Kegawatan Diabetik
Kegawatan Diabetik
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
PADA KLIEN DENGAN
KEDARURATAN
DIABETIK
Oleh :
Kelas B Angkatan 2010
1. Ahmad S. Thaib
2. Alan Budianto
3. Anggun Reza M
4. Arsin R. Mahmud
5. Awaludin Pahrun
6. Debora A. Tololiu
7. Fahmid R Ishak
8. Fitrah Jelita
9. Gita Mentari Naidi
10. Iksan Lasima
11. Ismawati Alui
12. Mirnawati Madina
13. Mella O. Laiya
14. Mella V. Abdullah
15. Mentari Litti
16. Nesri J. Yusuf
17. Novi Valensia Daud
18. Niwayan Oktaviani
19. Nurfitrah Sunggungi
20. Nursatriati
21. Risnawaty Kama
22. Sri Apipatri Lahabu
23. Sutryaningsih
24. Tria Alviyunita Yusuf
Page | 2
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam
asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi benda keton oleh
hati. Pada ketoasidosis diabetik terajdi produksi benda keton yang berlebihan sebagai akibat
dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Benda keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalanm sirkulasi darah, benda keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
a. Hipoglikemia
1. Kelemahan dan pusing
2. Sakit kepala
3. Kebingungan
4. Kelelahan, apatis
5. Penurunan daya ingat
6. Inkoordinasi, ganguan keseimbangan gerak
7. Susah berbicara
8. Mudah tersinggung, gugup, agresif
9. Kejang dan koma
10. Lemah, denyut jantung cepat
11. Kulit dingin dan berkeringat
12. Tremor
13. Pupil berdilatasi
14. Onset cepat
15. Denyut jantung dari normal menjadi takikardia
16. Pernafasan normal kemudian melemah
17. Kadar glukosa darah kurang dari 4,0 mmol/L
b. Ketoasidosis
1. Poliuria
2. Polidipsia
3. Mual dan muntah
4. takikardia
5. Pernafasan Kusmaul
6. Kulit kering dan hangat
7. Penurunan berat badan
8. Koma
9. Letargi dan kebingungan
10. Demam dan nyeri abdomen
11. Kadar bikarbonat serum rendah
12. pH darah rendah
13. Tampak seperti terjadi keracunan
14. Oset lambat
15. Dehidrasi
Page | 5
16. Hipotensi
17. Kejang
5. PEMERIKSAAN FISIK
1. Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
2. Hipotensi, Syok
3. Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
4. Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
5. Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
6. Dehidrasi
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Analisa Darah
a. Glukosa
Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu. Kadar glukosa darah: > 300 mg /dl
tetapi tidak > 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah
yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000
mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa
yang berkisar dari 100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak
memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400-500 mg/dl.
b. pH rendah (6,8 -7,3)
Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements. Brandenburg dan
Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD
adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat
diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan
lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara untuk
menilai asidosis juga.
c. PCO2 turun (10 30 mmHg)
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,87,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi
Page | 6
b.
c.
d.
e.
4. PENATALAAKSANAAN
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan
ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada. Pengawasan
ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
1. Fase I/Gawat :
a. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan
resiko terjadinya edema serebri
1. Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,
lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
3. Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
4. Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 48
jam).
5. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)
rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
6. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
7. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya
8. Bila Gula darah < 200 mg/dl, ganti infus dengan D5%
9. Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
10. Monitor keseimbangan cairan
b. Insulin
1. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2. Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
3. Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
4. Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
5. Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15 mEq/L 250mg%,
Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
6. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
7. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
8. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada
anak < 2 tahun.
9. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50
unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
10. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
11. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
12. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target)
Page | 8
13. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 Salin.
14. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
15. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
16. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
17. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan
respon pemberian insulin.
18. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.
c. Infus K (tidak boleh bolus)
1. Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
2. Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
3. Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
4. Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam
d. Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
1. Terjadinya asidosis cerebral.
2. Hipokalemia.
3. Excessive osmolar load.
4. Hipoksia jaringan.
5. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok
yang persistent.
6. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan
dari kebutuhan
e. Antibiotik dosis tinggi
Batas fase I dan fase II sekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
2. Fase II/Maintenance:
a. Cairan maintenance
1. Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
2. Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4IU
b. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak. Pada saat asidosis
terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di dalam serum
masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler.
Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis
teratasi.
Page | 9
1. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi,
dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40
mmol/L cairan.
2. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
c. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
d. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
3. Terapi edema serebri
Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:
1. Kurangi kecepatan infus.
2. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
3. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
4. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
5. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil
4. Terapi Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai
diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
1. Memulai diet per-oral.
a. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,
pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah
b. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
c. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
d. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.
2. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.
a. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan
anak dapat menghabiskan makanan utama.
b. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
c. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung
kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.
3. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan siang, 2/7
sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur
Page | 10
5. KOMPLIKASI
1. ARDS (adult respiratory distress syndrome)
2. Patogenesis terjadinya hal ini belum jelas, kemungkinan akibat rehidrasi yang
berlebihan, gagal jantung kiri atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
3. DIC (disseminated intravascular coagulation)
4. Edema otak
5. Adanya kesadaran menurun disertai dengan kejang yang terjadi terus menerus akan
beresiko terjadinya edema otak.
6. Gagal ginjal akut
7. Dehidrasi berat dengan syok dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
8. Hipoglikemia dan hiperkalemia
9. Terjadi akibat pemberian insulin dan cairan yang berlebihan dan tanpa
pengontrolan.
Page | 11
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Anamnesis :
Riwayat DM
Poliuria, Polidipsi, Polifagi
Berhenti menyuntik insulin
Demam dan infeksi
Nyeri perut, mual, muntah
Penglihatan kabur
Lemah dan sakit kepala
2. Pemeriksan Fisik :
Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
Hipotensi, Syok
Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)
Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)
Kesadaran bisa CM, letargi atau koma
Dehidrasi
3. Pengkajian gawat darurat :
Airway : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda asing
yang
menghalangi
jalan
nafas
yang
terjadi
karena
adanya
penurunan
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun/tidak
ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas, kering, dan
kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan
dengan kondisi
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma),
aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan
meningkat
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Page | 13
DIAGNOSA KEPERWATAN
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan.
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan.
Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran.
Defisit volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan (diuresis
osmotic) akibat hiperglikemia
Page | 14
NO
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
HASIL
Pola napas tidak a. Tujuan :
Pola nafas efektif setelah
efektif berhubungan
dilakukan
tindakan
dengan
adanya
keperawatan selama 1 jam
depresan
pusat
dengan
pernapasan.
b. Kriteria hasil:
RR 16-24 x permenit
Ekspansi dada normal
Sesak nafas hilang /
berkurang
Tidak
suara
2.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Kaji frekuensi, irama, kedalaman
2.
3.
4.
5.
pernapasan.
Auskultasi bunyi napas.
Pantau penurunan bunyi napas
Pertahankan posisi semi fowler.
Catat kemajuan yang ada pada
advis
Dokter
RASIONAL
1. frekuensi
dan
kedalaman
pernapasan
nafas
abnormal
Gangguan
perfusi a. Tujuan :
1. Catat status neurologi secara 1. Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
Gangguan perfusi jaringan
jaringan
teratur, bandingkan dengan nilai
kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
berkurang / hilang setelah
berhubungan dengan
standart.
bermanfaat dalam menentukan lokasi, dan
dilakukan
tindakan 2. Catat ada atau tidaknya reflekshipoksia jaringan.
perkembangan kerusakan SSP.
keperawatan selama 1 jam.
refleks tertentu seperti refleks 2. Penurunan
refleks
menandakan
adanya
dengan
menelan, batuk dan Babinski.
b. Kriteria hasil :
3. Pantau tekanan darah
adanya
gelisah
Tidak ada tanda tanda 4. Perhatikan
peningkatan TIK
Tanda tanda vital dalam
batas normal
Tidak adanya penurunan
kesadaran
sesuai.
5. Tinggikan kepala tempat tidur
sekitar
15-45
derajat
sesuai
Babinski
positif
mengindikasikan
3.
Pasien
tidak
mengalami 4. Atur
posisi
pasien
menghindari
injury.
untuk 4. Perubahan
kerusakan
karena tekanan.
5. Beri
bantuan
posisi
secara
teratur
untuk
fisik
dan
Defisit
volume a. Tujuan
1. Observasi
normal
berlebihan dilakukan
setelah
tindakan
akibat hiperglikemia
Dengan
b. Kriteria Hasil :
pemasukan
dan
dan
tingkat
Page | 18
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta
Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC
Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc GrawHill Companies inc
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. USA: Mosby
Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed.
USA: Lippincot
Krisanty Paula, dkk. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan Pertama, Jakarta,
Trans Info Media, 2009.
Page | 19