Anda di halaman 1dari 36

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunya cadangan hampir semua sistem
fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit
dan kematian. Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan,
ditandai dengan turunnya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama
sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis
ditandai dengan kemunduran fungsi organ sejalan dengan umur tetapi bukan
akibat umur tua, melainkan akibat penyakit yang muncul pada umur tua. Tiga
hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua
pada hampir semua spesies mamalia. Kedua, laju proses menua ditentukan oleh
gen yang bervariasi antarspesies. Ketiga, laju proses menua tersebut dapat
diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal
dimasa lalu yang diduga merupakan akibat proses menua ternyata berhubungan
dengan proses penyakit yang faktor faktor risikonya sebenarnya dapat
dimodifikasi seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan (Kuntari,
2002).
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (diatas 60 tahun) di Indonesia terus
meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai
jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19
juta jiwa. Peningkatan itu seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup
(UNH) yaitu 67 tahun untuk perempuan dan 63 tahun untuk laki-laki. Hal ini
mencermunkan salah satu hasil dari upaya pembangunan kesehatan di
Indonesia (Sagala, 2008).
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada lansia dapat diterapkan dengan
menggunakan prinsip pelayanan pada lansia dengan memperhatikan perubahan-

perubahan umum pada jaringan rongga mulut serta pendekatan interdisiplin


untuk memberikan pertimbangan yang tepat dalam perawatan rongga mulut
lansia (Sagala, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1.

Teori Penuaan

2.

Faktor yang mempengaruhi proses penuaan!

3.

Definisi atrisi, abrasi, erosi

4.

Mekanisme atrisi, abrasi, erosi

5.

Penuaan pada gigi

6.

Gambaran klinis rongga mulut akibat dari penuaan

7.

Penuaan pada jaringan periodontal

8.

Pengaruh penuaan terhadap TMJ

9.

Perawatan pada dampak penuaan pada rongga mulut

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana proses dari penuaan, mengetahui efek penuaan
dalam jaringan gigi dan rongga mulut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENUAAN
2.1.1 PROSES PENUAAN
Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang
terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat
dihindari(Mayfirra , 2008).
Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan mengalami
infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua
merupakan proses alamiah yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan
yang ditandai adanya perubahan anatomik, fisiologik, dan biomekanik dalam
sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ tubuh. proses menua
memiliki tanda-tanda(Mayfirra , 2008), antara lain :
1

Terjadi kemunduran biologis, yang terlihat sebagai gejala kemunduran


fisik, misalnya mulut mulai mengendor, kehilangan gigi.

Terjadi kemunduran kemampuan kognitif, misalnya penurunan fungsi


stomatognathi sehingga tidak bisa mengunyah dengan baik.
Lansia dikelompokkan dalam beberapa kelompok berdasarkan tingkat

usia. Menurut DEPKES RI, lansia dibagi dalam 3 kelompok(Mayfirra , 2008),


yaitu :

Kelompok usia dalam masa virilitas (45-54 tahun)

Kelompok usia dalam masa prasenium ( 55-64 tahun)


Kelompok usia masa senescrus (>65tahun) dan usia lanjut dengan resiko
tinggi (>70tahun)

2.1.2 TEORI PROSES PENUAAN


Ada

beberapa

teori

yang

dikemukakan

mengenai

proses

menua(Mayfirra , 2008), antara lain


1

. Teori stochastik
Proses menua disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan,

contohnya adalah mutasi somatik yang disebabkan oleh radiasi dan


kemungkinan bahan-bahan radioaktif yang tertimbun. Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan sintesis protein, kegagalan fungsi dan berakhir
kematian(Mayfirra , 2008)
2

. Teori cross linking


Adanya saling silang antara kolagen dan elastin yang menyebabkan

serabut tersebut kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak dan akhirnya
degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh mengalami
kemunduran fungsional dan meyebabkan gejala penuaan(Mayfirra , 2008)
3

. Teori neuroendokrin
Teori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Proses

menua tergantung peranan kelenjar hypofisis yang mengeluarkan hormon


DECO ( decreasing Oxygen Consumption) yang menstimulir pengurangan

konsumsi

oksigen

dan

mengurangi

usaha

hormon

tiroid

proses

menua(Mayfirra , 2008).

. Teori imunologi
Kapasita fungsional sistem imun menyebabkan kemunduran dengan

bertambahnya umur, mereduksinya fungsi sel limfosit dan turunnya resistensi


terhadap infeksi penyakit(Mayfirra , 2008)
5

. Teori nutritional component


Kekurangan makanan menyebabkan perubahan fisiologis dan anatomis

yang selanjutnya menyebabkan kerusakan dan terbatasnya regenerasi sel


sehingga terjadi proses menua(Mayfirra , 2008).
6

. Teori sintesa protein


Proses ini disebabkan karena ganggua mekanisme sintesa protein,

dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Perubahan akivitas enzim menyebabkan


gangguan sintesa protein sehingga terbentuk protein abnormal(Mayfirra , 2008)
7

. Teori radikal bebas


Radikal bebas bersifat sangat reaktif ini dapat merusak komponen sel dan

inti sel sehingga terjadi degenerasi(Mayfirra , 2008)


2.2 Perubahan pada LanjutUsia
2.2.1 Perubahan fisiologis
Proses umum penuaan tidak dapat diterangkan dengan jelas. Hal ini
sering dijabarkan sebagai gabungan dari fenomena fisiologis normal dan

degenerasi patologis. Penuaan dapat didefinisikan sebagai suatu hal biologis di


mana proses tersebut merupakan hal yang genetik, suatu terminasi yang tak
terelakkan dari pertumbuhan normal. Segi patologis dari penuaan termasuk
proses destruksi, yang kemungkinan berkaitan dengan reaksi autoimun, atau
akumulasi dari pengaruh trauma-trauma minor yang terjadi osteoporosis.
(Mayfirra , 2008)
2.2.2 Perubahan mental pada pasien lanjut usia
Pola kemampuan mental dan sikap pasien lanjut usia merupakan hasil
interaksi kompleks dari pengalaman masa lalu, ketuaan fisiologis dan
perubahan sosial ekonomi pasien. Perubahan dalam kemampuan fisik,
penampilan serta peranan pasien tersebut di dalam kehidupan keluarga dan
di masyarakat sering menimbulkan stres yang sangat besar pada pasien
lanjut usia. (Mayfirra , 2008)
Beberapa Pertimbangan dalam Perawatan yang timbul menentukan
apakah seseorang itu bertumbuh dengan sukacita atau merana. Berkaitan
dengan perubahan usia terjadi perubahan pada indera tertentu dan sistem
syaraf pusat, terjadi kemunduran kemampuan untuk menerima serta
menyimpan informasi. Fungsi seperti pengertian logika dan persepsi spasial
berkurang atau bisa hilang sama sekali. Bagaimana mengantisipasi dan
melakukan tindakan (problem solving) atas sesuatu hal sudah lebih sulit
dilakukan dan informasi yang tidak relevan sering menjadikannya lebih
membingungkan. Sebaliknya, kemampuan atau ilmu yang dulunya dia
peroleh sepertinya tetap bertahan; karena itu, pada pasien lanjut usia, pola
sikap fisiologis dan psikologis yang konstan tidak dapat terlalu ditekankan.
Perawatan prostodonsi terhadap kasus kerusakan/kehilangan gigi merupakan
salah satu faktor untuk mendukung adaptasi mental yang dapat dilakukan
pada pasien lanjut usia (Mayfirra , 2008)

2.2.3 Perubahan sistemik dan degradasi yang terjadi pada pasien lanjut usia
Sistem syaraf pusat terutama sangat peka terhadap ketuaan karena selsel otak tidak direproduksi. Meskipun sitoplasma sel-sel individu memang
terlibat dalam proses destruksi parsialis dan replacement, sel-sel yang
dihasilkan sewaktu kelahiran harus tetap dipertahankan seumur hidup.
Karena sel-sel syaraf juga relatif sangat peka terhadap cukupnya suplai
oksigen, fungsinya sangat berkaitan

dengan kondisi sirkulasi darah.

Diperkirakan bahwa 20% neuron tubuh hilang pada usia 70 tahun.


Kecepatan transmisi rangsang sepanjang serat syaraf juga menurun sebesar
15 s.d. 20%.(Mayfirra , 2008)
2.3 Senile Atropi
2.3.1 Pengertian Senile Atropi
Atropi merupakan atropi yang secara fisiologis terjadi di usia tua.Secara
teoritis atropi merupakan suatu perubahan kuantitatif yaitu berkurangnya
jumlah sel - sel

yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ jadi

berkurang. Atrofi yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh
mengecil. Dengan perkataan lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat
tubuh tersebut terjadi karena sel sel spesifik, yaitu sel sel parenchym
yangmenjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi, bukan mengenai sel
sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah
yang sebenarnya hanya relatif, karena stroma tetap(Harry, 2000).
Meskipun atrofi biasanya merupakan proses patologik juga dikenal atrofi
fisiologik. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atu menghilang sama sekali
selama masaperkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut sesudah
masa usia tertentu tidak menghilang, malah dianggap patologik. Atropi dibagi
menjadi beberapa macam diantaranya(Harry, 2000):
1. Atrofi setempat
Atrofi setempat dapat terjadi akibat keadaan keadaan tertentu.

2. Atrofi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas alat tubuh atau jaringan misalnya inaktivitas otot
otot mengakibatkan otot otot tersebut mengecil. Atrofi ini disebut juga atrofi
neurotrofik.
3. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus menerus atau desakan yang lama
dan mengenai suatu lat tubuh atau jaringan.
4. Atrofi endokrin
Atrofi endokrin terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantungkepada
rangsang hormon tertentu. Atrofi ini akan terjadi apabila hormon tersebut
berkurang atauterhenti sama sekali. (Harry, 2000)
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Senile Atropi
Proses penuaan di picu oleh laju peningkatan radikal bebas dan system
penawaran racun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Factor yang
mempengaruhi proses penuaanada 3, yaitu (Barnes, 2006):
1. Faktor genetic
a. Penuaandini
b. Resikompenyakit
c. Intelegensia
d. Pharmakogenik
e. Warnakulit
f. Tipe/kepribadianseseorang
2. Faktor endogenic
a. Perubahan structural danpenurunanfungsional
b. Kemampuan/skill menurun

c. Kapasitaskulituntukmensintesis vitamin D
3. Factor eksogenik (factor lingkungandangayahidup)
a. Diet/asupanzatgizi
b. Merokok
c. Obat
d. Penyinaran ultra violet
e. Polusi

Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang mempercepat/


memperlambat proses aging, yaitu:
1. Radikal-radikalbebas
Molekul molekul terdiri dari atom dan elektron, dan electron biasanya
berpasangan.Terdapat kondisi dimana terdapat molekul - molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan, maka molekul molekul ini lah
yang dikenal sebagai radikal bebas. Elektron yang tidak mempunyai pasangan
akan mencari elektron lain untuk di jadikan pasangan, maka radikal bebas ini
akan menyerang molekul terdekat untuk mendapatkan elektron. Dengan
demikian menyebabkan kehancuran molekul lain. Bila menimpa DNA,
terutama pada mitokondria di dalam sel - sel, radikal itu menyebabkan mutasi mutasi yang dapat memacu sel sel berlaku secara menyimpang. Lama
kelamaan kerusakan karena radikal bebas ini membuat tubuh menua dan
mendapat berbagai penyakit ( Dewi, 2002).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya radikal bebas,
antaranya adalah sinar matahari, zatkimia, zat pengawet, pewarna dan pelezat
makanan, polusi udara, dan pengobatan dengan sinar ultra violet jangka

10

panjang. Radikal bebas juga di generasi dari tubuh manusia.Contohnya radikal


bebas yang tercipta sepanjang proses produksi energy oleh mitokondria yang
menggunakan oksigen sebagai bahan utamanya. Akhir dari proses metabolic
tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel-sel tubuh
seterusnya menyebabkan penuaan (Dewi, 2002).
2. Antioksidan
Antioksidan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron
yang di perlukan radikal bebas, tanpa menjadikan dirinya berbahaya. Secara
kimiawi antioksidan di rancang untuk menawarkan radikal bebas yang
merusak, menghentikan serangan radikal bebas sehingga degenerasi di hambat
atau proses penuaan di perlambat. Antara antioksidan yang terdapat dalam
makanan yang dapat menunda proses penuaan mencakup Vitamin B, Vitamin E,
Vitamin C, Beta Karoten, Khromium, Selenium, Kalsium, Zinc, Magnesium,
dan Koenzim Q-10. Semuanya mempunyai cara kerja dan efek yang berbeda.
Asam folat (vitamin B) yang terdapat pada sayuran hijau (dolasin), sangat
berperan dalam proses anti tua, mencegah kemerosotan fungsi mental dan
menghentikan kanker, yang lebih penting lagi dapat menyelamatkan kerusakan
arteri yang memicu serangan jantung dan stroke dengan merangsang enzimenzim untuk metabolism homosistein sehingga dapat mencegah penyumbatan
arteri.Vitamin E merupakan vitamin larut terhadap lemak yang berfungsi dalam
menghambat ateros klerosis. Vitamin E mempunyai peran dalam menghambat
ateros klerosis dengan memang kasoksidasi kolesterol LDL. (Dewi, 2002).
2.4 Penuaan Jaringan Rongga Mulut
Proses penuaan jaringan lunak rongga mulut menurut Wall (2006), yaitu:
1. Mukosa,
Terjadi perubahan pada struktur, fungsi dan elastisitas jaringan mukosa
mulut. Gambaran klinis jaringan mukosa mulut lansia tidak berbeda jauh

11

dengan individu muda, tetapi riwayat adanya trauma, penyakit mukosa,


kebiasaan merokok, dan adanya gangguan pada kelenjar ludah dapat mengubah
gambran klinis. Gambaran histologis jaringan mukosa mulut yaitu terjadi
penipisan epitel, penurunan proliferasi seluler, hilangnya lemak dan elastisitas
submukosa, meningkatnya jaringan ikat fibrotik yang disertai perubahan
degenerati kolagen. Perubahan struktural tersebut disertai dengan permukan
yang halus, kering, dan tampak tipis, seta hilangnya stippling dan elastisitas
mukosa. Perubahan tersebut meningkatkan predisposisi mukosa terhadap
trauma dan infeksi.
Karakteristik penuaan mukosa mulut menurut Wall (2006), yaitu :
1. Terlihat pucat dan kering
2. Hilangnya stippling
3. Terjadinya Oedema
4. Elastisitas jaringan berkurang
5. Jaringan mudah mengalami iritasi dan rapuh
6. Kemunduran lamina propria
7. Epitel mengalami penipisan
8. Keratinisasi berkurang
9. Penebalan serabut kolagen pada lamina propia.
2. Lidah
a. Tonus lidah mengalami penurunan tapi ukurannya tidak berubah kecuali
pada orang yang kehilangan giginya.
b. Papilla lidah berkurang demikian juga ukurannya. Di prediksi bahwa 65%
taste bud hilang pada umur 80 tahun.
c. Tampak bercelah dan beralur atau ada pula yang tampak berambut
d. Varikositas pada ventral lidah tampak jelas.
e. Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya
fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka terjadi perubahan persepsi

12

terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang


kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin.
Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar
gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan
berbicara (Wall, 2006).
3.

Kelenjar Saliva
a. Kecepatan aliran saliva rendah
b. Biosintesis protein menurun karena sel-sel asinus mengalami atropi
sehingga jumlah protein saliva menurun.
c. Xerostomia, aliran saliva berkurang karena menurunya jumlah jaringan
asihan yang sebanding dengan ductus dan connective tissue.
d. Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu
keadaaan normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan
jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat berbicara,
maupun saat makan.
e. Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi,
hilangnya asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan
yang meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat
dikatakan bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan
berkurang volumenya pada usia tua (Wall, 2006).

4. Ligamen Periodontal
Perubahan pada ligamen periodontal yang berkaitan dengan lanjut
usia menurut Wall (2006) yaitu:
a. Berkurangnya fibroblas dan strukturnya lebih irregular,
b. Berkurangnya produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta
c. Meningkatnya jumlah serat elastis.
5. Gingiva

13

Terjadinya penambahan papilla jaringan ikat dan menurunnya


keratinisasi epitel.
Keratinisasi epitel gingiva yang menipis dan berkurang terjadi
berkaitan dengan usia. Keadaan ini berarti permeabilitas terhadap antigen
bakteri meningkat, resistensi terhadap trauma fungsional berkurang, atau
keduanya. Karena itulah, perubahan tersebut dapat mempengaruhi hasil
perawatan periodontal jangka panjang.
Pergerakkan dent gingival junction ke apical meluas ke cemento
enamel junction.Migrasi epitel junction ke arah permukaan akar dapat
disebabkan oleh erupsi gigi melewati gingiva sebagai usaha untuk
mengatur kontak oklusal dengan gigi lawannya (erupsi pasif) akibat
hilangnya permukaan gigi karena atrisi. Hal ini kemudian berkaitan
dengan resesi gingiva. Resesi gingiva yang terjadi pada lanjut usia
bukanlah merupakan proses fisiologis yang pasti, namun merupakan
akibat kumulatif dari inflamasi atau trauma yang terjadi pada periodontal
(seperti menyikat gigi yang terlalu keras) (Wall, 2006).
2.5 Proses penuaan jaringan keras rongga mulut
Penuaan jaringan keras rongga mulut menurut Wall (2006), yaitu:
1. Penuaan gigi
Berkaitan dengan proses fisiologis normal dan proses patologis
akibat tekanan fungsional dan lingkungan. Gigi geligi mengalami
diskolorasi menjadi lebih gelap dan kehilangan email akibat abrasi, erosi,
dan atrisi (Wall, 2006).
Gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan
bertambahnya usia perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia tetapi
disebabkan oleh refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan
kebiasaan. Email mengalami perubahan pada yang nyata karena
pertanbahan usia, termasuk kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride
sejalan usia (Wall, 2006).

14

a. Email:
a) Erosi: melarutnya email gigi (kalsium) oleh asam. Erosi
merupakan kelinan yang disebabkan hilangnya jaringan keras gigi
karena proses kimiawi dan tidak melibatkan bakeri. Penyebab
utama larutnya email gigi adalah makanan atau minuman yang
mengandung asam, asam yang timbul akibat gangguan pencernaan
yaitu hasil metabolisme sisa makanan oleh kuman, asm yang
mempunyai pH kurang dari 5,5.
Abrasi: terkikisnya lapisan email gigi sehingga email menjadi
berkurang atau hilang hingga mencapai dentin. Penyebab yaitu gaya friksi
(gesekan) langsung antara gigi yang berkontak dengan objek eksternal
karena cara menyikat gigi yang tidak tepat, kebiasaan buruk seperti
menggigit pensil, mengunyah tembakau, menggunakan tusuk gigi yang
berlebihan diantara
b) gigi, serta pemakaian gigi tiruan lepasan yang menggunakan
cengkeraman.
c) Atrisi: hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap (keausan)
pada permukaan oklusal, incisal, dan proksimal gigi karena proses
mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan.
Penyebabnya yaitu proses pengunyahan didukung oleh kebiasaan
buruk seperti mrngunyah sirih, kontak premature dan makanan
yang bersifat abrasive, serta proses fisiologis pengunyahan pada
manula.
b. Dentin
Terjadinya proses pembentukan:
a) Dentin sekunder: kelanjutan dentinogenesis, reduksi jumlah
odontoblas
b) Dentin tersier: adanya respon ransangan, odontoblas berdesakan,
dan tubulus dentin bengkok

15

c) Dentin skelrotik: karies terhenti/berjalan sangat lambat, tubulus


dentin menghilang, dan merupakan system pertahanan tubuh
ketika ada karies
d) Dead tracks (saluran mati): tubulus dentin kosong
c. Pulpa
a) Peningkatan kalsifikasi jaringan pulpa
b) Penurunan komponen vaskuler dan seluler
c) Reduksi ukuran ruang pulpa
d) Pembentukan

dentin

yang

berlanjut

sejalan

dengan

usia

menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa.


e) Peningkatan jaringan kolagen pulpa
d. Penuaan sementum
Penebalan sementum disepanjang seluruh permukaan akar
meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan penebalan ini lebih
terlihat pada sepertiga apikal akar.
e. Penuaan tulang alveolar
Terjadinya resorpsi dari processus alveolaris terutama setelah
pencabutan gigi sehingga tinggi wajah berkurang, pipi dan labium
oris tidak terdukung, wajah menjadi keriput. Terjadi resorpsi pada
caput mandibula, fossa glenoidales yang akan membatasi ruang gerak
membuka dan menutup mandibula.
f. Sendi Temporomandibula
Perubahan akibat penuaan pada sendi Temporo Madibula sering
terjadi pada usia sekitar 50 tahun. Perubahan ini terjadi akibat dari
proses degenerasi sehingga melemahnya otot-otot mengunyah yang
mengakibatkan sukar membuka mulut secara lebar (Jubhari, 2002).
Pengaruh pengurangan jumlah gigi akibat penuaan, terutama di
gigi posterior telah diindikasikan sebagai penyebab gangguan TMJ.
Hal ini karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman

16

pada saat menutup mulut. Inilah yang memicu perubahan letak


kondilus pada fossa glenoid dan menyebabkan kelainan pada TMJ
Akibat penuaan mengakibatkan kontraksi otot bertambah
panjang saat menutup mulut. Hal ini menyebabkan kerja sendi lebih
kompleks.
Penuaan mengakibatkan remodeling (degradasi makromolekul
sel dan ekstraselular secara continue pada struktur dan fungsi
jaringan konektif) pada sendi. Remodeling ini merupakan adaptasi
biologis terhadap lingkungan yaitu respon stress biomekanis.
Contohnya remodeling sebagai kompensasi gigi yang telah dicabut.
Akibat proses menua, jaringan sendi mengalami reduksi sel yang
progresif. Remodeling terjadi pada bagian anterior dan posterior
kondil medial dan lateral dan atap fossa glenoid (Jubhari, 2002).
Perubahan umum, berkurangnya kemampuan proliferasi secara
keseluruhan sehingga bila terjadi kerusakan atau kematian sel
jaringan TMJ (Jubhari, 2002):
a. Kemampuan untuk melakukan reparasi menurun
b. Menurunnya kemampuan reaksi jaringan terjadap rangsangan
pertumbuhan
c. Menurunnya

respon

imun

dan

menurunya

kemampuan

pembentukan protein akibat rangsangan dari luar.


1. Perubahan pada jaringan tulang rawan sendi
a. Menurunya ketebalan lapisan fibro kartilago pada permukaan
condilus sendi.
b. Terjadi

degenerasi

dari

kondrosit

sehingga

menurunnya

kemampuan kartilago terhadap rangsangan tekanan.


2. Cairan synovial menurun sehingga :
a. Mempunyai kelancaran pergerakan diskus artikularis
b. Terjadi krepitasi pada gerak sendi dan pada keadaan yang lebih
parah diskus artikulasi akan robek atau mengalami kerusakan.

17

3. Perubahan pada Ligamen Sendi


a. Menurunnya ketebalan kapsula sendi
b. Menurunnya daya tahan regangan dari serat kolagen yang
membentuk ligament TMJ
c. Sintesa menurun sehingga proses reparasi menurun, karena
menurunya

ketahan

regangan

maka

terjadi

penurunan

keleluasaan artikulasi TMJ perubahan ukuran lengkung rahang


(Jubhari, 2002).
2.6 Pengaruh Perubahan Usia pada Jaringan Rongga Mulut
2.6.1 Perubahan pada Gigi
1. Degenerasi Email
Dengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis karena abrasi
atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder
dan reparatif, yang menghasilkan perubahan warna pada gigi selama
hidup seseorang. Gigi orang orang tua biasanya lebih kuning atau keabu
abuan atau abu abu kekuning kuningan

daripada gigi orang

muda(Grossman, 1995).
a) Atrisi
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk
menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada
permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi
secara fisiologis akibat penguyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada
insisal, oklusal, dan proksimal dari gigi. Atrisi adalah keausan pada gigi
karena proses penguyahan. Cirinya permukaan oklusal gigi molar terlihat
aus, tonjolan palatinal molar atas aus, molar bawah tonjolan bukalnya
terlihat aus, dentin terlihat dan kalau ausnya banyak, warna dentin

18

berubah. Ini terlihat jelas pada gigi depan bawah berwarna coklat seperti
terbakar (Glinka, 2008).
Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut:
a.Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak
saat pemakaian.
b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
c. Kemungkinanterjadinyafrakturpadatonjolgigiataurestorasi
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat
kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang
berulang-ulang. Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh
kebiasaan menghisap tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau
menggunakan tusuk gigi yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu
kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-geser gigi atau mengerat
gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan
tanpa disadari misalnya pada saat tidur (Glinka, 2008).
Atrisi dibagi atas tiga kategori:
1. Atrisi fisiologi merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua individu
dan hal ini dianggap normal
2. Atrisi intensif merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan, oleh
karena itu beberapa sebab misalnya bruxism, kebiasaan makanan yang
keras atau keras
3. Atrisi patologis merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi yang
letaknya tidak normal.

Mekanisme Keausan Gigi

19

Hilangnya substansi gigi seperti atrisi, erosi, abrasi, merupakan


problem dalam bidang kedokteran gigi sejak lama. Seringkali sulit untuk
menentukan secara pasti penyebab atrisi, erosi, atau abrasi karena
manifestasi kerusakan jaringannya sama, yaitu adanya proses keausan
pada bagian oklusal gigi. Dibutuhkan kejelian secara umum meliputi
riwayat penyakit penderita, secara umum, pekerjaan penderita, kebiasaan
mengkonsumsi makanan dan kebiasaan buruk seperti bruxism (kerot),
menggigit-gigit pensil dan lain-lain (Srigupta, 2004).
Selama proses mastikasi, gigi pada mandibula dan maxilla bergesekan secara
terus-menerus dan berhadapan dengan partikel makanan yang keras di dalam
mulut, sehingga menyebabkan lapisan email terkikis (Srigupta, 2004).
Erosi gigi dan karies gigi mempunyai kesamaan dalam jenis
kerusakannya yaitu terjadinya proses demineralisasi jaringan keras yang
disebabkan oleh asam. Namun demikian, asam penyebab erosi berbeda dengan
asam penyebab karies gigi. Erosi gigi berasal dari asam yang bukan sebagai
hasil fermentasi bakteri, sedangkan karies gigi berasal dari asam yang
merupakan hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri kariogenik dalam mulut.
Erosi terjadi secara merata di permukaan gigi, hal ini mungkin karena larutnya
elemen anorganik email gigi secara kronis (Ganss, 2006).
Proses erosi gigi dimulai dari adanya pelepasan kalsium email gigi, bila
hal ini terus berlanjut maka akan menyebabkan kehilangan sebagian elemen
email dan apabila telah sampai ke dentin maka penderita akan merasa ngilu
(Ganss, 2006).
Kriteria Derajad Atrisi Gigi Molar (Ganss, 2006):
1. Tidak ada keausan.
2. Email aus sedikit tetapi tonjolan kunyah masih utuh.
3. Email aus dengan dentin terbuka pada satu sampai tiga daerah oklusal
berupa titik kuning.

20

4. Dentin terlihat berupa empat titik kuning mulai dari ringan sampai berat
pada permukaan oklusal.
5. Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai satu sampai dua sisi
permukaan oklusal.
6. Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai tiga sisi permukaan oklusal
mulai ringan sampai berat.
7. Dentin terbuka meliputi 4 sisi permukaan oklusal dan bila dipandang dari
permukaan bukal, keausan terjadi merata pada permukaan oklusal, lebih
kurang mahkota gigi.
8 Dentin terbuka sampai leher gigi tapi trifurkasi masih utuh.
9. Dentin terbuka sampai daerah leher dengan trifurkasi terputus. (Ganss,
2006):
b) Abrasi
Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis akibat dari
keausan mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat menyebabkan
abrasi, tetapi bentuk yang paling umum adalah abrasi sikat gigi yang
membuat lekuk berbentuk V dibagian servikal dari permukaan vasial
suatu gigi. Daerah abrasi biasanya mengkilat dan kuning karena dentin
yang terbuka sering kali bagian yang terdalam dari alur peka terhadap
ujung sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan dentin, maka komplikasi
komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya atau patahnya gigi
(Langlais, 2000).
Takik abrasi pada gigi dapat terjadi karena gigi tiruan sebagian,
jepit jepit atau kuku kuku atau pipa rokok yang digigit diantara gigi-gigi.
Abrasi dari permukaan insisal dan oklusal sering kali berakibat dari
terpajan bahan bahan abrasive dalam diet dan keausan oklusal dari
restorasi porselen yang terletak di oklusal. Proses abrasi adalah lambat
dan kronis, memerlukan bertahun tahun sebelum menimbulkan gejala

21

gejala. Restorasi dari kontur gigi yang normal mungkin tidak berasil jika
pasien tidak di beri tahu factor factor penyebanya (Langlais, 2000).
c) Erosi
Definisi
Erosi ataupun lubang gigi (akibat asam). Hal ini bisa dipicu oleh
kebersihan mulut yang buruk, makanan atau minuman asam, penyakit
atau kelainan tertentu (GERD, Chrons disease, bulimia, xerostomia),
tambalan ataupun anatomi gigi yang sedemikian rupa sehingga
menyebabkan retensi atau menempelnya plak. Erosi adalah hilangnya
jaringan keras gigi karena bahan kimia (Al-Drees AM, 2010).
Etiologi
Disebabkan oleh kebiasaan makan asam seperti terlalu banyak minum
jus jeruk, minuman asam, terlalu banyak makan buah jeruk atau apel
asam atau yoghurt. Juga disebabkan oleh muntahan asam dari perut
pada beberapa pasien yang terserang kelainan pencernaan seperti hiatus
hernia, atau pasien penderita anoreksia nervosa atau bulimia nervosa
(Al-Drees AM, 2010).
Gambaran klinis
Pada tahap yang masih dini, perikimata pada permukaan gigi
menghilang dan gigi akan terlihat datar tetapi warnanya normal bila
dibandingkan warna email karies yang mengapur. Jika erosi berjalan
terus maka dentin akan terbuka yang sering sangat peka karena
kalsifikasi di tubulus telah terdemineralisasi oleh asam. Akhirnya pulpa
bisa terinflamasi. Pada erosi yang meluas, keseluruhan mahkota gigi
mungkin

terkena

pengaruhnya,

dengan

hilangnya

ketajaman

permukaan yang menghasilkan suatu lapisan kaca, penampilan yang


tidak menarik dengan tidak tajamnya daerah enamel seperti ini menjadi
membulat. Permukaan enamel mungkin menjadi relatif cembung
sampai dentin terlihat, kemudian reduksi gigi bertambah cepat karena

22

perbedaan kelunakan pada dentin. Hal ini menyebabkan penampilan


yang berlubang (Al-Drees AM, 2010).
Patofisiologi
Aplikasi asam lemah berulang-ulang dan teratur pada permukaan gigi
akan menghilangkan mineral yang terdapat di daerah itu. Hilangnya
gigi karena erosi dipercepat oleh atrisi dan abrasi. Penyikatan gigi
setelah aplikasi asam secara signifikan telah meningkatkan hilangnya
jaringan gigi. Pada erosi yang berhubungan dengan diet yang paling
banyak terkena adalah permukaan bukal gigi atas dan permukaan
oklusal gigi bawah. Pada erosi karena muntah yang paling parah
terkena adalah permukaan palatal gigi anterior atas (Al-Drees AM,
2010).
2. Degenerasi pada dentin
Dentin merupakan lapisan dibawah enamel dan menyusun sebagian besra
gigi. Dentin dilapisi odontoblas. Pembentukan dentin dikenal dengan
dentinogenesis.dentin terdiri dari 70% Kristal hidroksiapatit inorganic, sisanya
30% persen merupakan organic yang tersusun dari kolagen, substansi dasar
mukopolisakarida dan air karena itu dentin lebih lunak daripada enamel, dan
lebih rentan untuk terjadinya karies. Walaupun demikian dentin masih berperan
sebagai lapisan pelindung dan pendukung mahkota gigi. Tipe modifikasi dentin
dikenal sebagai reparative dentin atau dentin sekunder. Reparative dentin sebagi
respon terhadap atrisi, karies, produser operatif, atau stimulus kerusakan lain
biasanya mempunyai beberapa atau lebih tubulus dentin irregular dari pada
dentin yang dihasilkan sebagai akibat penuaan(Grossman, 1995).
3. Degenerasi pulpa
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang
dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda.
Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun

23

kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya
asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi
terhadap tes termal maupun elektrik. (Rasinta, 2004).
Macam-macam degenerasi pulpa (Rasinta, 2004):
1. Degenerasi hialain
Terjadi penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
2. Degenerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
3. Degenerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.
Mineralisasi ini dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat, terutama
pada saluran akar.
Dentikel terbagi menjadi 2 (Rasinta, 2004):
a) Dentikel asli, biasa terbentuk pada saluran akar pada masa pembentukan
gigi.
b) Dentikel palsu, terbentuk pada kamar pulpa karena degenersi sel pulpa
setelah pembentukan akar sempurna. Dentikel palsu ini terbagi lagi
menjadi dentikel bebas yang tidak ada hubungannya dengan dinding
kamar pulpa, dan dentikel lekat yang melekat pada dinding kamar pulpa.

Macam Macam degenerasi :


1. Degenerasi kalsifik.
Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa digantikan oleh
bahan mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa atau dentikel. Kalsifikasi ini
dapat terjadi baik di dalam kamar pulpa ataupun saluran akar, tapi
umumnya dijimpai pada kamar pulpa. Bahan mengapur mempunyai

24

struktur berlamina seperti kulit bawang, dan terletak tidak terikat di dalam
badan pulpa (Louis dkk., 1995).

2. Degenerasi atrofik.
Pada jenis degenerasi atrofik ini, yang diamati secara
histopatologis pada pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat,
dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada
normal. Yang disebut atrofi retikular, adalah suatu artifak yang dihasilkan
oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa dan hendaknya
tidak dikelirukan dengan degenerasi atrofik (Louis dkk., 1995).
3.

Degenerasi fibrus.
Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai denganpergantian elemen
selular oleh jaringan penghubung fibrus. Pada pengambilan dari saluran
akar, pulpa demikian mempunyai penampilan khusus serabut keras.
Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam
diagnosis klinis (Louis dkk., 1995).

4. Artifak pulpa.
Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu
jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya
diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang
disebabkan karena fiksasi jelek spesimen jaringan. Degenerasi lemak
pulpa, bersama-sam dengan atrofi retikular dan vakuolisasi, semuanya
mungkin artifak dengan sebab sama, yaitu fikassi yang tidak
menyenangkan (Louis dkk., 1995).
2.7 Faktor Penyebab keausan gigi
1. Abrasi gigi
Ciri khas abrasi gigi yang disebabkan oleh menyikat gigi yang
terlalu keras yaitu terbentuknya lekuk-lekuk V pada bagian leher

25

(daerah

di

dekat

gusi)

abrasi

dapat

mengenai

permukaan

email(permukaan paling luar) bahkan mencapai permukaan lebih


dalam yaitu dentin.apabila abrasi sudah mengenai permukaan gigi
yang semakin dalam(dentin gigi terbuka),maka akan menyebabkan
gigi sensitif (Kartika, 2005).
Penyebab :
a. Menyikat gigi terlalu keras dan dengan cara yang salah menyikat
gigi terlalu keras dengan arah horizontal (kedepan dan
kebelakang) secara terus menerus dapat menyebabkan abrasi
gigi. Menyikat gigi yang paling baik adalah dengan arah vertikal
(ke atas dan kebawah) (Kartika, 2005).
b. Cengkeram (kawat) pada gigi tiruan yang terlalu menekan gigi
cengkeram pada gigi tiruan yang terlalu menekan gigi akan
menimbulkan

gesekan

secara

terus

menerus

pada

saat

mengunyah makanan, sehingga dapat menimbulkan abrasi gigi


(Kartika, 2005).
c. Bruxism(teeth grinding)
Merupakan kebiasaan mengasah gigi atas dengan gigi bawah,
yang biasa disebut kerot. Biasanya bruxism dilakukan secara
tidak sadar saat tidur. Penyebab bruxism belum diketahui secara
pasti, namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa stres salah
satu penyebabnya.bruxism merupakan kebiasaan, sehingga juga
dapat menyebabkan abrasi gigi (Kartika, 2005).
d. Kebiasaan menggigit pipa rokok diantara gigi depan atas dan
bawah.
e. Mahkota jaket gigi dengan bahan porselen yang terlalu tinggi
dapat

menyebabkan gigi lawannya terabrasi pada permukaan

insisal atau oklusal (permukaan kunyah) (Kartika, 2005).


3

Erosi gigi

Faktor ekstemal adalah karena (Kartika, 2005):

26

a. Diet (jus buah, buah sitrun, karbonat yang berbahaya, asam


cuka)
b. Obat-obatan (asam klorida, asam askorbat,asam asetil salisilat,
preparat besi)
c. Pekerjaan (industri yang berhubungan dengan asam)
d. Olahraga (berenang pada air yang mengandung klorit)
Faktor Internal (Kartika, 2005):
a. Sendawa dari cairan lambung
b. Masalah psikologis
c. Efek

samping

dari

obat

sitostatika

(obat

untuk

asma

kronis,overdosis atau kelebihan obat yang dapat mengiritasi


lambung).
4

Atrisi gigi

Faktor penyebab (Kartika, 2005):


a. Faktor pola makan
b. Kebiasaan
c. Kerasnya jaringan gigi
d. Jaringan periodontal
e. Kondisi tulang penyangga
f. Tonus otot pengunyahan
g. Jenis kelamin
2.8 Pencegahan dan perawatan keausan gigi
Keausan normal tidak memerlukan tindakan, kecuali bila berlangsung
cepat dan kuat sehingga insisal dan oklusal mencapai tulang gigi. Perawatan
kuratif dengan demikian mempunyai pengaruh pencegahan. Perawatan pada
keausan yang cukup berat dapat dilakukan dengan membuatkan gigi tiruan
penuh atau sebagian, mahkota emas atau emas porselen asal tidak memerlukan
pengurangan banyak jaringan mahkota. (Schuurs, 1992).
-

Perawatan pada keausan karena keadaan khusus

27

Disharmoni (pergeseran elemen-elemen terutama berbatasan dengan ruang


bekas cabutan dan ekstraksi yang menyebabkan kemiringan dan
pergeseran), disharmoni harus dicegah atau dirawat, secara orthodontik
atau prostetik, misalnya dengan pembuatan jembatan atau bahkan dengan
protesa, meninggikan gigitan merupakan indikasi (Schuurs, 1992).
-

Perawatan pada keadaan kerot (menggertakan gigi-geligi, tanpa fungsi)


Memperhatikan tidak jelasnya sebab-sebab, maka tidak mengherankan
bahwa kerot diatasi dengan berbagai cara. Dianjurkan untuk mengasah
permukaan oklusi. Tonus otot yang tinggi waktu kerot mempersukar
penemuan oklusi yang benar. Bila penghilangan gangguan oklusal tidak
menolong maka pemakaian alat peninggi gigitan (splint) merupakan
pemecahan (Schuurs, 1992).
-

Perawatan pada Kerusakan akibat penyikatan gigi


Karena penyikatan gigi mengakibatkan kerusakan servikal (akar),
terutama pada sisi vestibular elemen. Memperhatikan kebiasaan
merokok dan lain-lain, penderita sebaiknya dianjurkan penggunaan
pasta gigi yang daya menggosoknya sekecil mungkin. (Schuurs, 1992)

Perawatan keausan dengan sebab-sebab lain


Dengan melakukan pemolisan lebih baik digunakan dalam menggunakan
pasta gigi yang mengandung fluoride. Ditunjukan pada pasien kerusakan
yang disebabkan karena berbagai kebiasaan. Sedapatnya diberikan
perawatan kuratif (Schuurs, 1992).

2.9 Metode Penyikatan Gigi


1 Teknik Horizontal
Menyikat gigi dengan teknik horizontal merupakan gerakan menyikat gigi
ke depan ke belakang dari permukaan bukal dan lingual (Ginanjar, 2006). Letak
bulu sikat tegak lurus pada permukaan labial, bukal, palatinal, lingual, dan

28

oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai
dengan bentuk anatomi permukaan kunyah (Ginanjar, 2006).
2. Teknik vertical
Menyikat gigi dengan metode teknik vertical merupakan cara yang mudah
dilakukan, sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat
gigi dengan teknik ini. Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam
keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi
yang menghadap ke bukal/labial, sedangkan untuk permukaan gigi yang
menghadap lingual/palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam
keadaan mulut terbuka. (Ginanjar, 2006).
3. Teknik Roll
Menyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling
dianjurkan, efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat
ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal. Ujung bulu
sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui permukaan gigi
sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.
Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap
permukaan email. (Ginanjar, 2006).
4. Teknik Charters
Teknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat
menekan pada gigi dengan arah bulu sikat menghadap permukaan
kunyah/oklusal gigi. Arahkan 45 pada daerah leher gigi. Tekan pada daerah
leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap
area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan
daerah mahkota gigi. (Donna Pratiwi, 2009)
5. Teknik Bass

29

Teknik penyikatan ini ditujukan untuk membersihkan daerah leher


gingival dan untuk ini, ujung sikat dipegang sedemikian rupa sehingga bulu
sikat terletak 45 terhadap sumbu gigi geligi. Ujung bulu sikat mengarah ke
leher gingival. Sikat kemudian ditekan kearah gingiva dan digerakkan dengan
gerakan memutar yang kecil sehingga bulu sikat masuk ke daerah leher
gingival dan juga terdorong masuk diantara gigi geligi. (Depkes, 1991).

6. Teknik Stillman
Teknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke
gigi secara berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat
digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil
membentuk sudut 45 dengan sumbu tegak gigi seperti pada metode bass
(Donna Pratiwi, 2009).
7. Teknik Fones / Teknik Sirkuler
Metode gerakkan sikat secara horizontal sementara gigi ditahan pada
posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan memutar dan mengenai
seluruh permukaan gigi atas dan bawah (Donna Pratiwi, 2009).
8. Teknik Fisiologis
Teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak.
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai
jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus
pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat gigi dipegang horizontal (Be Kie
Nio., 1987).
9. Teknik Kombinasi
Teknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan),
vertical (atas-bawah) dan sirkular (memutar), (Rini, 2007). Setelah itu
dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh permukaannya, terutama bagian atas

30

lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun umumnya adalah dari
pangkal belakanglidah sampai ujung lidah (Donna Pratiwi, 2009).

BAB III
KONSEP MAPPING
2.10

Peta Konsep
Aging pada rongga mulut

Jaringan keras

Jaringan lunak

Faktor yang mempengaruhi

Genetik

Perubahan morfology

Eksogenik

Endogenik

Kemunduran morfology

31

2.11

hipotesa
Bertambahnya usia menyebabkan penurunan fungsi fisiologis pada

jaringan rongga mulut.

BAB IV
PEMBAHASAN
Penuaan adalah proses alamiah yang diikuti dengan pertambahan usia
yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Dengan pertambahan usia akan
menimbulkan beberapa perubahan yang akan mempengaruhi kondisi seseorang
dari aspek fisiologis, psikologis maupun psikososial (Wirakusumah, 2001).
Proses penuaan di picu oleh laju peningkatan radikal bebas dan sistem
penawaranracun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Faktor yang
mempengaruhi proses penuaan yaitu factor genetik, factor endogenik, faktor
eksogenik (faktor lingkungan dan gaya hidup)(Barnes, 2006).
Perubahan usia berpengaruh pada jaringan rongga mulut, diantaranya
terjadi perubahan pada gigi, sementum, tulang alveolar, dan jaringan lunak
rongga mulut.
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang
dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda.
Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun
kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya
asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi
terhadap tes termal maupun elektrik. Namun, jika degenerasi pulpa total,
misalnya akibat trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak
memberikan respons terhadap rangsangan (Rasinta, 2004).

32

Umumnya individu usia lanjut akan mengalami pengurangan jumlah gigi.


Berkurangnya gigi, terutama gigi posterior telah diindikasikan sebagai
penyebab gangguan sendi temporomandibula karena kondil mandibula akan
mencari posisi yang nyaman pada saat menutup mulut. Hal inil memicu
perubahan letak kondilus pada fossa glenoid dan menyebabkan kelainan pada
senditemporomandibula.
Struktur dan fungsi jaringan konektif mengalami sintesis dan degradasi
makromolekul sel dan ekstraseluler secara kontinyu. Proses remodeling ini
adalah daptasi biologis terhadap lingkungan, yaitu respon stres biomekanis.
Adaptasi morfologi akan meminimalkan stres biomekanis.Sejak usia dewasa
muda, tulang rahang terus mengalami remodeling. Remodeling dianggap
menyebabkan penebalan jaringan pada permukaan sendi, misalnya produksi
osteosit, sebagai respon terhadap perubahan lingkungan, misalnya sebagai
kompensasi gigi yang telah dicabut (Harry, 2000).
Remodeling terjadi pada bagian anterior dan posterior kondil, medial dan
lateral eminensia sendi, dan atap fossa glenoid. Derajat remodeling tidak
berhubungan dengan usia tetapi sangat berhubungan dengan kehilangan gigi.
Gambaran radiografik kondil yang utama adalah sklerosis subkondral sehingga
permukaan sendi menjadi rata karena erosi dan celah sendi menjadi sempit.
Secara histologis, terlihat bahwa stres mekanis menyebabkan pemanjangan
ligamen

posterior

meniskus,

diikuti

pergeseran

ventromedial

yang

menyebabkan tidak adekuatnya aliran darah sehingga terjadi iskemia di daerah


tersebut dan terjadi resorpsi tulang (Harry, 2000).
Gangguan sendi temporomandibula yang sering ditemui adalah
osteoartritis dan osteoporosis terutama pada wanita menopause hal ini
meningkatkan risiko fraktur. Pemberian estrogen dapat mencegah atau
mengurangi

osteoporosis.

Manifestasi

osteoartritis

adalah

rasa

nyeri,

pembesaran sendi dan keterbatasan gerak. Penanganan yang dilakukan berupa

33

suport dengan fisioterapi serta terapi okupasional. Pengobatan dapat dengan


analgesik dan anti-inflamasi non-steroid. Pada keadaan artritis, sering
ditemukan nodul-nodul kalsifikasi di permukaan artikular sendi. Selain itu,
ukuran kondil mandibula menjadi kecil dan permukaan artikular menjadi rata
(Harry, 2000).
Perubahan seluler sendi pada proses menua, disertai stres dan trauma akan
menyebabkan degenerasi seluler yang memperberat pengaruh menua. Hal ini
menyebabkan remodeling tulang pada daerah subkondral, yang dideteksi secara
radiografi dengan adanya peningkatan kepadatan tulang (sklerosis), sebagai
awal dari osteoartritis. Tulang yang kaku ini tidak lagi efektif menahan beban
sehingga terjadi peningkatan tekanan pada kartilago sendi. Artritis rematoid
menyerang 2,5% populasi. Kartilago sendi mengalami erosi dan terjadi
degenerasi struktur pendukung sendi. Penurunan kemampuan merupakan
keadaan sekunder artritis rematoid yang paling sering terjadi sebagai bagian
dari proses menua berupa penurunan drastis kolagen pada permukaan sehingga
kolagen tidak dapat menahan beban (Harry, 2000).

34

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses menua dapat disebabkan oleh 3 kelompok faktor, yaitu genetic,
eksogenik dan endogenik dan dapat dijelaskan dengan teori biologis dan
psikologis.Selama proses penuaan terjadi peristiwa keausan jaringan,
degenerasi serta menopause (khusus pada wanita, disertai perubahan hormonal)
yang berakibat pada perubahan jaringan keras dan jaringan lunak rongga
mulut.Senile atropi merupakan suatu perubahan kuantitatif yaitu berkurangnya
jumlah sel - sel yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ jadi berkurang.

5.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa mampu
memahami apa itu senile atropi, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan
pengaruh perubahan usia pada jaringan rongga mulut. Jaringan rongga mulut
pada pasien lanjut usia memiliki karakteristik khusus terkait dengan proses
degenerasi yang terjadi padanya.

35

DAFTAR PUSTAKA
Kuntari, Dewi. 2002. Kelainan Jaringan Rongga Mulut pada Manula.
Medan: FKG USU
Langlais, Robert P. 2000. Atlas BerwarnaKelainanRonggaMulut Yang
Lazim. Jakarta: Hipokrates
Barnes IE, Walls A.2006.Perawatangigiterpaduuntuklansia. Alihbahasa
Cornella Hutauruk. Jakarta: EGC
Al-Drees AM. 2010. Oral and Perioral Physiologikal Changes with
Ageing. Departemen of Physiology Riyadh: King Saud University
Glinka,Yoseph. 2008. Metode Pengukuran Manusia. Surabaya: Airlangga
University Press
Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Edisi ke-11.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Isbagio, Harry. 2000. CDK: Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya
pada Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokteran
Mayfira,S. 2008. Prevalensi dan Destribusi Lesi Mukosa Mulut Pada
Manusia Lanjut Usia di Panti Jompo Abdi Darma Sumatera Utara. USU
Schuurs, 1992. Patologi Gigi Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras
Gigi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tarigan, Rasinta. 2004. Perawatan Pulpa Gigi Endodonti Edisi 2 Revisi.
Jakarta: EGC
Wirakusumah ES. 2001. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa
Swara

36

Wall A, Barnes IE. 2006. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai