Anda di halaman 1dari 26

Finance and Economic

Development: The Role of


Government

Oleh: Andi Muhammad Yuqbal


Firstha Greacean Gultom
Maman Abdurohman
Roland Fernando

Dua pandangan mengenai peranan sektor finansial dalam pertumbuhan


ekonomi

1. Peneliti terkemuka percaya bahwa sektor finansial hanya merupakan


respon

terhadap

pertumbuhan

ekonomi,

menyesuaikan

terhadap

sektor riil

(Robinson, 1952; Lucas, 1988).


2. Peneliti lainnya percaya bahwa financial system memiliki peran krusial
dalam mengurangi friksi pasar sehingga mempengaruhi savings rate, investasi,
inovasi

teknologi

dan

akhirnya

akan

berpengaruh

juga

terhadap

tingkat

pertumbuhan ekonomi jangka panjang. (Schumpeter, 1912; Gurley dan Shaw, 1955;
Goldsmith, 1969; McKinnon, 1973; Miller 1998).
Sektor finansial berkontribusi terhadap pertumbuhan dan pengurangan
kemiskinan tidak secara langsung dapat dilihat, akan tetapi kegagalan sektor
finansial dapat secara langsung terlihat. Kesuksesan dan kegagalan sebagian besar
berasal dari lingkungan kebijakan, sehingga menerapkan keputusan kebijakan yang
penting secara tepat selalu menjadi tantangan dalam mengembangkan sektor
finansial.
Levine, 1997 and 2000; Merton and Bodie, 2004, meskipun rapuh, institusi
keuangan mendukung kemakmuran ekonomi. Pasar dan institusi finansial muncul
untuk meminimalkan dampak dari informasi dan biaya transaksi yang mencegah
direct pooling dan investasi tabungan masyarakat. Ketika beberapa model teoritis
menekankan pentingnya bentuk institusional yang berbeda yang dapat digunakan
dalam suatu sistem keuangan, lebih penting untuk mengetahui bagaimana bentuk
institusional

itu

bekerja.

Sistem

keuangan

membantu

memobilisasi

dan

mengumpulkan simpanan, menyediakan layanan pembayaran yang memfasilitasi


pertukaran barang dan jasa, memproduksi dan memproses informasi mengenai
investor

dan

proyek

investasi

yang

memungkinkan

efisiensi

alokasi

dana,

memantau investasi dan mengerahkan tata kelola perusahaan setelah dana


tersebut dialokasikan, dan membantu diversifikasi, mengubah dan mengelola risiko.
Sebagian besar literatur empiris terhadap financial and development
menyatakan bahwa sistem finansial yang dibangun dengan baik memainkan peran
independen dan kausal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Bukti terbaru juga menunjukkan peran sektor keuangan dalam memfasilitasi
pertumbuhan pendapatan masyarakat miskin yang tidak proporsional, yang
menunjukkan bahwa financial development membantu masyarakat miskin untuk
mengejar masyarakat dengan tingkatan ekonomi di atasnya. Temuan penelitianpenelitian ini berperan dalam mendorong negara berkembang untuk mempertajam

fokus kebijakan mereka pada sektor keuangan. Jika finance penting untuk
perkembangan, mengapa sistem keuangan beberapa negara mampu mendorong
pertumbuhan sedangkan yang negara lain tidak? Apa yang dapat dilakukan oleh
pemerintah untuk mengembangkan sistem keuangannya?
II. Finance and Economic Development Evidence
Levine, 1997 and 2005 menyatakan terdapat bukti yang luas yang
menunjukkan bahwa negara-negara dengan sistem keuangan yang baik mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Bukti terkini juga menunjukkan bahwa
perkembangan keuangan tidak hanya mendorong pertumbuhan, tetapi juga
meningkatkan distribusi pendapatan. Bagian berikut ini memberikan review singkat
mengenai literatur ini dan temuan-temuan, juga membahas kritik utama, yaitu
masalah identifikasi, masalah yang terkait dengan pengukuran dan nonlinierities,
serta tandingan potensial dan outlier.
II.a. Finance and Growth
Berbagai studi yang dilakukan menyatakan bahwa perkembangan finansial
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, akan tetapi menghadapi masalahmasalah identifikasi selalu sangat sulit dengan data aggregate. Masalah yang luas
termasuk

heterogenitas

dampak

antar

negara,

kesalahan

pengukuran,

menghilangkan variabel penjelas yang relevan, dan endogenitas, yang semuanya


cenderung

membuat

dampak

yang

diperkirakan

terhadap

variabel

yang

diikutsertakan menjadi bias. Meskipun studi yang dikutip dalam paper ini telah
berusaha untuk menangani masalah ini dengan menggunakan instrumen dan
memanfaatkan metodologi dynamic panel estimation, pertanyaan tetap muncul.
Oleh karena itu, para peneliti menggunakan data mikro dan mencoba untuk
mengeksploitasi perbedaaan tingkatan perusahaan dan sektoral untuk melampaui
aggregate.

Studi

ini

membahas

isu-isu

kausalitas

dengan

mencoba

untuk

mengidentifikasi perusahaan-perusahaan atau sektor yang lebih mungkin untuk


terkena dampak dari terbatasnya akses terhadap pembiayaan dan melihat
bagaimana pertumbuhan perusahaan-perusahaan

dan sektor dipengaruhi

di

negara-negara dengan tingkat perkembangan keuangan yang berbeda-beda.


Demirguc-Kunt dan Maksimovic (1998) dan Rajan dan Zingales (1998) adalah dua
contoh awal dari pendekatan ini.

Kedua studi tersebut dimulai dengan mengamati keterbelakangan keuangan


mencegah perusahaan (industri) untuk berinvestasi pada peluang pertumbuhan
yang menguntungkan, keterbelakangan tersebut tidak akan membatasi semua
perusahaan secara sama. Perusahaan yang mampu membiayai dirinya sendiri
melalui modalnya, atau industri yang secara teknis tidak bergantung pada
pembiayaan eksternal tidak akan terlalu terpengaruh, sedangkan perusahaan atau
industri yang kebutuhan pembiayaannya melebihi sumber daya internalnya akan
terpengaruh secara signifikan.
Secara spesifik Demirguc-Kunt and Maksimovic (1998) menggunakan data
dari 8500 perusahaan besar di 30 negara dan sebuah model perencanaan keuangan
untuk memprediksi seberapa cepat perusahaan-perusahaan tersebut tumbuh jika
mereka tidak memiliki akses kepada pembiayaan eksternal. Hasilnya adalah pada
setiap negara semakin tinggi proporsi perusahaan yang tumbuh lebih cepat
daripada tingkat ini, semakin tinggi financial development dan kualitas penegakan
hukum di negara tersebut.
Rajan and Zingales (1998) menggunakan industry level data pada 36 sektor
dan 41 negara dan menunjukkan bahwa industri-industri yang secara alami
bergantung pada pembiayaan eksternal lebih diuntungkan secara tidak proporsional
dari financial development yang lebih besar dibandingkan dengan industri lainnya.
Informasi tambahan yang diperoleh dengan menggunakan data perusahaan
antar negara atau industry-level data mungkin tidak cukup. Meskipun pengukuran
pembiayaan eksternal oleh Demirguc-Kunt and Maksimovic tidak membutuhkan
asumsi bahwa kebutuhan modal eksternal pada setiap industri adalah sama di
seluruh

negeri,

juga

lebih

endogen

karena

bergantung

pada

karakteristik

perusahaan. Dan meskipun analisis Rajan and Zingales dapat mengurangi kritik
karena

variabel

yang

dikurangi,

asumsi

mendasar

yang

utama

bahwa

ketergantungan eksternal suatu industri ditentukan oleh perbedaan teknologi bisa


saja tidak akurat. Bagaimanapun, dua perusahaan dengan modal teknologi yang
sama, dapat memiliki kebutuhan pembiayaan yang berbeda karena kemampuan
mereka untuk menciptakan arus kas internal bergantung pada kekuatan pasar yang
mereka miliki atau permintaan yang mereka hadapi. Selain itu, tingkat kompetisi
yang dihadapi oleh perusahaan dapat bergantung pada perkembangan financial
system, memunculkan endogenitas yang lebih.

Beck, Demirguc-Kunt, Laeven dan Levine (2006) menggunakan pendekatan


Rajan dan Zingales (1998) untuk menyoroti efek distribusi: Mereka menemukan
bahwa industri yang secara alami terdiri dari perusahaan kecil tumbuh lebih cepat
di negara maju secara finansial, hasil yang menyediakan bukti tambahan bahwa
pembangunan keuangan secara tidak proporsional mendorong pertumbuhan
perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Beck, Demirguc-Kunt dan Maksimovic
(2005) juga menyoroti efek ukuran, tetapi menggunakan data survei perusahaan:
mereka menunjukkan bahwa perkembangan keuangan memudahkan kendala yang
dihadapi perusahaan untuk tumbuh lebih cepat, dan bahwa efek ini lebih kuat
terutama untuk perusahaan-perusahaan kecil. Lebih banyak bukti survei terbaru
juga menunjukkan bahwa akses ke pembiayaan dikaitkan dengan tingkat inovasi
yang lebih cepat dan dinamisme perusahaan konsisten dengan yang ditemukan
dalam penelitian lintas negara bahwa keuangan mendorong pertumbuhan melalui
peningkatan produktivitas (Ayyagari, Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 2007b).
Menyampingkan dimensi lintas negara dan berfokus pada masing-masing
negara sering meningkatkan kepercayaan dalam hasil dengan mengurangi potensi
bias karena kesalahan pengukuran dan mengurangi kekhawatiran tentang variabel
dihilangkan dan endogenitas. Dalam sebuah studi dari masing-masing wilayah
Italia, Guiso, Sapienza dan Zingales (2002) menggunakan household dataset dan
menguji pengaruh perbedaan dalam perkembangan keuangan daerah pada
kegiatan ekonomi di berbagai daerah. Mereka menemukan bahwa pengembangan
keuangan daerah meningkatkan probabilitas seorang individu memulai suatu bisnis,
meningkatkan persaingan industri, dan meningkatkan pertumbuhan perusahaan.
Dan hasil ini lebih kuat untuk perusahaan-perusahaan kecil yang tidak dapat
dengan mudah mengumpulkan dana di luar daerah setempat. Contoh lain adalah
perbandingan sejarah perkembangan industri dan pasar modal di Brasil, Meksiko
dan Amerika Serikat antara 1830 dan 1930 yang dilakukan oleh Haber (1997). Dia
menggunakan data tingkat perusahaan untuk menggambarkan bahwa perbedaan
internasional dalam pengembangan keuangan secara signifikan mempengaruhi
tingkat ekspansi industri.
Mungkin salah satu cara paling baik untuk mengatasi masalah identifikasi
adalah

fokus

pada

perubahan

kebijakan

tertentu

di

negara

tertentu

dan

mengevaluasi dampaknya. Salah satu contoh dari pendekatan ini adalah investigasi
Jayaratne dan Strahan (1996) tentang dampak reformasi cabang bank di masing-

masing negara bagian di Amerika Serikat. Sejak awal 1970-an, negara bagian AS
melonggarkan

percabangan

intrastate

mereka.

Menggunakan

metodologi

difference-in-difference, Jayaratne dan Strahan memperkirakan perubahan tingkat


pertumbuhan ekonomi setelah reformasi cabang relatif terhadap kelompok kontrol
negara yang tidak reformasi. Mereka menunjukkan bahwa reformasi cabang bank
meningkatkan kualitas pinjaman bank dan meningkatkan tingkat pertumbuhan per
kapita riil. Dalam studi lain Bertrand, Schoar dan Thesmar (2004) memberikan bukti
level perusahaan dari Perancis yang menunjukkan dampak dari deregulasi 1985
yang menghilangkan intervensi pemerintah dalam keputusan pemberian kredit
bank

mendorong

kompetisi

yang

lebih

besar

di

pasar

kredit,

mendorong

peningkatan efisiensi alokasi di seluruh perusahaan. Tentu saja berfokus pada kasus
masing-masing negara sering menimbulkan pertanyaan bagaimana hasilnya dalam
pengaturan negara yang berbeda. Namun demikian, analisis tingkat negara yang
telah dilakukan dengan cermat, meningkatkan kepercayaan diri kami dalam
hubungan antara pembangunan keuangan dan pertumbuhan yang disarankan oleh
penelitian lintas-negara.
Sayangnya

banyak

faktor

penyebab

kepentingan

pembangunan

yang

potensial tidak berbeda jauh dalam suatu negara, dan perubahan kebijakan
eksogen tidak terjadi cukup sering. Misalnya, selain perdebatan tentang peran
keuangan dalam pembangunan ekonomi, ekonom memperdebatkan kepentingan
relatif dari sistem keuangan berbasis bank dan berbasis pasar untuk waktu yang
lama (Golsdmith, 1969; Boot dan Thakor, 1997; Allen dan Gale, 2000 ; DemirgucKunt dan Levine, 2001). Temuan penelitian di daerah ini telah menetapkan bahwa
perdebatan penting jauh lebih sedikit daripada yang diperkirakan sebelumnya, dan
bahwa layanan keuangan itu sendiri yang lebih penting daripada bentuknya.
Struktur keuangan tidak berubah selama pengembangan, sistem keuangan menjadi
lebih berbasis pasar selama perkembangan suatu negara (Demirguc-Kunt dan
Levine, 1996). Tapi mengendalikan pengembangan keuangan secara keseluruhan,
perbedaan struktur keuangan per se tidak membantu menjelaskan tingkat
pertumbuhan. Namun demikian, studi ini tidak selalu berarti bahwa struktur
kelembagaan tidak penting untuk pertumbuhan, lebih karena tidak ada satu
struktur kelembagaan yang optimal cocok untuk semua negara setiap saat. Bauran
pasar dan perantara yang mendorong pertumbuhan kemungkinan akan ditentukan
oleh hukum, peraturan, politik, kebijakan dan faktor-faktor lain yang belum

memadai dimasukkan ke dalam analisis atau indikator yang digunakan dalam


literatur mungkin tidak cukup menangkap peran komparatif bank dan pasar.
Pengembangan keuangan juga telah dibuktikan memainkan peran penting
dalam meredam dampak guncangan eksternal terhadap perekonomian domestik
(Beck, Lundberg dan Majnoni, 2006; Raddatz, 2006), meskipun krisis keuangan yang
terjadi di negara maju dan berkembang sama (Demirguc- Kunt dan Detragiache,
1998 dan 1999; Kaminsky dan Reinhart, 1999). Memang, sistem keuangan yang
lebih dalam tanpa pengembangan kelembagaan yang diperlukan telah terbukti
menyebabkan penanganan yang buruk atau bahkan perbesaran risiko daripada
mitigasinya. Sebagai contoh, ketika sistem perbankan tumbuh terlalu cepat,
booming yang pasti diikuti oleh kegagalan, di mana ukuran kasus dan kedalaman
sebenarnya mencerminkan distorsi kebijakan bukan pembangunan seperti dalam
banyak studi kasus negara dibahas dalam Demirguc-Kunt dan Detragiache (2005).
Selain masalah identifikasi, masalah yang terkait dengan pengukuran dan
non-linearities juga wabah literatur. Sebagai contoh, di bawah tingkat tertentu
perkembangan, perbedaan kecil dalam pengembangan keuangan tampaknya tidak
membantu pertumbuhan (Rioja dan Valev, 2004). Membedakan antara jangka
pendek dan efek jangka panjang dari pembangunan keuangan juga penting. Loayza
dan Ranciere (2005) memperkirakan kedua efek menggunakan pooled berarti
kelompok estimator. Sementara mereka mengkonfirmasi efek positif-menjalankan
panjang, mereka juga mengidentifikasi efek jangka pendek yang negatif, di mana
jangka pendek lonjakan pinjaman bank benar-benar dapat sinyal on-set krisis
keuangan seperti yang dibahas di atas. Juga, pengembangan keuangan dapat
meningkatkan

pendapatan

dan

memungkinkan

negara-negara

berkembang

mengejar ketinggalan, tetapi tidak menyebabkan peningkatan dalam tingkat


pertumbuhan

jangka

panjang.

Aghion,

Howit,

dan

Mayer-Foulkes

(2005)

mengembangkan model yang memprediksi bahwa negara-negara berpenghasilan


rendah dengan perkembangan keuangan yang rendah akan terus tertinggal
sisanya, sedangkan yang mencapai tingkat yang lebih tinggi dari pengembangan
keuangan

akan

bertemu.

Hasil

empiris

mereka

mengkonfirmasi

bahwa

pengembangan keuangan membantu perekonomian berkumpul lebih cepat, tapi itu


tidak ada efek pada pertumbuhan mapan.
Tantangan lain untuk literatur keuangan dan pertumbuhan datang dalam
bentuk outlier masing-masing negara. Sebagai contoh, Cina sering disebut sebagai

contoh terbalik temuan dalam literatur keuangan dan pertumbuhan karena


meskipun kelemahan dalam sistem perbankan formal, Cina adalah salah satu
pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia (Allen, Qian, dan Qian 2005). Jadi, apakah
penekanan pada pengembangan sistem keuangan formal salah tempat? Dapatkah
sistem informal menggantikan sistem formal? Memang, di Cina, perbedaan
antarprovinsi dalam tingkat pertumbuhan sangat berkorelasi dengan utang
perbankan, tetapi berkorelasi secara negatif (Boyreau-Debray dan Wei, 2005). Ini
menekankan pentingnya fokus pada alokasi kredit ke sektor swasta, sebagai lawan
semua intermediasi perbankan. Oleh karena itu, memobilisasi dan menuangkan
dana ke bagian menurun dari sistem BUMN China, seperti yang dilakukan oleh bank
China, belum mendorong pertumbuhan. Namun, dengan fokus pada perusahaanperusahaan kecil dan menengah - yang menjelaskan bagian yang paling dinamis
dari ekonomi China - menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menerima
kredit perbankan dalam beberapa tahun terakhir memang cenderung tumbuh lebih
dibandingkan dengan mereka yang menerima dana dari sumber-sumber informal
(Ayyagari, Demirguc- cepat Kunt dan Maksimovic, 2007). Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan mekanisme informal untuk menggantikan sistem keuangan
formal cenderung dilebih-lebihkan.
II.b Keuangan, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan
Jika keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi, dalam jangka panjang,
pengembangan finansial juga seharusnya dapat membantu mengurangi kemiskinan
dengan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Namun, apakah penduduk
miskin memang memperoleh keuntungan dengan adanya pengembangan finansial?
Apakah

bisa

terjadi

perluasan

ketimpangan

pendapatan

dengan

adanya

pendalaman sistem keuangan? Dan seberapa pentingkah akses langsung terhadap


layanan keuangan dalam hal ini?
Beberapa teori menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebagian teori menyatakan bahwa
pengembangan finansial seharusnya membawa manfaat bagi warga miskin karena
adanya asimetri informasi menimbulkan penghalang bagi warga miskin untuk
memperoleh pinjaman. Warga miskin kesulitan untuk membuka usaha dan
mendanai investasinya sendiri atau berinvestasi dalam pendidikan disebabkan

keterbatasan mereka dalam perolehan sumber daya serta akses terhadap


pembiayaan (Banerjee dan Newman, 1993; Galor dan Zeira, 1993; Aghion dan
Bolton, 1997). Beberapa teori ekonomi politik juga menyatakan bahwa sistem
finansial yang berfungsi lebih baik dapat menghasilkan layanan keuangan untuk
cakupan masyarakat yang lebih luas, tak hanya terbatas pada kalangan yang
memiliki koneksi politik (Rajan dan Zingales, 2003; Morck, Wolfezon, dan Young,
2005). Namun, teori lain berpendapat bahwa akses keuangan, khususnya pinjaman,
hanya menguntungkan para orang kaya dan mereka yang memiliki koneksi,
khususnya pada tahap awal pengembangan ekonomi, dan selanjutnya, walaupun
pengembangan finansial mungkin mendorong tingkat pertumbuhan, dampaknya
terhadap distribusi pendapatan masih belum jelas.
Jika akses terhadap pinjaman berkembang diiringi dengan pertumbuhan
ekonomi secara agregat dan lebih banyak orang dapat berpartisipasi dalam sistem
keuangan

formal,

hubungan

antara

pembangunan

finansial

dan

distribusi

pendapatan dapat bersifat non-linear, dengan efek negatif pada tahap awal serta
efek positif setelah titik tertentu. Dengan demikian, sebenarnya, memperluas akses
terhadap pembiayaan dapat meningkatkan ketimpangan karena pengusahapengusaha baru yang dapat membiayai investasinya sendiri, akan memperoleh
pendapatan yang fluktuatif. Penurunan pada ketimpangan pendapatan baru terlihat
hanya setelah dampak dari tenaga kerja dan produk pada pasar memiliki efek yang
signifikan sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan gaji bagi warga miskin
(Gine dan Townsend, 2004).
Selain teori-teori yang dikemukakan di atas, terdapat penelitian mengenai
dampak adanya akses keuangan untuk warga miskin dalam literatur keuangan
mikro (Armendariz de Aghion dan Morduch, 2005). Namun bukan hal mudah untuk
mengidentifikasi apakah akses keuangan tersebut timbul begitu saja atau
disebabkan karena adanya perubahan lingkungan di mana klien-klien keuangan
mikro beroperasi. Pitt dan Khandker (1998) menemukan bahwa terdapat dampak
yang signifikan dalam penggunaan pembiayaan bagi kesejahteraan rumah tangga
penduduk. Di lain sisi, Morduch (1998) dan Khandker (2003), dengan penelitian
yang menggunakan analisis yang lebih hati-hati terhadap pengidentifikasian
masalah, menemukan bahwa efek tersebut ternyata kecil atau tidak signifikan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bukti dari penelitian empiris terhadap

manfaat dari keuangan mikro, belum dapat disimpulkan (Cull, Dermiguc-Kunt dan
Morduch, 2008).
Untuk mengevaluasi dampak dari pembiayaan terhadap kemiskinan dan
distribusi pendapatan, kita tidak bisa melihat dampak langsungnya terhadap rumah
tangga. Teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan bahwa dampak
yang dihasilkan merupakan dampak tidak langsung dari pengembangan keuangan
melalui tenaga kerja dan produk. Dengan demikian, dampak-dampak ini tidak dapat
dianalisis melalui keuangan mikro sehingga diperlukan pendekatan yang lebih
bersifat makro.
Sebagai

contoh,

Beck,

Dermiguc-Kunt

dan

Levine

(2007)

melakukan

penelitian mengenai hubungan antara perkembangan keuangan dan perubahan


dalam tingkat kemiskinan absolut serta distribusi pendapatan. Mereka mengunakan
regresi antar negara dengan data dari tahun 1960 sampai dengan tahun 2005.
Mereka menemukan bahwa sistem keuangan yang mendalam tidak hanya
mempercepat pertumbuhan nasional melainkan juga mempercepat peningkatan
bagian pendapatan dari kelompok termiskin. Mereka juga menemukan hubungan
negatif antara pengembangan finansial dan tingkat pertumbuhan dari koefisien Gini
yang berarti bahwa pembiayaan mengurangi ketimpangan pendapatan. Walaupun
penelitian tersebut dapat menangkap efek secara makro, penelitian tersebut masih
memiliki kendala dalam hal yang sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
yaitu masalah identifikasi. Namun demikian, hasil penelitian tersebut sama dengan
hasil penelitian yang menggunakan model general equilibrium yang menyimpulkan
bahwa dalam jangka panjang, pengembangan finansial berhubungan dengan
penurunan tingkat ketimpangan pendapatan.
Pengembangan finansial mendorong tingkat pertumbuhan dan meningkatkan
distribusi pendapatan, dengan demikian seharusnya pengembangan finansial juga
dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Penelitian Beck, Dermiguc-Kunt, dan Levine
(2007) menemukan bahwa pembiayaan berdampak positif terhadap penurunan
angka kemiskinan. Negara-negara dengan tingkat pengembangan finansial yang
lebih tinggi mengalami penurunan yang lebih cepat dalam angka populasi
penduduk yang memiliki pendapatan di bawah satu dolar per hari selama tahun
1980-an dan 1990-an. Honohan (2004) juga menemukan bahwa bahkan pada
tingkat pendapatan rata-rata yang sama, ekonomi dengan sistem keuangan yang
lebih dalam memiliki lebih sedikit penduduk miskin.

Selain penelitian-penelitian di atas, Beck, Levine, dan Levkov (2007) juga


melakukan penelitian mengenai dampak perubahan kebijakan dalam sistem
keuangan terhadap ketimpangan pendapatan. Mereka meneliti perubahan regulasi
bank US dan menemukan bahwa terjadi penurunan koefisien Gini yang kecil namun
secara statistik signifikan jika dibandingkan dengan negara bagian lain serta
sebelum adanya regulasi tersebut. Mereka juga menemukan bahwa penyebab
utama penurunan koefisien Gini tersebut bukan disebabkan oleh meningkatnya
kewirausahaan melainkan oleh efek tidak langsung dari kenaikan permintaan
tenaga kerja dan upah yang lebih tinggi.

Burgess dan Pande (2005) juga telah

melakukan penelitian serupa mengenai kebijakan penambahan cabang bank yang


dilakukan oleh Pemerintah India. Mereka menemukan bahwa ekspansi bank-bank
tersebut

mengurangi

peningkatan

aktivitas

60%

kemiskinan

non-pertanian

di

pedesaan,

khususnya

kebanyakan

peningkatan

dalam

melalui
aktivitas

manufaktur yang dilakukan secara informal. Namun demikian, kebijakan tersebut


juga mengakibatkan kerugian besar yang ditimbulkan oleh bank dengan adanya
tingkat bunga yang disubsidi dan kerugian terkait pinjaman yang tinggi yang
berdampak pada biaya jangka panjang yang signifikan.
Walaupun sebagian besar bukti menunjukkan bahwa pengembangan finansial
mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, kita masih belum dapat
melihat dengan jelas bagaimana proses terjadinya dampak tersebut. Sebagai
contoh seberapa pentingkah penyediaan pinjaman secara langsung bagi warga
miskin? Apakah lebih penting untuk meningkatkan fungsi sistem keuangan sehingga
dapat memperluas akses terhadap perusahaan dan rumah tangga yang sudah ada
atau lebih penting untuk memperluas akses bagi mereka yang belum tersentuh oleh
sistem keuangan tersebut? Pada sebagian besar negara, peningkatan efisiensi
memerlukan akses yang lebih luas melebihi kebutuhan yang ada saat ini. Penelitian
empiris lainnya dengan menggunakan data mikro dan metodologi yang berbeda
diperlukan untuk memahami mekanisme pengaruh pembiayaan terhadap distribusi
pendapatan dan kemiskinan.
Bukti-bukti empiris yang diuraikan di atas menyatakan bahwa negara-negara
dengan pengembangan sistem keuangan yang lebih baik, tumbuh lebih cepat dan
pertumbuhan ini secara tidak proporsional menguntungkan kalangan miskin. Oleh
karena itu, penetapan pengembangan finansial sebagai prioritas oleh para
pengambil

kebijakan,

merupakan

keputusan

yang

logis.

Akan

tetapi,

pengembangan
menyebabkan
mendorong

finansial
sebagian

pertumbuhan

berbeda-beda
negara

di

berbagai

mengembangkan

sementara

sebagian

negara.
sistem

negara

Apakah

yang

keuangan

yang

lain

tidak

dapat

melakukannya? Jika pembiayaan penting bagi pengembangan ekonomi, apa yang


dapat dilakukan pemerintah untuk memastikan adanya sistem keuangan yang
berfungsi dengan baik? Bagian selanjutnya akan membahas pertanyaan-pertanyaan
tersebut.
III.

Pilihan Kebijakan

Keuangan:

Peran Pemerintah dalam Membuat

Keuangan Bekerja
Pemerintah memiliki peran yang penting dalam mendorong sistem keuangan
yang berfungsi secara baik. Berikut ini diuraikan beberapa kebijakan pemerintah
serta pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut.
III.a Lingkungan Makroekonomi dan Politik
Walaupun

faktor-faktor

historis

menguntungkan

bagi

pengembangan

finansial, goncangan politik dapat berdampak pada ketidakstabilan makroekonomi


dan penurunan pada kondisi bisnis. Perang dan perselisihan yang terjadi di
masyarakat

menghancurkan

infrasturktur

dan

modal

serta

menimbulkan

perampasan yang berujung pada kudeta militer. Pada kondisi seperti itu, korupsi
dan

kriminalitas

tumbuh

subur,

menyebabkan

meningkatnya

biaya

dalam

menjalankan bisnis dan menciptakan ketidakpastian akan hak milik. Penelitian


Detragiache, Gupta, dan Tressel (2005) menunjukkan bahwa pada negara-negara
dengan tingkat pendapatan yang rendah, ketidakstabilan politik dan korupsi
memiliki dampak yang merugikan bagi pengembangan finansial. Sedangkan
penelitian Ayyagari, Demirguc-Kunt, dan Maksimovic (2005) menemukan bahwa
ketidakstabilan politik merupakan kendala yang signifikan bagi pertumbuhan
perusahaan, khususnya di Afrika dan negara-negara transisi. Lebih lanjut,

Beck,

Demirguc-Kunt, dan Maksimovic (2005) menunjukkan bahwa efek negatif dari


korupsi terhadap pertumbuhan perusahaan lebih dirasakan pada perusahaan kecil.
Pada sistem politik yang stabil, sistem keuangan yang berfungsi dengan baik
juga memerlukan kedisiplinan fiskal dan kebijakan makroekonomi yang stabil
sebagai bagian dari pemerintahan. Kebijakan fiskal dan moneter mempengaruhi
perpajakan

terkait

perantara

keuangan

dan

penyediaan

layanan

keuangan

(Bencivenga dan Smith, 1992; Roubini dan Sala-i-Martin, 1995). Persyaratan


pembiayaan dari pemerintah yang terlalu banyak dengan meningkatkan tingkat
pengembalian/imbalan yang disyaratkan pada saham-saham pemerintah serta
menyerap simpanan yang dikelola oleh sistem keuangan, seringkali membuat
investor swasta menarik investasinya keluar dari negara tersebut. Bank tidak
menanggung kerugian dengan adanya persyaratan tingkat pengembalian yang
tinggi tersebut namun kemampuan untuk mengalokasikan sumberdaya menjadi
sangat dibatasi. Studi empiris menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat
inflasi yang lebih rendah mengalami perkembangan perbankan dan pasar saham
yang lebih tinggi (Boyd, Levine dan Smith, 2001) sedangkan tingkat inflasi dan
tingkat bunga riil yang tinggi memiliki dampak terhadap kemungkinan krisis
perbankan yang bersifat sistemik (Demirguc-Kunt dan Detragiache, 1998 dan2005).
III.b Infrastuktur Informasi dan Hukum
Agar berfungsi dengan baik, sistem keuangan memerlukan adanya hukum
dan

infrastuktur

informasi

yang

memadai.

Kemampuan

perusahaan

untuk

meningkatkan pendanaan eksternal dalam sistem keuangan formal cukup terbatas


jika hak-hak investor luar tidak dilindungi. Investor luar enggan menginvestasikan
dananya jika mereka tidak dapat memaksimalkan tata kelola perusahaan dan
melindungi investasi mereka dari pemegang saham mayoritas/pemilik atau
manajemen perusahaan. Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak milik dan
penegakan

kontrak

yang

efektif

merupakan

elemen

yang

penting

dalam

pengembangan sistem keuangan.


Beberapa bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa pada negara-negara
dengan penegakan hukum yang kuat, perusahaan dapat mengakses pendanaan
eksternal (La Porta et al., 1997; Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 1998; Beck,
Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 2005) dan perlindungan yang lebih baik terhadap
kreditur meningkatkan pinjaman ke sektor swasta (Djankov, McLiesh dan Shleifer,
2007). Sistem hukum yang lebih efektif memungkinkan penyelesaian konflik yang
lebih fleksibel sehingga meningkatkan akses perusahaan terhadap pendanaan
(Djankov et al., 2007; Beck, Demirguc-Kunt dan Levine, 2005). Di negara-negara
dengan sistem hukum yang lebih efektif, sistem keuangannya lebih efisien dan
memiliki tingkat bunga yang lebih rendah (Demirguc-Kunt, Laeven dan Levine,
2004).

Ketersediaan informasi yang berkualitas dan tepat waktu juga penting karena
hal tersebut membantu mengurangi asimetri informasi antara peminjam dan
pemberi pinjaman. Pemerintah dapat memainkan peran yang penting dalam proses
penyediaan informasi ini. Pengembangan register kredit publik dapat menurunkan
masuknya pihak swasta, namun di sisi lain, hal tersebut justru mendorong
masuknya sektor swasta untuk memberikan pelayanan yang lebih komprehensif.
Pemerintah juga berperan dalam menciptakan dan mendukung adanya sistem
hukum yang diperlukan untuk mengatasi konflik yang timbul, pelaksanaan kontrak,
serta

penguatan

infrastruktur

akuntansi

guna

memungkinkan

adanya

pengembangan finansial.
Penelitian empiris menunjukkan bahwa volume kredit bank, lebih tinggi
secara signifikan pada negara-negara dimana berbagi informasi lebih sering
dilakukan (Jappelli dan Pagano, 2002; dan Djankov, McLeish dan Shleifer, 2007).
Perusahaan-perusahaan juga melaporkan bahwa hambatan pendanaan lebih rendah
dengan adanya informasi kredit yang lebih baik (Love and Mylenko, 2003).
Detragiache, Gupta dan Tressel (2005) menemukan bahwa akses terhadap
informasi yang lebih baik dan pelaksanaan kontrak yang lebih cepat berpengaruh
terhadap terciptanya sistem keuangan yang lebih dalam. Dibandingkan dengan
negara-negara dengan tingkat pendapatan tinggi, pada negara-negara dengan
tingkat pendapatan rendah, faktor informasi lebih berperan daripada penegakan
hukum (Djankov et al., 2007).
III.c Pengaturan dan Pengawasan
Selama ada bank, pemerintah juga ada untuk mengatur mereka. Sebagian
besar ekonom sepakat bahwa ada peran pemerintah dalam pengaturan dan
pengawasan sistem keuangan, tingkat keterlibatan ini menjadi masalah yang aktif
diperdebatkan (Barth, Caprio dan Levine, 2006). Salah satu pandangan ekstrim
adalah laissez-faire atau pendekatan tangan tak terlihat, di mana tidak ada peran
pemerintah dalam sistem keuangan, dan pasar diharapkan dapat memantau dan
mendisiplinkan

lembaga

keuangan.

Pendekatan

ini

telah

dikritik

karena

mengabaikan kegagalan pasar sebagai depositor, terutama depositor kecil,


seringkali merasa terlalu mahal untuk melakukan monitor yang efektif.
Hal yang ekstrem lainnya adalah pendekatan intervensionis, di mana
peraturan pemerintah dipandang sebagai solusi untuk mengatasi kegagalan pasar

(Stigler, 1971). Menurut pandangan ini, pengawas yang kuat diharapkan dapat
memastikan stabilitas sistem keuangan dan membimbing bank dalam membuat
keputusan bisnis mereka melalui pengaturan dan pengawasan. Para pejabat
umumnya memiliki pengetahuan yang terbatas dan keahlian dalam membuat
keputusan bisnis dan terkait dengan politik dan peraturan, pendekatan ini mungkin
tidak efektif (Becker dan Stigler, 1974;. Haber et al 2003).
Diantara dua ekstrim terletak pandangan pemberdayaan swasta terkait
regulasi

keuangan.

Pandangan

ini

sekaligus

mengakui

pentingnya

potensi

kegagalan pasar yang memotivasi intervensi pemerintah, dan kegagalan politik /


peraturan, yang menyatakan bahwa lembaga pengawas tidak perlu memiliki
insentif untuk mengurangi kegagalan pasar. Fokusnya adalah pada pasar, di mana
ada peran penting bagi pemerintah dalam meningkatkan kemampuan dan insentif
dari pihak swasta untuk mengatasi informasi dan biaya transaksi, sehingga investor
swasta dapat mengerahkan tata kelola yang efektif atas bank. Akibatnya,
pandangan pemberdayaan swasta berusaha untuk menyediakan pengawas dengan
tanggung jawab dan wewenang untuk mendorong bank untuk mengungkapkan
informasi yang akurat kepada publik, sehingga agen-agen swasta dapat lebih efektif
memantau bank (Barth, Caprio dan Levine, 2006).
Bukti

empiris

sangat

mendukung

pandangan

pemberdayaan

swasta.

Meskipun ada sedikit bukti bahwa memberdayakan regulator dapat meningkatkan


stabilitas perbankan, ada bukti bahwa peraturan dan praktik pengawasan yang
memaksa pengungkapan informasi yang akurat dan mempromosikan pemantauan
sektor swasta dapat meningkatkan tingkat keseluruhan dari sektor perbankan dan
pengembangan pasar saham (Barth, Caprio dan Levine, 2006).
Beck,

Demirguc-Kunt dan

Levine (2006) menunjukkan

bahwa praktik

pengawasan bank yang memaksa keakuratan keterbukaan informasi mengurangi


kendala

pendanaan

eksternal

perusahaan,

sementara

negara-negara

yang

memberdayakan pengawas resmi membuat kendala pembiayaan eksternal yang


lebih parah dengan meningkatkan tingkat korupsi dalam pinjaman bank. Konsisten
dengan temuan ini, Demirguc-Kunt, Detragiache dan Tressel (2008) melakukan
penyelidikan sesuai dengan Peraturan dan pengawasan Basel Core Principles dan
menunjukkan bahwa aturan pengungkapan informasi hanya memiliki dampak yang
signifikan terhadap tingkat kesehatan bank. Akhirnya, Detragiache, Gupta dan
Tressel (2005) menemukan dampak yang sedikit signifikan dari praktek pengaturan

dan pengawasan terhadap perkembangan keuangan negara-negara berpenghasilan


rendah. Dimana ada signifikansi, kekuasaan pengawasan yang lebih besar terlihat
negatif terkait dengan krisis keuangan.
Terkait

dengan

perdebatan

tentang

pendekatan

yang

berbeda

untuk

pengaturan dan pengawasan, adalah debat yang penting tentang apakah regulasi
dan keselamatan yang dirancang untuk negara-negara maju dapat berhasil
dipindahkan ke negara-negara berkembang. Untuk negara-negara berkembang,
hasil ini memiliki implikasi penting untuk aspek-aspek dari perjanjian Basel II (yang
dirancang untuk dan oleh regulator di negara maju) untuk mengadopsi dan atas
periode waktu apa. Secara khusus, aturan dan prosedur untuk menentukan
kecukupan modal bank dan tata kelola kondisi sama sekali tidak ada di sebagian
besar negara berpenghasilan rendah. Caprio, Demirguc-Kunt dan Kane (2008)
membahas bagaimana krisis keuangan baru-baru ini mengalami kelemahan yang
mendasar dalam pendekatan Basel dan berpendapat bahwa reformasi pengaturan
dan pengawasan harus meningkatkan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas
dalam pemerintahan dan industri.
Demikian pula, penelitian telah mempertanyakan masalah pengamanan,
khususnya penerapan penjaminan simpanan di negara-negara dengan menyoroti
potensi biaya skema eksplisit-disiplin pasar yang lebih rendah, kerapuhan keuangan
yang lebih tinggi, dan pengembangan keuangan yang lebih rendah - di negaranegara di mana lembaga-lembaga pendukung yang tidak cukup kuat untuk menjaga
biaya ini di bawah kontrol (Demirguc-Kunt dan Kane, 2002; Demirguc-Kunt dan
Detragiache, 2002; Demirguc-Kunt dan Huizinga, 2004; Cull, Senbet dan Sorge,
2005). Temuan ini sangat penting bagi negara-negara berpenghasilan rendah
dengan lembaga terbelakang. Sebagai contoh, Detragiache, Gupta dan Tressel
(2005) juga menemukan bahwa kehadiran sistem penjaminan simpanan eksplisit
tidak menyebabkan mobilisasi deposito yang lebih di negara-negara berpenghasilan
rendah; sebaliknya hal ini terkait dengan rendahnya tingkat deposito. DemirgucKunt, Kane dan Laeven (2008) merangkum bukti lintas negara tentang dampak
asuransi deposito dan menilai komplikasi kebijakan yang muncul di negara-negara
berkembang dengan meninjau pengalaman individu-negara dengan DI: termasuk
isu yang diangkat oleh direktif Penjamin Simpanan Uni Eropa, reformasi perbankan
di Rusia, dan upaya kebijakan untuk melindungi depositor di Cina.

III.d adanya persaingan dan Efisiensi


Para pembuat kebijakan di seluruh dunia sering mengungkapkan keprihatinan
tentang apakah kebijakan persaingan perbankan negara mereka secara tepat
dirancang untuk menghasilkan bank yang berfungsi dengan baik dan stabil.
Globalisasi dan konsolidasi mengakibatkan perbankan selanjutnya tertarik dalam
masalah ini, yang mengarah ke debat kebijakan publik yang aktif. Kebijakan
persaingan di perbankan mungkin melibatkan trade-off yang sulit. Sementara
kompetisi yang lebih besar dapat meningkatkan efisiensi bank dengan implikasi
positif bagi pertumbuhan ekonomi, persaingan yang lebih besar juga dapat
menggoyahkan bank dengan dampak yang mahal bagi perekonomian.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa bertentangan dengan kebijaksanaan
konvensional, trade-off yang berlebihan pada kompetisi perbankan. Kompetisi yang
lebih besar - seperti hambatan masuk yang rendah, pembatasan peraturan yang
lebih sedikit pada aktivitas bank, kebebasan perbankan yang lebih besar, dan
pengembangan kelembagaan yang lebih baik secara keseluruhan - baik untuk
efisiensi, baik untuk stabilitas, dan baik untuk akses perusahaan terhadap keuangan
(lihat Berger et al. 2004). Memang, peraturan yang mengganggu kompetisi
membuat bank kurang efisien, lebih rapuh, dan mengurangi akses perusahaan
terhadap keuangan. Dengan demikian, tampaknya menjadi ide yang baik bagi
pemerintah untuk mendorong persaingan di bidang perbankan dengan mengurangi
hambatan yang tidak perlu masuk dan aktivitas pembatasan. Demikian pula,
memperbaiki lingkungan kelembagaan dan memungkinkan kebebasan yang lebih
besar di bidang perbankan dan perekonomian pada umumnya akan menyebabkan
hasil yang diinginkan.
III.e Kepemilikan Pemerintah atas Lembaga Keuangan
Kepemilikan adalah dimensi penting lainnya dari persaingan di perbankan.
Para pembuat kebijakan di banyak negara merasa perlu untuk mempertahankan
kepemilikan publik dari bank. Namun, penelitian telah menunjukkan bahwa
kepemilikan
berkembang,

pemerintah

atas

menyebabkan

bank

tingkat

mana

pun,

yang

lebih

terutama
rendah

di

negara-negara

dari

perkembangan

keuangan, pinjaman lebih terkonsentrasi dan pertumbuhan ekonomi lebih rendah,


dan kerapuhan sistemik yang lebih besar (La Porta et al., 2002). Alokasi kredit yang
tidak efisien oleh bank-bank BUMN untuk politik dan proyek komersial unviable

sering membutuhkan biaya rekapitalisasi yang mahal (Cole, 2005; Dinc, 2005).
Bahkan di bidang akses ke layanan keuangan, bukti terbaru menunjukkan bahwa
nasabah bank menghadapi hambatan yang lebih tinggi untuk layanan kredit dalam
sistem perbankan yang didominasi milik pemerintah (Beck, Demirguc- Kunt,
Martinez Peria 2007). Baru-baru ini beberapa lembaga keuangan pemerintah sudah
pindah dari kredit, dan berkembang menjadi penyedia jasa keuangan yang lebih
kompleks, masuk ke dalam kemitraan publik-swasta untuk mengatasi kegagalan
koordinasi dan disinsentif penggerak pertama (De la Torre, Gozzi dan Schmukler,
2008) . Namun, akhirnya, tanpa kehadiran lembaga negara inisiatif ini bisa saja
dilakukan oleh sektor swasta, tetapi negara memiliki peran yang berguna dalam
memulai inisiatif ini. Secara keseluruhan, bukti empiris menunjukkan bahwa
kepemilikan perusahaan keuangan adalah area di mana sektor publik cenderung
tidak memiliki keunggulan komparatif; kepemilikan tersebut melemahkan sistem
keuangan dan perekonomian.
Namun demikian, privatisasi juga membawa risiko dan kebutuhan desain
yang cermat. Studi proses privatisasi menyarankan strategi pilihan yang bergerak
perlahan, sambil mempersiapkan bank-bank pemerintah untuk dijual dan mengatasi
kelemahan dalam lingkungan insentif secara keseluruhan. Rata-rata, privatisasi
perbankan cenderung untuk meningkatkan kinerja melalui kepemilikan negara yang
berlanjut, ada keuntungan untuk privatisasi penuh daripada privatisasi parsial, dan
dalam lingkungan kelembagaan yang lemah ke investor strategis dan mengundang
minat asing untuk berpartisipasi dalam proses meningkatkan keuntungan (lihat
Clarke, menyisihkan, Shirley, 2005, untuk gambaran). Privatisasi, bagaimanapun,
bukan obat mujarab, dan privatisasi bank tanpa mengatasi kelemahan dalam
lingkungan insentif yang mendasari dan struktur pasar tidak akan menyebabkan
sistem keuangan yang lebih dalam dan lebih efisien.
III.f Liberalisasi Keuangan
Dibandingkan dengan skala keuangan global, sistem keuangan di negaranegara berkembang individu seringkali sangat kecil. Sistem keuangan kecil kurang
tampil karena mereka menanggung risiko, tidak dapat memanfaatkan skala
ekonomi dan lebih rentan terhadap guncangan eksternal. Secara teoritis, negaranegara ini jatuh dari skala efisien minimum dan memiliki banyak keuntungan

dengan liberalisasi dan sumber beberapa layanan keuangan mereka dari luar
negeri.
Ada

banyak

literatur

terkait

isu-isu

keuangan

makroekonomi

dan

internasional yang berada di luar cakupan makalah ini. Dalam bagian ini saya
membatasi diskusi saya menjadi review yang singkat tentang dampak liberalisasi
keuangan pada pengembangan keuangan dan pentingnya liberalisasi bertahap dan
reformasi kelembagaan; dan dampak masuknya pihak asing dalam pengembangan
keuangan.
Liberalisasi keuangan, pengembangan keuangan dan tahapan reformasi.
Banyak negara telah meliberalisasi sistem keuangan mereka pada 1980-an dan
1990-an dengan hasil yang beragam. Liberalisasi, termasuk deregulasi suku bunga
dan

kebijakan

masuk,

sering

menyebabkan

perkembangan

keuangan

yang

signifikan, terutama di negara-negara di mana ada tekanan yang signifikan, namun


antusiasme di mana liberalisasi keuangan diadopsi di beberapa negara karena tidak
adanya atau lambatnya pelaksanaan dari pembangunan kelembagaan juga
meninggalkan banyak sistem keuangan yang rentan terhadap krisis sistemik
(Demirguc-Kunt dan Detragiache, 1999). Tahapan yang kurang dari liberalisasi
keuangan dalam kontrak yang kurang dipersiapkan dengan baik dan lingkungan
pengawasan berkontribusi terhadap ketidaksolvabilitasan Bank sebagai bank yang
dilindungi secara implisit dan eksplisit oleh jaminan pemerintah untuk mengambil
keuntungan dari peluang baru untuk meningkatkan risiko, tanpa keterampilan
pinjaman yang diperlukan. Krisis perbankan di Argentina, Chile, Meksiko dan Turki
pada 1980-an dan 1990-an telah dikaitkan dengan faktor-faktor ini (Demirguc-Kunt
dan Detragiache, 2005).
Di sisi lain, banyak negara Sub-Sahara Afrika yang juga telah meliberalisasi
suku

bunga

dan

memungkinkan

alokasi

kredit

dan

masuknya

bank

asing

privatisasi

lembaga

terkemuka

yang

mereka
tidak

dengan

menderita

ketidakstabilan tapi dari intermediasi yang lebih rendah dan dalam beberapa kasus
akses yang lebih rendah terhadap layanan keuangan. Beberapa hal ini disebabkan
karena tidak adanya kerangka kontrak dan informasi yang efektif (Honohan dan
Beck, 2007). Hal ini juga mengakibatkan klaim atas liberalisasi yang gagal di
negara-negara tersebut dan menyerukan intervensi pemerintah yang lebih besar di
sektor

keuangan.

Kedua

pengalaman

ini

dengan

liberalisasi

keuangan

menggarisbawahi pentingnya liberalisasi bertahap dan perbaikan kelembagaan.

Dampak masuknya asing. Dengan liberalisasi keuangan, negara-negara


berkembang semakin banyak memungkinkan masuknya lembaga keuangan asing.
Sementara pemerintah khawatir tentang apakah bank asing yang mengambil
kepemilikan saham besar dalam sistem perbankan dapat merusak kinerja keuangan
dan ekonomi, sebagian besar penelitian empiris di daerah ini, terutama mengambil
pengalaman negara-negara Amerika Latin dan Eropa Timur, menunjukkan bahwa
memfasilitasi lembaga asing terkemuka untuk pasar lokal harus dilakukan.
Kedatangan atau ekspansi bank-bank asing juga dapat mengganggu berdasarkan
pengalaman India menunjukkan bukti cream-skimming oleh bank asing (Gormley,
2004). Bahkan ada, dalam tahun-tahun masuk berikutnya, bank asing sudah mulai
memperluas basis pelanggan mereka. Secara keseluruhan, bukti menunjukkan
bahwa dari waktu ke waktu bank asing masuk membawa persaingan, meningkatkan
efisiensi, meningkatkan kualitas infrastruktur keuangan dan memperluas akses
(Claessens, Demirguc-Kunt dan Huizinga, 2001; Clarke, Cull dan Martinez Peria
2001).
Namun, berdasarkan pengalaman Afrika dibahas di atas menggambarkan,
masuknya bank asing tidak dapat menjamin perkembangan keuangan yang cepat
tanpa adanya kontrak dan kelemahan informasi. Kelemahan tersebut dapat
mencegah negara-negara berpenghasilan rendah dari menuai keuntungan penuh
dari membuka pasar mereka untuk penyedia jasa keuangan asing, dan berpotensi
dapat menjelaskan temuan bahwa penetrasi bank asing lebih besar dikaitkan
dengan rendahnya tingkat perkembangan keuangan (Detragiache, Tressel, Gupta,
2006). Sebagai contoh, sementara di beberapa negara seperti Pakistan, bank asing
telah

terbukti

untuk

meminjamkan

lebih

sedikit

peminjam

karena

mereka

bergantung pada informasi (Mian, 2006), bukti dari Eropa Timur telah menunjukkan
bahwa bank asing akhirnya meningkatkan pinjaman usaha kecil (De Haas dan
Naaborg,

2005).

Secara

keseluruhan,

mengatasi

kelemahan

institusional

memungkinkan bank-bank asing untuk bertindak sebagai katalis penting untuk jenis
pembangunan keuangan yang mendorong pertumbuhan.
III.g. Memfasilitasi Akses
Beberapa tahun terakhir, akses kepada jasa keuangan telah mendapat
perhatian dan penekanan yang lebih besar serta menjadi fokus dari agenda
pembangunan secara keseluruhan. Beberapa alasannya adalah:

(1) Teori pembangunan modern melihat bahwa kurangnya akses atas


pembiayaan

(finance)

memicu

terciptanya

ketimpangan

pendapatan

yang

persisten, serta pertumbuhan yang lebih lambat.


(2) Usaha Kecil dan Rumah Tangga Miskin, berdasarkan pengamatan,
menghadapi hambatan yang lebih besar dalam kemampuannya untuk mengakses
pembiayaan di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.
Akses yang luas kepada jasa keuangan menyiratkan tidak adanya hambatan
yang bersifat harga dan non-harga. Termasuk di dalam dimensi akses tersebut
adalah ketersediaan biaya, dan jangkauan serta kualitas layanan yang ditawarkan.
Beberapa Penelitian menggunakan data survey perusahaan menunjukkan hasil
sebagai berikut:
(1) Hambatan pembiayaan merupakan hambatan yang paling berpengaruh di
antara hambatanhambatan pertumbuhan yang lain (Ayyagari, Demirguc-Kunt and
Maksimovic, 2005).
(2) Hambatan pembiayaan juga terbukti merupakan penghambat utama
pertumbuhan perusahaan kecil (Beck, Demirguc-Kunt and Maksimovic, 2005)
(3) Pada tingkat rumah tangga, kurangnya akses atas kredit terlihat menjadi
bentuk

pengabadian

kemiskinan

karena

rumah

tangga

miskin

mengurangi

pendidikan anak-anak mereka (Jacoby and Skoufias, 1997)


(4) Tingkat pekerja anak lebih tinggi di negara-negara dengan sistem
keuangan yang belium berkembang. (Deheika and Gatti, 2003)
Pemahaman yang lebih baik tentang apa yang menjadi hambatan utama dan
akses untuk jenis jasa keuangan apa yang memiliki dampak lebih besar pada
pengurangan

kemiskinan

dan

mampu

mendorong

pertumbuhan,

diperlukan

ketersediaan data yang lebih baik dan analisis pada area ini. Terdapat berbagai
alasan mengapa masyarakat miskin tidak memiliki akses pembiayaan, seperti
pinjaman, tabungan, dan jasa asuransi, beberapa di antaranya adalah:
(1) Jarak sosial maupun fisik dari sistem keuangan formal, masyarakat miskin
mungkin tidak memiliki siapa pun dalam jaringan sosial mereka yang mengetahui

berbagai layanan yang tersedia bagi mereka. Lembaga keuangan juga cenderung
berada pada lingkungan yang lebih kaya.
(2) Kurangnya pendidikan dapat membuat sulit bagi masyarakat miskin untuk
mengatasi masalah pengisian aplikasi pinjaman, cenderung kecilnya jumlah
transaksi mereka membuat petugas pinjaman berpikir tidak sebanding dengan
upaya mereka. Akses ke layanan kredit setidaknya memiliki dua masalah penting:
Pertama, masyarakat miskin tidak memiliki agunan dan tidak dapat
meminjam terhadap pendapatan masa depan mereka karena mereka cenderung
tidak memiliki pekerjaan tetap atau aliran pendapatan yang jelas. Kedua, berurusan
dengan

transaksi

kecil

adalah

mahal

untuk

lembaga

keuangan.

Lembaga

Microfinance, yang khusus melayani masyarakat miskin, mencoba mengatasi


masalah ini dengan cara yang inovatif. Petugas pinjaman berasal dari status sosial
yang sama seperti peminjam dan mendatangi masyarakat miskin, bukannya
menunggu. Skema Pinjaman Kelompok tidak hanya melibatkan insentif pembayaran
dan monitoring melalui hubungan antar rekan (peer), Namun juga merupakan cara
membangun

jaringan

dukungan

dan

sebagai

upaya

mendidik

peminjam.

Microfinance memungkinkan masyarakat miskin untuk memiliki akses lebih


langsung,
Namun perkembangan microfinance di berbagai negara tidaklah seragam.
Tingkat

penetrasi

yang

signifikan

hanya

dalam

beberapa

negara

seperti

Bangladesh, Indonesia, dan Thailand (Honohan, 2004). Secara keseluruhan, sektor


microfinance sangat bergantung pada hibah dan subsidi. Skeptis mempertanyakan
apakah microfinance adalah cara terbaik untuk memberikan subsidi tersebut dan
menunjukkan bahwa perkembangan pembiayaan yang utama meruapakan cara
yang lebih menjanjikan untuk menjangkau masyarakat miskin dan mengurangi
kemiskinan secara signifikan. Terdapat pula alasan ekonomi politik yang baik
mengapa kita tidak harus fokus pada masyarakat miskin dan bertanya bagaimana
kita bisa membuat microfinance lebih layak, melainkan bertanya bagaimana kita
bisa membuat jasa keuangan dapat dibuat agar tersedia untuk semua kalangan
(Rajan, 2006). Beberapa alasan yang patut diperhatikan, yaitu:
(1) Masyarakat miskin tidak memiliki kekuatan politik untuk menuntut
layanan yang lebih baik

(2) Subsidi dapat merusak budaya kredit.


Dengan mendefinisikan masalah lebih luas dimana kelas menengah yang
sering juga kekurangan akses, akan membuatnya lebih mungkin bahwa promosi
mengenai penilaian keuangan akan menjadi prioritas. Banyak kebijakan yang
direkomendasikan di atas untuk meningkatkan pengembangan keseluruhan sektor
keuangan juga akan membantu meningkatkan akses. Namun, tumpang tindih yang
tidak sempurna, dan prioritas eksplisit akses juga penting. Misalnya, peraturan
tertentu yang ditujukan untuk stabilitas keuangan atau memerangi terorisme dapat
membatasi akses perusahaan kecil dan rumah tangga miskin. Atau berfokus pada
pengembangan pusat-pusat keuangan off-shore untuk mengekspor jasa keuangan
grosir dapat menyebabkan mengabaikan infrastruktur keuangan on-shore yang
diperlukan untuk akses perusahaan kecil dan individu. Juga, penting untuk
menetapkan tujuan yang realistis; tidak semua peminjam potensial kredit, dan
banyak krisis perbankan yang diendapkan oleh kebijakan kredit yang terlalu santai,
termasuk krisis terbaru dari sekuritisasi terstruktur.
Pertama dan terpenting, pemerintah dapat membuat akses yang lebih
dengan membuat dan mendorong perbaikan infrastruktur. Namun, memprioritaskan
upaya reformasi yang berbeda adalah penting dan penelitian terbaru juga
menunjukkan bahwa di negara-negara berpenghasilan rendah meningkatkan
infrastruktur informasi tampaknya menghasilkan manfaat akses yang lebih cepat
daripada reformasi hukum (Djankov et al., 2007). Reformasi kelembagaan adalah
proses

jangka

panjang

dan

tindakan

kebijakan

tertentu

dapat

membantu

meningkatkan akses cepat. Ada berbagai tindakan tersebut, yaitu:


(1)

undang-undang

khusus

untuk

mendukung

intermediasi

nonblank

termasuk leasing dan anjak piutang;


(2) teknologi berbasis pada internet dan ponsel;
(3) pengembangan pendaftar kredit;
(4) perlindungan terhadap pencucian uang dan terrorist finance tanpa
membahayakan akses rumah tangga dan lain-lain.
Sebagai contoh:

(1) Tingkat rumah tangga


Memberikan setiap individu nomor identifikasi nasional dan menciptakan
pendaftar kredit di mana pemberi pinjaman berbagi informasi tentang catatan
pembayaran klien mereka akan membantu karena semua peminjam kemudian bisa
meminjam menggunakan akses masa depan mereka kredit sebagai jaminan (Rajan,
2006). Pemerintah juga dapat berperan dalam memfasilitasi teknologi inovatif untuk
meningkatkan akses.
(2) Tingkat perusahaan kecil
Nafin, bank pembangunan pemerintah, memungkinkan banyak pemasok kecil
untuk menggunakan piutang mereka dari pembeli kredit layak besar untuk
menerima pembiayaan modal kerja (Klapper, 2006). Jenis pembiayaan perdagangan
disebut anjak terbalik dan efektif memungkinkan perusahaan kecil untuk meminjam
berdasarkan kelayakan kredit dari pembeli mereka, yang memungkinkan mereka
untuk meminjam lebih dengan harga lebih murah.
Peraturan Pemerintah yang juga dapat membantu adalah penghapusan
interest ceilings, atau hukum riba, akan memungkinkan lembaga-lembaga untuk
mengisi harga yang mereka butuhkan untuk menjadi menguntungkan dan
meningkatkan akses. Peraturan ini berakhir dengan menyakiti orang yang sangat
miskin. Anti-predatory lending or truth-in-lending requirement juga sangat penting
karena rumah tangga juga dapat dipaksa over-pinjaman oleh pemberi pinjaman
yang tidak bermoral. Hal ini juga penting untuk memastikan bahwa peraturan
kompleks lainnya seperti peraturan Basel II yang dimaksudkan untuk membantu
bank-bank meminimalkan kegagalan bank tidak sengaja menghukum peminjam
kecil dan melukai akses dengan tidak membuat penyisihan penuh untuk potensi
portofolio kecil dan pinjaman perusahaan menengah untuk mencapai penyatuan
risiko. Peraturan keuangan juga dapat mencegah munculnya lembaga lebih cocok
untuk kebutuhan rumah tangga berpenghasilan rendah atau perusahaan yang lebih
kecil. Aturan

penyewaan

kaku,

persyaratan

kecukupan

modal

yang tinggi,

persyaratan akuntansi yang sangat ketat dapat mengurangi kemampuan lembaga


untuk melayani segmen yang lebih miskin dari masyarakat. Seperti banyak rumah
tangga yang tertarik dengan layanan tabungan tetapi tidak dalam layanan kredit,

mempertimbangkan dan mengatur pemisahan mobilisasi tabungan dari layanan


kredit dapat juga membantu (Claessens, 2005).
Pemerintah juga dapat memilih untuk merangsang akses lebih langsung.
Transfer Account Elektronik AS Treasury (ETA) untuk meningkatkan penggunaan
rekening bank, US Komunitas Reinvestasi Act (CRA) untuk meningkatkan akses ke
layanan kredit, langkah hukum yang diadopsi oleh Inggris, Perancis, Swedia, dan
Irlandia antara lain, adalah contoh tersebut. Namun, ada sedikit konsensus tentang
keberhasilan skema tersebut (Claessens, 2005), dan apakah mereka dapat
direplikasi di negara-negara berkembang. Pengalaman dengan penyaluran kredit,
terutama untuk memperbaiki struktur jatuh tempo utang dan mencapai UKM, yang
luas di kedua negara maju dan berkembang. Seperti yang sudah dibahas di atas,
intervensi melalui kepemilikan lembaga pemerintah juga belum berhasil, secara
keseluruhan.

Terakhir,

pemerintah

dapat

meningkatkan

akses

dengan

meningkatkan persaingan di sektor keuangan. Lembaga keuangan yang menyadari


bahwa bisnis tradisional mereka berada di bawah kompetisi, mereka kemudian
mencari jalur baru dari peluang yang menguntungkan, termasuk pinjaman kepada
UKM dan kaum miskin. Mengingat insentif yang tepat, sektor swasta dapat
mengembangkan dan memanfaatkan teknologi baru - seperti penilaian kredit untuk mencapai segmen yang belum terlayani.
Kesimpulan
Sepanjang ditulisnya paper ini, krisis keuangan yang bermula sebagai
keruntuhan bangunan instrumen sekuritas pada summer tahun 2007 di US dan UK,
telah begitu cepat menyebar luas dan menjelma menjadi krisis keuangan total.
Dalam usahanya untuk menahan krisis agar tidak menyebar, otoritas US dan
banyak negara Eropa mengambil langkah-langkah yang benar-benar baru dengan
menyediakan likuiditas, memberi penjaminan bagi bank depositor dan kreditor yang
masuk dalam blanket guarantees, menyusun program bail-out yang didalamnya
termasuk mengambil alih kepemilikan di institusi keuangan, sebagai tambahan
untuk membangun program untuk penyediaan langsung kredit bagi isntitusi non
keuangan. Kebijakan-kebijakan yang merespon atas krisis ini, telah mengguncang
kepercayaan dari negara-negara maju dan berkembang yang secara blue print
sektor keuangannya memiliki banyak kemiripan.

Demirguc-Kunt dan Seven (2008) membuktikan bahwa nasihat kebijakan


sektor keuangan dalam paper ini masih valid dengan mengambil bukti atas ekonomi
global dan bukti empirik negara-negara. Sebagian besarnya, kebingungan muncul
karena tak dapat mengenali konflik insentif dan trade off inherent dalam respon
jangka pendek dan jangka panjang atas krisis sistemik. Kebijakan yang diterapkan
untuk mencegah krisis sering diambil terburu-buru untuk membangun ulang
kepercayaan dan dengan pertimbangan biaya jangka panjang yang tidak memadaisebaiknya tidak ditafsirkan sebagai deviasi permanen dari pososo kebijakan yang
dibangun

dengan

baik.

Kenyataan

bahwa

pemerintah

bisa

saja

berhenti

menyediakan blanket guarantees atau mengambil alih sektor keuangan dalam


usahanya mencegah krisis tidaklah berlawanan dengan fakta bahwa jaminan umum
atas jangka panjang sangat mungkin berimbas sebaliknya ataupun bahwa
pemerintah telah bertindak gagal sebagai banker.
Sebagai kesimpulan, haruskah semua negara mengikuti rekomendasi yang
disajikan dalam paper ini? Pesan umumnya tidak akan berbeda, petunjuk dimana
sektor keuangan butuh untuk dikembangkan di berbagai negara akan berdasar atas
kondisi awal mereka (World bank, 2001 and 2007). Lebih jauh lagi, pembuatan
kebijakan yang baik menyedot input dari pelbagai sumber, serta riset hanyalah
bagian kecil saja dari input tersebut. Implementasi dari kebijakan memerlukan
penggabungan antara hasil analisisi riset dan pengalaman para praktisi, yang
karena itu menyifati dan membuat nasihat ini untuk sesuai dengan situasi masingmasing negara. Umumnya, reformasi-reformasi ini seakan paling menantang bagi
negara berpendapatan rendah, dimana warisan tekanan keuangan dan kepemilikan
negara telah menghambat perkembangan dari sistem keuangan private yang kuat,
dimana hukum yang mendasari dan infrastruktur informasi amat lemah dan
mencapai skala efisien minimum akan sulit.
Dibalik kerapuhannya, sistem keuangan mendukung pembangunan ekonomi.
Tantangan kebijakan sektor keuangan adalah untuk menyelaraskan insentif pribadi
dengan kepentingan umum tanpa mengenakan pajak atau menyediakan subsidi
pengambilan risiko. Tugas ini menjadi semakin kompleks untuk semua negara
dalam sistem keuangan yang lebih terintegrasi dan global.

Anda mungkin juga menyukai