Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
Kemampuan mobilitas merupakan kemampuan bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur. Kemampuan mobilitas tersebut diperlukan individu termasuk
anak-anak, untuk memenuhi kebutuhan aktifitasnya. Namun terkadang, seorang
anak dimungkinkan bergerak dengan batasan, atau tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat ditemui pada kasus anak dengan cedera, misalnya patah
tulang atau fraktur.1
Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah
metafisis tulang radius distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah
diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Daerah metafisis pada
anak relatif masih lemah sehingga fraktur banyak terjadi pada daerah ini,
selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri (transkondiler humeri) diafisis
femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.2
Fraktur akibat trauma kelahiran biasanya terjadi pada saat persalinan yang
sulit yaitu pada bayi besar, letak sungsang atau ekstraksi bayi dengan alat forsep.
Daerah yang biasanya mengalami fraktur adalah humerus, femur dan klavikula.
Fraktur dapat berdiri sendiri tanpa adanya kelainan neurologis yaitu kelumpuhan
plexus brachialis.2
Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa,
proses penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling
yang sangat baik,hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi,
biomekanik serta fisiologi tulang anak yang berbeda dengan tulang orang
dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga dipengaruhi oleh faktor mekanis
dan faktor biologis.2
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka fraktur
pada usia < 1 tahun 0,3%; usia 1-4 tahun 1,6%, usia 5-14 tahun 4,5 %. Meskipun
angka tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan jenis cedera lain,
misalnya memar atau luka robek pada kelompok usia yang sama, namun fraktur
harus dicegah karena memiliki sejumlah dampak bagi anak Dampak yang utama

adalah keterbatasan fisik anak untuk melakukan aktivitas seperti halnya teman
seusianya. Padahal, aktivitas tersebut, baik motorik halus maupun kasar, penting
untuk perkembangan anak. Kemudian, jika fraktur tidak ditangani dengan baik,
tulang yang cedera dimungkinkan tidak dapat pulih sebagaimana mestinya dan
mempengaruhi pertumbuhan anak. Oleh karena itu, keterampilan seorang dokter
dalam menangani fraktur menjadi bagian penting untuk menurunkan dampak
fraktur yang dialami anak.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1

Tulang Rawan
Tulang rawan berkembang dari masenkim membentuk sel yang disebut

kondrosit. Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks dengan


substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik. Kalsifikasi
menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras). Pertumbuhan tulang
rawan berakhir selama periode dewasa.4
Berdasarkan jenis dan jumlah serat di dalam matriks, ada 3 macam tulang
rawan4:
1. Tulang rawan hialin: matrik mengandung serat kolagen
2. Tulang rawan elastin: serupa dengan tulang rawan hialin tetapi lebih
banyak serat elastin yang mengumpul pada dinding lakuna yang
mengelilingi kondrosit
3. Fibrokartilago: tidak pernah berdiri sendiri tetapi secara berangsur
menyatu dengan tulang rawan hialin jaringan ikat fibrosa yang berdekatan
Pertumbuhan tulang rawan melalui 2 cara, yaitu4:
1. Appositional growth: tumuh dari luar, sel pembentuk kartilago di dalam
permukaan luar kartilago yang sudah ada
2. Interstisial growth: tumbuh dari dalam, kondrosit yang berikatan dengan
lakuna di dalam kartilago membelah dan menyekresikan matriks baru dan
memperluas kartilago dari dalam
2.1.2

Tulang
Tulang adalah jaringan ikat yang terdiri dari sel dan matriks organik

ekstrasel yang dihasilkan oleh sel. Sel-sel tulang yang menghasilkan matriks
organik dikenal sebagai osteoblas (pembentuk tulang). Matriks organik terdiri
dari serat kolagen dalam suatu gel padat. Matriks ini memiliki konsistensi seperti
karet dan berperan menentukan kekuatan tensile tulang (keuletan tulang menahan
patah yang ditimbulkan oleh tegangan). Tulang menjadi keras karena
pengendapan kristal kalsium fosfat didalammatrik. Kristal inorganik ini memberi
tulang kekuatan kompresi (kemampuan tulang mempertahankan bentuk ketika

diperas atau ditekan). Jika selurhnya terbentuk dari kristal inorganik maka tulang
akan rapuh, seperti potongan kapur. Tulang memiliki kekuatan struktural
mendekati beton bertulang namun tulang tidak rapuh dan jauh lebih ringan,
karena tulang memiliki campuran berupa perancah organik yang diperkeras oleh
kristal inorganik. Tulang panjang pada dasarnya terdiri dari batang silindris yang
cukup uniform, diafisis, dengan bongkol sendi yang melebar di kedua ujungnya,
epifisis. Pada tulang yang sedang tumbuh, diafisis dipisahkan di kedua ujungnya
dari epifisis oleh suatu lapisan tulang rawan yang dikenal sebagai lempeng
epifisis. Rongga sentral terisi oleh sumsum tulang, tempat produksi sel darah.4
2.1.3

Pertumbuhan tulang
Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang baru di

atas permukaan luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh
osteoblas di dalam periosteum, suatu selubung jaringan ikat yang menutupi
bagian luar tulang. Sewaktu osteoblas aktif mengendapkan tulang baru di
permukaan eksternal sel lain di dalam tulang, osteoklas (penghancur tulang),
melarutkan jaringan tulang di permukaan dalam di dekat rongga sumsum.
Dengan cara ini, rongga sumsum membesar untuk mengimbangi bertambahnya
lingkar batang tulang.2
Pertambahan panjang tulang panjang dicapai melalui mekanisme yang
berbeda. Tulang memanjang akibat aktivitas sel-sel tulang rawan, atau kondrosit,
di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan di tepi luar
lempeng di samping epifisis membelah dan memperbanyak diri, secara temporer
memperlebar lempeng epifisis. Seiring dengan terbentuknya kondrosit-kondrosit
baru di tepi epifisis, sel-sel tulang rawan yang sudah tua ke arah batas diafisis
membesar. Kombinasi proliferasi sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit
matang secara temporer memperlebar lempeng epifisis. Penebalan sisipan
lempeng tulang rawan ini mendorong epifisis tulang rawan semakin jauh dari
diafisis. Matriks yang mengelilingi tulang rawan paling tua segera mengalami
kalsifikasi. Karena tulang rawan tidak memiliki jaringan kapiler sendiri maka
kelangsungan hidup sel tulang rawan bergantung pada difusi nutrien dan
O2melalui matriks, suatu proses yang dihambat oleh pengendapan garam
kalsium. Akibatnya, sel-sel tulang rawan tua yang kekurangan nutrien di tepi

diafisis mati. Selagi osteoklas membersihkan kondrosit yang mati dan matriks
kalsifikasi yang memenjarakannya, osteoblas masuk menginvasi, mengalir ke
atas dari diafisis, menyeret pembuluh darah kapiler bersamanya. Penghuni baru
ini meletakkan tulang di sekitar sisa sisa tulang rawan yang telah hancur sampai
tulang menggantikan seluruh bagian dalam tulang rawan di sisi diafisis lempeng.
Ketika osifikasi (penulangan) ini selesai, tulang di sisi diafisis telah memanjang
dan ketebalan lempeng epifisis telah kembali seperti semula. Tulang rawan yang
digantikan oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang sama
dengan tulang rawan baru di ujung epifisis lempeng. Karena itu pertumbuhan
dan kematian tulang rawan, yang bekerja sebagai spaceruntuk mendorong
epifisis menjauh sembari membentuk kerangka untuk pembentukan tulang
berikutnya di ujung diafisis.2
2.1.4 Efek Growth Hormon
GH (Growth Hormone) mendorong pertumbuhan ketebalan dan panjang
tulang. Hormon ini merangsang aktivitas osteoblas dan proliferasi tulang rawan
epifisis sehingga terbentuk ruang untuk pembentukan lebih banyak. GH dapat
mendorong pemanjangan tulang panjang selama lempeng epifisis tetap berupa
tulang rawan. Pada akhir masa remaja di bawah pengaruh hormon seks lempeng
ini mengalami penulangan sempurna, sehingga tulang tidak lagi memanjang
meskipun terdapat GH. Karena itu, setelah lempeng tertutup, seseorang tidak
lagi bertambah tinggi.4
2.2 Fraktur pada Anak
2.2.1 Greenstick
2.2.2
2.2.3 Torus buckle

1. Spear, Kathleen Morgan. 2007. Rencana asuhan Keperawatan Pediatrik


Dengan Clinical Pathways Ed 3. Jakarta: EGC
2. Budd, L. (2012). Pediatric fractures. 26 Juni 2015.
http://learnpediatrics.com/body-systems/musculoskeletal-system/pediatricfractures/
3. WHO. (2005/2008).Buku saku:pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten. Jakarta:WHO Indonesia
4. Fisiologi guyton

Anda mungkin juga menyukai