1. Faktor Predisposisi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh,
mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh
darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan
oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
2. Patofisiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan memuntir mendadak dan bahkan kontraksi ekstrem,
sehinggga tulang mengalami kegagalan menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur akan mempengaruhi jaringan
sekitarnya yaitu perusakan pada saraf sensori, kerusakan jaringan lemak
dapat menyebabkan luka terbuka sehingga memungkinkan terjadinya infeksi.
Untuk kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan perdarahan, inflamasi,
dan rupture tendon sehingga terjadinya penekanan saraf akan menyebabkan
nyeri. Selain itu juga akan mempengaruhi korteks tulang dan periosteum
b. Klasifikasi Etiologis
Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya
akibat kelainan patologis di dalam tulang.
Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat tertentu.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa
diketahui
dengan
membandingkan
dengan
ekstremitas
normal.
Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
tergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1
sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
Fuction laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur cruris tidak bisa
berjalan
Lihat juga perbedaan ukuran panjang drai tulang
Adanya nyeri tekan
Adanya :
Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan (baiknya tidak dilakukan
karena akan menambah trauma)
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif
Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang
tidak mampu dilakukan, range of motion, dan kekuatan
8. Terapi
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi dan kekuatan.
Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna (OREF)
meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan tehnik gips atau
fiksator ekterna..Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
(ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
akibat
Pain
: nyeri
b.
Pallor
: pucat
c.
d.
e.
Paralysis
kompartemen.
Infeksi
Tromboemboli emboli paru)
Koagulopati intravaskuler diseminata (KID) : sekelompok kelainan
pendarahan dengan berbagai penyebab, termasuk trauma massif.
Manifestasi KID meliputi : ekimosis, pendarahan yang tidak terduga
setelah pembedahan, dan pendarahan dari membrane mukosa, tempat
penusukan jarum infus, saluran gastrointestinal dan kemih
2) Komplikasi lambat :
a) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
c. Neurosensori
Gejala : hilang gerakan / sensasi, spasme otot
Kebas / kesemutan (parestesis)
Tanda :
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang; dapat berkurang pada
imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda :
II.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai dengan
keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus menyempit,
wajah menunjukkan nyeri, peilaku berhati-hati, melindungi, perubahan
tonus otot, respon otonomik.
b. Kerusakan
integritas
jaringan
berhubungan
dengan
mekanik
Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Ditandai dengan : keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus
menyempit, wajah menunjukkan nyeri, perilaku berhati-hati, melindungi,
perubahan tonus otot, respon otonomik.
2.
Observasi
respon
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
terutama
4.
5.
6.
8.
Intervensi :
1) Catat karakteristik luka
R/ : memberikan informasi tentang masalah yang mungkin disebabkan
oleh alat / pemasangan gips, bebat / traksi
2) Catat karakteristik cairan
R/ : untuk mengobservasi adanya cairan yang timbul dari luka
3) Berikan masase pada area sekitar luka
R/ : mempunyai efek pengering, yang menguatkan kulit. Krim dan
losion tidak dianjurkan karena terlalu banyak minyak dapat menutup
perimeter gips, tidak memungkinkan gips untuk bernapas. Bedak
tidak dianjukan karena potensial akumulasi berlebihan di dalam gips.
2.
3.
4.
Sediakan
Inpeksi kulit dan membrane mukosa selama kemerahan, panas tinggi atau
drainase
R/ : apabila kulit kembali kemerahan dan terdapat drainase purulen
menandakan terjadi proses inflamasi bakteri.
6.
7.
8.
9.
Dorong istirahat
R/ : Mencegah kelelahan/ terlalu lelah dan dapat meningkatkan koping
terhadap ketidaknyamanan
10.
Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan
melaporkan kepada petugas perwatan ketika terdapat tanda dan gejala
infeksi.
R/ : Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
11.
12.
Monitor
1.
Informasikan kepada
3.
4.
5.
6.
7.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta : EGC
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta : EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005
-2006. Editor : Budi Sentosa. Jakarta : Prima Medika
Lynda Jual Carpenito-Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
Johnson,M. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC), second edition, Mosby,
Philadelphia