: 1.
2.
3.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
10
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
11
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
(1) Luas wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa Barat terdiri dari luas
daratan sekitar 184.902 Hektar dan luas perairan laut sekitar 124.300
Hektar. Wilayah daratan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan, yaitu
Kecamatan Taliwang, Kecamatan Seteluk, Kecamatan Brang Rea,
Kecamatan Jereweh, Kecamatan Sekongkang, Kecamatan Poto Tano,
Kecamatan Brang Ene dan Kecamatan Maluk.
(2) Batas wilayah Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), adalah :
a. sebelah barat
: Selat Alas;
b. sebelah timur : Kecamatan Batu Lanteh dan Kecamatan Lunyuk
Kabupaten Sumbawa;
c. sebelah utara
: Laut Flores dan Kecamatan Alas Barat Kabupaten
Sumbawa; dan
d. sebelah selatan : Samudera Hindia.
12
BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 3
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat adalah
mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan
merata yang berbasis pembangunan pertanian dengan pendekatan
agribisnis dan agroindustri yang didukung oleh pembangunan pariwisata
dan pertambangan menuju terwujudnya kesejahteraan wilayah yang
berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan Penataan Ruang
Pasal 4
(1) Agar tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun
kebijakan penataan ruang kabupaten.
(2) Kebijakan penataan ruang kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terdiri atas:
a. peningkatan kemandirian kawasan melalui pertumbuhan dan
pengembangan wilayah berbasis agroindustri dan agrobisnis;
b. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan
dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan,
dan pariwisata;
c. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung
pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata;
d. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan
lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi;
e. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek
keberlanjutan dan lingkungan hidup;
f. pengembangan kawasan wisata yang berbasis pada potensi alam dan
budaya;
g. pengelolaan kawasan pertambangan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan;
h. pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan pencegahan dampak
negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan hidup dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup
dengan memperhatikan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan
bencana;
i. pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis baik
untuk fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan
kawasan sesuai fungsi utama kawasan;
j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.
13
Bagian Ketiga
Strategi Penataan Ruang
Pasal 5
(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan strategi penataan ruang wilayah
kabupaten.
(2) Strategi peningkatan kemandirian kawasan melalui pertumbuhan dan
pengembangan
wilayah
berbasis
agroindustri
dan
agrobisnis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, terdiri atas:
a. mengembangkan
wilayah-wilayah
dengan
potensi
unggulan
pertanian, perikanan, peternakan berbasis agrobisnis dan
agroindustri.
b. menetapkan kawasan pertanian, perikanan dan peternakan;
c. mengembangkan kawasan industri perikanan;
d. melakukan delineasi lahan pertanian sawah berkelanjutan;
e. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial;
f. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering;
g. mengembangkan
pengelolaan
kawasan
pertanian
dengan
intensifikasi melalui penerapan teknologi pertanian dan teknologi
pasca panen;
h. meningkatkan sistem prasarana dan sarana dan kelembagaan
pengelolaan penunjang kawasan pertanian, perikanan, dan
peternakan yang berorientasi agrobisnis dan agroindustri; dan
i. membangun jaringan pengangkutan dan pemasaran produk
perikanan dalam skala regional dan nasional.
(3) Strategi Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi
perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian,
perikanan, dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf b, terdiri atas:
a. menetapkan pusat-pusat kegiatan wilayah secara hierarkis guna
menunjang pengembangan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi
wilayah;
b. memantapkan fungsi pusat-pusat kegiatan wilayah;
c. memantapkan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan wilayah
perkotaan dan perdesaan dan wilayah pengaruhnya;
d. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan
dan wilayah di sekitarnya;
e. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum
terlayani oleh pusat pertumbuhan yang sudah ada; dan
f. mendorong pusat-pusat kegiatan wilayah perkotaan dan perdesaan
agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di
sekitarnya.
(4) Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung
pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, terdiri atas:
a. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan
keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
14
b.
c.
d.
e.
f.
g.
15
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
(7) Pengembangan kawasan wisata yang berbasis pada potensi alam dan
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f terdiri
atas:
a. pengembangan potensi-potensi wisata unggulan;
b. pengembangan potensi-potensi wisata unggulan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, meliputi:
1. wisata alam hutan, pegunungan, air terjun, dan wisata bahari;
2. wisata budaya;
c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang
bernilai historis;
d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan;
e. mengembangkan destinasi wisata.
(8) Strategi
Pengelolaan
kawasan
pertambangan
dengan
konsep
pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat
(2) huruf g, terdiri atas:
a. menetapkan kawasan eksploitasi dan eksplorasi pertambangan;
b. mengembangkan kawasan lingkar tambang sesuai potensi unggulan
menuju yang terkait dengan kegiatan pertambangan menuju
kemandirian kawasan;
c. melengkapi
prasarana
dan
sarana
penunjang
kegiatan
pertambangan;
d. mengawasi upaya rehabilitasi lingkungan secara bertahap dalam
memperbaiki kualitas lingkungan kawasan tambang pada masa pra
tambang, dan pasca tambang;
e. mengendalikan dampak lingkungan alam dan lingkungan sosial
akibat limbah tailing pertambangan;
f. melakukan pemantauan kualitas lingkungan pesisir dan laut sebagai
dampak kegiatan pertambangan; dan
g. peningkatan kegiatan pertambangan di zona layak tambang sesuai
dengan tata ruang.
16
17
18
19
20
21
(2)
(3)
22
(4)
(5)
23
a.
b.
c.
d.
Wilayah Sungai;
Jaringan Irigasi;
Jaringan air minum; dan
Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor dan sistem pengamanan
abrasi pantai.
24
25
26
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah
Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011 2031 dengan tingkat ketelitian
1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.2 yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 21
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a,
terdiri atas:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan
e. kawasan rawan bencana alam.
(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di
wilayah kabupaten adalah seluas 66.230,71 Hektar, penyebarannya
terletak pada:
a. Kelompok Hutan Puncak Ngengas (RTK. 60) seluas 8.062,52 Hektar;
b. Kelompok Hutan Selalu Legini (RTK 59) seluas 49.941,81 Hektar;
c. Kelompok Hutan Olat Lemusung (RTK 91) seluas 7.778,90 Hektar;
dan
d. Kelompok Hutan Pantai Alas dsk (RTK 74) seluas 447,50 Hektar.
(3) Pengelolaan kawasan hutan lindung dilakukan oleh Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang terdiri atas:
a. KPHL Brang Rea seluas 46.124,61 Hektar; dan
b. KPHL Mataiyang mencakup Selalu Legini (RTK 59) seluas 32.107,00
Hektar.
(4) Rencana pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a meliputi semua
upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya
alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang
berkelanjutan dan tidak dapat dikonversi.
(5) Kawasan hutan yang berfungsi konservasi di Kabupaten Sumbawa Barat
dikelola oleh Pemerintah Pusat meliputi Kesatuan Pengelolaan Hutan
Konservasi (KPHK) seluas 5.062,00 Hektar, meliputi: KSH Jereweh
(Selalu Legini RTK. 59) seluas 3.718,80 Hektar, Cagar Alam Pedauh (RTK.
71) seluas 524,00 Hektar, dan Danau Rawa Taliwang (RTK 76) seluas
819,20 Hektar.
(6) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah Kawasan resapan
air, meliputi Kecamatan Seteluk, Kecamatan Jereweh, Kecamatan Brang
Rea, dan Kecamatan Sekongkang.
27
28
diluar
sektor
(11) Prosedur, persyaratan dan tata cara izin pinjam pakai penggunaan
kawasan hutan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(12) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e, terdiri atas:
a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi kawasan Kecamatan
Brang Rea dan sekitarnya, Labuhan Lalar di Kecamatan Taliwang,
dan Kuang Busir, Desa Poto Tano di Kecamatan Poto Tano;
b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi tanah longsor tipe A
di kabupaten Sumbawa Barat meliputi kawasan sekitar Taliwang
(Sebubuk, Pakirum, Poto Batu, Lamunga), Poto Tano (Kokar Lian),
Brang Rea (Bangkat Monteh), Seteluk, Jereweh, dan Maluk;
c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kawasan Sejorong,
Maluk, Bertong, Tepas, Seteluk dan Poto Tano;
29
30
31
32
Pasal 26
(1) Kawasan peruntukan perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 ayat (1) huruf d, terdiri atas:
a. Pengembangan Kawasan Konservasi Perairan di sekitar gugusan Gili
Balu;
b. Pengembangan Kawasan Perikanan Tangkap:
1. Pengembangan perikanan tangkap skala kecil meliputi perairan
pulau, perairan teluk, dan perairan pantai;
2. Pengembangan perikanan tangkap skala besar meliputi perairan
lepas pantai yang meliputi wilayah teritorial Kabupaten Sumbawa
Barat.
c. Pengembangan Kawasan Perikanan Budidaya:
1. Pengembangan kawasan budidaya perikanan air tawar diarahkan
di Kecamatan Seteluk, Kecamatan Taliwang, Kecamatan Brang Rea,
Kecamatan Brang Ene, Kecamatan Maluk, Kecamatan Jereweh, dan
Kecamatan Sekongkang, yang ketentuannya di atur lebih lanjut
melalui peraturan Bupati;
2. Pengembangan kawasan perikanan budidaya air payau/tambak
diarahkan di Kawasan Labuhan Lalar di Kecamatan Taliwang,
Kawasan Kertasari di Kecamatan Taliwang, Kawasan Batu Putih di
Kecamatan Taliwang, Kawasan Poto Tano di Kecamatan Poto Tano,
Kawasan Tambak Sari, Kiantar Tuananga di Kecamatan Poto Tano,
Kawasan Kuang Busir di Kecamatan Poto Tano, Kawasan Pasir
Putih di Kecamatan Maluk, Kawasan Benete di Kecamatan Maluk,
Kawasan Goa Dasan Anyar di Kecamatan Jereweh dan Kawasan
Sekongkang Barat di Kecamatan Sekongkang;
d. Pengembangan
kawasan
budidaya
laut
diarahkan
melalui
pengembangan budidaya perikanan (laut), budidaya mutiara,
budidaya rumput laut dan budidaya lainnya.
e. Pengembangan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada huruf d,
meliputi:
1. budidaya mutiara diarahkan di Kecamatan Taliwang dan
Kecamatan Poto Tano;
2. budidaya rumput laut diarahkan di Labuhan Kertasari, Jelenga,
dan Poto Tano;
3. dan budidaya perikanan lainnya yang diarahkan di semua desadesa pesisir di Kabupaten Sumbawa Barat.
(2) Ketentuan mengenai pengaturan zona peruntukan di wilayah pesisir dan
laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir Laut, dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten dengan tetap
mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait yang lebih tinggi.
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (1) huruf e, terdiri atas:
a. pertambangan mineral logam terletak di kawasan Batu Hijau
Kecamatan Sekongkang;
b. pertambangan mineral bukan logam dan batuan diarahkan di seluruh
wilayah kecamatan;
33
34
Pasal 29
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
35
(4)
(1)
dengan
potensi
(2)
perbukitan
perkotaan
Taliwang
sebagai
kawasan
(4)
37
38
39
40
(2)
(1)
zonasi
untuk
sistem
jaringan
(3)
utama
adalah
untuk
instalasi
peralatan
42
Pasal 42
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air
pada wilayah sungai disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan dan
dilarang untuk membuang sampah, limbah padat dan/atau cair dan
mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha;
43
Paragraf 8
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk
Sistem Jaringan Pengelolaan Lingkungan
Pasal 44
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk Sistem Jaringan Prasarana
Persampahan Kabupaten, terdiri atas:
a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) tidak diperkenankan terletak berdekatan
dengan kawasan permukiman;
44
sampah
disediakan
prasarana
penunjang
45
46
47
tingkat kerawanan
pesen), dan untuk
tingkat kerawanan
40% (empat puluh
.i
Paragraf 10
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Untuk Kawasan Budidaya
Pasal 47
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya, terdiri atas:
a. peraturan zonasi kawasan hutan produksi;
b. peraturan zonasi kawasan hutan rakyat;
c. peraturan zonasi kawasan pertanian;
d. peraturan zonasi kawasan pertambangan;
e. peraturan zonasi kawasan permukiman;
f. peraturan zonasi kawasan industri;
g. peraturan zonasi kawasan perikanan;
h. peraturan zonasi kawasan pariwisata; dan
i. peraturan zonasi untuk peruntukan lainnya.
49
Pasal 48
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 huruf a, terdiri atas:
a. produksi hasil hutan kayu hanya diperkenankan dari hasil kegiatan
budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi;
b. produksi hutan kayu yang berasal dari hutan alam, hanya dimungkinkan
dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan ijin
yang sah;
c. dalam kawasan hutan produksi diperuntukan bagi kegiatan budidaya
kehutanan dan kegiatan budidaya di luar kehutanan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku;
d. kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu dalam kawasan hutan produksi
tidak diperkenankan dari hutan alam;
e. kawasan hutan produksi tidak dapat dialihfungsikan untuk kegiatan lain
di luar kehutanan; dan
f. sebelum kegiatan pengelolaan hutan produksi dilakukan wajib dilakukan
studi kelayakan dan studi amdal yang hasilnya disetujui oleh tim dari
lembaga yang berwenang.
g. Peraturan zonasi dalam kawasan hutan produksi yang diizinkan
beberapa kegiatan:
1. kegiatan yang diizinkan, meliputi:
a) kegiatan pengembangan/pembangunan hasil hutan kayu dan hasil
hutan bukan kayu serta jasa lingkungan;
b) rehabilitasi hutan produksi;
c) pengembangan fungsi penyangga pada kawasan hutan produksi
yang berbatasan dengan hutan lindung dan hutan konservasi;
d) kegiatan penataan sempadan sungai, danau dan mata air;
e) kegiatan pemanfaatan hutan produksi tetap dan hutan produksi
terbatas;
f) kegiatan pemanfaatan ruang lainnya yang dapat meningkatkan
fungsi hutan produksi.
2. kegiatan yang diizinkan terbatas, meliputi:
a) kegiatan pemungutan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan
kayu;
b) kegiatan pengembangan jasa lingkungan.
3. kegiatan yang diizinkan bersyarat, meliputi:
a) kegiatan budidaya peternakan;
b) kegiatan transmisi, relay dan distribusi listrik, telekomunikasi dan
energi.
4. kegiatan yang dilarang pada kawasan hutan produksi adalah semua
pemanfaatan dan penggunaan ruang kecuali yang dikategorikan
diizinkan, diizinkan terbatas dan diizinkan bersyarat.
Pasal 49
(1) Peraturan zonasi untuk kawasan pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 huruf c dilakukan dengan:
a. kegiatan budidaya pertanian tanaman pangan dan tanaman
hortikultura tidak diperkenankan menggunakan lahan yang dikelola
dengan mengabaikan kelestarian lingkungan, misalnya penggunaan
50
b.
c.
d.
e.
f.
51
52
Pasal 52
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 huruf f, terdiri atas:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan
kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia di wilayah sekitarnya;
b. penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan limbah industri dan
sampah; dan
c. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan
industri.
Pasal 53
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 huruf g, terdiri atas:
a. pengembangan kegiatan perikanan, dengan arahan kegiatan:
1. peningkatan produktivitas perikanan yang sudah berjalan;
2. peningkatan sarana dan prasarana perikanan;
3. pengembangan budidaya perikanan laut dan darat melalui budidaya
di sawah dan kolam air;
4. pengembangan kegiatan perikanan tradisonal penunjang pariwisata;
5. pengembangan kegiatan perikanan skala menengah/besar.
b. pemanfaatan wilayah perairan laut, yaitu : perairan pantai, lepas pantai
dalam batas kewenangan kabupaten bagi peningkatan produktivitas
perikanan laut; dan
c. pengawasan dan pengendalian kerusakan ekosistem dan biota laut.
Pasal 54
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 huruf h, terdiri atas:
a. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan dilakukan kegiatan
yang dapat menyebabkan rusaknya kondisi alam terutama yang menjadi
obyek wisata alam;
b. dalam kawasan pariwisata dilarang dibangun permukiman dan industri
yang tidak terkait dengan kegiatan pariwisata;
c. dalam kawasan pariwisata diperkenankan adanya sarana dan prasarana
yang mendukung kegiatan pariwisata dan sistem prasarana wilayah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
d. pada kawasan pariwisata diperkenankan dilakukan penelitian dan
pendidikan;
e. pada kawasan pariwisata alam tidak diperkenankan adanya bangunan
lain kecuali bangunan pendukung kegiatan wisata alam;
f. pengembangan pariwisata harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan
lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan serta studi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan; dan
g. mendorong kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dan
berbasis masyarakat.
53
Pasal 55
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 huruf i meliputi :
a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan
jasa;
b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pemerintahan;
dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan
keamanan.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perdagangan dan
jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;
b. tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
c. lokasi strategis dan kemudahan pencapaian dari seluruh penjuru
kota, dapat dilengkapi dengan sarana penunjang kegiatan komersil
dan kegiatan pengunjung; dan
d. peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung disesuaikan dengan sasaran konsumen yang akan
dilayani.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
a. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan;
b. tidak terletak pada kawasan lindung dan kawasan bencana alam;
c. lokasi strategis dan kemudahan pencapaian dari seluruh penjuru
wilayah, dan dilengkapi dengan sarana penunjang kegiatan
pemerintahan; dan
d. peletakan bangunan dan ketersediaan sarana dan prasarana
pendukung disesuaikan kebutuhan pelayanan.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan
keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah :
a. penetapan zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan
dan keamanan dengan kawasan budidaya terbangun; dan
b. penetapan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan.
Pasal 56
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya yang bersifat khusus
dan spesifik disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 57
Ketentuan lebih lanjut mengenai peraturan zonasi setiap kawasan lindung
dan budidaya akan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
54
Bagian Ketiga
Ketentuan Umum Perizinan
Paragraf 1
Izin Pemanfaatan Ruang
Pasal 58
(1) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b
adalah Izin Pemanfaatan Ruang.
(2) Setiap kegiatan yang memanfaatkan ruang di wilayah daerah wajib
dilengkapi dengan Izin Pemanfaatan Ruang.
(3) Izin Pemanfaatan Ruang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
setelah dikoordinasikan, dikaji dan diproses oleh lembaga ad Hoc Tata
Ruang (BKPRD) Kabupaten Sumbawa Barat melalui kegiatan
perencanaan tata ruang (advice planning) yang selanjutnya ditetapkan
oleh Bupati Sumbawa Barat.
(4) Izin Pemanfaatan
selanjutnya.
Ruang
menjadi
dasar
penerbitan
izin-izin
55
56
Pasal 64
(1) Ketentuan disinsentif Pemerintah Daerah kepada pengembang kawasan,
dikenakan dalam bentuk:
a. pembatasan penyediaan infrastruktur;
b. pengenaan kompensasi; dan
c. penalti.
(2) Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat, dikenakan
dalam bentuk:
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi; dan
d. penalti.
Pasal 65
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf c dilakukan menurut prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemberian insentif dan
disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Arahan Sanksi
Pasal 66
Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d merupakan
acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang
dan pola ruang wilayah kabupaten;
b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;
dan
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar.
57
Pasal 67
(1) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a,
huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.
(2) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c,
dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pembongkaran bangunan;
f. pemulihan fungsi ruang; dan
g. denda administratif.
Pasal 68
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 69
Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap rencana tata ruang
wilayah yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
KELEMBAGAAN
Pasal 70
(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Dinas/Instansi yang
ditentukan sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam rangka koordinasi penataan ruang dan kerjasama antar
sektor/antar daerah bidang penataan ruang, dibentuk Badan Koordinasi
Penataan Ruang Daerah (BKPRD).
58
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan
Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan
Bupati.
BAB X
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
DALAM PENATAAN RUANG
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 71
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak:
a. Berperan serta dalam proses perencanaan dan penyusunan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sumbawa Barat;
c. Menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya
sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
rencana tata ruang; dan
e. Mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 72
Setiap orang berkewajiban:
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam ijin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses yang seluas-luasnya ke ruang yang dinyatakan oleh
peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga
Peran Masyarakat
Pasal 73
(1) Peran masyarakat dalam penataan ruang di Daerah dilakukan antara
lain melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;
b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan
c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Bentuk peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dapat berupa :
a. memberikan masukan mengenai :
1. penentuan arah pengembangan wilayah;
2. potensi dan masalah pembangunan;
59
60
dimaksud
pada
ayat
(1),
dapat
(3) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 75
(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah
membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang
dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
(2) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 76
Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;
b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten;
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor;
e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan
f. penataan ruang Kawasan Strategis Kabupaten.
Pasal 77
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Sumbawa Barat adalah 20 (dua puluh)
tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah
kabupaten yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,
RTRW Kabupaten Sumbawa Barat dapat ditinjau kembali lebih dari 1
(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan pemerintah provinsi dan
strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau
dinamika internal kabupaten.
61
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 78
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sampai dengan berakhir
masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut
disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah
ini;
2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan
ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan
dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan
Peraturan Daerah ini;
3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak
memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan
berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat
dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; dan
4. ketentuan dan tata cara pemberian penggantian yang layak
sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
c. Izin pemanfaatan ruang yang masa berlakunya sudah habis dan tidak
sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan
Peraturan Daerah ini;
d. Pemanfaatan ruang di daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan
sebagai berikut:
1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini,
pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan
dengan Peraturan Daerah ini; dan
2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk
mendapatkan izin yang diperlukan.
e. Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang daerah yang telah
ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum
diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
Pasal 79
(1) Kawasan lindung yang difungsikan untuk kegiatan budidaya secara
bertahap dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung setelah izin
kegiatan budidaya habis masa berlakunya.
(2) Perubahan status dan/atau fungsi kawasan hutan, kawasan lahan
pertanian pangan berkelanjutan harus mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan.
62
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 80
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Sumbawa Barat.
Ditetapkan di Taliwang,
pada tanggal 16 April 2012
BUPATI SUMBAWA BARAT,
ttd
ZULKIFLI MUHADLI
Diundangkan di Taliwang
pada tanggal 16 April 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SUMBAWA BARAT
ttd
MUSYAFIRIN
63
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
NOMOR 2 TAHUN 2012
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
TAHUN 2011-2031
I. UMUM
1. Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai bagian dari
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan
dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi
wadah bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara
berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang
memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika
didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik
dalam hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia
dengan manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya
maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam
dipergunakan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran
rakyat.
Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah,
karena ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan
kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya,
haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut,
ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat meliputi tiga matra, yakni
ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai unsur lingkungan
hidup, terdiri atas berbagai ruang wilayah yang masing-masing
sebagai sub sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi,
sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda
satu dengan lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang
didasarkan pada corak dan daya dukungnya akan meningkatkan
keselarasan,
keseimbangan
subsistem,
yang
berarti
juga
meningkatkan daya tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu
akan berpengaruh kepada kepada subsistem yang lain, yang pada
akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh
karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem
dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
64
65
66
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
7
Cukup jelas
8
Cukup Jelas
9
Cukup Jelas
10
Cukup Jelas
11
Cukup Jelas
67
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Metode vegetatif dalam strategi konservasi tanah dan air
melalui:
-
Penanaman berganda;
Pemakaian mulsa;
Penghutanan kembali/reboisasi.
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup Jelas
68
mengalir
Ayat (2)
Penetapan luasan hutan lindung dilakukan berdasarkan
hasil analisis dan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi
sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung
kehidupan secara serasi yang berkelanjutan melalui:
1. Perencanaan rehabilitasi dan pemulihan hutan yang
termasuk di dalam kriteria kawasan lindung dengan
melakukan penanaman pohon lindung yang dapat
digunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya
yang dapat diambil hasil hutan non-kayu;
2. Percepatan rehabilitasi dan pemulihan hutan pada fungsi
hutan lindung dengan tanaman endemik dan/ atau
tanaman unggulan lokal sesuai dengan fungsi lindung;
3. Pelestarian ekosistem yang merupakan ciri khas
kawasan melalui tindakan pencegahan perusakan dan
upaya pengembalian pada rona awal sesuai ekosistem
yang pernah ada;
4. Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung dilakukan,
antara lain, melalui kegiatan usaha budidaya tanaman
obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya
lebah, penangkaran satwa liar, rehabilitasi satwa, atau
budidaya hijauan makanan ternak;
5. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung melalui
kegiatan usaha: pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan
air, wisata alam; perlindungan keanekaragaman hayati,
penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau
penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan
6. Perencanaan Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
Ayat (5)
Cukup
Ayat (6)
Cukup
Ayat (7)
Cukup
Ayat (8)
Cukup
Ayat (9)
Cukup
Ayat (10)
Cukup
Ayat (11)
Cukup
Ayat (12)
Cukup
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
69
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Ayat (13)
Cukup Jelas
22
Cukup Jelas
23
Cukup Jelas
24
Cukup Jelas
25
Cukup Jelas
26
Cukup Jelas
27
Cukup Jelas
28
Cukup Jelas
29
Cukup Jelas
30
Cukup Jelas
31
Cukup Jelas
32
Cukup Jelas
33
Cukup Jelas
34
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan indikasi program utama dalam
ketentuan ini menggambarkan kegiatan yang harus
dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang
dan pola ruang wilayah kabupaten. Selain itu, juga
terdapat
kegiatan
lain,
baik
yang
dilaksanakan
sebelumnya, bersamaan dengan, maupun sesudahnya,
yang tidak disebutkan dalam Peraturan Daerah ini.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
70
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Pembangunan menara sesuai dengan Peraturan Menteri
Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor:
02/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang
Pedoman
Pembangunan
dan
Penggunaan
Menara
Bersama
Telekomunikasi, Pembangunan Menara harus sesuai
dengan standar baku tertentu untuk menjamin
aspek
keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di
sekitarnya
dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
menentukan kekuatan dan
kestabilan
konstruksi
Menara, antara lain:
a. tempat/space penempatan antena dan perangkat
telekomunikasi untuk penggunaan bersama;
b. ketinggian Menara;
c. struktur Menara;
d. rangka struktur Menara;
e. pondasi Menara; dan
f.
Pasal 42
Cukup
Pasal 43
Cukup
Pasal 44
Cukup
Pasal 45
Cukup
Pasal 46
Cukup
Pasal 47
Cukup
kekuatan angin.
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
71
Pasal 48
Cukup
Pasal 49
Cukup
Pasal 50
Cukup
Pasal 51
Cukup
Pasal 52
Cukup
Pasal 53
Cukup
Pasal 54
Cukup
Pasal 55
Cukup
Pasal 56
Cukup
Pasal 57
Cukup
Pasal 58
Cukup
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan insentif dalam ketentuan ini
kemudahan yang diberikan terhadap pemberian izin
pemanfaatan ruang untuk mendorong tercapainya
perlindungan terhadap kawasan perencanaan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan disinsentif dalam ketentuan ini
adalah pengekangan yang dilakukan terhadap pemberian
izin pemanfaatan ruang untuk membatasi kecenderungan
perubahan dalam pemanfaatan ruang.
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup Jelas
72
Ayat (2)
Huruf a
Keringanan retribusi yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah pemberian keringanan
pembayaran pajak dan/atau retribusi terhadap
pemanfaatan ruang.
Huruf b
Pemberian kompensasi yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah pemberian imbalan pada
masyarakat yang tidak merubah pemanfaatan ruang
sesuai dengan ketentuan kebijakan operasional.
Huruf c
Pemberian
imbalan
yang
dimaksud
dalam
ketentuan ini adalah pemberian balas jasa pada
masyarakat yang mematuhi ketentuan pemanfaatan
ruang.
Huruf d
Sewa ruang yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah masyarakat berhak mendapatkan sewa
ruang sebagai akibat dari pemanfaatan ruang yang
sesuai fungsi dan dilakukan oleh pihak lain,
menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati
bersama.
Huruf e
Urun saham yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah masyarakat berhak mendapatkan bagian
saham dari kegiatan pemanfaatan ruang yang
sesuai fungsi dan dilakukan oleh pihak lain,
menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati
bersama.
Huruf f
Penyediaan infratruktur yang dimaksud dalam
ketentuan ini adalah penyediaan sarana dan
prasarana untuk mendukung pengembangan fungsi
ruang yang telah ditetapkan
Huruf g
Kemudahan prosedur perizinan yang dimaksud
dalam ketentuan ini adalah kemudahan dalam
proses perizinan bagi pemanfaatan ruang yang
sesuai dengan fungsinya untuk mendukung
pengembangan fungsi ruang yang telah ditetapkan.
Huruf h
Penghargaan yang dimaksud pada ketentuan ini
adalah penghargaan yang diberikan kepada
masyarakat yang mematuhi ketentuan pemanfaatan
ruang.
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
73
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Peraturan
perundang-undangan
yang
dimaksud
peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang.
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas
adalah
74