.12,18
Bakteri Gram positif dan jamur melepaskan eksotoksin dapat merangsang
langsung makrofag melalui toll like receptors 2 (TLR2) dan ada juga eksotoksin
sebagai superantigen. Eksotoksin yang berperan sebagai superantigen setelah
difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing
cell dan kemudian ditampilkan dalam antigen presenting cell (APC).12
Infeksi akan dilawan oleh tubuh melalui imunitas selular (monosit,
makrofag, neutrofil) serta humoral (membentuk antibodi dan mengaktifkan
komplemen). Pengenalan patogen oleh CD14, TLR4, dan TLR2 di membran
makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas
selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T berdiferensiasi menjadi sel T helper-1
(Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Selanjutnya sel Th1 mensekresikan sitokin
proinflamasi seperti interferon (IFN-), tumor necrosis factor (TNF), interleukin
1 (IL-1), dan IL-2. Sel Th2 mensekresikan sitikon antiinflamasi seperti IL-4, IL-5,
IL-6,
dan
IL-10.
menghancurkan
Sitokin
proinflamasi
mikroorganisme
yang
bekerja
membantu
menginfeksi,
sel
sedangkan
untuk
sitokin
yang
beradhesi
dengan
endotel
mengeluarkan
lisozim
yang
2.1.6
Diagnosis
Diagnosis sepsis neonatorum ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk
mendapatkan adanya faktor risiko dan gejala klinis, serta pemeriksaan penunjang
dengan kultur darah sebagai baku emas.
2.1.6.1 Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dapat berasal dari faktor risiko
ibu, bayi, dan lingkungan sekitar.13,18,20
Faktor risiko ibu:
1. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.
Bila ketuban pecah > 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar
1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat
menjadi 4 kalinya.
2. Ibu demam intrapartum > 38oC akibat korioamnionitis dan infeksi saluran
kemih (ISK). Tandatanda korioamnionitis adalah demam pada ibu
dengan suhu >38oC dan 2 gejala berikut ini, yaitu leukositosis ibu
(leukosit >15.000/l), takikardi ibu (denyut jantung >100x/menit),
takikardi janin (denyut jantung janin>160x/menit), nyeri tekan pada
fundus uteri, dan ketuban berbau.
3. Usia gestasi < 37 minggu.
4. Cairan ketuban berbau.
5. Persalinan dengan tindakan.
Faktor risiko bayi:
1.
2.
3.
4.
Risiko minor
Ketuban pecah > 12 jam
Ibu demam intrapartum > 37,5oC
Usia gestasi < 37 minggu
Bayi berat lahir sangat rendah
(BBLSR) < 1500 gram
Skor Apgar rendah (menit ke-1 < 5,
menit ke-5 < 7)
Kehamilan ganda
Keputihan pada ibu
ISK pada ibu yang tidak diobati
mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan dua tanda atau lebih pada
kategori A, atau tiga tanda atau lebih pada kategori B.14
Kategori B
Letargi atau lunglai
Aktivitas berkurang atau mengantuk
Iritabel atau rewel
Muntah
Distensi abdomen
Tanda mulai muncul setelah hari ke 4
Air ketuban bercampur mekonium
Malas minum
pada saat lahir dan <7800/L pada saat umur 12-24 jam pertama.
Pemeriksaan dilakukan secara serial karena pada bayi baru lahir yang
terinfeksi, jumlah leukosit awal sering normal sehingga pemeriksaan ulang
DPL dilakukan kira-kira 12 jam setelah pemeriksaan yang pertama.20
2. Rasio I/T
Rasio I/T merupakan perbandingan neutrofil imatur/neutrofil total pada
sediaan apus darah tepi. Penghitungan rasio I/T mempunyai nilai batas (cut
off) pada 24 jam pertama kehidupan sebesar 0,16; pada 48 jam pertama
sebesar 0,14; dan pada 60 jam pertama sebesar 0,13 sampai bayi berumur 5
hari. Pada keadaan sepsis terjadi peningkatan rasio I/T > 0,2.9,20
3. C-reactive protein (CRP)
C-reactive protein adalah protein yang disintesis di hepatosit dan muncul
pada fase akut kerusakan jaringan. Sekresi CRP dimulai 4-6 jam setelah
stimulasi oleh IL-6 dan mencapai puncak dalam waktu 36-48 jam dan terus
meningkat sampai proses inflamasi teratasi. Kadar CRP > 10 mg/L
berhubungan dengan infeksi sistemik. Pemeriksaan CRP ini dapat
digunakan sebagai pemeriksaan serial untuk mengevaluasi respon antibiotik,
lamanya pengobatan, dan kekambuhan penyakit.18
4. Procalcitonin (PCT)
Procalcitonin merupakan protein yang tersusun dari 116 asam amino dan
merupakan prohormon dari kalsitonin yang diproduksi oleh kelenjar tiroid.
Procalcitonin lebih sensitif dibandingkan CRP dalam mendiagnosis sepsis,
meningitis dan infeksi saluran kemih. Nilai PCT > 2 ng/mL mempunyai
sensitifitas 92,6% dan spesifisitas 97,5% untuk sepsis awitan dini, serta
sensitifitas dan spesfisitas 100% untuk sepsis awitan lambat. Meski
demikian, PCT memiliki kekurangan yaitu kadarnya dapat meningkat secara
tidak spesifik pada keadaan tanpa infeksi bakteri seperti trauma berat,
pembedahan, gangguan ginjal dan sebagainya, biaya pemeriksaan yang
mahal, dan belum tersedia di seluruh fasilitas kesehatan.24
5. Kultur darah
Kultur darah merupakan baku emas untuk diagnosis sepsis. Hasil kultur
darah positif apabila ditemukan mikroorganisme patogen. Namun
pemeriksaan ini memiliki beberapa kendala yaitu hasil kultur baru diketahui
setelah 3-5 hari, kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya, dan
kontaminasi oleh kuman nosokomial.18
2.1.7 Diagnosis banding
Beberapa kelainan nonifeksi yang dapat dipertimbangkan dengan fasilitas
kesehatan yang memadai sebagai diagnosis banding sepsis neonatorum dapat
dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Diagnosis banding sepsis neonatorum25
Gangguan jantung
Gangguan gastrointestinal
Gangguan hematologi
Gangguan metabolisme
Gangguan neurologi
Gangguan respirasi
2.1.8
Penatalaksanaan
Pengobatan sepsis neonatorum dilaksanakan segera mungkin. Sehubungan
dengan itu pemberian antibiotik secara empiris pada neonatus tersangka sepsis
dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab tersering serta pola
resistensi kuman yang ditemukan di tempat perawatan tersebut. Terapi empiris
segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Kombinasi ampisilin dan
sekitar 50-70% dari seluruh sel darah putih di dalam darah. Neutrofil diproduksi
di sumsum tulang dan akan disimpan sampai diperlukan di sistem sirkulasi.
Pembentukan
neutrofil
dimulai
dari
mieloblas,
promielosit,
mielosit,
normalnya 4-8 jam dalam sirkulasi darah, dan 4-5 hari berikutnya dalam jaringan
yang membutuhkan.27,28
Neutrofil berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi
yang pertama kali mengatasi adanya antigen dengan memfagosit antigen tersebut.
Di dalam jaringan neutrofil memiliki sifat yaitu diapedesis, ameboid, kemotaksis,
dan fagositosis. proses fagositosis diawali dengan migrasi neutrofil. Celah antara
sel endotel pembuluh darah dilewati dengan cara diapedesis. Jadi walaupun
ukuran celah jauh lebih kecil daripada besarnya sel, pada suatu ketika sebagian
kecil sel tersebut meluncur dan berkonstriksi sesuai dengan ukuran celah tersebut.
Selanjutnya neutrofil bergerak melalui jaringan dengan gerakan ameboid.27
Sejumlah zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan leukosit bergerak
menuju sumber zat kimia. Fenomena ini dikenal sebagai kemotaksis. Beberapa
toksin bakteri dan hasil degenerasi jaringan yang meradang dapat menyebabkan
neutrofil bergerak mendekati area peradangan. Setelah berada di lokasi bakteri
tersebut berada, akan terjadi perlekatan antara bakteri dengan neutrofil. Perlekatan
tersebut dipermudah oleh proses opsonisasi, sehingga opsonin yang mengikat
bakteri mudah melekat pada reseptornya di membran neutrofil. Setelah melekat,
neutrofil akan membentuk pseudopodia yang dijulurkan di sekitar bakteri,
mengelilingi bakteri, dan berfusi membentuk vesikel vakuola fagosom. Sebuah sel
neutrofil dapat memfagosit 5-20 bakteri sebelum sel neutrofil itu sendiri menjadi
inaktif dan mati.27
Rasio I/T merupakan perbandingan antara neutrofil imatur/neutrofil total.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menghitung seri granulosit pada sediaan apus
darah tepi. Seri granulosit berupa neutrofil imatur dibagi dengan jumlah neutrofil
total sampai 100 sel leukosit menggunakan alat differential cell counter.29
Neutrofil imatur yang dihitung dimulai dari neutrofil batang, metamielosit,
mielosit, promielosit, dan mieloblas sedangkan neutrofil total merupakan seluruh
neutrofil imatur ditambah dengan neutrofil segmen. Pada keadaan infeksi
pelepasan neutrofil imatur meningkat sehingga menyebabkan peningkatan rasio
neutrofil imatur/neutrofil total. Beberapa penelitian menemukan rasio I/T > 0,2
dapat digunakan sebagai penanda sepsis neonatorum.9
Penelitian oleh Thermiany dkk mendapatkan bahwa rasio I/T > 0,2
memiliki sensitivitas sebesar 96,4% dan spesifisitas 97,1%.10 Buch et al
menggunakan rasio I/T > 0,2 memiliki sensitivitas 89,2% dan spesifisitas 71%.22
Pemeriksaan rasio I/T ini dapat digunakan sebagai deteksi dini sepsis neonatorum
dengan biaya murah dan cepat dibandingkan kultur darah dan membantu dalam
tatalaksana segera sepsis, sehingga dapat menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas neonatus akibat sepsis.
2.3
Kerangka teori
Kerangka teori penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.
Neonatus
(usia 0-28 hari)
Infeksi
nosokomial
Tersangka sepsis
neonatorum
Manifestasi
klinis sepsis
Pemeriksaan penunjang
DPL
Rasio I/T
CRP
PCT
Kultur darah
2.4
Kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.
Tersangka sepsis
neonatorum
Rasio I/T
Kultur darah
Diagnosis sepsis
neonatorum
Umur
pasien
Jenis
kelamin
Faktor
risiko
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis penelitian
Klasifikasi
sepsis
rekam medik tersangka sepsis neonatorum di Instalasi Rekam Medik, data hasil
pemeriksaan rasio I/T di laboratorium patologi klinik, dan hasil pemeriksaan
kultur darah di laboratorium mikrobiologi RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.
3.3
dirawat di IPN RSUD Arifin Achmad periode Januari 2013 Desember 2014.
Sampel penelitian adalah populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.1 Kriteria inklusi
1. Tersangka sepsis neonatorum yang telah melakukan pemeriksaan rasio
I/T dan kultur darah.
2. Tersangka sepsis neonatorum yang memiliki data lengkap meliputi
3.3.2
3.4
Besar sampel
Besar sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:30
2
Z 2 PQ 1,96 0,5 (10,5)
n=
=
=97
d2
0,12
Keterangan :
n
= besar sampel
= prevalensi
= 1-P
3.5
sampling, peneliti akan mengambil data rekam medik yang memenuhi kriteria
inklusi dan bila telah memenuhi jumlah sampel minimal maka pengambilan
sampel telah selesai.
3.7
Pengumpulan data
Pengumpulan data dimulai dari pencatatan nomor rekam medik tersangka
3.8
distribusi frekuensi serta dilihat nilai rerata, standar deviasi, nilai maksimum, dan
nilai minimum rasio I/T.
3.9
Etika penelitian
Penelitian ini akan dikaji etik oleh Unit Etik Penelitian Kedokteran atau
DAFTAR PUSTAKA
1. Edwards MS, Baker CJ. Sepsis in the newborn. Dalam: Gershon AA,
Hotez PJ, Katz SL, editor. Krugmans infectious disease of children. Edisi
ke-11. Philadelphia: Mosby; 2004. h. 54561.
2. Aminullah A. Sepsis pada bayi baru lahir. Dalam: Kasim MS, Yunanto A,
Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 17087.
3. Putra PJ. Insiden dan faktor-faktor yang berhubungan dengan sepsis
neonatus di RSUP Sanglah Denpasar. Sari Pediatri. 2012;14(3):20510.
4. Putri SI, Djamal A, Rahmatini. Sensitivitas bakteri penyebab sepsis
neonatorum terhadap meropenem di neonatal intensive care unit dan
perinatologi RSUP DR M Djamil Padang tahun 2012. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2014;3(3):47781.
5. Wisnumurti DA. Performance of neonatal unit, Arifin Achmad Hospital,
Pekanbaru. Paediatr Indones. 2012;52(6):35661.
6. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan-Depkes RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Jakarta: Laporan nasional; 2007. h.
279.
7. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2002. h. 5975.
8. Roeslani RD, Amir I, Nasrullah MH, Suryani. Penelitian awal: faktor risiko
pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri. 2013;14(6):3638.
9. Dear P. Infection in the newborn. Dalam: Rennie JM, editor. Robertons
text book of neonatology. Edisi ke-4. Philadelphia: Elsevier; 2005. h.
101192.
10. Thermiany AS, Retayasa W, Kardana M, Lila IN. Diagnostic accuracy of
septic markers for neonatal sepsis. Paediatr Indones. 2008;48(5):299305.
11. Goldstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus
conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics.
Pediatr Crit Care Med. 2005;6(1):28.
12. Guntur A. Sepsis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar imu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009. h. 288995.
13. Utomo MT. Risk factor of neonatal sepsis: a preliminary study in Dr.
Soetomo Hospital. IJTID. 2010;1(1):236.
14. Fitriani O, Suryantoro P, Wandita S, Wibowo T, Haksari LE, Julia M.
Diagnostic accuracy of the 2004 indonesia pediatric society medical
standard of care for neonatal sepsis. Paediatr Indones. 2012;52(2):8690.
15. Aftab R, Iqbal I. Changing pattern of bacterial isolates and their antibiotic
sensitivity in neonatal septicemia: a hospital based study. NMJ.
2009;1(2):38.
16. Lopez ES, Guiral E, Soto SM. Neonatal sepsis by bacteria: a big problem
for children. Clin Microbial. 2013;2(6):14.
17. Naher HS, Khamael AB. Neonatal sepsis; the bacterial causes and the risk
factors. Int Res J Medical Sci. 2013;1(6):1922.
18. Aminullah A. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2007. h. 380.
19. Larosa
SP.
Sepsis.
Diunduh
dari:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/in
fectious-disease/sepsis/.
20. Polin RA. Management of neonates with suspected or proven early-onset
bacterial sepsis. Pediatrics. 2012;129(5):100615.
21. Salendu PM. Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi aterm. Jurnal
Biomedik (JBM). 2012;4(3):S175179.