Anda di halaman 1dari 6

I.

KONSEP STANDAR RANCANGAN JALUR EVAKUASI TSUNAMI (SNI)


1. Jalur evakuasi dirancang menjauhi garis pantai, muara sungai, badan aliran sungai,
saluran air atau kawasan industri bila ada. Jalur evakuasi akan mengarahkan
masyarakat keluar dari daerah rawan tsunami menuju tempat aman terdekat atau
tempat kumpul.
2. Jalur evakuasi diupayakan menghindari melintasi sungai atau melewati jembatan,
mendekati telaga, danau, rawa atau situ.
3. Jalur evakuasi dibuat sistem blok untuk menghindari penumpukan massa pengungsi.
Setiap blok dibatasi oleh badan sungai yang tegak lurus terhadap garis pantai.
4. Jalur evakuasi dilengkapi dengan rambu evakuasi yang sudah dilengkapi dengan nama
tujuan dan jarak yang harus ditempuh menuju tempat kumpul.
5. Tersedianya tempat kumpul yang aman terdekat atau bangunan bertingkat yang
memiliki rekomendasi sebagai tempat evakuasi sementara untuk memudahkan
pertolongan, penyaluran bantuan dan pencatatan. Tempat kumpul dapat berupa
lapangan atau tempat terbuka lainnya dan bangunan tinggi.

II. METODOLOGI PEMETAAN RUTE EVAKUASI TSUNAMI


A. PENGUMPULAN DATA
Tabel 1. Kebutuhan data pemetaan rute evakuasi
No
1.

2.

Kebutuhan
Data
Jaringan
Jalan

Sumber
Peta RBI

Citra resolusi
tinggi
Survei lapangan
Penggunaan Citra resolusi
Lahan
tinggi
Survei lapangan

3.

Topografi

DEM resolusi
tinggi

4.

Populasi
Penduduk

BPS

Teknik Analisis
Mengkombinasikan
berbagai sumber data
untuk memperoleh
informasi spasial (vektor)
jaringan jalan eksisting
Interpretasi citra satelit
untuk memperoleh
informasi spasial
penggunaan lahan
eksisting
Menganalisis permukaan
medan (terrain) melalui
teknik interpolasi
Menghitung jumlah
penduduk di dalam
daerah bahaya tsunami

Hasil
Peta Jaringan Jalan

Peta Penggunaan
Lahan
Peta Bangunan
Peta Titik Evakuasi
Kontur
Peta Bahaya
Tsunami
Jumlah dan kepadatan
penduduk

Gambar 1. Diagram Alur Proses Pemetaan Rute Evakuasi Tsunami


B. ANALISIS DATA
1. Jaringan Jalan
Dalam melakukan proses analisis, dataset jaringan jalan harus dikembangkan secara rinci
termasuk pengaturan waktu perjalanan untuk setiap segmen jalan, pendefinisian arah, dan
jalan satu arah. Informasi spasial jaringan jalan dapat diperoleh melalui interpretasi citra
satelit (resolusi tinggi) yang dikombinasikan dengan peta dasar jalan yang ada (proses
updating). Survei lapangan sangat diperlukan untuk memverifikasi hasil interpretasi dan
diperolehnya informasi mengenai ketentuan arah jalur (dua atau satu arah) dan
jenis/kategori jalan.
Selanjutnya, peta jaringan jalan eksisting yang dihasilkan harus dilakukan pengecekan dan
perbaikan topologi. Perbaikan topologi dimaksudkan untuk menghindari adanya kesalahan
geometri disetiap segmen jalan (polyline) yang merupakan persimpangan (dalam istilah
SIG disebut undershoot dan overshoot). Pembuatan dataset jaringan jalan dilakukan
dengan terlebih dahulu menentukan panjang dan waktu tempuh setiap segmen jalan melalui

atribut spasialnya. Dataset jaringan jalan merupakan data masukan (input) untuk membuat
rencana rute evakuasi dengan menggunakan Network Analyst di ArcGIS.
2. Inventarisasi Bangunan/Gedung sebagai Tempat (Shelter) Evakuasi
Penentuan bangunan/gedung sebagai shelter evakuasi tsunami dilakukan melalui
interpretasi citra satelit satelit resolusi tinggi. Selanjutnya, observasi lapangan diperlukan
untuk memvalidasi hasil interpretasi citra satelit dan untuk menilai jenis bangunan tertentu
yang diprediksi berpotensi sebagai bangunan shelter evakuasi.
Berdasarkan standar perencanaan Tempat Evakuasi Sementara (TES), jenis tempat
evakuasi dapat berupa:

Escape hill berupa daerah dataran tinggi alami maupun buatan dengan ketinggian bukit
minimal 15 m di atas permukaan laut

Bangunan umum yang memenuhi ketentuan sebagai bangunan penyelamatan


(escape building) seperti Perkantoran (Pemerintah dan Swasta); Sekolah (SD,
SMP, dst); Masjid; Bank (Pemerintah dan Swasta); Hotel; serta Pasar Swalayan.

Bangunan penyelamatan/ruang evakuasi sementara berupa bangunan

vertikal.

Pemilihan bangunan untuk ruang evakuasi vertikal dengan memperhatikan kriteria


umum seperti:

Kriteria bangunan memiliki lantai > 2 lantai atau bangunan dengan ketinggian lantai
paling atas minimal 15 meter di atas permukaan laut (Asumsi tinggi tsunami
minimal 5 m)

Memiliki ketahanan struktur bangunan terhadap gempa dan tsunami

3. Estimasi Kapasitas/Daya Tampung Bangunan Evakuasi


a. Proporsi luas bangunan yang dapat digunakan untuk ruang evakuasi
Penentuan daya tampung bangunan yang terpilih berdasarkan ketersediaan ruangan
yang dapat dipakai untuk evakuasi dalam kondisi siangan dan malam.
Asumsi yang digunakan yaitu untuk siang hari bangunan sedang dalam kondisi
100% terpakai, namun masih terdapat ruangan-ruangan di dalam bangunan tersebut
yang masih mungkin untuk digunakan sebagai ruang evakuasi. Sedangkan pada
malam hari bangunan 100% tidak dalam kondisi digunakan kecuali ruang untuk
peralatan-peralatan lainnya.
Berikut beberapa ketentuan proporsi luas bangunan yang dapat digunakan untuk
ruang evakuasi di beberapa jenis bangunan, antara lain:

1) Perkantoran dan bank 23,6%;


2) Tempat peribadatan 78%;
3) Sekolah 30% ;
4) Area pertokoan atau pasar swalayan 23%;
5) Hotel 26,3% dari luas bangunan.
b. Kebutuhan ruang minimal per orang
Diperkirakan setiap orang akan membutuhkan ruang minimum 1,64 m 2, sehingga
daya tampung bangunan penyelamatan berupa TES dapat dihitung dari luas lantai
dibagi kebutuhan ruang minimal per orang. (Sumber: The American National Red
Cross Evacuation Shelter Standard). Perhitungan daya tampung bangunan dapat juga
dilakukan dengan menggunakan persamaan (Budiarjo, 2006; Widyaningrum, 2009):
KBET = (PB x LB x JL) / (KRM)
Dimana:
KBET : Kapasitas bangunan evakuasi tsunami (jumlah orang)
PB
: Proporsi luas bangunan (%)
LB
: Luas bangunan (m2)
JL
: Jumlah lantai
KRM : Kebutuhan ruang minimar per orang (m2)
4. Perkiraan jumlah penduduk di zona bahaya
Untuk menaksir jumlah penduduk di zona bahaya saat ini asumsi yang dilakukan
adalah:
1)

Jumlah penduduk yang berada di dalam daerah bahaya ditaksir berdasarkan


interpretasi atap bangunan dari citra satelit; dan

2)

Untuk setiap bangunan yang ditafsirkan sebagai bangunan rumah tinggal


diasumsikan dihuni 5 jiwa.

Taksiran
bangunan

jumlah
rumah

penduduk
tinggal

dapat
yang

diperhalus

ada

di

dengan

seluruh

memperbandingkan

desa/kelurahan

dengan

jumlah
jumlah

bangunan rumah tinggal yang ada di dalam daerah bahaya.


Informasi jumlah penduduk pada setiap bangunan rumah tinggal merupakan data masukan
dalam penentuan rute evakuasi. Jumlah penduduk disetiap bangunan rumah tinggal
direpresentasikan melalui data titik (point) yang dianggap sebagai sumber pengungsi. Model
evakuasi dimulai dari konsentrasi pengungsi. Dengan menggunakan Network Analyst, baik

tujuan tempat evakuasi maupun pusat pengungsi direpresentasikan dalam sebaran titik
(point).
Distribusi penduduk secara sistematis dibagi menjadi bagian sama besar dengan
menggunakan system grid dengan pola heksagonal. Diasumsikan bahwa penduduk hidup
terkonsentrasi di pusatnya (pusat grid heksagonal ini disebut centroid). Idealnya, orang
mengungsi dari setiap blok (titik) bangunan dan mencoba untuk menemukan jaringan jalan
terdekat. Untuk tujuan ini, satu hektar heksagonal digunakan, dengan masing-masing tepi
(panjang) adalah 62,04 m. Luas 1 hektar diasumsikan sebagai batas yang dapat dikelola
pada tingkat detail untuk perencanaan tata ruang dan desain bangunan.
Melalui ArcGIS dengan menggunakan alat ekstensi Repeating Shape, dapat dihasilkan
heksagonal tessellation pada lokasi kajian. Hasilnya kemudian di-overlay dengan titik
bangunan dan data kependudukan dengan teknik Spatial Join.
5. Kecepatan Pengungsi
Waktu yang dibutuhkan untuk mengevakuasi ditetapkan pada kecepatan berjalan manusia.
Kecepatan yang digunakan adalah kecepatan minimum orang berjalan yaitu 0,751 m/dtk
atau setara dengan kecepatan orang lanjut usia (Sumber: Japan Institute for Fire Safety and
Disaster Preparedness).
6. Waktu yang Dibutuhkan untuk Evakuasi
Asumsi 22 menit, dimana 17 menit untuk mencapai bangunan evakuasi dan 5 menit
untuk naik ke lantai atas bangunan evakuasi.
7. Model Evakuasi
Pemodelan evakuasi dilakukan dengan memperhitungkan kapasitas dan aksesibilitas dari
tempat penampungan evakuasi. Semua hal tersebut dianalisis dengan menggunakan
Network Analyst di ArcGIS.
a. Area Layanan (Service Area) Bangunan Evakuasi
Area

layanan

didefinisikan

sebagai

wilayah

yang

mencakup

semua

jalan yang dapat diakses terutama jalan-jalan yang berada dalam impedansi (hambatan)
yang ditentukan. Dalam hal ini, waktu tempuh ditetapkan sebagai biaya atribut
impedansi. Area layanan bangunan evakuasi mengacu pada area layanan yang
dikembangkan dengan mempertimbangkan kapasitas bangunan (jumlah orang yang

dapat ditampung) dan waktu perjalanan yang dibutuhkan. Perhitungan dan perkiraan
kapasitas bangunan evakuasi dan waktu evakuasi sangat penting dalam pemodelan
aksesibilitas karena ada kemungkinan tidak semua penduduk di area layanan dapat
ditampung di gedung-gedung penampungan evakuasi terdekat.
(1) Area Layanan Berdasarkan Waktu Evakuasi
Penentuan area layanan berdasarkan waktu evakuasi dilakukan untuk mengetahui
jumlah total orang di daerah tertentu yang mampu mencapai bangunan evakuasi
dalam waktu tertentu. Analisis tersebut dapat dilakukan melalui Network Analyst,
dengan menggunakan fungsi alat New Service Area.
(2) Area Layanan Berdasarkan Kapasitas Bangunan Evakuasi
Penentuan area layanan berdasarkan kapasitas bangunan evakuasi dilakukan
untuk mengetahui jumlah total orang di daerah tertentu yang dapat ditampung di
sebuah bangunan evakuasisi dalam waktu tertentu. Waktu tempuh terpendek dan
jumlah orang di setiap grid heksagonal adalah parameter untuk menciptakan area
pelayanan berdasarkan kapasitas bangunan evakuasi. Analisis tersebut dapat
dilakukan melalui Network Analyst, dengan menggunakan fungsi alat New Service
Area.
b. Rencana Rute Evakuasi
Setelah diperoleh area layanan berdasarkan waktu evakuasi dan kapasitas bangunan
evakuasi, melalui Network Analyst dengan menggunakan fungsi alat New Closest
Facility maka dapat ditentukan secara otomatis rute evakuasi.

Anda mungkin juga menyukai