BTKL Tipe A : Yogyakarta (dengan wilayah kerja D.I. Yogyakarta dan Jawa
Tengah); Surabaya (dengan wilayah kerja Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan Timor
Timur); Jakarta (dengan wilayah kerja DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Lampung)
BTKL Tipe B : Medan (dengan wilayah kerja D.I. Aceh dan Sumatera Utara);
Batam (dengan wilayah kerja Riau, Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat);
Banjarmasin (dengan wilayah kerja Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan
Kalimantan Timur); Ujung Pandang (dengan wilayah kerja Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara); Palembang (dengan wilayah kerja Sumatera Selatan,
Bengkulu, dan Jambi); Manado (dengan wilayah kerja Sulawesi Utara dan
Sulawesi Tengah); dan Ambon (dengan wilayah kerja Maluku dan Irian Jaya)
Beberapa perubahan yang terjadi dengan terbitnya Keputusan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Kedudukan : BBTKL PP, BBTKL PP Kelas I, BBTKL PP Kelas II adalah Unit
Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah
dan bertanggungjawab kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan;
2. Tugas: BBTKLPP mempunyai tugas melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian
dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan
dan pelatihan, pengembangan metode dan teknologi tepat guna, kewaspadaan dini
dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) di bidang pengendalian
penyakit dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra;
3. Penambahan satu fungsi baru berupa Pelaksanaan surveilans faktor risiko
penyakit tidak menular;
4. Pembinaan Kepala BBTKLPP secara administratif dibina oleh Sekretariat
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehtaan Lingkungan serta
secara teknis fungsional dibina oleh Direktorat di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan;
5. Penambahan spesifikasi tugas di Bidang surveillans Epidemiologi yaitu
melaksanakan perencanaan dan evaluasi di bidang surveilans epidemiologi
penyakit menular dan penyakit tidak menular, advokasi dan fasilitasi
kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB, kajian dan diseminasi informasi
kesehatan lingkungan, kesehatan matra, kemitraan dan jejaring kerja, serta
pendidikan dan pelatihan bidang surveilans epidemiologi;
6. Penambahan spesifikasi tugas di Bidang Pengembangan teknologi dan
laboratorium yaitu melaksanakan perencanaan dan evaluasi pengembangan dan
penapisan teknologi dan laboratorium, kemitraan dan jejaring kerja kesehatan
lingkungan, kesehatan matra, serta pendidikan dan pelatihan bidang pengembangan
teknologi dan laboratorium pengendalian penyakit, kesehatan lingkungan dan
kesehatan matra;
7. Perubahan nama Seksi teknologi Pembernatasan Penyakit Menular menjadi Seksi
Teknologi Pengendalian Penyakit;
8. Perubahan seluruh kalimat yang semula berbunyi pemberantasan penyakit menular
menjadi pengendalian penyakit.
Dengan berlakunya peraturan baru ini maka Keputusan Menteri Kesehatan RI No
267/Menkes/SK/III/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permenkes
No.891/Menkes/Per/Per/IX/2008
tentang
Perubahan
atas
Kepmenkes
No
267/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular dinyatakan
tidak berlaku.
Tatalaksana dari organisasi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Kesehatan
dan Semua ketentuan pelaksanaan dari Keputusan Menteri Kesehatan RI No
267/Menkes/SK/III/2004 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permenkes
No.891/Menkes/Per/Per/IX/2008
tentang
Perubahan
atas
Kepmenkes
No
267/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Bidang Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular tetap
berlaku sepanjang belum diganti atau ditetapkan berdasarkan peraturan ini.
Penanganan Limbah Infeksius Klinis dan Biologis
Limbah Klinik
1. Pengertian limbah klinik
Limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan
di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan
resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum . Oleh karena itu perlu diberi
label yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban
atau pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi,
jarum-jarum dan suntik bekas, kantung urine dan produk darah.
2. Pengelolaan limbah klinik
Pengelolaan limbah klinik dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan
adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume,
penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle),
dan pengolahan (treatment). Berikut adalah beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang
menyangkut hal-hal berikut:
a) Pemisahan Limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang
berbeda yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut
untuk insinerasi atau dibuang.
3. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya
dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal
sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli
dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna
dibangsal dan unit-unit lain.
4. Penanganan Limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian.
Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas.
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika
dibawa mengayun menjauhi badan limbah tidak tercecer keluar dan
diletakkan ditempat tertentu untuk dikumpulkan.
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan
warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang
sesuai.
Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan
hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
Trickling filter
Cakram biologi
Filter terendam
Reaktor fludisasi
Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses
ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:
1.
2.
Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap
lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob
menjadi lebih ekonomis.
PENANGANAN LIMBAH B3
Pengertian B3
Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya
mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis
sisa bahannya.
Definisi limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena
sifat (toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Tujuan pengelolaan limbah B3
Tujuan pengelolaan B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan
kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali.
Dari hal ini jelas bahwa setiap kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik
penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus
memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga kualitas lingkungan tetap pada kondisi
semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat tertumpah, tercecer dan rembesan limbah
B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas lingkungan kembali kepada fungsi
semula.
Identifikasi limbah B3
Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu:
Berdasarkan sumber
Berdasarkan karakteristik
mudah meledak;
pengoksidasi;
sangat mudah sekali menyala;
sangat mudah menyala;
mudah menyala;
amat sangat beracun;
sangat beracun;
beracun;
berbahaya;
korosif;
bersifat iritasi;
berbahayabagi lingkungan;
karsinogenik;
teratogenik;
mutagenik.
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun
1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
mudah meledak;
mudah terbakar;
bersifat reaktif;
beracun;
menyebabkan infeksi;
bersifat korosif.
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) tidak dapat begitu saja
ditimbun, dibakar atau dibuang ke lingkungan , karena mengandung
bahan yang dapat membahayakan manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah ini memerlukan cara penanganan yang lebih khusus dibanding
limbah yang bukan B3. Limbah B3 perlu diolah, baik secara fisik, biologi,
maupun kimia sehingga menjadi tidak berbahaya atau berkurang daya
racunnya. Setelah diolah limbah B3 masih memerlukan metode
pembuangan yang khusus untuk mencegah resiko terjadi pencemaran.
Beberapa metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan
adalah sebagai berikut.
1. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau
biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang
umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi . stabilisasi/solidifikasi
adalah proses pengubahan bentuk fisik dan sifat kimia dengan
menambahkan bahan peningkat atau senyawa pereaksi tertentu untuk
memperkecil atau membatasi pelarutan, pergerakan, atau penyebaran
daya racun limbah, sebelum dibuang. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur
(CaOH2), dan bahan termoplastik.
Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil volume B3 namun
saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil
pembakaran tidak mencemari udara.
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang telah cukup berkembang saat ini dikenal
dengan istilah bioremediasi dan viktoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri
dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3, sedangkan
Vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi
bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi
pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih muran dibandingkan dengan
metode Kimia atau Fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses
Bioremediasi dan Vitoremediasi merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu,
karena menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawasenyawa beracun ke dalam rantai makanan di ekosistem.
2.
a.
Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak membahayakan manusia adalah
dengan cara memompakan limbah tersebut melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di
bawah lapisan-lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori, limbah B3
ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan mencemari tanah maupun air.
Namun, sebenarnya tetap ada kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau
pecahnya lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan tanah.
b.
limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang memang dibuat untuk
limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan pelindung yang dapat mencegah perembesan
limbah. Ketika air limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap di
dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah akan semakin
tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran lapisan pelindung, dan ikut
menguapnya senyawa B3 bersama air limbah sehingga mencemari udara.
c.
limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus pengamanan tinggi. Pada
metode pembuangan secure landfills, limbah B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong,
kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran
limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk
mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan
dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode
secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada
kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena
limbah akan semakin menumpuk.
Pengelolaan dan pengolahan limbah B3
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan,
pengolahan dan penimbunan.
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus
dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan
pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995
tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
1. Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi
penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus:
1.
2.
3.
4.
5.
2. Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi
proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan
jenis dan materi limbah.
3) Hasil pengolahan limbah B3
Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan
dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka
waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau
ditutup.
Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah
B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan
sekali).
Teknologi Pengolahan
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling
populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan
incineration.
1. Chemical Conditioning
Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. TUjuan
utama dari chemical conditioning ialah:
solidifikasi/stabilitasi
diatur
oleh
BAPEDAL
berdasarkan
03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.
Kep
3. Incineration
Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam
teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah
hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan
solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak
kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen
limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Aspek penting dalam sistem
insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain
menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat
diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan
untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed,
open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved
air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3
Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Dapat juga
mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Hadirnya elemen lain dalam
jumlah kecil tidak mengganggu proses oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya
menentukan bahaya dari suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.
Bila molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida (CO 2), air dan
senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan berkurang. Untuk penghancuran dengan
panas merupakan salah satu teknik untuk mengolah limbah B3.
Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan kondisi
terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa sederhana seperti
CO2 dan H2O. Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk padat,
cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa digunakan limbah organik
seperti lumpur logam berat (heavy metal sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik
patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila insenerator dioperasikan. Incenerator
memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa organik dengan
sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu
biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke
atmosfir lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasional.
Daftar Pustaka
http://btkljogja.or.id/
https://nurkayat.wordpress.com/artikelku/penangganan-limbah-secara-biologis/
https://nurkayat.wordpress.com/artikelku/penangganan-limbah-secara-biologis/
http://arjuantorich.blogspot.com/2013/12/limbah-klinik-dan-b3.html
http://limbahb3-limbahb3.blogspot.com/
witasharer.blogspot
(www.menlh.go.id/i/art/pdf_1054679307.pdf)