Definisi
Yang dimaksud dengan diare cair adalah buang air besar dengan peningkatan
frekuensi buang air besar dengan konsistensi tinja cair, tanpa terlihat darah, dan
dapat disertai gejala lain seperti mual, muntah, demam, atau nyeri perut.
Sedangkan, yang dimaksud dengan diare akut adalah diare yang berlangsung kurang
dari 7 hari.
Epidemiologi
Meskipun angka kematian diare akut menurun dari 4,5 juta kematian pada tahun
1979 menjadi 1,6 juta pada tahun 2002 di negara berkembang, tetapi angka
kejadian diare akut masih masuk urutan 5 besar dari penyakit yang sering
menyerang anak. Di Indonesia, angka kejadian diare akut diperkirakan masih sekitar
60 juta episode setiap tahunnya, dan 1-5% diantaranya berkembang menjadi diare
kronis.
Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
ditemukan pada infeksi saluran cerna. Begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat
terjadi bersamaan pada satu anak.
Diare sekretorik
Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infkesi baketri akibat
rangsangan pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin E.coli atau
V.cholera 01
Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Oleh karena itu, bila di dalam lumen usus
terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap akan menyebabkan
diare. Bila bahan tersebut adalah larutan isotonik, air, atau bahan yang larut,
maka akan melewati mukosa usus halus tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare.
Patofisiologi
Diare dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi, akibat kehilangan air (output) lebih banyak dibanding masukan air
(input).
2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis) karena :
ketosis kelaparan
3. Hipoglikemia: hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare dan
sering
pada
anak
yang
sebelumnya
sudah
menderita
KKP.
Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg%,
yang berupa anak lemah, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat,
syok, kejang sampai koma.
4. Gangguan nutrisi : pada saat anak menderita diare, sering terjadi gangguan
nutrisi akibat penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
sirkulasi
yang
darah
berkurang
berupa
renjatan
menyebabkan
(syok)
hipoksia,
hipovolemik.
asidosis
Perfusi
metabolik
Pada saat seorang anak datang dengan keluhan diare, lakukan langkah-langkah
pemeriksaan/penilaian yang mencakup :
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat
2. Tentukan derajat dehidrasi
baik, sadar
gelisah
normal
layu/cekung
minum biasa, tidak haus haus, sangat haus
Raba/palpasi :
cubitan pada kulit kembali dengan cepat
Tentukan:
Tatalaksana :
Tanpa dehidrasi
Rencana terapi A
C
letargi, tidak sadar
layu/cekung
minum dengan lemas/
tidak mampu minum
kembali lambat
Dehidrasi ringansedang
Bila terdapat 2 atau
lebih tanda *
Dehidrasi Berat
Rencana terapi B
Catatan :
Letargi berbeda dengan tidur. seorang anak yang letargi bukan hanya tertidur tetapi
status mental/kesadaran anak menurun dan sulit untuk dibangunkan
Pada beberapa anak, dalam keadaan normal mata tampak layu/cekung, sehingga
sangat penting menanyakan pada orangtua apakah mata anaknya lebih layu/cekung
dari biasanya.
Pada bayi/anak dengan gizi buruk atau obesitas, cubitan kulit biasanya tidak berguna.
Tanda-tanda lain yang menunjukkan anak dengan gizi buruk mengalami dehidrasi
harus dicari
mencegah terjadinya dehidrasi. Beberapa hal yang harus diajarkan kepada ibu
untuk mencegah dehidrasi, malnutrisi dan saat merujuk :
-
Beri suplemen Zinc elemental (10 mg untuk anak usia < 6 bulan dan
20 mg usia > 6 bulan) , selama 10 14 hari
berulang,
rasa
haus
meningkat,
atau
tidak
dapat
dehidrasi
ringan-sedang,
CRO
diberikan
dengan
pemantauan
yang
dilakukan di Ruang Rawat Inap Sehari atau Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 3
jam. Penilaian kembali derajat dehidrasi, bila masukan minum/makan baik,
penderita dapat dipulangkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat
pemantauan, yaitu :
-
Pemberian zinc
Pemberian makanan
< 4 bln
4-11 bln
12-23 bln
2-4 th
5-14 th
> 15 th
Berat badan
< 5 kg
5-7,9 kg
8-10,9 kg
11-15,9 kg
16-29,9 kg
> 30 kg
Jumlah(mL)
200-400
400-600
600-800
800-1200
1200-2200
2200-4000
1 jam*
5 jam
jam
2 jam
Catatan:
- Ringer laktat diberikan pada 1 jam tahap pertama, sedangkan pada tahap
berikan
antibiotika
peroral
yang
efektif
untuk
strain
V.Cholera
2.
Eliason BC, Lewan RB. Gastroenteritis in children: principles of diagnosis and treatment. Am Fam
Physician 1998;58:..
3.
Hahn S, Kim Y, Garner P. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating dehydration due to
diarrhoea in children: systematic review. BMJ 2001;323:81-5.
4.
5.
DITJEN PPM & PLP Departemen Kesehatan RI. Epidemiologi dan etiologi diare. Dalam: DITJEN PPM &
PLP Departemen Kesehatan RI, penyunting. Pendidikan Medik Pemberantasan Diare (PMPD): Buku
ajar diare, 1999.h.3-16.
6.
7.
Hegar B, Kadim M. Tata laksana diare akut pada anak. MKKI 2003;1:219-23.
8.
Pyckering LK, Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting.
Nelson textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004. h.1272-6.
9.
USAID, WHO, Unicef. Overview of the management of diarrhea. Dalam: USAID, WHO, Unicef,
penyunting. Diarrhoea treatment guidelines for clinic-based healthcare workers, 2005.h.1-10.
10. Department of Child and Adolescent Health and Development WHO. The treatment of diarrhoea: A
manual for physicians and other senior health workers. Edisi ke-4. Geneva : WHO , 2005.
11. Hahn S, Kim Y, Garner P. Reduced osmolarity oral rehydration solution for treating dehydration due to
diarrhea in children: systematic review. BMJ 2001;323:81-5.
12. Duggan C, Fontaine O, Pieree NF, Glass RI, Mahalanabis D, Alam NH, et al. Scientific rationale for a
change in the composition of oral rehydration solution. JAMA 2004;291:2628-31.
13. Department of child health and adolescent health and development WHO. Reduced osmolarity oral
rehydration salts (ORS) formulation. Report from a meeting of experts jointly organized by UNICEF
and WHO house. USA 2001.
14. Santosham M, Fayad I, Zikri MA, Hussein A, Amponsah A, Duggan C, et al. A double-blind clinical trial
comparing World Health Organization oral rehydration solution with a reduced osmolarity solution
containing equal amounts of sodium and glucose. J Pediatr 1996;128:45-51.
15. USAID, WHO, Unicef. Diarrhoea treatment guidelines; including new recommendations for the use of
ORS and zinc supplementation for clinic-based health workers. Arlington: The MOST project, 2005.
Bakteri invasif
Shigella merupakan penyebab tersering penyebab diare berdarah pada anak di
Negara berkembang. Shigella menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh episode
diare berdarah, dan sebagian besar dari 370.000 kematian akibat diare berdarah
Terdapat 4 spesies
Shigella yang bersifat pathogen terhadap manusia yaitu S. sonnei, S. boydii yang
biasanya memberikan gejala klinis lebih ringan, S. fleneri yang merupakan
spesies utama penyebab shigellosis endemik di negara berkembang, dan S.
dysenteriae tipe 1 yang menyebabkan shigellosis epidemik dan endemik di
negara berkembang. Spesies ini biasanya menyebabkan gejala klinis berat dan
mempunyai case fatality rate tinggi.
Episode diare berdarah oleh bakteri patogen lain lebih jarang terjadi dan
biasanya tidak serius dan penyebabnya biasanya lebih sulit untuk ditentukan
kecuali pada laboratorium penelitian. Bakteri pathogen lain penyebab diare
berdarah yaitu Campylobacter jejuni, enteroinvasive E. coli, entero-hemoragic E.
coli dan Salmonella serotipe non-tifoid.
2. Entamoeba histolytica
Amoebiasis merupakan penyebab diare akut berdarah pada anak yang jarang
terjadi yaitu kurang dari 3% dari episode diare akut berdarah. Sebuah penelitian
di Cina, India, Myanmar dan Pakistan yang melibatkan 3640 anak di bawah 3
tahun dengan diare akut teryata hanya 10 kasus merupakan amoebiasis (0,3%
dari seluruh episode diare atau 1,5% dari seluruh episode diare berdarah). Di
Bangladesh, penelitian yang dilakukan pada 101 anak dengan diare berdarah
(usia rerata 21 bulan) tidak ditemukan tropozoit E. histolytica pada tinjanya.
Entamoeba histolytica menyebar melalui transmisi fekal-oral dari kista amuba.
Kista amuba yang tertelan dapat menyebabkan infeksi pada kolon yang invasif
maupun tidak.
3. Non infeksi
Penyebab diare berdarah non infeksi dapat disebabkan oleh kelainan anatomi
misalnya intususepsi, gangguan hematologi misalnya defisiensi vitamin K pada
bayi baru lahir, kelainan imunologis misalnya purpura Henoch-Schnlein serta
kolitis ulseratif atau penyakit Crohn's.
Manifestasi klinis dan diagnosis
Diagnosis klinis diare berdarah/disentri biasanya hanya didasarkan oleh adanya
darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat langsung
ditanyakan pada orang tua maupun dilihat sendiri oleh dokter, namun kedua cara ini
tinggi),
sepsis,
sindrom
hemolotik
uremik
(SHU),
dan
hiponatremia
berkepanjangan. Komplikasi lain yang sering terjadi adalah kehilangan berat badan
dan penurunan status gizi yang cepat. Hal ini biasanya disebabkan oleh nafsu makan
yang kurang, kebutuhan nutrisi meningkat untuk melawan infeksi dan mengganti
jaringan yang rusak, serta kehilangan serum protein melalui jaringan usus yang
rusak (misalnya
disebabkan oleh kerusakan yang berat pada ileum dan kolon, komplikasi sepsis,
infeksi sekunder (misalnya pneumonia), atau gizi buruk.
Tata laksana
Prinsip pengobatan diare akut berdarah meliputi: (1) pemberian antimikroba yang
efektif terhadap Shigella, (2) pemberian cairan rehidrasi
10
disebabkan karena sebagian besar kasus diare akut berdarah pada anak disebabkan
oleh Shigella
adalah diare yang berat. Menentukan sensitivitas terhadap antibiotika pada strain
Shigella lokal sangat penting, karena resistensi terhadap antibiotika sering terjadi
dengan jenis resistensi yang berbeda-beda. Walaupun demikian saat ini pilihan
antimikroba tersebut semakin sempit karena meluasnya resistensi antibiotika.
Resistensi Shilgella terhadap sulfonamid, tetrasiklin, ampisilin dan kotrimoksazol
telah menyebar di seluruh dunia (resistensi Shigella terhadap antibiotika dapat
dilihat pada tabel 1).
Pada anak dianjurkan pemberian sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim
per oral, dan bila tidak menunjukkan respon pengobatan yang baik dapat diberikan
dan seftriakson intravena. Obat-obat baru lain yang dikatakan efektif untuk
shigellosis antara lain adalah pivmesillinam dan golongan fluoroquinolon baru
misalnya norfloksasin, levofloksasin, siprofloksasin dan enoksasin, namun demikian
antibiotika golongan quinolon ini tidak direkomendasikan pada anak. Penelitian
terbaru membuktikan bahwa azitromisin mempunyai efektivitas yang cukup baik
dalam mengobati Shigellosis. Selain itu sebaiknya diberikan suplementasi zinc pada
anak dengan diare tanpa dehidrasi maupun dehidrasi ringan-sedang.
Tabel 1. Antimikroba yang tidak efektif terhadap Shigellosis
Antimikroba yang tidak efektif terhadap Shigellosis
Metronidazol
Streptomisin
Tetrasiklin
Kloramfenikol
Sulfonamid
Amoksisilin
Nitrofuran
(contoh : nitrofurantoin, furazolidon)
Aminoglikosida
(contoh: gentamisin, kanamisin)
Sefalosporin generasi pertama & kedua
(contoh: sefaleksin, sefamandol)
11
kali sehari selama 5 hari. Pada bayi kurang dari 2 bulan perlu dipikirkan penyebab
bedah seperti invaginasi dan enterokolitis, konsultasikan ke ahli bedah dan berikan
antibiotik IM/IV seftriakson 80-100 mg/kg sekali sehari selama 5 hari. Pemeriksaan
tinja dapat melihat adanya bentuk trofozoit Entamoeba yang memastikan diagnosis
amubiasis.
Gizi buruk
Ya
Tidak
Beri antimikroba yang
efektif terhadap Shigella
Tidak
Membaik dalam 2 hari ?
Ya
Lanjutkan pengobatan
sampai 5 hari
Tidak
Awal masuk dehidrasi
usia < 1 tahun
menderita campak 6
minggu terakhir
Ya
Rujuk ke Rumah sakit
Tidak
Ganti antimikroba kedua
untuk Shigella
Tidak
Membaik dalam 2 hari ?
Ya
Lanjutkan pengobatan
sampai 5 hari
Tidak
Rujuk ke rumah sakit atau
berikan pengobatan
ammoebiasis
Gambar 1. Pengobatan diare berdarah pasien rawat jalan berusia kurang dari 5 tahun
Pengobatan juga harus termasuk (i) pemberian terapi rehidrasi oral untuk
mencegah atau mengobati dehidrasi dan (ii) melanjutkan pemberian
makanan termasuk ASI
a
12
mencegah agar tidak menjadi gisi buruk karena pada diare berdarah nafsu makan
akan berkurang. Adanya nafsu makan yang membaik adalah pertanda kesembuhan
sudah mulai.
ASI harus diteruskan selama terjadinya diare berdarah dan diberikan dengan
frekuensi lebh sering dari biasanya karena bayi yang menderikan diare berdarah
akan minum ASI lebih sedikit jumlahnya dibanding dalam keadaan sehat. Anak umur
6 bulan keatas sebaiknya mendapat makan seperti biasanya.
Pengelolaan komplikasi
1. Hipokalemia: keadaan ini bisa dicegah dengan pemberian ORS jika ada
indikasi, atau pemberian makanan kaya kalium seperti pisang, air kelapa atau
sayuran berwarna hijau tua.
2. Demam tinggi: Jika demam melebihi 39C, berikan parasetamol
3. Prolaps rektal: masukkan kembali dengan hati hati prolaps rektal dengan
memakai sarung tangan atau kasa basah. Alternatif lain buat larutan
magnesium sulfat dalam air hangat dan kompreskan untuk mengurangi
prolaps dan udemnya.
4. Kejang:
tetapi jika ini terjadi lama dan berulang kali maka sebaiknya berikan
antikonvulsan IM, hindari pemberian antikonvulsan rektal.
5. HUS: Jika laboratorium tidak memungkinkan untuk mendiagnosis HUS maka
pasien dengan gangguan kesadaran, pucat serta urin sedikit patut dicurigai
adanya HUS. Pengelolaan disesuaikan dengan tata laksana gagal ginjal.
Pemantauan ketat harus dilakukan pada anak yang mengalami dehidrasi,
berusia kurang dari 1 tahun, menderita campak 6 minggu terakhir, dan tidak
mengalami perbaikan yang cepat. Tanda-tanda perbaikan meliputi hilangnya demam,
13
berkurangnya darah pada tinja, jumlah tinja yang keluar berkurang, nafsu makan
membaik, dan anak dapat beraktivitas seperti semula. Gambar 1 menunjukkan tata
laksana diare berdarah pada pasien rawat jalan.
Pengobatan amoebiasis secara rutin sebaiknya tidak dilakukan pada anak.
Pengobatan sebaiknya dilakukan berdasarkan pemeriksaan mikroskopis pada tinja
segar yang dilakukan oleh laboratorium yang dapat dipercaya menemukan tropozoit
dari E. histolytica mengandung sel darah merah, atau telah diberikan 2 macam
antibiotika yang berbeda yang biasanya sensitif terhadap Shigella di daerah tersebut
namun tidak didapatkan perbaikan. Antimikroba yang secara empiris efektif untuk
amoebiasis adalah metronidazol.
Daftar Pustaka
1.
students
about
diarrheal
disease.
Disitasi
dari
http://www.who.int/child-adolescent-
DITJEN PPM & PLP Departemen Kesehatan RI. Disentri, diare persisten, dan diare yang terjangkit
dengan penyakit lain. Dalam: DITJEN PPM & PLP Departemen Kesehatan RI, penyunting. Pendidikan
Medik Pemberantasan Diare (PMPD): Buku ajar diare, 1999.h.87-102.
3.
WHO. The management of bloody diarrhoea in young children. Disitasi dari http://www.who.int/childadolescent-health/New_Publications/CHILD_HEALTH-/WHO_CDD_94.49.htm . Diakses pada tanggal
10 Nopember 2006.
4.
WHO. The outpatient management of bloody diarrhea in young children. Update No. 16 October 1994.
Disitasi
dari
http://www.who.int/child-adolescent-health/New_Publications/CHILD_HEALTH/updt-
Department of Child and Adolescent Health and Development WHO. Management of acute bloody
diarrhoea (Dysentery). The treatment of diarrhoea: A manual for physicians and other senior health
workers. Edisi ke-4. Geneva : WHO , 2005.h.17-19.
6.
USAID, WHO, Unicef. Child with blood in the stools. Diarrhoea treatment guidelines; including new
recommendations for the use of ORS and zinc supplementation for clinic-based health workers.
Arlington: The MOST project, 2005.h.12.
7.
8.
14
15