Anda di halaman 1dari 5

II.

b Keuangan, Distribusi Pendapatan dan Kemiskinan


Jika keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi, dalam jangka panjang,
pengembangan finansial juga seharusnya dapat membantu mengurangi
kemiskinan dengan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Namun, apakah
penduduk miskin memang memperoleh keuntungan dengan adanya
pengembangan finansial? Apakah bisa terjadi perluasan ketimpangan
pendapatan dengan adanya pendalaman sistem keuangan? Dan seberapa
pentingkah akses langsung terhadap layanan keuangan dalam hal ini?
Beberapa teori menyajikan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda dalam
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebagian teori menyatakan bahwa
pengembangan finansial seharusnya membawa manfaat bagi warga miskin
karena adanya asimetri informasi menimbulkan penghalang bagi warga miskin
untuk memperoleh pinjaman. Warga miskin kesulitan untuk membuka usaha dan
mendanai investasinya sendiri atau berinvestasi dalam pendidikan disebabkan
keterbatasan mereka dalam perolehan sumber daya serta akses terhadap
pembiayaan (Banerjee dan Newman, 1993; Galor dan Zeira, 1993; Aghion dan
Bolton, 1997). Beberapa teori ekonomi politik juga menyatakan bahwa sistem
finansial yang berfungsi lebih baik dapat menghasilkan layanan keuangan untuk
cakupan masyarakat yang lebih luas, tak hanya terbatas pada kalangan yang
memiliki koneksi politik (Rajan dan Zingales, 2003; Morck, Wolfezon, dan Young,
2005). Namun, teori lain berpendapat bahwa akses keuangan, khususnya
pinjaman, hanya menguntungkan para orang kaya dan mereka yang memiliki
koneksi, khususnya pada tahap awal pengembangan ekonomi, dan selanjutnya,
walaupun pengembangan finansial mungkin mendorong tingkat pertumbuhan,
dampaknya terhadap distribusi pendapatan masih belum jelas.
Jika akses terhadap pinjaman berkembang diiringi dengan pertumbuhan
ekonomi secara agregat dan lebih banyak orang dapat berpartisipasi dalam
sistem keuangan formal, hubungan antara pembangunan finansial dan distribusi
pendapatan dapat bersifat non-linear, dengan efek negatif pada tahap awal serta
efek positif setelah titik tertentu. Dengan demikian, sebenarnya, memperluas
akses terhadap pembiayaan dapat meningkatkan ketimpangan karena
pengusaha-pengusaha baru yang dapat membiayai investasinya sendiri, akan
memperoleh pendapatan yang fluktuatif. Penurunan pada ketimpangan
pendapatan baru terlihat hanya setelah dampak dari tenaga kerja dan produk
pada pasar memiliki efek yang signifikan sehingga meningkatkan kesempatan
kerja dan gaji bagi warga miskin (Gine dan Townsend, 2004).
Selain teori-teori yang dikemukakan di atas, terdapat penelitian mengenai
dampak adanya akses keuangan untuk warga miskin dalam literatur keuangan
mikro (Armendariz de Aghion dan Morduch, 2005). Namun bukan hal mudah
untuk mengidentifikasi apakah akses keuangan tersebut timbul begitu saja atau
disebabkan karena adanya perubahan lingkungan di mana klien-klien keuangan
mikro beroperasi. Pitt dan Khandker (1998) menemukan bahwa terdapat dampak
yang signifikan dalam penggunaan pembiayaan bagi kesejahteraan rumah
tangga penduduk. Di lain sisi, Morduch (1998) dan Khandker (2003), dengan
penelitian yang menggunakan analisis yang lebih hati-hati terhadap
pengidentifikasian masalah, menemukan bahwa efek tersebut ternyata kecil atau

tidak signifikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa bukti dari penelitian
empiris terhadap manfaat dari keuangan mikro, belum dapat disimpulkan (Cull,
Dermiguc-Kunt dan Morduch, 2008).
Untuk mengevaluasi dampak dari pembiayaan terhadap kemiskinan dan
distribusi pendapatan, kita tidak bisa melihat dampak langsungnya terhadap
rumah tangga. Teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan
bahwa dampak yang dihasilkan merupakan dampak tidak langsung dari
pengembangan keuangan melalui tenaga kerja dan produk. Dengan demikian,
dampak-dampak ini tidak dapat dianalisis melalui keuangan mikro sehingga
diperlukan pendekatan yang lebih bersifat makro.
Sebagai contoh, Beck, Dermiguc-Kunt dan Levine (2007) melakukan
penelitian mengenai hubungan antara perkembangan keuangan dan perubahan
dalam tingkat kemiskinan absolut serta distribusi pendapatan. Mereka
mengunakan regresi antar negara dengan data dari tahun 1960 sampai dengan
tahun 2005. Mereka menemukan bahwa sistem keuangan yang mendalam tidak
hanya mempercepat pertumbuhan nasional melainkan juga mempercepat
peningkatan bagian pendapatan dari kelompok termiskin. Mereka juga
menemukan hubungan negatif antara pengembangan finansial dan tingkat
pertumbuhan dari koefisien Gini yang berarti bahwa pembiayaan mengurangi
ketimpangan pendapatan. Walaupun penelitian tersebut dapat menangkap efek
secara makro, penelitian tersebut masih memiliki kendala dalam hal yang sama
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu masalah identifikasi. Namun
demikian, hasil penelitian tersebut sama dengan hasil penelitian yang
menggunakan model general equilibrium yang menyimpulkan bahwa dalam
jangka panjang, pengembangan finansial berhubungan dengan penurunan
tingkat ketimpangan pendapatan.
Pengembangan
finansial
mendorong
tingkat
pertumbuhan
dan
meningkatkan
distribusi
pendapatan,
dengan
demikian
seharusnya
pengembangan finansial juga dapat menurunkan tingkat kemiskinan. Penelitian
Beck, Dermiguc-Kunt, dan Levine (2007) menemukan bahwa pembiayaan
berdampak positif terhadap penurunan angka kemiskinan. Negara-negara
dengan tingkat pengembangan finansial yang lebih tinggi mengalami penurunan
yang lebih cepat dalam angka populasi penduduk yang memiliki pendapatan di
bawah satu dolar per hari selama tahun 1980-an dan 1990-an. Honohan (2004)
juga menemukan bahwa bahkan pada tingkat pendapatan rata-rata yang sama,
ekonomi dengan sistem keuangan yang lebih dalam memiliki lebih sedikit
penduduk miskin.
Selain penelitian-penelitian di atas, Beck, Levine, dan Levkov (2007) juga
melakukan penelitian mengenai dampak perubahan kebijakan dalam sistem
keuangan terhadap ketimpangan pendapatan. Mereka meneliti perubahan
regulasi bank US dan menemukan bahwa terjadi penurunan koefisien Gini yang
kecil namun secara statistik signifikan jika dibandingkan dengan negara bagian
lain serta sebelum adanya regulasi tersebut. Mereka juga menemukan bahwa
penyebab utama penurunan koefisien Gini tersebut bukan disebabkan oleh
meningkatnya kewirausahaan melainkan oleh efek tidak langsung dari kenaikan
permintaan tenaga kerja dan upah yang lebih tinggi. Burgess dan Pande (2005)
juga telah melakukan penelitian serupa mengenai kebijakan penambahan

cabang bank yang dilakukan oleh Pemerintah India. Mereka menemukan bahwa
ekspansi bank-bank tersebut mengurangi 60% kemiskinan di pedesaan,
kebanyakan melalui peningkatan aktivitas non-pertanian khususnya peningkatan
dalam aktivitas manufaktur yang dilakukan secara informal. Namun demikian,
kebijakan tersebut juga mengakibatkan kerugian besar yang ditimbulkan oleh
bank dengan adanya tingkat bunga yang disubsidi dan kerugian terkait pinjaman
yang tinggi yang berdampak pada biaya jangka panjang yang signifikan.
Walaupun sebagian besar bukti menunjukkan bahwa pengembangan
finansial mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, kita masih
belum dapat melihat dengan jelas bagaimana proses terjadinya dampak
tersebut. Sebagai contoh seberapa pentingkah penyediaan pinjaman secara
langsung bagi warga miskin? Apakah lebih penting untuk meningkatkan fungsi
sistem keuangan sehingga dapat memperluas akses terhadap perusahaan dan
rumah tangga yang sudah ada atau lebih penting untuk memperluas akses bagi
mereka yang belum tersentuh oleh sistem keuangan tersebut? Pada sebagian
besar negara, peningkatan efisiensi memerlukan akses yang lebih luas melebihi
kebutuhan yang ada saat ini. Penelitian empiris lainnya dengan menggunakan
data mikro dan metodologi yang berbeda diperlukan untuk memahami
mekanisme pengaruh pembiayaan terhadap distribusi pendapatan dan
kemiskinan.
Bukti-bukti empiris yang diuraikan di atas menyatakan bahwa negaranegara dengan pengembangan sistem keuangan yang lebih baik, tumbuh lebih
cepat dan pertumbuhan ini secara tidak proporsional menguntungkan kalangan
miskin. Oleh karena itu, penetapan pengembangan finansial sebagai prioritas
oleh para pengambil kebijakan, merupakan keputusan yang logis. Akan tetapi,
pengembangan finansial berbeda-beda di berbagai negara. Apakah yang
menyebabkan sebagian negara mengembangkan sistem keuangan yang
mendorong pertumbuhan sementara sebagian negara lain tidak dapat
melakukannya? Jika pembiayaan penting bagi pengembangan ekonomi, apa
yang dapat dilakukan pemerintah untuk memastikan adanya sistem keuangan
yang berfungsi dengan baik? Bagian selanjutnya akan membahas pertanyaanpertanyaan tersebut.

III. Pilihan Kebijakan Keuangan: Peran Pemerintah dalam Membuat


Keuangan Bekerja
Pemerintah memiliki peran yang penting dalam mendorong sistem
keuangan yang berfungsi secara baik. Berikut ini diuraikan beberapa kebijakan
pemerintah serta pro dan kontra terhadap kebijakan tersebut.
III.a Lingkungan Makroekonomi dan Politik
Walaupun faktor-faktor historis menguntungkan bagi pengembangan
finansial,
goncangan
politik
dapat
berdampak
pada
ketidakstabilan
makroekonomi dan penurunan pada kondisi bisnis. Perang dan perselisihan yang
terjadi di masyarakat menghancurkan infrasturktur dan modal serta
menimbulkan perampasan yang berujung pada kudeta militer. Pada kondisi

seperti itu, korupsi dan kriminalitas tumbuh subur, menyebabkan meningkatnya


biaya dalam menjalankan bisnis dan menciptakan ketidakpastian akan hak milik.
Penelitian Detragiache, Gupta, dan Tressel (2005) menunjukkan bahwa pada
negara-negara dengan tingkat pendapatan yang rendah, ketidakstabilan politik
dan korupsi memiliki dampak yang merugikan bagi pengembangan finansial.
Sedangkan penelitian Ayyagari, Demirguc-Kunt, dan Maksimovic (2005)
menemukan bahwa ketidakstabilan politik merupakan kendala yang signifikan
bagi pertumbuhan perusahaan, khususnya di Afrika dan negara-negara transisi.
Lebih lanjut, Beck, Demirguc-Kunt, dan Maksimovic (2005) menunjukkan bahwa
efek negatif dari korupsi terhadap pertumbuhan perusahaan lebih dirasakan
pada perusahaan kecil.
Pada sistem politik yang stabil, sistem keuangan yang berfungsi dengan
baik juga memerlukan kedisiplinan fiskal dan kebijakan makroekonomi yang
stabil sebagai bagian dari pemerintahan. Kebijakan fiskal dan moneter
mempengaruhi perpajakan terkait perantara keuangan dan penyediaan layanan
keuangan (Bencivenga dan Smith, 1992; Roubini dan Sala-i-Martin, 1995).
Persyaratan pembiayaan dari pemerintah yang terlalu banyak dengan
meningkatkan tingkat pengembalian/imbalan yang disyaratkan pada sahamsaham pemerintah serta menyerap simpanan yang dikelola oleh sistem
keuangan, seringkali membuat investor swasta menarik investasinya keluar dari
negara tersebut. Bank tidak menanggung kerugian dengan adanya persyaratan
tingkat pengembalian yang tinggi tersebut namun kemampuan untuk
mengalokasikan sumberdaya menjadi sangat dibatasi. Studi empiris
menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat inflasi yang lebih rendah
mengalami perkembangan perbankan dan pasar saham yang lebih tinggi (Boyd,
Levine dan Smith, 2001) sedangkan tingkat inflasi dan tingkat bunga riil yang
tinggi memiliki dampak terhadap kemungkinan krisis perbankan yang bersifat
sistemik (Demirguc-Kunt dan Detragiache, 1998 dan2005).
III.b Infrastuktur Informasi dan Hukum
Agar berfungsi dengan baik, sistem keuangan memerlukan adanya hukum
dan infrastuktur informasi yang memadai. Kemampuan perusahaan untuk
meningkatkan pendanaan eksternal dalam sistem keuangan formal cukup
terbatas jika hak-hak investor luar tidak dilindungi. Investor luar enggan
menginvestasikan dananya jika mereka tidak dapat memaksimalkan tata kelola
perusahaan dan melindungi investasi mereka dari pemegang saham
mayoritas/pemilik atau manajemen perusahaan. Oleh karena itu, perlindungan
terhadap hak milik dan penegakan kontrak yang efektif merupakan elemen yang
penting dalam pengembangan sistem keuangan.
Beberapa bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa pada negara-negara
dengan penegakan hukum yang kuat, perusahaan dapat mengakses pendanaan
eksternal (La Porta et al., 1997; Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 1998; Beck,
Demirguc-Kunt dan Maksimovic, 2005) dan perlindungan yang lebih baik
terhadap kreditur meningkatkan pinjaman ke sektor swasta (Djankov, McLiesh
dan Shleifer, 2007). Sistem hukum yang lebih efektif memungkinkan
penyelesaian konflik yang lebih fleksibel sehingga meningkatkan akses
perusahaan terhadap pendanaan (Djankov et al., 2007; Beck, Demirguc-Kunt dan

Levine, 2005). Di negara-negara dengan sistem hukum yang lebih efektif, sistem
keuangannya lebih efisien dan memiliki tingkat bunga yang lebih rendah
(Demirguc-Kunt, Laeven dan Levine, 2004).
Ketersediaan informasi yang berkualitas dan tepat waktu juga penting
karena hal tersebut membantu mengurangi asimetri informasi antara peminjam
dan pemberi pinjaman. Pemerintah dapat memainkan peran yang penting dalam
proses penyediaan informasi ini. Pengembangan register kredit publik dapat
menurunkan masuknya pihak swasta, namun di sisi lain, hal tersebut justru
mendorong masuknya sektor swasta untuk memberikan pelayanan yang lebih
komprehensif. Pemerintah juga berperan dalam menciptakan dan mendukung
adanya sistem hukum yang diperlukan untuk mengatasi konflik yang timbul,
pelaksanaan
kontrak, serta penguatan
infrastruktur akuntansi
guna
memungkinkan adanya pengembangan finansial.
Penelitian empiris menunjukkan bahwa volume kredit bank, lebih tinggi
secara signifikan pada negara-negara dimana berbagi informasi lebih sering
dilakukan (Jappelli dan Pagano, 2002; dan Djankov, McLeish dan Shleifer, 2007).
Perusahaan-perusahaan juga melaporkan bahwa hambatan pendanaan lebih
rendah dengan adanya informasi kredit yang lebih baik (Love and Mylenko,
2003). Detragiache, Gupta dan Tressel (2005) menemukan bahwa akses
terhadap informasi yang lebih baik dan pelaksanaan kontrak yang lebih cepat
berpengaruh terhadap terciptanya sistem keuangan yang lebih dalam.
Dibandingkan dengan negara-negara dengan tingkat pendapatan tinggi, pada
negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah, faktor informasi lebih
berperan daripada penegakan hukum (Djankov et al., 2007).

Anda mungkin juga menyukai