Anda di halaman 1dari 19

Keperawatan Gawat Darurat

ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN
KEDARURATAN
DIABETIK
Oleh :
Kelas B Angkatan 2010

1. Ahmad S. Thaib
2. Alan Budianto
3. Anggun Reza M
4. Arsin R. Mahmud
5. Awaludin Pahrun
6. Debora A. Tololiu
7. Fahmid R Ishak
8. Fitrah Jelita
9. Gita Mentari Naidi
10. Iksan Lasima
11. Ismawati Alui
12. Mirnawati Madina
13. Mella O. Laiya
14. Mella V. Abdullah
15. Mentari Litti
16. Nesri J. Yusuf
17. Novi Valensia Daud
18. Niwayan Oktaviani
19. Nurfitrah Sunggungi
20. Nursatriati
21. Risnawaty Kama
22. Sri Apipatri Lahabu
23. Sutryaningsih
24. Tria Alviyunita Yusuf

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN DAN
KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2013

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


PADA KLIEN DENGAN KEDARURATAN DIABETIK
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
KetoAsidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang
ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok.
2. ETIOLOGI
Dalam 50% kejadian KAD, kekurangan insulin, peningkatan konsumsi atau produksi
glukoasa, atau infeksi adalah faktor pencetus. Stressor-stressor utama lain yang dapat
mencetuskan diabetic ketoasidosis adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan
emosional.
3. PATOFISIOLOGI
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini
akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya untuk mnghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekresikan glukosa bersama sama air dan
elektrolit (seperti natrium, dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi
berlebihan (poliuri) ini kan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita
ketoasidosis yang berat dapat kehilangan kira kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500
mEg natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.

Page | 2

Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

Defisit insulin dapat terjadi melalui beberapa tahap berikut:


Tahap awal
1. Defisit insulin menyebabkan penurunan transpor dan penggunaan glukosa pada banyak
sel tubuh
2. Level glukosa darah meningkat (hiperglikemia)
3. Kelebihan glukosa kemudian dibuang melalui urin (glukosuria) sehingga level filtrasi
glukosa melebihi kapasitas pengangkutan tubulus ginjal untuk menyerapnya kembali
4. Adanya glukosa dalam urin menyebabkan tekanan osmotik dalam filtrat, sehingga
meningkatkan volume urin yang dibuang (poliuria) dan mengakibatkan banyaknya
kehilangan cairan dan elektrolit dari jaringan
5. Hilangnya banyak cairan melalui urin dan tingginya kadar glukosa dalam darah
menyebabkan pelepasan molekul air dari sel-sel dan mengakibatkan terjadinya
dehidrasi
Page | 3

6. Dehidrasi menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsia)


7. Kurangnya zat gizi yang memasuki sel menyebabkan rangsangan nafsu makan
(polifagia)
Jika defisit insulin parah dan atau berkepanjangan maka proses diatas akan berlanjut
dan berkembang ke tahap yang lebih membahayakan. Hal ini sering terjadi pada pasien DM
tipe 1.
Efek Progresif
1. Kurangnya glukosa dalam sel menyebabkan katabolisme lemak dan protein yang
menyebabkan kelebihan asam lemak dan metabolitnya (keton) sehingga darah menjadi
lebih asam (ketoasidosis)
2. Keton berikatan dengan bufer bikarbonat dalam darah yang menyebabkan kadar
bikarbonat dalam darah menurun akibatnya pH darah juga menurun (lebih asam)
3. Beberapa keton diekskresikan melalui urin (ketonuria), dehidrasi semakin parah, tingkat
filtrasi glomerulus menurun, ekskresi asam lebih terbatas, mengakibatkan ketoasidosis
metabolik, dan berpotensi mengancam jiwa.
Hyperglikemic Hyperosmolar Non-Ketotic Coma (HHNK)
HHNK adalah koma diabetik dimana jumlah badan keton berada dalam level normal.
Hyperglikemia dan hiperosmolaritas yang parah dan dehidrasi berat tanpa disertai tandatanda umum ketoasidosis. Hiperglikemia ini menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis
osmotik, dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
HHNK diantaranya:
1. Diabetes tipe 2
2. Infeksi
3. Infark miokard
4. CVA
5. Ketidakmampuan mempertahankan cairan misal pada kasus imobilitas
6. Penyakit jantung atau ginjal
7. Insulin yang tidak memadai (stres, infeksi, trauma, luka bakar)
8. Penggunaan obat (glukokortikoid dan simpatomimetik)
9. Pemberian suplemen parenteral maupun enteral
10. Nyeri abdomen akut misal: pankreatitis akut, diverkulitis, pendarahan gastrointestinal
4. MANIFESTASI KLINIS
Page | 4

a. Hipoglikemia
1. Kelemahan dan pusing
2. Sakit kepala
3. Kebingungan
4. Kelelahan, apatis
5. Penurunan daya ingat
6. Inkoordinasi, ganguan keseimbangan gerak
7. Susah berbicara
8. Mudah tersinggung, gugup, agresif
9. Kejang dan koma
10. Lemah, denyut jantung cepat
11. Kulit dingin dan berkeringat
12. Tremor
13. Pupil berdilatasi
14. Onset cepat
15. Denyut jantung dari normal menjadi takikardia
16. Pernafasan normal kemudian melemah
17. Kadar glukosa darah kurang dari 4,0 mmol/L
b. Ketoasidosis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Mual dan muntah
4. takikardia
5. Pernafasan Kusmaul
6. Kulit kering dan hangat
7. Penurunan berat badan
8. Koma
9. Letargi dan kebingungan
10. Demam dan nyeri abdomen
11. Kadar bikarbonat serum rendah
12. pH darah rendah
13. Tampak seperti terjadi keracunan
14. Oset lambat
15. Dehidrasi

Page | 5

16. Hipotensi
17. Kejang
5. PEMERIKSAAN FISIK
1. Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
2. Hipotensi, Syok
3. Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
4. Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
5. Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
6. Dehidrasi
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Darah
a. Glukosa

Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl
tetapi tidak > 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah
yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
b. pH rendah (6,8 -7,3)
Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD
adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat
diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan
lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk
menilai asidosis juga.
c. PCO2 turun (10 30 mmHg)
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,87,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
Page | 6

respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan


keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam
darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik. Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
f. Kreatinin naik
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi
pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN
serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi
renal.Pengobatan efektif kasus ketoasidosis diabetik yang hebat
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya
memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330
mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
2. Elektrolit
a. Kalium dan Natrium
Dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang hilang (dehidrasi). Pada natrium
efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100
mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar
1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah
yang sesuai. Sedangkan kalium ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat
cepat dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
b. Fosfor lebih sering menurun
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme
kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
3. Urinalisa
a. Leukosit dalam urin
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
Page | 7

b.
c.
d.
e.

Glukosa dalam urin


EKG gelombang T naik
MRI atau CT-scan
Foto toraks

4. PENATALAAKSANAAN
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
1. Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri
1. Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,
lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3. Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4. Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 48
jam).
5. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
6. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
7. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya
8. Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
9. Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
10. Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2. Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
3. Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
4. Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
5. Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%,
Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
6. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
7. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
8. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
9. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50
unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
10. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
11. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
12. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target)

Page | 8

13. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 Salin.
14. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
15. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
16. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
17. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan
respon pemberian insulin.
18. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
c. Infus K (tidak boleh bolus)
1. Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
2. Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
3. Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
4. Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
d. Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
1. Terjadinya asidosis cerebral.
2. Hipokalemia.
3. Excessive osmolar load.
4. Hipoksia jaringan.
5. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
6. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan
dari kebutuhan
e. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
2. Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
1. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
2. Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak. Pada saat asidosis
terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum
masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis
teratasi.
Page | 9

1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
3. Terapi edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
1. Kurangi kecepatan infus.
2. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
3. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
4. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
5. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil
4. Terapi Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai
diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
1. Memulai diet per-oral.
a. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,
pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah
b. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
c. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
d. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.
2. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
a. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan
anak dapat menghabiskan makanan utama.
b. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
c. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung
kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
3. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur

Page | 10

5. KOMPLIKASI
1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)
2. Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang
berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
3. DIC (disseminated intravascular coagulation)
4. Edema otak
5. Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus akan
beresiko terjadinya edema otak.
6. Gagal ginjal akut
7. Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
8. Hipoglikemia dan hiperkalemia
9. Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebihan dan tanpa
pengontrolan.

Page | 11

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Anamnesis :
Riwayat DM
Poliuria, Polidipsi, Polifagi
Berhenti menyuntik insulin
Demam dan infeksi
Nyeri perut, mual, muntah
Penglihatan kabur
Lemah dan sakit kepala
2. Pemeriksan Fisik :
Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
Hipotensi, Syok
Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
Dehidrasi
3. Pengkajian gawat darurat :
Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing
yang

menghalangi

jalan

nafas

yang

terjadi

karena

adanya

penurunan

kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.


Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu
pernafasan, dan merasa kekurangan oksigen dan napas tersengal-sengal, serta
sianosis.
Circulation : kaji nadi, capillary refill, kebas , kesemutan dibagian ekstremitas,
keringat dingin, hipotermi, tekanan darah menurun.
Disability : Terjadi penurunan kesadaran, karena kekurangan suplai nutrisi ke otak.
4. Pengkajian head to toe
a) Data subyektif :
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit sekarang
Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau
penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor
psikologis dan sosial, obat-obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa
darah, penghentian insulin atau obat anti hiperglikemik oral.
b) Data Obyektif :
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun,
gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma
Page | 12

2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak
ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma),
aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Page | 13

Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan


umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.
2.
1.
2.
3.
4.

DIAGNOSA KEPERWATAN
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia

Page | 14

3. RENCANA ASUHAN KEPERWATAN

NO
1.

DIAGNOSA

TUJUAN DAN KRITERIA

KEPERAWATAN
HASIL
Pola napas tidak a. Tujuan :
Pola nafas efektif setelah
efektif berhubungan
dilakukan
tindakan
dengan
adanya
keperawatan selama 1 jam
depresan
pusat
dengan
pernapasan.
b. Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang /
berkurang
Tidak
suara

2.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman
2.
3.
4.
5.

pernapasan.
Auskultasi bunyi napas.
Pantau penurunan bunyi napas
Pertahankan posisi semi fowler.
Catat kemajuan yang ada pada

klien tentang pernapasan


6. Berikan oksigen sesuai

advis

Dokter

RASIONAL
1. frekuensi

dan

kedalaman

pernapasan

menunjukan usaha pasien mendapatkan oksigen.


2. Bunyi napas mungkinterjadi
redup karena
penurunan aliran udara.
3. penurunan bunyi napas mengindikasikan
4. untuk mengurangi sesak yang dialami klien.
5. mengindikasikan adanya
kemajuan dalam
pengobatan.
6. Memaksimalkan sediaan O2.

nafas

abnormal
Gangguan
perfusi a. Tujuan :
1. Catat status neurologi secara 1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
Gangguan perfusi jaringan
jaringan
teratur, bandingkan dengan nilai
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
berkurang / hilang setelah
berhubungan dengan
standart.
bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan
dilakukan
tindakan 2. Catat ada atau tidaknya reflekshipoksia jaringan.
perkembangan kerusakan SSP.
keperawatan selama 1 jam.
refleks tertentu seperti refleks 2. Penurunan
refleks
menandakan
adanya
dengan
menelan, batuk dan Babinski.
b. Kriteria hasil :
3. Pantau tekanan darah
adanya
gelisah
Tidak ada tanda tanda 4. Perhatikan

kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang


otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap
Page | 15

peningkatan TIK
Tanda tanda vital dalam
batas normal
Tidak adanya penurunan
kesadaran

meningkat, tingkah laku yang tidak

keamanan pasien. Kehilangan refleks berkedip

sesuai.
5. Tinggikan kepala tempat tidur

mengisyaratkan adanya kerusakan pada daerah

sekitar

15-45

derajat

sesuai

toleransi atau indikasi. Jaga kepala


pasien tetap berada pada posis
netral.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi

pons dan medulla. Tidak adanya refleks batuk


meninjukkan adanya kerusakan pada medulla.
Refleks

Babinski

positif

mengindikasikan

adanya trauma sepanjang jalur pyramidal pada


otak.
3. tekanan darah yang menurun mengindikasikan
terjadinya penurunan aliran darah ke seluruh
tubuh.
4. adanya gelisah menandakan bahwa terjadi
penurunan aliran darah ke hipoksemia.
5. Peningkatan aliran vena dari kepala akan
menurunkan TIK.
6. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
meningkatkan vasodilatasi dan volume darah

3.

serebral yang meningkatkan TIK.


Resiko tinggi injuri a. Tujuan :
1. Berikan
posisi
dengan 1. Memonilisasi rangsangan yang dapat
Mencegah terjadinya resiko
berhubungan dengan
kepala lebih tinggi.
menurunkan TIK
injury sehubungan dengan 2. Kaji tanda-tanda penurunan 2. Menentukan tindakan keperawatan
penurunan
penurunan kesadaran dengan
kesadaran.
selanjutnya
kesadaran.
b. Kriteria hasil :
3. Observasi TTV
3. Mengetahui keadaan pasien
Page | 16

Pasien

tidak

mengalami 4. Atur

posisi

pasien

menghindari

injury.

untuk 4. Perubahan

kerusakan

karena tekanan.
5. Beri
bantuan

posisi

secara

teratur

menyebabkan penyebaran terhadap


BB dan meningkatkan sirkulasi pada

untuk

melakukan latihan gerak.

seluruh bagian tubuh


5. melakukan
mobilisasi

fisik

dan

mempertahankan kekuatan sendi


4.

Defisit

volume a. Tujuan

1. Observasi

cairan berhubungan Volume cairan berada pada


dengan pengeluaran volume
cairan
(diuresis

normal

berlebihan dilakukan

setelah
tindakan

osmotic) keperawatan selama 1 jam.

akibat hiperglikemia

Dengan
b. Kriteria Hasil :

pemasukan

dan

pengeluaran cairan setiap jam


2. Observasi
kepatenan
atau
kelancaran infus
3. Monitor
TTV

dan

tingkat

kesadaran tiap 15 menit, bila stabil


lanjutkan untuk setiap jam
4. Observasi turgor kulit, selaput

mukosa, akral, pengisian kapiler


TTV dalam batas normal
hasil
pemeriksaan
Pulse perifer dapat teraba 5. Monitor
Turgor kulit dan capillary
laboratorium :
a. Hematokrit
refill baik
b. BUN/Kreatinin
Keseimbangan
urin
c. Osmolaritas darah
d. Natrium
output
e. Kalium
Kadar elektrolit normal
6.
Monitor pemeriksaan EKG
GDS normal
7. Monitor CVP (bila digunakan)
Page | 17

8. Kolaborasi dengan tim kesehatan


lain dalam :
a. Pemberian cairan parenteral
b. Pemberian therapi insulin
c. Pemasangan kateter urine
d. Pemasangan
CVP
jika
memungkinkan

Page | 18

DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc GrawHill Companies inc
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. USA: Mosby
Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed.
USA: Lippincot
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.

Page | 19

Anda mungkin juga menyukai