Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan satu fase yang penting dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak
ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Masalah gizi pada
remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan
antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan karena berperilaku
membatasi asupan gizi guna mempertahankan bentuk tubuh yang dianggap ideal.
Makan merupakan salah satu kegiatan biologis yang kompleks yang
melibatkan berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan keluarga. Jika dilihat
dari segi gizi remaja, makan merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan
individu terhadap berbagai macam zat gizi (nutrien) untuk berbagai keperluan
metabolisme berkaitan dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup,
mempertahankan kesehatan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis
dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa (AN) dan
bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai
gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan.
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV)
mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anoreksia nervosa (AN),
bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED). AN ditandai dengan
keengganan untuk menetapkan berat badan normal dan ketakutan ekstrim menjadi
gemuk. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar yang sering
dan berulang-ulang, kemudian berupaya untuk memuntahkannya kembali,
penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (National
Institute of Mental Health/NIMH, 2007).
Penelitian internasional tentang gangguan makan menunjukkan 1% dari
remaja wanita di Amerika Serikat menderita AN, sedangkan 4% menderita BN.
Sebanyak 1,2% anak sekolah di Cairo dan 3,2% anak sekolah di Iran menderita
BN (Edquist, 2009). Di Norwegia, sebanyak 2.6% mahasiswa perempuan dan
1,3% mahasiswa Italia menderita AN (Makino et al., 2004)
1.2 Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil beberapa tujuan dan


manfaat yang sesuai dengan topik yang akan dibahas.
1.2.1 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus:
a. Tujuan umum
Mengetahui secara keseluruhan tentang gangguan makan pada remaja dan
berbagai implikasi klinisnya
b. Tujuan khusus
1) Mengetahui definisi dan batasan umur remaja
2) Gangguan makan pada remaja yang umum terjadi
3) Aspek psikis dan medis yang terlibat dalam kejadian gangguan makan
pada remaja
4) Mengetahui kondisi gangguan makan pada remaja yang memerlukan
tindakkan rawat inap atau yang hanya cukup menjalani rawat jalan
5) Mengetahui pengobatan dan penanggulangan gangguan makan pada
remaja
1.2.2 Manfaat
1) Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan
serta wawasan penulis mengenai Anoreksia Nervosa dan Bulimia
Nervosa
2) Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang Anoreksia Nervosa dan
Bulimia Nervosa
3) Dapat menambah bahan pustaka institusi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Remaja

Remaja adalah individu baik laki-laki atau perempuan yang berada pada
masa atau usia antara anak-anak dan dewasa.. Masa remaja merupakan periode
pertumbuhan dan proses kematangan manusia, sehingga terjadi perubahan yang
sangat unik dan berkelanjutan. Masa remaja adalah masa mencari identitas diri,
adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh
lawan

jenis

yang

menyebabkan

remaja

sangat

menjaga

penampilan.

(Soetjaningsih et al, 2007).


Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanakkanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara
seksual menjadi matang dan berakhir saat mencapai usia matang secara hukum
diakui hak-haknya sebagai warga negara. (Hurlock, 1980).
Remaja juga sering kali disebut adolescence Istilah adolescence mempunyai
arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Piaget
mengatakan: secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa
dibawah tingkat-tingkat orang-orang yang lebih tua meainkan berada dalam
tingkat yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam
masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan
dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektualyang mencolok.
Transformasi

intelektual

yang

khas

dari

cara

berpikir

remaja

ini

memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang


dewasa, yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode
perkembangan ini (Hurlock, 1980).
Masa remaja menurut WHO adalah antara 1024 tahun, sedangkan
menurut Monks (1992) masa remaja berlangsung pada umur 1221 tahun dengan
pembagian masa remaja awal pada usia 1215 tahun, masa remaja pertengahan
pada usia 1518 tahun dan masa remaja akhir yaitu sekitar 1821 tahun
(Nurhayati, 2005).
2.2 Masalah Gizi Pada Remaja
Masa remaja adalah salah satu fase yang penting dari proses pertumbuhan
dan perkembangan manusia. Kondisi seseorang pada masa dewasa banyak
ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa remaja. Oleh karena itu
status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu kualitas remaja. Dengan

status gizi dan kesehatan yang optimal pertumbuhan dan perkembangan remaja
menjadi lebih sempurna (Nurhayati, 2005).
Status Gizi dalam hal ini status gizi remaja merupakan kondisi tubuh yang
muncul diakibatkan adanya keseimbangan antara konsumsi dan pengeluaran zat
gizi. Secara umum, status gizi dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi dari makanan
dan penyakit infeksi yang mengganggu proses metabolisme, absorpsi dan utilisasi
zat gizi oleh tubuh. Oleh karena status gizi ini merupakan suatu proses yang selalu
berlangsung dan berubah dari waktu ke waktu, maka upaya-upaya pemantauannya
perlu dilakukan secara berkesinambungan dan tepat (Hoffnung, 1999). Walaupun
tahapan tumbuh kembang remaja merupakan variasi yang besar akan tetapi setiap
remaja akan melalui suatu karakteristik growth spurt yang merupakan tahapan
dari tumbuh kembangnya yang memiliki ciri khas masing-masing remaja
(Zanden, 1995).
Adapun karakteristik remaja yang sangat menonjol adalah :
1) Pertumbuhan berat dan tinggi badan mengalami akselerasi,
sangat cepat setelah masa bayi
2) Waktu, lama dan intensitas pertumbuhan bervariasi antar
individu
3) Wanita mulai lebih awal (1013, puncak 1213), pria 1216,
puncak 1516
4) Intensitas pertumbuhan pada pria lebih cepat dari pada wanita.
5) Akhir pertumbuhan usia 19 pada wanita, 21 pada pria, namun
massa tulang terus meningkat hingga usia 25 tahun
6) Pertambahan berat badan umumnya karena pertambahan otot
dan tulang
7) Pada wanita, pertambahan berat badan ini terdistribusi ke
seluruh tubuh
Masalah gizi pada remaja muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah,
yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang
dianjurkan. Masalah gizi yang dapat terjadi pada remaja adalah gizi kurang
(under weight), obesitas (over weight) dan anemia. Gizi kurang terjadi karena
jumlah konsumsi energi dan zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan tubuh.
Akan tetapi pada remaja putri, gizi kurang umumnya terjadi karena keterbatasan
diet atau membatasi sendiri intake makannya. Kejadian gizi lebih remaja
disebabkan kebiasaan makan yang kurang baik sehingga jumlah masukan energi
(energy intake) berlebih, sedangkan kejadian anemia pada remaja karena intake

zat besi yang rendah. Remaja putri lebih beresiko terkena anemia selain karena
keterbatasan intake pangan hewani juga karena menstruasi dan meningkatnya
kebutuhan zat besi selama growth spurt (Nurhayati, 2005).
2.3 Gangguan Makan Pada Remaja
Kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku yang
berhubungan dengan makan dan makanan seperti tata krama, frekuensi makan
seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan terhadap makanan (suka atau
tidak suka), cara pemilihan bahan makanan yang hendak di makan (Suhardjo,
1989). Kebiasaan makan pada remaja menurut Bourne (1979) menyatakan remaja
mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan di luar rumah atau
sekolah, memilih makanan yang dianggap populer dan meningkatkan gengsi,
serta mempunyai kebiasaan makan tidak teratur (Nurhayati, 2005).
Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk
terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan
makan (eating disorder). Pada masa remaja banyak anak, khususnya remaja putri,
dengan berat badan normal tidak puas dengan bentuk dan berat badannya dan
ingin menjadi lebih kurus. Pada remaja putri ini pada umumnya ingin mempunyai
bentuk badan yang lebih langsing, ramping dan menarik. Untuk mencapai hal
tersebut mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang justru tidak mereka
sadari dapat membahayakan diri dan kesehatnnya. Agar tampak langsing dan
menarik mereka tidak mau makan pagi, mengurangi frekuensi makan bahkan
melakukan diet yang berlebihan (Gunawan, 1997).
Hal senada diungkapkan oleh Daniel dalam Arisman (2002) hampir 50 %
remaja terutama remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain
membuktikan masih banyak remaja sebesar 89% yang meyakini kalau sarapan
memang penting, namun yang sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri
malah melewatkan dua kali waktu makan, dan lebih memilih kudapan (Nurhayati,
2005).
Menurut American Psychiatric Association (2005) dalam sebuah artikelnya
yang berjudul Lets Talk Facts About Eating Disorders, dikatakan bahwa
penyimpangan perilaku makan adalah sebuah penyakit dimana si penderita
mengalami gangguan dalam perilaku makan mereka terkait pikiran dan emosinya.

Mereka yang mengalami penyimpangan perilaku makan biasanya sangat


memperhatikan makanan dan berat badannya. Penyimpangan perilaku makan
terjadi pada jutaan orang dalam waktu kapanpun, pada umumnya diderita oleh
wanita umur 12 sampai 35 tahun. Selain itu dikatakan juga penyimpangan
perilaku makan merupakan sebuah ganguan dalam makan yang berhubungan
dengan kesehatan fisik atau fungsi psikososial, atau keduanya, dimana keadaan
ini bukan merupakan dampak dari penyimpangan medis lainnya atau
penyimpangan psikologis (Fairburn dan Hill, 2005).
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-IV (DSMIV) ada tiga jenis penyimpangan perilaku makan yang memiliki kriteria dan ciri
khusus yaitu anoreksia nervosa, bulimia nervosa dan binge eating disorder.
Namun ada satu lagi kondisi dimana terlihat sangat mirip dengan ketiga jenis
penyimpangan perilaku makan diatas tapi secara keseluruhan tidak memenuhi
kriteria yang ada, penyimpangan ini kemudian dinamakan Eating Disorder Not
Other Spedified (EDNOS) (Sigman, 2003). Jenis penyimpangan itu dikategorikan
kedalam atypical eating disorder (Fairburn dan Hill, 2005).
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis
dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa (AN) dan
bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai
gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. AN
ditandai

dengan

keengganan

untuk

menetapkan

berat

badan

normal,

penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan


perilaku makan yang sangat terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan
dalam jumlah yang besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian mencoba
memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga
secara berlebihan (National Institute of Mental Health (NIMH), 2007).
Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara
global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua
juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk BN, dan 500,000 wanita
memenuhi kriteria diagnostik untuk Anoreksia nervosa (Academy for Eating
Disorder, 2006). Peningkatan ini berkaitan dengan kesadaran ekstrim tentang

berat badan dan tampilan fisik, kebanyakan dikalangan generasi muda


(Nurhayati, 2005).
Penelitian internasional tentang gangguan makan menunjukkan 1% dari
remaja wanita di Amerika Serikat menderita AN, sedangkan 4% menderita BN.
Sebanyak 1,2% anak sekolah di Cairo dan 3,2% anak sekolah di Iran menderita
BN (Edquist, 2009). Di Norway, sebanyak 2,6% mahasiswa perempuan dan 1,3
% mahasiswa Itali menderita AN (Makino et al., 2004)
Jika dibandingkan prevalensi di negara Barat dan di negara non-Barat,
prevalensi di negara non-Barat menunjukkan jumlah yang lebih rendah daripada
di negara Barat tetapi menunjukkan adanya peningkatan. Prevalensi di negara di
negara barat untuk untu AN ialah 0,15,7% pada subjek wanita, manakala untuk
BN ialah 02,1% pada laki-laki, dan 0,37,3% pada wanita. Prevelensi di
negara non-Barat untuk BN ialah 0,463,2% pada wanita. (Makino et al., 2004)
Di Indonesia, 1222% wanita berusia 1529 tahun menderita gangguan
keseimbangan energi kronis (IMT <18,5) (Atmarita, 2005). Apakah ini
disebabkan oleh gangguan makan atau hal lain belum dapat dijelaskan secara
rinci. Bagaimanapun, masih kurang penelitian tentang gangguan makan di
Indonesia sehingga prevelensinya tidak diketahui secara pasti (Isselbacher, 2002).
Akibat dari gangguan makan yang berkepanjangan, bisa terjadi hipotensi
kronis, bradikardi, hipotermia, pembengkakan kelenjar liur, anemia, dehidrasi,
alkalosis dan hipokloremia dapat dilihat. Ruptur lambung juga dapat terjadi.
Lebih dari 90% penderita AN mengalami amenorrea sekunder disebabkan oleh
malnutrisi kronis (Nurhayati, 2005).
2.4 Anoreksia Nervosa
AN Merupakan gangguan pola makan yang ditandai oleh rasa takut
menjadi gemuk, memiliki distorsi mengenai gambaran bentuk tubuh, usaha
mengurangi jumlah makanan secara radikal, dan memiliki bentuk tubuh yang
tidak normal (Wade, 2007)
2.4.1 Definisi Anoreksia Nervosa
Istilah anoreksia berasal dari bahasa Yunani, a kata depan untuk negasi
dan orexis nafsu makan sehingga anoreksia berarti hilangnya atau tidak adanya
nafsu makan. Atau bisa juga diartikan AN adalah sindrom klinis di mana

seseorang mengalami rasa takut yang tidak wajar terhadap kegemukan. Gangguan
makan ini di tandai dengan penolakan makanan yang mengakibatkan berat badan
berkurang sampai ke tingkat yang membahayakan (Neinstein LS, 2007).
Defenisi anorekasi nervosa menurut DSMIV adalah :
a. Menolak mempertahankan berat badan pada atau diatas berat badan
normal minimal menurut usia dan tinggi badan (misalnya,
menurunkan berat badan untuk mempertahankan berat badan kurang
dari 85% yang diharapkan; atau kegagalan untuk menaikan berat
badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan, menyebabkan
berat badan kurang dari 85% dari yang diharapkan).
b. Ketakutan yang kuat mengalami kenaikan berat badan atau menjadi
gemuk, walaupun sesungguhnya memiliki berat badan kurang
c. Gangguan dalam cara memandang berat atau bentuk badannya sendiri;
berat badan atau bentuk badan yang tidak pantas atas dasar
pemeriksaan sendiri, atau menyangkal keseriusan berat badannya yang
rendah.
d. Pada wanita pascamenarki, amenore yaitu tidak ada sekurangnya tiga
siklus menstruasi berturut-turut (seorang wanita dianggap mengalami
amenore jika periodenya timbul hanya setelah pemberian hormon,
misalnya, estrogen). (Benjamin, 2010).

2.4.2 Epidemiologi Anoreksia Nervosa


Anoreksia Nervosa sering terjadi pada usia 1418 tahun dan ada beberapa
orang yang mengalaminya pada umur-umur yang lebih muda. Menurut penelitian
pengidap gangguan ini 9095% diderita oleh remaja putri dan banyak ditemukan
pada golongan sosial-ekonomi menengah ke atas. (Neinstein LS, 2007).
Anoreksia nervosa telah di laporkan lebih sering terjadi selama beberapa
dekade belakangan ini di bandingkan di masa lalu, dengan meningkatnya laporan
gangguan pada anak perempuan pubertas dan pada laki laki. Usia yang tersering
untuk onset gangguan adalah pada awal 20 tahun. Anoreksia nervosa di
perkirakan terjadi pada kira kira 0.5 sampai 1% gadis remaja. Gangguan ini
terja(Benjamin, 2010).di 10 20 kali lebih sering pada wanita di bandingkan laki

laki. Prevalensi wanita muda yang memiliki beberapa gejala anoreksia nervosa
tetapi yang tidak memenuhi kriteria diagnostik diperkirakan adalah mendekati 5
%. Walaupun gangguan awalanya di laporkan paling sering terjadi pada kelompok
kelas yang tinggi, survey epidemiologi terakhir tidak menunjukan distribusi
tersebut. Gangguan ini paling sering pada Negara maju, dan ditemukan dengan
frekuensi tertinggi pada wanita muda yang profesinya memerlukan kekurusan
seperti model dan penari balet. Menurut Turnbull et al. (1996) kejadian tertinggi
AN terjadi pada wanita berusia 1019 tahun karena pada usia ini, mereka rentan
terhadap perubahan dan lebih terpapar dengan dunia luar (Benjamin, 2010).
2.4.3 Klasifikasi Anoreksia Nervosa
DSM-IV (Wardlaw & Hampl, 2007) mengkategorikan penderita anoreksia
nervosa menjadi 2 tipe, yaitu :
a. Restricting Type : Mereka yang selama mengalami anoreksia tidak
selalu melakukan binge eating atau perilaku memuntahkan makanan
(contoh: muntah yang dirangsang oleh dirinya sendiri atau
penyalahgunaan obat-obatan pencahar, diuretik atau enema)
b. Binge eating/purging type : Mereka yang selama mengalami
anoreksia selalu melakukan binge eating atau perilaku memuntahkan
makanan (contoh: muntah yang dirangsang oleh dirinya sendiri atau
penyalahgunaan obat-obatan pencahar, diuretik atau enema)
Varian AN perlu dibedakan antara AN primer dan sekunder dan antara
bentuk tipikal dengan atipikal. Hal ini perlu dilakukan karena berhubungan
dengan perbedaan pengobatan dan hasilnya.
a. AN primer dan tipikal
Menurut Russel kriteria AN primer dan tipikal meliputi : (1)
membiarkan diri kelaparan. (2) ketakutan akan hilangnya control
makan sehingga menjadi gemuk, meskipun kenyataannnya kurus dan
ringan, dan (3) terjadinya amenore pada wanita dan kehilangan gairah
seksual pada pria. Sedangkan The Phipps Psychiatric Service of the
Johns

Hopkins

Psychiaatric

Hospital menggunakan

Associations

Statistical (DSM III) yaitu:

third

Edition

criteria the
of

American

Diagnostic

and

10

1) Ketakutan menjadi gemuk yang berlebihan sehingga tejadi


penurunan berat badan secara drastis
2) Gangguan akan penampila tubuh (misalnya merasa
kegemukan sehingga berusaha tidak makan)
3) Penurunan berat badan sedikitnya 25% dari berat badan
semula atau bila berumur dibawah 18 tahun penurunan
berat badan semula dikombinasikan dengan berat badan
berdasarkan table pertumbuhan menurun 25%
4) Pada usia lanjut terjadi penolakan untuk mempertahankan
berat badan di atas nilai normal
5) Tidak mengalami penyakit fisik lain yang diketahui juga
dapat menurunkan berat badan
Kriteria tersebut diatas penting dan memiliki psikopatologi yang
sama walaupun bersifat lebih kuantitatif. Suatu proposal telahdibuat
untuk merevisi kriteria diatas dimana bukan penurunan 25 % dari
berat badan yang penting, akan tetapi penolakan untuk memelihara
berat

badan

yang

normal.

Criteria

yang

dikehendaki

juga

menambahkan suatu syarat yaitu minimal 3 bulan amenore (meskipun


tidak berlaku untuk laki-laki) (Neinstein LS, 2007).
Diagnosis AN sebaiknya dipertimbangkan bila setiap anak remaja
yang mulai diet berkepanjangan sampai berat badan dibawah normal,
khususnya bila terdapat pemikiran untuk menghindari makanan
karena rasa rakut akan gemuk dan distorsi persepsi yang berlebihan
akan bentuk/ukuran tubuh meskipun sindrom ini sering ditemukan
pada remaja perempuan, namun perlu juga dipertimbangkan pada
remaja pria apabila dijumpai gejala yang sama. Pada decade terakhir
ini terjadi peningkatan usaha merampingkan tubuh melalui latihan dan
pembatasan makanan baik pada pria maupun wanita (Neinstein LS,
2007).
b. AN sekunder dan tipikal
Istilah AN sekunder digunakan untuk kondisi dimana penurunan
berat badan diketahui sebagai akibat kelainan medis atau ganguan
psikiatri. Implikasi dari diagnosis ini adalah pendekatan terapi
terhadap penyakit yang mendasari bukan anoreksianya saja.sebagai

11

contohterapi penyakit depresi dengan obat anti depressan sehingga


dapat memperbaiki penurunan berat badan penderita (Neinstein LS,
2007).
Kelainan medis yang dapat menimbulkan penurunan berat badan
adalah penyakit system saraf (terutama tumor hipotalamus), penyakit
endokrin (tiroid, adrenal,pituitary), malabsorpsi, dan diabetes melitus)
sedangkan kelainan psikiatri adalah depresi, keadaan depresi, keadaan
obsesif (globus hystericus), penyalah gunaan obat stimulandan
schizophrenia (Neinstein LS, 2007).
2.4.4 Etiologi Anoreksia Nervosa
Etiologi AN belum diketahui secara pasti, tetapi kemungkinan
melibatkan kombinasi psikologis, biologis dan faktor risiko kultural. Faktor risiko
seperti penderaan seksual atau fisik, dan riwayat keluarga yang mengalami
gangguan mood, adalah salah satu faktor risiko nonspesifik yang meningkatkan
kecenderungan kepada gangguan psikiatris, termasuklah AN (Walsh, 2008).
Perpaduan berbagai faktor predisposisi ini menyebabkan AN lebih tepat
disebut suatu sindrom daripada suatu penyakit tertentu. Selanjutnya dibutuhkan
pendekatan biopsikososial untuk mengevaluasi dan mengobati penderita AN
(Benjamin, 2010).
a. Faktor biologis dan genetik
Disfungsi hypothalamus diketahui sebagai predisposisi timbulnya
AN pada remaja. Disamping itu kasus AN dilaporkan lebih tinggi pada
remaja kembar monozygot (5060%) dibandingkan kembar dizigot.
Riwayat keluarga yang mempunyai penderita AN juga mempunyai
resiko lebih tinggi terkena AN (Basant, 2011).
Kelaparan menyebabkan banyak perubahan biokimia, beberapa
diantaranya juga ditemukan pada depresi, seperti hiperkortisolemia dan
nonsupresi oleh deksametason. Terjadi penekanan fungsi tiroid,
amenore, yang mencerminkan penurunan kadar hormonal. Kelainan
tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian makanan kembali
(Bernstein. 2008)
Para ilmuwan menduga bahwa terdapat ketidaknormalan dalam
mekanisme otak yang mengatur rasa lapar dan kenyang pada penderita

12

anoreksia nervosa kemungkinan terbesar berkaitan dengan serotonin


kimiawi otak (Basant, 2011).
b. Faktor intrapersonal
Remaja yang mengalami tingkat kecemasan yang tinggi. Mereka
cenderung introvert, obsesif dan perfeksionis. Bahkan banyak remaja
yang memiliki gangguan afektif seperti depresi (Basant, 2011).
c. Faktor sosial
Penderita menemukan dukungan untuk tindakan mereka dalam
masyarakat yang menekankan kekurusan dan latihan. Tidak berkumpul
dengan keluarga adalah spesifik pada anoreksia nervosa. Pasien dengan
anoreksia nervosa kemungkinan memiliki riwayat keluarga depresi,
ketergantungan alcohol, atau suatu gangguan makan (Bernstein. 2008).

d. Faktor psikologis dan psikodinamis


Anoreksia nervosa tampaknya merupakan suatu reaksi terhadap
kebutuhan pada remaja untuk menjadi lebih mandiri dan meningkatkan
fungsi social dan seksual. Biasanya mereka tidak mempunyai rasa
otonomi dan kemandirian, biasanya tumbuh di bawah kendali orang tua.
Kelaparan yang diciptakan sendiri (self starvation) mungkin merupakan
usaha untuk meraih pengakuan sebgai orang yang unik dan khusus.
Hanya memalui tindakan disiplin diri yang tidak lazim pasien anoreksia
dapat mengembangkan rasa otonomi dan kemandirianm (Bernstein.
2008).
e. Faktor Keluarga
Pada umumnya seorang remaja akan tumbuh dan berkembang
menjadi individu yang bebas dan mandiri sebagai persiapan untuk
terlepas dari keluarga. Namun pada keluarga yang mengalami
disharmoni proses ini terhambat. Dilaporkan bahwa ciri-ciri keluarga
yang mempunyai resiko AN pada remaja adalah keluarga yang
overprotektif, kaku dengan penuh konflik. Ibu yang mengontrol dan
ayah yang jauh dari figure idola adalah faktor resiko timbulnya AN
pada remaja dalam keluarga tersebut (Basant K, 2011).

13

f. Faktor Sosial-Budaya
Kasus AN meningkat

pada

kelompok

masyarakat

yang

mempercayai bahwa tubuh yang ramping lebih menarik, mempunyai


rasa percaya diri lebih tinggi dan sukses dalam berkariri, sehingga para
remaja berlomba-lomba untuk memiliki tubuh yang ramping. Puncak
kejadian AN adalah pada remaja awal dan memulai untuk hidup
mandiri yang terkadang menyebabkan timbulnya konflik dalam
keluarga. Pada sub populasi tertentu kasus AN pada remaja juga
meningkat, yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu pertama kelompok
remaja dengan kegiatan ekstrakurikuler yang menuntut pengendalian
berat badan seperti tari balet dan kelompok kedua pada remaja yang
menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus (Basant K, 2011).
2.4.5 Faktor Risiko Anoreksia Nervosa

Anoreksia lebih banyak terjadi pada wanita meskipun baik laki-laki


maupun wanita dapat juga mengalami anoreksia. Faktor risio untuk terjadinya AN
diantaranya : (David A, 2003)
a. Anoreksia lebih umum terjadi pada mereka yang berusia remaja.
b. Genetik. Para ahli menemukan area pada kromosom 1 menunjukkan
hubungan peningkatan risiko anoreksia nervosa. Sebagai tambahan,
anoreksia nervosa menurun pada keluarga.
c. Mereka yang mengalami kenaikan berat badan akan merasa rendah diri.
Perubahan berat badan ini akan memicu seseorang untuk memulai diet
yang ekstrim.
d. Masa transisi. Ketika baru pindah sekolah, rumah atau pekerjaan,
putusnya hubungan, atau kematian atau sakit yang diderita oleh mereka
yang dicintai, perubahan tersebut dapat membawa tekanan emosional
dan meningkatkan risiko anoreksia nervosa.
e. Olahraga, pekerjaan dan aktivitas seni. Beberapa bidang pekerjaan,
olahraga dan seni yang menuntut tubuh kurus dapat meningkatkan
risiko anoreksia bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya.
f. Media yang secara rutin menunjukkan gambar model dan aktor yang
kurus dapat membuat penggemarnya ingin memiliki tubuh seperti

14

mereka dan menempatkan risiko anoreksia terhadap mereka yang ingin


seperti model dan aktor tersebut.
2.4.6 Manifestasi Klinis Anoreksia Nervosa

Sindrom anoreksia nervosa diasanya dimulai sebelum atau segera setelah


pubertas, tetapi banyak juga yang timbul kemudian (biasanya pada pertengahan
usia dua puluh tahunan). Banyak pasien yang kelebihan berat badan dimasa anakanak. Tanpa mempertimbangkan penurunan berat badan hebat, pasien menyangkal
merasa lapar, kurus atau lelah. Mereka sering kali aktif secara fisis, dan dan olah
secara rutin. Segera setelah makan sering diikuti dengan senam atau olahraga lain
seperti berlari. Apabila mereka terpaksa makan lebih banyak dari biasanya, maka
muntah diinduksi sesegera mungkin, seringkali dilakukan ketika berada dalam
kamar kecil umum (Isselbacher, 2002).
Manifestasi klinis yang khas ditunjukkan oleh pendertia anoreksia nervosa
diantaranya : (Betz.2009).
a. Penurunan berat badan mendadak, tanpa penyebab yang jelas
b. Tampilan kurus kering, hilangnya lemak subkutan
c. Perubahan kebiasaan makan, waktu makan yang tidak lazim
d. Latihan dan aktivitas fisik berlebihan
e. Amenorea
f. Denyut nadi rendah
g. Kulit kering, bersisik
h. Lanugo pada ekstremitas, punggung dan wajah
i. Kulit berubah kekuningan
j. Sangat sensitif terhadap temperatur dingin
k. Gangguan tidur
l. Konstipasi atau diare kronis, nyeri abdomen, kembung
m. Erosi esofagus (akibat seringnya muntah)
n. Depresi dalam perasaan
o. Fokus yang berlebihan pada pencapaian hasil yang tinggi (menjadi
stres bila penampilan tidak di atas rata-rata
p. Perhatian berlebihan terhadap makanan, makan, dan penampilan
tubuh
q. Erosi email dan dentin gigi pada permukaan sisi lingual (efek lanjut
akibat seringnya muntah).
Dalam kasus lanjutan, ada bradikardia, hipotermia, dan hipotensi. Lemak

tubuh tidak terdeteksi dan tulang-tulang menonjol pada kulit (Isselbacher, 2002).
Yang menarik, jaringaan payudara seringkali tetap ada. Kulit mungkin
kering dan bersisik, seringkali berwarna kuning karena karotenemia (terutma pada

15

telapak tangan). Rambut tubuh seringkali meningkat, biasanya seperti lanugo


(rambut halus dan tipis), tetapi dapat terjadi hirsutisme yang jelas kelenjar parotis
mungkin membesar seperti pada bentuk kelaparan lainnya. Prolaps katup mitral
disebabkan oleh ketidaksesuaian volume katup-ventrikularis, sekunder terhadap
terhadap penurunan volume vntrikuler kiri yang diinduksi oleh kelaparan. Edema
tanpa adanya hipoalbuminemia dianggap disebabkan oleh kegagalan volume
cairan ekstraseluler untuk berkurang secara proporsional dengan masa tubuh
selama penurunan berat badan. Karena edema tungkai dan pembesaran parotis,
yang memberikan bentuk penuh (bulat) pada wajah, keadaan sebenarnya dari
kekurusan mungkin tertutup jika pasien berpakaian lengkap (Isselbacher, 2002).
Abnormalitas laboratorium mencakup anemia dan leukopenia (dengan
hiperselularitas dari sumsum tulan), hipokalemia, dan hipoalbuminemia. Kadar karoten serum cenderung meningkat. Nitrogen wurea darah mungkin setinggi 21
samapi 25 mmol/L 960 sampai 70mg/dL. Kemampuan mengkonsentrasi dari
ginjal terganggu, kemungkinan disebabkan oleh penumpulan respn terhadap
vasopresin). Pelepasan vasopresin sebagai respon terhadap rangsangan osmotik
juga abnormal. Kolesterol plasma kadang-kadang tinggi, tetapi kadar trigliserid
idak meningkat meskipun aktivitas hepatik dan lipoprotein lipase adalah rendah.
Toleransi glukosa adalah abnormal seperti dalam bentuk kelaparan lainnya
(Isselbacher, 2002).
Abnormalitas lainnya termasuk kadar IgG, IgM dan berbagai komplemen
protein yang rendah. Meskipun ada gambaran tersebut, fungsi imun tetap baik,
dan infeksi serius jarang terjadi. Besi plasma dan seruplasmin adalah normal,
tetapi kapasitas peningkatan besi menurun. Seng (Zn) dan tembaga menurun,
tetapi konsentrasi dari logam-logam ini adalah normal pada rambut. Amilase
serum mungkin meningkat tanpa adanya pankreatitis (Isselbacher, 2002).
Kadar basal dari hormon luteinisasi (LH) dan hormon pemacu folikel
(FSH) adalah rendah jika penurunan berat badan adalah berat, dan respon LH
terhadap LHRH (lutenizing hormone-releasing-hormone) tertanggu. Respon FSH
terhadap LHRH adalah normal, meskipun waktu samapi peningkatan puncak
mengalami keterlambatan. Penelitian pola sirkadian 24 jam dari sekresi LH
meperlihatkann regresi dari tahap matang dari pla khas prapubertas atau gadis
pubertas din, yaitu tidak ada pelepasan LH episodik atau terjadi hanya pada

16

selama tidur. Temuan ini kemungkinan menyebabkan, sekurang-kurannya sebagai,


amenore. Menstruasi kembali dengan bertambahnya berat badan, meskipu berat
badan yang dibutuhkan untuk kembalinya menstruasi mungkin lebih tinggi
(sekitar 10 persen) daripada yang dibutuhkan untuk induksi dalam subjek dengan
anoreksianervosa dengan terapi jangka lama menggunakan agonis LHRH,
menunjukkan bahwa pelepasan gonadotropin terganggu karena disfungsi
hipolamaik. Kadar prolaktin adalah normal. Kadar estradiol plasma adalah
normal, tetapi testosteron plasma dalam kisaran perempuan normal. Kadar
testosteron adalah rendah pada laki-laki dengan anoreksia nervosa (Isselbacher,
2002).
Hormon pertumbuhan (GH) dalam keadaan basal munkin normal atau
meningkat. Terjadi peningkatan GH setelah injeksi hormon pelepas tirotropin
(TRH), seperti pada keadaan lain dengan peningkatan kadar basal dari GH, seperti
misalnnya akromegali, urnia, dan malnutrisi kalori-protein. Konsentrasi faktor
pertumbuhan I ang mirip insulin (somatodien C) adalah rendah dan dapat
menyebabkan peningkatan hormon pertumbuhan melaluipenghilangan umpan
balik negatif. Kadar kortisol plasma adalah tinggi, ini dsebabkan oleh
meningkatnya

sekresi

hormon

pelepas

kortikotropin

dari

hipotalamus.

Mekanisme umpan balik negatif negatif kortisol dalam hipotalamus, dipercaya


terganggu. Tes penekanan deksametason mungkin abnormal. Konsentrasi
norepinefrin dalam plasma terekan. (Isselbacher, 2002) (Isselbacher, 2002).
Kadar tiroksin (T4) berada dalam kisaran normal, T4 bebas normal.
Konsentrasi triiodotironin (T3) berkurang, sengakan kadar reverse T3

(rT3)

meningkat. Kadar basal dari hormon pemacu tiroid (TSH) bisanya norml dan
respons TSH teradap TRH adalah utuh. Defek primer dalam metabolisma hormon
tiroid adalah menurunnya aktivitas dari 5-deiodinae yang kengkonversi T4 ke T3
dan rT3 ke diiodotironin dalam jaringan nontiroid. Perubahan-perubahan ini
adalah khas dari kelaparandan penyakit wasting dan tidak spesifik untuk anoreksia
nervosa (Isselbacher, 2002).
Kepadatan tulang menurun pada perempuan dengan anoreksia nervosa.
Mekanisme yang dianggap berperan adalah defiiensi estrogen. Mekanisme yang
dianggap berperan adalah defisiensi estrogen. Kelebihan kortisol mungkin juga
ikut menyababkan (Isselbacher, 2002).

17

Gambar 1. Manifestasi klinis pada penderita anoreksia nervosa


(Sumber: Basant, 2011)

2.4.7 Tingkah Laku Makan Penderita Anoreksia Nervosa


Perubahan yang mencolok terjadi adalah tingkah laku makan dimana
penderita membatasi asupan makanan secara berlebihan terutama makanan yang
berkalori tinggi. Makanan dipotong menjadi beberapa bagian dan dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menarik dengan bumbu yang berlebihan atau
campuran yang tidak wajar. Beberapa dari penderita menggunakan minuman
keras untuk membatasi rasa takut akan kegemukan dan berusaha untuk menjadi
kurus. (Berhman, 1999).

2.4.8 Distorsi Penampilan Tubuh Penderita Anoreksia Nervosa


Suatu gambaran

yang

khas

dari

penderita AN

adalah

adanya

penyimpangan/distorsi tentang persepsi penampilan tubuh yaitu estimasi yang

18

berlebihan tentang ukuran tubuh. Sejumlah cara telah dibuatuntuk menguji gejala
ini. slade dan Russel menggunakan seperangkat lampu cahaya yang dapat
bergerak dalam suatu ruangan gelap penderita menunjukan bahwa lebar muka,
punggung, pinggang dan pingul telah dicapai sesuai keinginan. Garfinkel dan
kelompoknya menggunakan lensa-lensa distorsi dan membiarkan penderita untuk
mengidentifikasi ukuran yng di rasakan. Penderita AN mengestimasikan ukuran
tubuhnya secara berlebihan hingga 20% sampai 80% diatas ukuran sebenarnya.
Dengan menggunakan On DrawA Person Testing penderita AN menggambarkan
bahwa dirinya lebih besar dari yang sesungguhnya, tetapi bila diminta untuk
menggambarkan dirinya seperti apa yang dilihat dokter memberikan respon
dengan perhatian yang sedikit (Neinstein LS, 2007).
2.4.9 Diagnosis Anoreksia Nervosa
AN mempunyai ciri khas gangguan makan atau mengurangi berat badan
dengan sengaja, dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita.
a. Kriteria American Psychiatry Association (APA, 2004) melalui DSM-IV
Diagnosa AN adalah berdasarkan karakteristik perilaku, psikologis dan
fisiknya. Kriteria diagnostik DSM-IV ini termasuk :
1) Ketakutan berlebihan untuk meningkatkan

berat badan atau

menjadi gemuk
2) Keengganan untuk menetapkan berat badan pada atau di atas berat
normal yang minimal sesuai umur dan ketinggian tubuhnya
3) Distorsi pandangan tubuh (merasakan dirinya terlalu gemuk
walaupun dirinya telah underweight)
4) Tidak mengalami menstruasi (amenorrea) selama sekurangkurangnya 3 siklus berturut-turut.

b. Kriteria menurut PPDGJ-III


Untuk suatu diagnosis yang pasti dibutuhkan semua hal seperti di bawah
ini, yaitu: (Rusdi, 2001).

19

1)

Berat badan tetap dipertahankan 15% di bawah yang seharusnya


( baik yang berkurang maupun yang tidak tercapai) atau Quetelets
body mass index adalah 17,5% atau kurang.

2)

Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindari


makanan yang mengandung lemak dan salah satu hal di bawah ini :
1.

Merangsang muntah oleh dirinya sendiri

2.

Menggunakan pencahar

3.

Olah raga berlebihan

4.

Menggunakan obat penahan nafsu makan dan atau


diuretika.

5.

Terdapat distorsi body image dalam psikopatologi yang


spesifik dimana ketakutan gemuk
menyerang

penderita,

penilaian

terus menerus
yang

berlebihan

terhadap berat badan yang rendah.


6.

Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan


hypothalamic-piyuitary-gonadal

aksis,

dengan

manifestasi pada wanita sebagai amenore dan pada pria


suatu kehilangan minat dan potensi seksual. Juga dapat
terjadi

kenaikan

hormon

pertumbuhan,

kortisol,

perubahan metabolisme peripheral dari hormone tiroid,


dan sekresi insulin abnormal.
7.

Jika

onset

terjadinya

pada

masa

prubertas,

perkembangan prubertas tertunda atau dapat juga


tertahan.

Pada

penyembuhan,

prubertas

kembali

normal, tetapi menarche terlambat (Rusdi, 2001).

c. Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada tes laboratorium tunggal yang mutlak mambantu menegakan
diagnosa anoreksia nervosa. Urutan uji saring laboratorium adalah

20

diperlukan pada orang yang memenuhi criteria anoreksia nervosa. Tes


tersebut dapat berupa elektrolit serum dan tes fungsi ginjal, tes glukosa,
EKG, kadar kolesterol, test supresi deksametason, dan kadar karoten.
Klinisi mungkin menemukan penurunan hormon tiroid, penurunan glukosa
serum,

nonsupresi

kortisol

setelah

deksametason,

hipokalemia,

peningkatan nitrogen urea darah, dan hiperkolesterolemia.


2.4.10 Komplikasi Anoreksia Nervosa
Komplikasi pada penderita anoreksia nervosa juga dapat menyerang
sistim organ utama dalam tubuh. Sekitar 3%10% penderita anoreksia nervosa
biasanyameninggal karena penyakit bunuh diri, penyakit jantung dan penyakit
infeksi. Anoreksia juga dapat memperburuk efek dari diabetes pada penderitanya,
terutama bila menyuntikan insulin hanya sedikit dengan tujuan meningkatkan
jumlah glukosa yang keluar dari urin. (Wardlaw&Hampl, 2007).
Komplikasi lain akibat AN diantaranya :
a. Kurangnya vitamin,
mineral, dan anemia.
b. Denyut jantung tidak
c.
d.
e.
f.

teratur.
Gangguan tiroid.
Gagal ginjall.
Hipotermia
Hipotensi

g.
h.
i.
j.
k.
l.

Edema dependen
Lanugo
Infertilasi
Osteoporosis
Gagal jantung
Kematian (paling lazim
disebakan oleh kelaparan,
dan bunuh diri).

Sebagai tambahan menurut jurnal yang dikeluarkan oleh National


Institute of Mental Health (NIMH) pada tahun 2007, para penderita anoreksia
nervosa memiliki angka kematian sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan
mereka yang tidak mengalamai kelainan ini. Komplikasi umum yang mengarah ke
kematian padapenderita anoreksia adalah terjadinya perdarahan pada paru-paru
serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Ditambahkan oleh Grosvenor dan
Smolin (2002) ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dehidrasi, abnormalitas
jantung, dan edema disabkan karena adanya penurunan cadangan lemak di dalam
tubuh. National Institute of Mental Health (2006) menyebutkan angka mortalitas
diantara orang yang mengalami anoreksia diperkirakan sebesar 0,56% per tahun
atau kira-kira 5,6% per dekade. Angka ini 12 kali lebih tinggi daripada angka

21

mortalitas tahunan untuk semua penyebab kematian pada wanita usia 1524
tahun di populasi umum.
2.4.11 Diagnosis Banding Anoreksia Nervosa
Diagnosis banding anoreksia nervosa

adalah

dipersulit

oleh

penyangkalan pasien tentang gejalanya, kerahasiaan di sekitar ritual makan pasien


yang aneh dan penolakan pasien untuk mencari pengobatan. Diagnosis banding
untuk anoreksia nervosa diantaranya: (Benjamin, 2010).
a. Anoreksia nervosa harus dibedakan dengan dengan kekurusan pada
umumnya, terlalu kurus, tetapi penurunan berat badannya kurang dari 15%
berat badan normal. Pemikiran sekarang diperkirakan, bahwa anoreksia
nervosa adalah gangguan yang khusus, dan tidak mencerminkan
penurunan berat badan yang berlanjut.
b. Gangguan

organik,

seperti

tumor

otak

yang

melibatkan

hypothalamus-pituitary, penyakit Addison, Diabetes

Mellitus,

jaras
dan

gangguan gastrointestinal.
c. Gangguan psikologi, pada umumnya pasien depresi mengalami suatu
penurunan nafsu makan, sedangkan pada anoreksia nervosa mengaku
memiliki nafsu makan yang normal dan merasa lapar. Pada agitasi
depresif, hiperaktifitas yang ditemukan pada anoreksia nervosa adalah
direncanakan dan merupakan ritual. Preokupasi dengan makanan yang
mengandung kalori, resep makanan dan persiapan

pesta pencicipan

makanan adalah tipikal pada pasien anoreksia nervosa dan tidak ditemukan
pada penderita gangguan depresif. Dan pada pasien dengan gangguan
depresif tidak memiliki ketakutan yang kuat akan kegemukan atau
gangguan citra tubuh, seperti yang dimiliki oleh pasien anoreksia nervosa.
d. Fluktuasi berat badan, muntah dan penanganan makanan yang aneh dapat
terjadi pada gangguan somatisasi. Pada umumnya, penurunan berat badan
pada gangguan somatisasi tidak menunjukan ketakutan morbid akan
menjadi kegemukan seperti yang sering di temukan pada pasien dengan
gangguan somatisasi tidak menunjukan ketakutan morbid akan menjadi
kegemukan, seperti yang sering di temukan pada pasien dengan anoreksia
nervosa.

22

e. Anoreksia nervosa harus di bedakan dari bulimia nervosa, suatu gangguan


dimana pesta makan episodic, di ikuti oleh mood depresif, pikiran
menyalahkan diri sendiri, dan sering kali muntah yang di induksi diri
sendiri terjadi saat pasien mempertahankan berat badannya dalam rentang
normal selain itu pada bulimia nervosa pasien jarang mengalami
penurunan berat badan 15 %.
2.4.12 Penatalaksanaan Anoreksia Nervosa
Terapi yang menyeluruh dibutuhkan untuk menangani kasus anoreksia
nervosa, termasuk didalamnya hospitalisasi jika dibutuhkan dan psikoterapi
terhadap individu dan keluarganya.
a. Hospitalisasi
Pertimbangan utama dalam penanganan anoreksia nervosa adalah
mengembalikan keadaan gizi pasien, sebab dehidrasi, kelaparan dan
gangguan keseimbangan elektrolit dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius. Bahkan pada beberapa kasus, kematian, keputusan untuk
menghospitalisasi pasien didasarkan pada kondisi medis umum pasien dan
menjamin kerja sama pasien. (Benjamin, 2010). Indikasi rawat inap pada
penderita AN mencakup hal-hal berikut ini :
1) Berat badan pasien 70 % berat badan ideal.
2) Gagasan bunuh diri yang menetap.
3) Keperluan menghentikan obat pencahar, pil diet atau
diuretik
4) Kegagalan pengobatan rawat jalan.
Modifikasi perilaku untuk usaha peningkatan berat badan yang
dapat dilakukan ketika rawat inap, seperti :
1) Tirah baring dengan pengawasan konsumsi makanan
sebagai langkah awal untuk setiap pasien. Frekuensi
pemberian makan 56 kali, dengan kalori 1500 2000
kalori

yang

ditingkatkan

diberikan makanan

secara

bertahap,

biasanya

yang sama selama sehari sehingga

pasien tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang


besar sekali makan.
2) Keinginan untuk menaikan berat badan harus disesuaikan
dengan pendidikan pasien

23

3) Setiap pagi pasien harus ditimbang setiap pagi, setelah


mengosongkan kandung kemihnya dan sebelum sarapan
4) Mengkuatkan

kembali

keinginan

pasien

untuk

meningkatkan berat badannya.


5) Jika pasien tidak lagi tirah baring, pasien harus diawasi
selama 2 jam setelah makan. Hal ini dilakukan agar pasien
tidak memuntahkan makanannya.
6) Pemberian makan secara paksa dilakukan jika pasien
mengalami penurunan berat badan yang drastic, dan
membahayakan jiwa pasien (Benjamin, 2010).
b. Penatalaksanaan rawat jalan
Penderita AN dapat menjalani rawat jalan apabila penurunan BB
tidak drastis dan tidak ada kepribadian yang abnormal, (Benjamin, 2010).
Beberapa cara yang dapat membantu penatalaksanaan penderita
AN yang menjalanirawat jalan adalah sebagai berikut:
1) Penderita diminta untuk menyimpan catatan penting tentang
apa, dimana dan kapan penderita makan, tanggapan
emosional, dan kejadian-kejadian penting lainnya.
2) Harus dibina hubungan kerjasama antara penyaji dan
penderita.
3) Penekanan tentang rehabilitasi nutrisi secara simultan.
c. Psikoterapi
Mayoritas pasien anoreksia nervosa membutuhkan intervensi yang
berlanjut setelah keluar dari rumah sakit. Bahkan dalam kasus yang kurang
parah. Hospitalisasi bahkan tidak dibutuhkan karena kebanyakan pasien
mengalami gangguan pada masa remaja tetapi keluarga adalah bagian dari
rencana terapi. Meskipun psikodinamik terapi tidak dibutuhkan pada
tingkatan awal terapi, terutama jika pasien anoreksia nervosa dalam
kelaparan (Benjamin, 2010).
Konseling gizi juga membantu untuk menetapkan berat badan sehat
dan memperlengkapkan pasien dan keluarga tentang diet sehat dan risiko

24

jangka pendek dan jangka panjang akibat gangguan makan (Abraham dan
Stafford, 2004).
Keterlibatan keluarga dalam penatalaksanaan AN pada remaja telah
menjadi komponen standar, walaupun pengobatan utamanya lebih kepada
mengembalikan nutrisi di rumah sakit dan psikoterapi individu atau
konseling. Walaupun sebagian besar pasien dengan AN perlu dirawat inap,
peran keluarga juga memainkan peranan penting dalam pengobatan yang
efektif (Eisler, et al., 2005).
d. Terapi biologis
Pebatalaksanaan melalui pemberian obat-obatan terbukti dapat
menurunkan angka mortalitas penderita AN, obat-obatan tersebut
diantaranya: (Benjamin, 2010).
1)
Cyproheptadine hydrochloride, merupakan antagonis antihistamine
dan serotonin, telah terbukti efektif sebagai stimulus untuk pasien
anoreksia nervosa yang mempunyai sedikit efek samping. Dosis
harian adalah 8mg peroral dan dinaikan 32mg/hari pada akhir
2)

minggu kedua.
Amitrypline, dimulai dengan dosis 50 mg/hari dan dinaikan
perlahan-lahan sampai 150 mg/hari. Obat ini terbukti bermanfaat
untuk pasien anoreksia nervosa, biasanya pasien mengalami
panaikan berat badan, biasanya digunakan untuk pasien dengan

3)

4)

gangguan depresi.
Alprazolam, 0,25mg, setiap 1 jam sebelum makan, diperuntukan
untuk pasien yang mengalami anxietas yang berat.
Olanzapin, pengobatan dengan olanzapin ternyata meningkatkan
berat badan dan selera makan pada pasien AN, dan mengubah
persepsi diri tentang gambaran tubuhnya. Mereka akan memikirkan
bahwa mereka lebih normal dan matang (Jensen dan Mejlhede,
2000).

2.4.13 Prognosis Anoreksia Nervosa


Pada umumnya prognosis adalah tidak baik. Pada mereka yang telah
mencapai berat badan ideal kembali, preokupasi dengan makanan dan berat badan
sering kali terus terjadi, hubungan sosial sering kali buruk, dan banyak pasien
mengalami depresi. Namun respon jangka pendek pasien terhadap hampir semua
program pengobatan rumh sakit adalah baik. Indikator suatu hasil yang baik

25

adalah pengakuan rasa lapar, sedikit penyangkalan, kurangnya imaturitas, dan


peningkatan harga diri (Benjamin, 2010).
Mortalitas merupakan risiko pada pasien dengan AN, disebabkan oleh
percobaan bunuh diri atau komplikasi dari gangguan makan yang kronis. Risiko
mortalitas telah menurun sepanjang 25 tahun ini dengan pengobatan dan
identifikasi dini AN. Kira-kira 25% tetap simptomatik. Proses penyembuhan
berlangsung lama, bisa 2 tahun dari onset AN (Abraham dan Stafford, 2004).
Terdapat juga pasien dengan AN beralih kepada jenis gangguan makan
lain, seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder, menunjukkan terdapat
hubungan antara gangguan makan tersebut (NCCMH, 2004).
Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi yang
berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba untuk
membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu ditekankan bahawa
gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku makan, tetapi juga mendatangkan
akibat pada fisik, psikologis dan aspek sosial pasien (Tsuboi, 2005).

2.4.14 Pencegahan Anoreksia Nervosa


Tidak ada cara yang efektif untuk mencegah AN, namun ada beberapa
cara yang mungkin berguna untuk mencegah AN. Cara-cara tersebut diantaranya
adalah penyebar luasan informasi tentang tanda-tanda dan gejala AN secara dini
dan melakukan penanganan secara dini pula; mengubah persepsi masyarakat
bahwa tubuh yang langsing bukan satu-satunya daya tarik seseorang dan cermin
kesuksesan berkarir; dan pendidikan yang memadai tentang nutrisi serta
penjelasan mengenai AN pada sekolah-sekolah menengah. Kemudian sangat
diperlukan kewaspadaan orang tua, guru atau yang lain terhadap anak remaja yang
mulai berdiet (Benjamin, 2010).
2.5 Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa (BN) ditandai dengan episode berulang makan berlebihan
(binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori. Muntah yang
dilakukan secara sengaja, dan

beraktifitas

secara berlebihan, serta

penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga bisa terjadi


(NCCMH, 2004).
2.5.1 Definisi Bulimia Nervosa

26

Bulimia berasal dari bahasa Yunani bous yang artinya sapi, dan
limos yang artinya rasa lapar. Gambaran dari istilah tersebut adalah
makan yang terus menerus, seperti sapi yang memamah biak. BN adalah
gangguan makan yang melibatkan episode berulang-ulang dari tindakan
makan berlebihan (binge) tak terkontrol yang diikuti dengan tindakan
kompensatoris untuk mengenyahkan makanan itu (Neinstein, 2007).
Menurut DSM-IV-TR, BN didefinisikan sebagai makan berlebihan
dikombinasi dengan kebiasaan yang tidak tepat untuk menghentikan
penambahan berat badan. Penyelaan sosial atau gangguan fisik yaitu, nyeri
abdomen atau mual menghentikan makan berlebihan, yang sering kali
diikuti oleh rasa bersalah, depresi, atau muak terhadap diri sendiri. Tidak
seperti pasien AN, pasien dengan bulimia nervosa dapat mempertahankan
berat badan yang normal (Benjamin, 2010).
DSM-IV mengklasifikasikan BN kepada dua bentuk yaitu purging
dan non-purging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan
kembali makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar,
diuretik

atau

enema.

Pada

tipe

non-purging,

individu

tersebut

menggunakan cara lain selain cara yang digunakan pada tipe purging,
seperti berpuasa atau beriadah secara berlebihan (APA, 1994).
2.5.2 Epidemiologi Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa lebih sering daripada anoreksia nervosa. Perkiraan
bulimia nervosa berkisar dari 1 hingga 3 persen pada perempuan muda. Seperti
anoreksia nervosa, bulimia nervosa secara signifikan lebih lazim pada perempuan
dibandingkan laki-laki, tetapi awitannya lebih sering terjadi pada masa remaja
yang lebih akhir dibandingkan dengan awitan anoreksia nervosa. Menurut DSMIV-TR, angka kejadian pada laki-laki adalah sepersepuluh angka kejadian pada
perempuan. Awitan bahkan dapat terjadi pada masa dewasa awal. Gejala bulimia
nervosa yang kadang-kadang terjadi, seperti episode terpisah makan berlebihan
dan mengeluarkan kembali, dilaporkan pada hampir 20 persen mahasiswi
perempuan. Bulimia nervosa sering terdapat pada perempuan berberat badan
normal, tetapi kadang-kadang pasien memiliki riwayat obesitas. Di negara
industri, prevalensinya kira-kira 1 persen populasi umum. (Benjamin, 2010).

27

2.5.3 Etiologi dan Faktor Risiko Bulimia Nervosa


Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor familial seperti
obesitas pada orang tua, gangguan afektik, dan kritikan dari keluarga tentang berat
badan atau kebiasaan makan. Wanita mempunyai angka insidensi yang lebih
tinggi daripada laki-laki. Orang dengan olahraga, pekerjaan dan aktifitas seni yang
mengharuskan untuk bertubuh kurus dan ideal serta penderita gangguan
emosional mempunyai risiko tinggi terhadap BN.

Terdapat juga kerentanan

genetik pada anak kembar untuk mengalami BN tetapi bagaimana hal ini terjadi
tidak begitu jelas (Abraham dan Stafford, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya BN diantaranya :


a. Faktor Biologis
Beberapa peneliti berupaya menghubungkan perilaku makan
berlebihan

dan

mengeluarkannya

kembali

dengan

berbagai

neurotransmiter. Oleh karena antidepresan sering bermanfaat bagi


pasien bulimia nervosa dan serotonin dikaitkan dengan perasaan puas,
serotonin dan norepinefrin telah dilibatkan di sini. Oleh karena kadar
endorfin plasma meningkat pada pasien bulimia nervosa yang muntah,
perasaan nyaman setelah muntah yang dialami beberapa pasien ini
mungkin diperantarai oleh meningkatnya kadar endorfin. Menurut
DSM-IV-TR, terdapat peningkatan frekuensi bulimia nervosa pada
kerabat derajat pertama orang dengan gangguan ini (Benjamin, 2010).
b. Faktor Sosial
Pasien bulimia nervosa, seperti pasien anoreksia nervosa,
cenderung memiliki standar yang tinggi dan memberikan respons
terhadap tekanan sosial yang menuntut orang untuk ramping. Seperti
pada pasien anoreksia nervosa, banyak pasien bulimia nervosa
mengalami depresi dan depresi familial yang meningkat, tetapi
keluarga pasien bulimia nervosa umumnya kurang dekat dan lebih
memiliki konflik dibandingkan keluarga pasien anoreksia nervosa.

28

Pasien bulimia nervosa menggambarkan orang tuanya sebagai orang


tua yang mengabaikan dan lalai (Benjamin, 2010).
c. Faktor Psikologis
Pasien bulimia nervosa, sama dengan pasien anoreksia
nervosa, memiliki kesulitan dengan tuntutan masa remaja, tetapi
pasien bulimia nervosa lebih terbuka, pemarah dan impulsif daripada
pasien anoreksia nervosa. Ketergantungan alkohol, mengutil, dan
kelabilan emosional (termasuk upaya bunuh diri) menyebabkan
dengan bulimia nervosa. Pasien-pasien ini umumnya merasa perilaku
makan yang tidak terkendalinya lebih ego-distonik dibandingkan pada
pasien anoreksia nervosa sehingga lebih mudah untuk mencari
pertolongan (Benjamin, 2010).
Pasien bulimia nervosa tidak memiliki kendali superego dan
kekuatan ego, berbeda dengan pasien anoreksia nervosa. Kesulitan
mengendalikan

impuls

mereka

sering

ditunjukkan

dengan

ketergantungan terhadap zat serta hubungan seksual yang merusak


diri, di samping makan berlebihan dan mengeluarkan kembali yang
menandai gangguan ini. Kebanyakan pasien bulimia nervosa memiliki
riwayat kesulitan berpisah dengan pengasuh, yang ditunjukkan dengan
tidak adanya objek transisional selama tahun awal masa kanakkanaknya. Sejumlah klinisi mengamati bahwa pasien bulimia nervosa
menggunakan tubuhnya sendiri sebagai objek transisional. Pergulatan
dalam perpisahan dengan figur ibu ditunjukkan melalui ambivalensi
terhadap makanan; makan dapat menunjukkan keinginan untuk
menyatu dengan pengasuh dan mengeluarkan kembali makanan yang
telah ditelan secara tidak sadar dapat menunjukkan keinginan untuk
berpisah (Benjamin, 2010).
2.5.4 Manifestasi Klinis Bulimia Nervosa
BN memiliki beberapa cirri khas yaitu binge eating, purging, dan body
image disertai dengan gangguan psikologi berupa depresi.
Gejala-gejala dan tanda klinis BN adalah sebagai berikut:
a. Sering Muntah
b. Lemah, sakit kepala, pusing
c. Susah menelan

d. Tidak komunikatif
e. Kelenjar Membengkak
f. Memakan apa saja

29

g. Kerusakan pada kerongkongan


h. Bengkak di muka (bawah pipi)
i. Sering berubah BB sesuai
pergantian puasa dan pesta
makan besar

j. Terlalu memperhatikan
penampilan fisik
k. Suka Menyisihkan sedikit uang
untuk pesta-pesta makan malam
l. Kehilangan lapisan email gigi

Manifestasi spesifik untuk pendertita bulimia nervosa, adalah :


a. Binge Eating
Binge eating artinya mengkonsumsi makanan yang banyak
dalam periode waktu yang singkat. Pada saat spisode binge terjadi
kehilangan kendali terhadap makanan. Penderita BN dapat
mengkonsumsi makanan sekitar 3000 7000 kkal per episode binge.
Episode binge sring timbul pada waktu yang sama setiap hari atau
timbul sebagai akibat rangsangan emosional seperti depresi, jemu
atau marah dan kemudian di ikuti oleh periode puasa
berkepanjangan (Neinstein LS, 2007).
b. Purging
Penderita BN menempuh beberapa cara untuk menolak
dampak dari makanan yang berlebihan. Paling sering adalah
dengan cara memuntahkan makanan dengan jalan merangsang
faring atau secara spontan dengan menggunakan sirup ipecac.
Disamping itu, cara lainnya adalah menggunakan laksan, diuretik,
dan enema serta dengan jalan melakukan latihan fisik berlebihan
(Neinstein LS, 2007).
c. Body image.
Penderita BN memiliki persepsi yang keliru tentang berat
badan dan bentuk tubuhnya. Mereka mereasa kelebihan berat
badan atau gemuk, meskipun pada kenyataannya berat badannya
dalam batas normal. Persepsi yang keliru ini menyebabkan
penderita BN berusaha menurunkan berat badannya. Sebaliknya

30

pada saat tertentu terjadi kehilangan kontrol terhadap pembatasan


makan, sehingga timbul episode binge eating (Neinstein LS, 2007).
d. Depresi dan gangguan psikis lain
Gejala psikologis penderita BN adalah depresi. Pengelaman
episode binge eating dan purging menimbulkan rasa bersalah,
penyesalan yang dalam dan perasaan malu. Sebaliknya keadaan
depresi juga menyebabkan timbulnya gangguan makan dan episode
binge (Isselbacher, 2009).
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN.
Kecemasan (anxiety)

dan tegang (tension)

sering dialami

(NCCMH, 2004). Kebanyakan pasien dengan BN mengalami


depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan mood dan
perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya,
pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri dan
cenderung untuk merahasiakannya daripada keluarga dan temanteman (Walsh, 2008).

2.5.5 Diagnosis Bulimia Nervosa


Menurut DSM-IV-TR, sekarang ini gambaran penting pada bulimia
nervosa adalah bila (1) episode berulang makan berlebihan (dua kali seminggu
Gambar 2. Implikasi medis yang dialami penderita bulimia
atau lebih) paling sedikit selama tiga bulan; (2) perilaku kompensatorik
nervosa
dipraktekkan setelah makan berlebihan untuk mencegah penambahan berat badan,
muntah yang dicetuskan sendiri, penyalahgunaan laksatif, diuretik, atau

31

penyalahgunaan emetik (80 persen kasus), dan umumnya makin berkurang,


berpuasa dan olah raga berlebihan (20 persen kasus); (3) sesungguhnya tidak
menurunkan berat badan seperti pada anoreksia nervosa; dan (4) pasien yang
mempunyai

ketakutan

tidak

wajar

akan

kegemukan,

bersikeras

untuk

mengendalikan kekurusan badan, atau keduanya dan jumlah tidak seimbang dari
evaluasi diri terus-menerus yang terlalu dipengaruhi bentuk dan berat badan.
Ketika membuat diagnosis dari bulimia nervosa, klinisi harus memeriksa
kemungkinan bahwa pasien sebelumnya mempunyai pengalaman singkat atau
telah lama menderita anoreksia nervosa. Sekarang ini diperkirakan separuh dari
mereka menderita bulimia nervosa. Makan berlebihan biasanya didahului dengan
muntah kira-kira 1 tahun (Isselbacher, 2009).
Tabel 1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Bulimia Nervosa
a. Episode makan berlebihan berulang. Episode ini ditandai dengan :
1) Makan, dalam periode waktu terpisah (cth., dalam periode waktu 2
jam), jumlah makanan yang jelas lebih besar daripada yang dapat
dimakan oleh sebagian besar orang selama periode waktu yang sama
dan dalam keadaan yang sama.
2) Rasa tidak adanya kendali terhadap makan selama episode ini (cth.,
perasaan bahwa ia tidak dapat berhenti makan atau mengendalikan apa
atau berapa banyak yang dimakan).
b. Perilaku kompensatorik berulang yang tidak tepat untuk mencegah
kenaikan berat badan, seperti muntah yang diinduksi sendiri;
penyalahgunaan laksatif, diuretik, enema, atau obat lain; berpuasa; atau
olah raga berlebihan.
c. Makan berlebihan dan perilaku kompensatorik yang tidak tepat ini
keduanya ada, rata-rata setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan.
d. Evaluasi diri terlalu dipengaruhi bentuk dan berat badan.
e. Gangguan ini tidak hanya terjadi selama episode anoreksia nervosa.
Tentukan tipenya:
Tipe mengeluarkan kembali makanan: selama episode bulimia nervosa
saat ini, orang tersebut secara teratur terlibat di dalam muntah yang
diinduksi diri sendiri atau penyalahgunaan laksatif, diuretik atau enema.
Tipe tidak mengeluarkan kembali makanan: selama episode bulimia
nervosa saat ini, orang tersebut menggunakan perilaku kompulsatorik
yang tidak tepat lainnya, seperti berpuasa atau olah raga berlebihan,
tetapi tidak secara teratur muntah yang diinduksi oleh diri sendiri atau
penyalahgunaan laksatif, diuretik atau enema.

32

2.5.6 Patologi Dan Pemeriksaan Laboratorium Bulimia Nervosa


Bulimia nervosa dapat mengakibatkan kelainan elektrolit dan berbagai
derajat kelaparan meskipun tidak sejelas pada pasien anoreksia nervosa berberat
badan rendah. Dengan demikian, bahkan pasien bulimia nervosa dengan berat
badan normal harus menjalani pemeriksaan laboratorium elektrolit dan
metabolisme. Umumnya, fungsi tiroid tetap baik pada bulimia nervosa tetapi
pasien dapat menunjukkan nonsupresi pada uji supresi deksametason (DST).
Dehidrasi dan ganngguan elektrolit cenderung terjadi pada pasien bulimia nervosa
yang mengeluarkan kembali makanan secara teratur. Pasien ini sering mengalami
hipomagnesemia dan hiperamilasemia. Meskipun bukan ciri diagnostik inti,
banyak pasien bulimia nervosa mengalami gangguan menstruasi. Hipotensi dan
bradikardi terjadi pada beberapa pasien (Benjamin, 2010).
2.5.7 Diagnosis Banding Bulimia Nervosa
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat ditegakkan jika perilaku makan
berlebihan dan memuntahkan kembali hanya terjadi selama episode anoreksia
nervosa. Pada kasus seperti ini, diagnosisnya adalah anoreksia nervosa, tipe
makan berlebihan/ mengeluarkan kembali (binge-eating/ purging type) (Benjamin,
2010).
Klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit
neurologis seperti bangkitan epileptic-ekuivalen, tumor sistem saraf pusat (SSP),
sindrom Klver-Bucy, atau sindrom Kleine-Levin (Benjamin, 2010).
Gambaran patologis yang ditunjukkan oleh sindrom Klver-Bucy adalah
agnosia visual, menjilat dan menggigit kompulsif, memeriksa objek dengan
mulut, ketidakmampuan mengabaikan semua stimulus, plasiditas, gangguan
perilaku seksual (hiperseksual), dan perubahan kebiasaan diet, terutama
hiperfagia. Sindrom ini sangat jarang dan cenderung tidak menyebabkan masalah
dalam menegakkan diagnosis banding. Sindrom Kleine-Levin terdiri atas
hipersomnia periodik yang berlangsung 2 hingga 3 minggu serta hiperfagia.
Seperti pada bulimia nervosa, awitan biasanya saat remaja, tetapi sindrom ini
lebih lazim pada laki-laki dibandingkan perempuan (Benjamin, 2010).

33

2.5.8 Komplikasi Bulimia Nervosa


Sama seperti anoresksia nervosa, pada bulimia nervosa juga mempunyai
komplikasi-komplikasi yang timbul akibat tergangguanya kebiasaan pada
peneritanya, komplikasi BN diantaranya :
a. Pembengkakan kelenjar parotis dan kelenjar submaksilaris
b. Muka tembem
c. Erosi email gigi
d. Nyeri tekan atau nyeri abdomen
e. Esofagitis
f. Gastritis
g. Parotitis
h. Haid tidak teratur
i. Ketergantungan obat pencahar
j. Gangguan elektrolit
k. Rupture lambung
l. Aritmia jantung
m. Pankreatitus kronik
2.5.9 Penatalaksanaan Bulimia Nervosa
Sebagian besar pasien BN tanpa komplikasi tidak membutuhkan rawat
inap di rumah sakit. Umumnya, pasien bulimia nervosa tidak terlalu merahasiakan
gejalanya seperti pada pasien AN. Dengan demikian, terapi rawat jalan biasanya
tidak sulit, tetapi psikoterapi sering mengalami kendala dan dapat berlangsung
lama. Beberapa pasien obesitas dengan AN yang menjalani psikoterapi jangka
panjang membaik secara mengejutkan. Pada beberapa kasus ketika makan
berlebihan tidak dapat terkendali, terapi pasien rawat jalan tidak berhasil, atau
pasien menunjukkan gejala psikiatrik tambahan seperti bunuh diri dan
penyalahgunaan zat, tindakkan rawat inap di rumah sakit mungkin perlu
dilakukan. Di samping itu, pada kasus mengeluarkan makanan kembali yang
berat, gangguan metabolik dan elektrolit yang ditimbulkan mungkin sangat
memerlukan rawat inap di rumah sakit (Benjamin, 2010).
Obat antidepresan telah menunjukkan manfaat pada bulimia. Obat ini
mencakup serotonin reuptake inhibitors (SSRI) seperti fluoxetine (Prozac).
Manfaatnya dapat didasarkan pada peningkatan kadar 5-hydroxytryptamine. Obat
antidepresan dapat mengurangi perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan
kembali tanpa bergantung adanya gangguan mood. Dengan demikian, untuk siklus

34

makan berlebihan-mengeluarkan kembali yang sulit dan tidak berespons terhadap


psikoterapi saja, antidepresan telah berhasil digunakan. Imipramine (Tofranil),
desipramine (Norpramine), trazodone (Desyrel), dan monoamine oxidase inhibitor
(MAOIs) telah membantu. Umumnya, sebagian besar antidepresan efektif pada
dosis yang biasanya diberikan dalam terapi gangguan depresif. Meskipun
demikian, dosis fluoxetine yang efektif untuk mengurangi makan berlebihan ini
dapat lebih tinggi (60 hingga 80 mg per hari) daripada dosis yang digunakan
untuk gangguan depresif. Pada kasus gangguan depresif serta bulimia nervosa
yang bersamaan, terapi dengan obat tampaknya membantu. Carbamazepine
(Tegretol) dan lithium (Eskalith) tidak menunjukkan hasil yang mengesankan
sebagai terapi perilaku makan berlebihan, tetapi telah digunakan dalam terapi
pasien bulimia nervosa disertai gangguan mood, seperti gangguan bipolar I.
terdapat bukti bahwa penggunaan antidepresan saja menghasilkan 22 persen
penghentian perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali. Studi lain
menunjukkan bahwa terapi perilaku-kognitif dan obat merupakan terapi
kombinasi yang paling efektif. (Benjamin, 2010).
2.5.10 Aspek Psikoterapi dalam Bulimia Nervosa
Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai penyakit
psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan penyalahgunaan zat.
a. Terapi Perilaku-Kognitif
Terapi perilaku-kognitif (TPK) harus dipertimbangkan sebagai
acuan, terapi lini pertama bulimia nervosa. Data yang menyokong
efektivitas terapi perilaku-kognitif didasarkan pada eratnya kelekatan
terhadap terapi yang terpedoman, sangat rinci, dan telah banyak
diterapkan, yang mencakup kira-kira 18 hingga 20 sesi selama 5 sampai
6 bulan. Terapi perilaku-kognitif menerapkan sejumlah prosedur perilaku
untuk (1) menghentikan siklus perilaku makan berlebihan dan diet yang
dipertahankan sendiri ini, serta (2) mengubah kognisi dan keyakinan
seseorang yang mengalami disfungsi mengenai makanan, berat dan
bentuk tubuh, serta konsep diri secara keseluruhan (Benjamin, 2010).
b. Psikoterapi Dinamik

35

Terapi

psikodinamik

pada

pasien

bulimia

nervosa

mengungkapkan adanya kecenderungan mewujudkan mekanisme defense


introjeksi dan proyeksi. Di dalam sikap yang serupa dengan pemisahan,
pasien membagi makanan menjadi dua kategori; makanan bergizi dan
makanan tidak sehat. Makanan yang disebut bergizi mungkin dimakan
dan dipertahankan karena secara tidak sadar menyimbolkan intojeksi
yang baik, sedangkan makanan sampah secara tidak sadar dikaitkan
dengan introjeksi buruk sehingga dikeluarkan dengan cara muntah, dan
khayalan tidak disadari bahwa semua kerusakan, kebencian, dan
keburukan, sedang disingkirkan. Pasien sementara dapat merasa baik
setelah muntah karena evakuasi khayalan tetapi perasaan terkait akan
semuanya baik berlangsung singkat karena didasarkan pada kombinasi
yang tidak stabil antara pemisahan dan proyeksi. (Benjamin, 2010).
2.5.11 Prognosis Bulimia Nervosa
Karakteristik bulimia nervosa dengan angka lebih tinggi dari sebagian dan
seluruh proses penyembuhan dibandingkan dengan anoreksia nervosa. Seperti
pada catatan bagian pengobatan, biaya perawatan lebih baik daripada tidak
dirawat. Pasien tidak dirawat cenderung menjadi keadaan kronis atau dapat
terlihat penurunan berat badan yang ekstrem (Benjamin, 2010).
Prognosis BN lebih baik daripada prognosis AN. Mortalitas yang rendah,
dan penyembuhan sempurna bisa terjadi pada 50% dalam masa 10 tahun. Kirakira 25% pasien mengalami simptom BN yang persisten dan ada yang beralih dari
BN menjadi AN (Martianto, 2004).

2.5.12 Pencegahan Bulimia Nervosa


Tidak ada cara pasti untuk mencegah bulimia. Sebagai tambahan, orang
tua dapat memberikan contoh hidup sehat pada anak tanpa mempedulikan bentuk
atau berat badan. Pastikan tidak anda sindiran atau lelucon yang berkenaan
dengan ukuran tubuh, bentuk atau berat badan anak anda (Graber, 2006).
Jika anda menemukan anggota keluarga atau teman dengan kepercayaan
diri yang rendah, diet yang parah, kebiasaan makan yang salah atau tidak puas

36

dengan penampilan mereka maka bicarakan pada mereka mengenai masalah ini.
Meskipun anda mungkin tidak memiiki kemampuan untuk mencegah masalah ini
terjadi, pendapat anda dapat diikuti seseorang dengan hidup sehat atau bersedia
menjalani pengobatan sebelum situasi memburuk (Graber, 2006).
2.6 Perbedaan Anemia Nervosa dan Bulimia Nervosa
Jika penderita anoreksia berusaha untuk menahan rasa lapar dan berupaya
sekeras mungkin untuk tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang besar,
maka penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka
sukai. Pada dasarnya, tujuan akhir dari penderita bulimia dan anoreksia adalah
sama, yaitu untuk mempertahankan bentuk tubuhnya selangsing (sekurus)
mungkin dengan cara yang berbeda. Penderita bulimia cenderung mengkonsumsi
makanan yang disukai dan makan berlebihan untuk memuaskan keinginanya,
namun kemudian akan memuntahkannya kembali hingga tidak ada makanan yang
tersisa. Dengan demikian terhindar dari kegemukan tetapi tetap menjadi kurus
tanpa perlu menahan keinginan mereka untuk makan (Nurhayati, 2005).
Tabel 2. Perbedaan anoreksia nervosa dan bulimia nervosa
(Sumber:
Kaplan dan sadock sinopsisBulimia
psikiatri,Nervosa
2010)
Anoreksia
Nervosa

MAKAN DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN

Masukkan kalori < 100 kkal/hari


Penghitungan kalori
Penolakan isyarat lapar
Aktivitas fisis yang ekstrem
Berpuasa atau diet yang

restriktif
Perasaan dikendalikan oleh

Makan, pesta minuman keras >


2x/minggu
Makan digunakan sebagai siasat
mengatasi
Berpuasa atau berdiet restriktif
Merasa kehilangan kendali atas

makanan
Makanan dilihat sebagai baik

makan
Sering tidak makan
Sering merindukan manis-manisan,

atau jelek
Sering tidak makan
Sering berpikir tentang makanan

tepung
Merasa bersalah setelah makan/
makan diam-diam
Perilaku buang air besar
Penggunaan alkohol secara teratur
variasi yang luas dalam masukkan

37

kalori

CITRA TUBUH DAN KEPUASAN TUBUH

Gangguan citra tubuh


Takut bertambah berat
Kelebihan berat sebelumnya
Kekurusan sebagai tujuan yang

berharga
Tujuan berat <85% dari BB
ideal

Obesitas/ kegemukan kini dan


dahulu
Takut bertambah berat
Terlampau perihatin dengan berat
atau bentuk
Kekurusan sebagai tujuan yang
berharga
Tujuan berat yang tak realistik

KEADAAN KESEHATAN

Amenore
Kembung atau mual
Tak tahan dingin
Konstipasi
Berat <85% dari BB ideal

Perut kembung/ mual/ sakit perut


Konstipasi
Sering berat berfluktuasi/ turunnaik
Haid tidak teratur (<21 hari atau
>45 hari)

FUNGSI PRIBADI
Perkembangan psikoseksual

terlambat
Afek depresif
Kesulitan individualisasi
Identitas diri negatif
Perfeksionistik
Kurang dapat menanggulangi

peristiwa dalam hidup


Baru-baru ini menarik diri dari

Depresi afek
Identitas diri sendiri negatif
Perfeksionistik
Kurang dapat menanggulangi

peristiwa dalam hidup


Baru-baru ini menarik diri dari
teman-teman
Penggunaan zat/aktivitas seksual
yang dini

teman-teman
PENGARUH LINGKUNGAN

38

Terjerat atau amat terlibat dalam

Keluarga kacau balau atau tak

keluarga
Riwayat obesitas, gangguan

terlibat
Riwayat obesitas, gangguan makan,

makan, atau fokus berat pada


famili
Teman dekat sedikit
Harapan pencapaian yang tinggi
Turut serta pada aktivitas

atau fokus berat atau kebugaran


Turut serta pada aktivitas berfokus
tubuh

berfokus tubuh

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Remaja adalah individu baik laki-laki atau perempuan yang berada
pada masa atau usia antara anak-anak dan dewasa. Berbagai perubahan
terjadi pada diri remaja baik perubahan psikis maupun fisik. Masa remaja
merupakan periode pertumbuhan dan proses kematangan manusia, sehingga
terjadi perubahan yang sangat unik dan berkelanjutan.
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat
psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anoreksia
nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang
didefinisikan sebagai gangguan perilaku makan atau perilaku dalam
mengkontrol berat badan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada tiga jenis
gangguan makan yaitu AN dan BN. AN ditandai dengan keengganan untuk
menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh,
ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat
terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar

39

yang sering dan berulang-ulang, kemudian coba memuntahkan kembali,


penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan.
Pada penderita bulimia nervosa bagian tubuh yang paling terkena
dampak paling besar adalah cairan tubuh. Berkurangnya volume cairan
tubuh terjadi karena melakukan purging, sehingga akan mengalami
dehidrasi. Tidak lupa penderita bulimia juga akan mengalami kerusakan gigi
akibat asam yang keluar dari lambung, hal ini akan menyebabkan gigi
mejadi sakit dan sensitif terhadap panas, dingin dan asam.
Kasus kematian pada penderita BN lebih rendah dibandingkan dengan
penderita

AN,

umumnya

kematian

terjadi

sebagai

akibat

dari

ketidakseimbangan elektrolit bahkan dapat terjadi karena bunuh diri


Penatalaksanaan gangguan makan seperti AN dan BN harus dilakukan
secara kompleks dan berkesinambungan, meliputi aspek farmakoterapi,
psikoterapy, dan dukungan keluarga.
3.2. Saran
Bila ingin mengurangi berat badan, mulailah program penurunan berat
badan dengan bantuan seorang ahli gizi, atau dilakukan sendiri sesudah
mengetahui tentang cara yang baik untuk melakukan penurunan berat
badan.

40

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson . EGC. Jakarta.
Betz Lynn Cecily & Sowden Linda A. 2009. Buku saku keperawatan
pediatri. Edisi 5. EGC. Jakarta
Duvvuri, V. And Kaye, W.H. Anoreksia Vernosa focus (Fall 2009) The
Brain Fix: What's the Matter With Your Gray Matter: Improve
Your Memory ... Oleh Ralph E. Carson.
Erdianto, Sigit Dwi. 2009. Hubungan Antara Faktor-Faktor Terjadinya
Penyimpangan Perilaku Makan Pada Mahasiswi Jurusan
Administrasi Perkantoran dan Sekertaris, Fisip-UI Tahun 2009.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia,
Jakarta. 13. (Tidak Dipublikasikan).
Geissler, C. A. & Hilary J. P. 2005. Human Nutrition. Eleventh Edition.
Elsevier Inc, UK.
Graber, et al. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. EGC. Jakarta.Hurlock,
Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan edisi kelima.
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Isselbacher, et al. 2009. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
ed:13 vol:1. EGC. Jakarta
Martianto, D. 2004. Gizi Pada Usia Remaja. Materi Bahan Kuliah Gizi
Remaja pada Program Studi GMK. Sekolah Pascasarjana IPB,
Bogor.
Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan
Rimgkas PPDGJ-III. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya. Jakarta.
Nurhayati, Ai. 2005. Status Gizi, Kebiasaan Makan Dan Gangguan Makan
(Eating Disorder) Pada Remaja Di Sekolah Favorit Dan NonFavorit. Artikel Penelitian. Fakultas Kedokteran, Universitas
Padjajaran, Bandung. 19. (Tidak Dipublikasikan).
Puri, Basant K et al. 2011. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2. EGC. Jakarta
Sadock, Benjamin James dan Virginia Alcott Saddock. 2007.
Kaplan

&

Saddocks

Synopsis

Psychiatry:

Behavior

41

Sciences/Clinical Psychiatry 10th ed. Lippincot Williams &


Wilkins, a Wolters Kluwer Business. Philadelphia, USA.
Saddock, Benjamin, dkk. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. EGC.
Jakarta.
Science Update. March 07, 2011 Most Teens with Eating Disorders Go
Without Treatment. National institute mental healt
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2. Kanisus. Yogyakarta.
Soetjaningsih et al. 2007. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Sagung
Seto. Jakarta.
Tomb David A. 2003. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. EGC. Jakarta.
Wade Carole, et al. 2007. Psikologi Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta.
Erlangga.
Walsh W Brent, 2008. Treating Self Injuri A Practical Guide. Google book.
Di lihat pada tanggal 2 januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai