BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat
menjadi rapuh disertai dengan menurunya cadangan hampir semua sistem
fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit
dan kematian. Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan,
ditandai dengan turunnya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama
sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis
ditandai dengan kemunduran fungsi organ sejalan dengan umur tetapi bukan
akibat umur tua, melainkan akibat penyakit yang muncul pada umur tua. Tiga
hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua
pada hampir semua spesies mamalia. Kedua, laju proses menua ditentukan oleh
gen yang bervariasi antarspesies. Ketiga, laju proses menua tersebut dapat
diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal
dimasa lalu yang diduga merupakan akibat proses menua ternyata berhubungan
dengan proses penyakit yang faktor faktor risikonya sebenarnya dapat
dimodifikasi seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan (Kuntari,
2002).
Saat ini penduduk yang berusia lanjut (diatas 60 tahun) di Indonesia terus
meningkat jumlahnya bahkan pada tahun 2005-2010 diperkirakan menyamai
jumlah balita yaitu sekitar 8,5% dari jumlah seluruh penduduk atau sekitar 19
juta jiwa. Peningkatan itu seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup
(UNH) yaitu 67 tahun untuk perempuan dan 63 tahun untuk laki-laki. Hal ini
mencermunkan salah satu hasil dari upaya pembangunan kesehatan di
Indonesia (Sagala, 2008).
Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada lansia dapat diterapkan dengan
menggunakan prinsip pelayanan pada lansia dengan memperhatikan perubahan-
Teori Penuaan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana proses dari penuaan, mengetahui efek penuaan
dalam jaringan gigi dan rongga mulut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENUAAN
2.1.1 PROSES PENUAAN
Lansia adalah kelompok lanjut usia yang mengalami proses menua yang
terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat
dihindari(Mayfirra , 2008).
Proses menua dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan mengalami
infeksi dan tidak dapat memperbaiki kerusakan yang dideritanya. Proses menua
merupakan proses alamiah yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan
yang ditandai adanya perubahan anatomik, fisiologik, dan biomekanik dalam
sel tubuh, sehingga mempengaruhi fungsi sel dan organ tubuh. proses menua
memiliki tanda-tanda(Mayfirra , 2008), antara lain :
1
beberapa
teori
yang
dikemukakan
mengenai
proses
. Teori stochastik
Proses menua disebabkan oleh penimbunan sisa-sisa dari lingkungan,
serabut tersebut kurang lentur, lebih rapuh, mudah terkoyak dan akhirnya
degenerasi. Keadaan ini menyebabkan sistem vital tubuh mengalami
kemunduran fungsional dan meyebabkan gejala penuaan(Mayfirra , 2008)
3
. Teori neuroendokrin
Teori ini menempatkan hormon sebagai pusat dari proses menua. Proses
konsumsi
oksigen
dan
mengurangi
usaha
hormon
tiroid
proses
menua(Mayfirra , 2008).
. Teori imunologi
Kapasita fungsional sistem imun menyebabkan kemunduran dengan
2.2.3 Perubahan sistemik dan degradasi yang terjadi pada pasien lanjut usia
Sistem syaraf pusat terutama sangat peka terhadap ketuaan karena selsel otak tidak direproduksi. Meskipun sitoplasma sel-sel individu memang
terlibat dalam proses destruksi parsialis dan replacement, sel-sel yang
dihasilkan sewaktu kelahiran harus tetap dipertahankan seumur hidup.
Karena sel-sel syaraf juga relatif sangat peka terhadap cukupnya suplai
oksigen, fungsinya sangat berkaitan
berkurang. Atrofi yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh
mengecil. Dengan perkataan lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat
tubuh tersebut terjadi karena sel sel spesifik, yaitu sel sel parenchym
yangmenjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi, bukan mengenai sel
sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah
yang sebenarnya hanya relatif, karena stroma tetap(Harry, 2000).
Meskipun atrofi biasanya merupakan proses patologik juga dikenal atrofi
fisiologik. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atu menghilang sama sekali
selama masaperkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut sesudah
masa usia tertentu tidak menghilang, malah dianggap patologik. Atropi dibagi
menjadi beberapa macam diantaranya(Harry, 2000):
1. Atrofi setempat
Atrofi setempat dapat terjadi akibat keadaan keadaan tertentu.
2. Atrofi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas alat tubuh atau jaringan misalnya inaktivitas otot
otot mengakibatkan otot otot tersebut mengecil. Atrofi ini disebut juga atrofi
neurotrofik.
3. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus menerus atau desakan yang lama
dan mengenai suatu lat tubuh atau jaringan.
4. Atrofi endokrin
Atrofi endokrin terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantungkepada
rangsang hormon tertentu. Atrofi ini akan terjadi apabila hormon tersebut
berkurang atauterhenti sama sekali. (Harry, 2000)
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Senile Atropi
Proses penuaan di picu oleh laju peningkatan radikal bebas dan system
penawaran racun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Factor yang
mempengaruhi proses penuaanada 3, yaitu (Barnes, 2006):
1. Faktor genetic
a. Penuaandini
b. Resikompenyakit
c. Intelegensia
d. Pharmakogenik
e. Warnakulit
f. Tipe/kepribadianseseorang
2. Faktor endogenic
a. Perubahan structural danpenurunanfungsional
b. Kemampuan/skill menurun
c. Kapasitaskulituntukmensintesis vitamin D
3. Factor eksogenik (factor lingkungandangayahidup)
a. Diet/asupanzatgizi
b. Merokok
c. Obat
d. Penyinaran ultra violet
e. Polusi
10
11
12
Kelenjar Saliva
a. Kecepatan aliran saliva rendah
b. Biosintesis protein menurun karena sel-sel asinus mengalami atropi
sehingga jumlah protein saliva menurun.
c. Xerostomia, aliran saliva berkurang karena menurunya jumlah jaringan
asihan yang sebanding dengan ductus dan connective tissue.
d. Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan suatu
keadaaan normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan
jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirahat, saat berbicara,
maupun saat makan.
e. Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi,
hilangnya asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan
yang meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat
dikatakan bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan
berkurang volumenya pada usia tua (Wall, 2006).
4. Ligamen Periodontal
Perubahan pada ligamen periodontal yang berkaitan dengan lanjut
usia menurut Wall (2006) yaitu:
a. Berkurangnya fibroblas dan strukturnya lebih irregular,
b. Berkurangnya produksi matriks organik dan sisa sel epitel serta
c. Meningkatnya jumlah serat elastis.
5. Gingiva
13
14
a. Email:
a) Erosi: melarutnya email gigi (kalsium) oleh asam. Erosi
merupakan kelinan yang disebabkan hilangnya jaringan keras gigi
karena proses kimiawi dan tidak melibatkan bakeri. Penyebab
utama larutnya email gigi adalah makanan atau minuman yang
mengandung asam, asam yang timbul akibat gangguan pencernaan
yaitu hasil metabolisme sisa makanan oleh kuman, asm yang
mempunyai pH kurang dari 5,5.
Abrasi: terkikisnya lapisan email gigi sehingga email menjadi
berkurang atau hilang hingga mencapai dentin. Penyebab yaitu gaya friksi
(gesekan) langsung antara gigi yang berkontak dengan objek eksternal
karena cara menyikat gigi yang tidak tepat, kebiasaan buruk seperti
menggigit pensil, mengunyah tembakau, menggunakan tusuk gigi yang
berlebihan diantara
b) gigi, serta pemakaian gigi tiruan lepasan yang menggunakan
cengkeraman.
c) Atrisi: hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap (keausan)
pada permukaan oklusal, incisal, dan proksimal gigi karena proses
mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan.
Penyebabnya yaitu proses pengunyahan didukung oleh kebiasaan
buruk seperti mrngunyah sirih, kontak premature dan makanan
yang bersifat abrasive, serta proses fisiologis pengunyahan pada
manula.
b. Dentin
Terjadinya proses pembentukan:
a) Dentin sekunder: kelanjutan dentinogenesis, reduksi jumlah
odontoblas
b) Dentin tersier: adanya respon ransangan, odontoblas berdesakan,
dan tubulus dentin bengkok
15
dentin
yang
berlanjut
sejalan
dengan
usia
16
respon
imun
dan
menurunya
kemampuan
degenerasi
dari
kondrosit
sehingga
menurunnya
17
ketahan
regangan
maka
terjadi
penurunan
muda(Grossman, 1995).
a) Atrisi
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk
menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada
permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi
secara fisiologis akibat penguyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada
insisal, oklusal, dan proksimal dari gigi. Atrisi adalah keausan pada gigi
karena proses penguyahan. Cirinya permukaan oklusal gigi molar terlihat
aus, tonjolan palatinal molar atas aus, molar bawah tonjolan bukalnya
terlihat aus, dentin terlihat dan kalau ausnya banyak, warna dentin
18
berubah. Ini terlihat jelas pada gigi depan bawah berwarna coklat seperti
terbakar (Glinka, 2008).
Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut:
a.Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak
saat pemakaian.
b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
c. Kemungkinanterjadinyafrakturpadatonjolgigiataurestorasi
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat
kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang
berulang-ulang. Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh
kebiasaan menghisap tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau
menggunakan tusuk gigi yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu
kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-geser gigi atau mengerat
gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan
tanpa disadari misalnya pada saat tidur (Glinka, 2008).
Atrisi dibagi atas tiga kategori:
1. Atrisi fisiologi merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua individu
dan hal ini dianggap normal
2. Atrisi intensif merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan, oleh
karena itu beberapa sebab misalnya bruxism, kebiasaan makanan yang
keras atau keras
3. Atrisi patologis merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi yang
letaknya tidak normal.
19
20
4. Dentin terlihat berupa empat titik kuning mulai dari ringan sampai berat
pada permukaan oklusal.
5. Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai satu sampai dua sisi
permukaan oklusal.
6. Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai tiga sisi permukaan oklusal
mulai ringan sampai berat.
7. Dentin terbuka meliputi 4 sisi permukaan oklusal dan bila dipandang dari
permukaan bukal, keausan terjadi merata pada permukaan oklusal, lebih
kurang mahkota gigi.
8 Dentin terbuka sampai leher gigi tapi trifurkasi masih utuh.
9. Dentin terbuka sampai daerah leher dengan trifurkasi terputus. (Ganss,
2006):
b) Abrasi
Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis akibat dari
keausan mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat menyebabkan
abrasi, tetapi bentuk yang paling umum adalah abrasi sikat gigi yang
membuat lekuk berbentuk V dibagian servikal dari permukaan vasial
suatu gigi. Daerah abrasi biasanya mengkilat dan kuning karena dentin
yang terbuka sering kali bagian yang terdalam dari alur peka terhadap
ujung sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan dentin, maka komplikasi
komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya atau patahnya gigi
(Langlais, 2000).
Takik abrasi pada gigi dapat terjadi karena gigi tiruan sebagian,
jepit jepit atau kuku kuku atau pipa rokok yang digigit diantara gigi-gigi.
Abrasi dari permukaan insisal dan oklusal sering kali berakibat dari
terpajan bahan bahan abrasive dalam diet dan keausan oklusal dari
restorasi porselen yang terletak di oklusal. Proses abrasi adalah lambat
dan kronis, memerlukan bertahun tahun sebelum menimbulkan gejala
21
gejala. Restorasi dari kontur gigi yang normal mungkin tidak berasil jika
pasien tidak di beri tahu factor factor penyebanya (Langlais, 2000).
c) Erosi
Definisi
Erosi ataupun lubang gigi (akibat asam). Hal ini bisa dipicu oleh
kebersihan mulut yang buruk, makanan atau minuman asam, penyakit
atau kelainan tertentu (GERD, Chrons disease, bulimia, xerostomia),
tambalan ataupun anatomi gigi yang sedemikian rupa sehingga
menyebabkan retensi atau menempelnya plak. Erosi adalah hilangnya
jaringan keras gigi karena bahan kimia (Al-Drees AM, 2010).
Etiologi
Disebabkan oleh kebiasaan makan asam seperti terlalu banyak minum
jus jeruk, minuman asam, terlalu banyak makan buah jeruk atau apel
asam atau yoghurt. Juga disebabkan oleh muntahan asam dari perut
pada beberapa pasien yang terserang kelainan pencernaan seperti hiatus
hernia, atau pasien penderita anoreksia nervosa atau bulimia nervosa
(Al-Drees AM, 2010).
Gambaran klinis
Pada tahap yang masih dini, perikimata pada permukaan gigi
menghilang dan gigi akan terlihat datar tetapi warnanya normal bila
dibandingkan warna email karies yang mengapur. Jika erosi berjalan
terus maka dentin akan terbuka yang sering sangat peka karena
kalsifikasi di tubulus telah terdemineralisasi oleh asam. Akhirnya pulpa
bisa terinflamasi. Pada erosi yang meluas, keseluruhan mahkota gigi
mungkin
terkena
pengaruhnya,
dengan
hilangnya
ketajaman
22
23
kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya
asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi
terhadap tes termal maupun elektrik. (Rasinta, 2004).
Macam-macam degenerasi pulpa (Rasinta, 2004):
1. Degenerasi hialain
Terjadi penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
2. Degenerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
3. Degenerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.
Mineralisasi ini dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat, terutama
pada saluran akar.
Dentikel terbagi menjadi 2 (Rasinta, 2004):
a) Dentikel asli, biasa terbentuk pada saluran akar pada masa pembentukan
gigi.
b) Dentikel palsu, terbentuk pada kamar pulpa karena degenersi sel pulpa
setelah pembentukan akar sempurna. Dentikel palsu ini terbagi lagi
menjadi dentikel bebas yang tidak ada hubungannya dengan dinding
kamar pulpa, dan dentikel lekat yang melekat pada dinding kamar pulpa.
24
struktur berlamina seperti kulit bawang, dan terletak tidak terikat di dalam
badan pulpa (Louis dkk., 1995).
2. Degenerasi atrofik.
Pada jenis degenerasi atrofik ini, yang diamati secara
histopatologis pada pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-sel stelat,
dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa kurang sensitif daripada
normal. Yang disebut atrofi retikular, adalah suatu artifak yang dihasilkan
oleh penundaan bahan fiksatif dalam mencapai pulpa dan hendaknya
tidak dikelirukan dengan degenerasi atrofik (Louis dkk., 1995).
3.
Degenerasi fibrus.
Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai denganpergantian elemen
selular oleh jaringan penghubung fibrus. Pada pengambilan dari saluran
akar, pulpa demikian mempunyai penampilan khusus serabut keras.
Penyakit ini tidak menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam
diagnosis klinis (Louis dkk., 1995).
4. Artifak pulpa.
Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah suatu
jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong yang sebelumnya
diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini adalah suatu artifak yang
disebabkan karena fiksasi jelek spesimen jaringan. Degenerasi lemak
pulpa, bersama-sam dengan atrofi retikular dan vakuolisasi, semuanya
mungkin artifak dengan sebab sama, yaitu fikassi yang tidak
menyenangkan (Louis dkk., 1995).
2.7 Faktor Penyebab keausan gigi
1. Abrasi gigi
Ciri khas abrasi gigi yang disebabkan oleh menyikat gigi yang
terlalu keras yaitu terbentuknya lekuk-lekuk V pada bagian leher
25
(daerah
di
dekat
gusi)
abrasi
dapat
mengenai
permukaan
gesekan
secara
terus
menerus
pada
saat
Erosi gigi
26
samping
dari
obat
sitostatika
(obat
untuk
asma
Atrisi gigi
27
28
oklusal dikenal sebagai scrub brush. Caranya mudah dilakukan dan sesuai
dengan bentuk anatomi permukaan kunyah (Ginanjar, 2006).
2. Teknik vertical
Menyikat gigi dengan metode teknik vertical merupakan cara yang mudah
dilakukan, sehingga orang-orang yang belum diberi pendidikan bisa menyikat
gigi dengan teknik ini. Arah gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam
keadaan rahang atas dan bawah tertutup. Gerakan ini untuk permukaan gigi
yang menghadap ke bukal/labial, sedangkan untuk permukaan gigi yang
menghadap lingual/palatal, gerakan menyikat gigi ke atas ke bawah dalam
keadaan mulut terbuka. (Ginanjar, 2006).
3. Teknik Roll
Menyikat gigi dengan teknik roll merupakan gerakan sederhana, paling
dianjurkan, efisien, dan menjangkau semua bagian mulut. Bulu sikat
ditempatkan pada permukaan gusi, jauh dari permukaan oklusal. Ujung bulu
sikat mengarah ke apex. Gerakan perlahan-lahan melalui permukaan gigi
sehingga permukaan bagian belakang kepala sikat bergerak dalam lengkungan.
Waktu bulu sikat melalui mahkota gigi, kedudukannya hampir tegak terhadap
permukaan email. (Ginanjar, 2006).
4. Teknik Charters
Teknik menyikat gigi ini dilakukan dengan meletakkan bulu sikat
menekan pada gigi dengan arah bulu sikat menghadap permukaan
kunyah/oklusal gigi. Arahkan 45 pada daerah leher gigi. Tekan pada daerah
leher gigi dan sela-sela gigi kemudian getarkan minimal 10 kali pada tiap-tiap
area dalam mulut. Gerak berputar dilakukan terlebih dulu untuk membersihkan
daerah mahkota gigi. (Donna Pratiwi, 2009)
5. Teknik Bass
29
6. Teknik Stillman
Teknik ini mengaplikasikan dengan menekan bulu sikat dari arah gusi ke
gigi secara berulang-ulang. Setelah sampai di permukaan kunyah, bulu sikat
digerakkan memutar. Bulu sikat diletakkan pada area batas gusi dan gigi sambil
membentuk sudut 45 dengan sumbu tegak gigi seperti pada metode bass
(Donna Pratiwi, 2009).
7. Teknik Fones / Teknik Sirkuler
Metode gerakkan sikat secara horizontal sementara gigi ditahan pada
posisi menggigit atau oklusi. Gerakan dilakukan memutar dan mengenai
seluruh permukaan gigi atas dan bawah (Donna Pratiwi, 2009).
8. Teknik Fisiologis
Teknik ini digunakan sikat gigi dengan bulu-bulu sikat yang lunak.
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa penyikatan gigi menyerupai
jalannya makanan, yaitu dari mahkota kearah gusi. Letak bulu sikat tegak lurus
pada permukaan gigi, sedangkan tangkai sikat gigi dipegang horizontal (Be Kie
Nio., 1987).
9. Teknik Kombinasi
Teknik ini menggabungkan teknik menyikat gigi horizontal (kiri-kanan),
vertical (atas-bawah) dan sirkular (memutar), (Rini, 2007). Setelah itu
dilakukan penyikatan pada lidah di seluruh permukaannya, terutama bagian atas
30
lidah. Gerakan pada lidah tidak ditentukan, namun umumnya adalah dari
pangkal belakanglidah sampai ujung lidah (Donna Pratiwi, 2009).
BAB III
KONSEP MAPPING
2.10
Peta Konsep
Aging pada rongga mulut
Jaringan keras
Jaringan lunak
Genetik
Perubahan morfology
Eksogenik
Endogenik
Kemunduran morfology
31
2.11
hipotesa
Bertambahnya usia menyebabkan penurunan fungsi fisiologis pada
BAB IV
PEMBAHASAN
Penuaan adalah proses alamiah yang diikuti dengan pertambahan usia
yang tidak dapat dihindari oleh setiap manusia. Dengan pertambahan usia akan
menimbulkan beberapa perubahan yang akan mempengaruhi kondisi seseorang
dari aspek fisiologis, psikologis maupun psikososial (Wirakusumah, 2001).
Proses penuaan di picu oleh laju peningkatan radikal bebas dan sistem
penawaranracun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Faktor yang
mempengaruhi proses penuaan yaitu factor genetik, factor endogenik, faktor
eksogenik (faktor lingkungan dan gaya hidup)(Barnes, 2006).
Perubahan usia berpengaruh pada jaringan rongga mulut, diantaranya
terjadi perubahan pada gigi, sementum, tulang alveolar, dan jaringan lunak
rongga mulut.
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang
dewasa. Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda.
Degenerasi pulpa tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun
kadang-kadang terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya
asimtomatis, gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi
terhadap tes termal maupun elektrik. Namun, jika degenerasi pulpa total,
misalnya akibat trauma atau infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak
memberikan respons terhadap rangsangan (Rasinta, 2004).
32
posterior
meniskus,
diikuti
pergeseran
ventromedial
yang
osteoporosis.
Manifestasi
osteoartritis
adalah
rasa
nyeri,
33
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Proses menua dapat disebabkan oleh 3 kelompok faktor, yaitu genetic,
eksogenik dan endogenik dan dapat dijelaskan dengan teori biologis dan
psikologis.Selama proses penuaan terjadi peristiwa keausan jaringan,
degenerasi serta menopause (khusus pada wanita, disertai perubahan hormonal)
yang berakibat pada perubahan jaringan keras dan jaringan lunak rongga
mulut.Senile atropi merupakan suatu perubahan kuantitatif yaitu berkurangnya
jumlah sel - sel yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ jadi berkurang.
5.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa mampu
memahami apa itu senile atropi, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan
pengaruh perubahan usia pada jaringan rongga mulut. Jaringan rongga mulut
pada pasien lanjut usia memiliki karakteristik khusus terkait dengan proses
degenerasi yang terjadi padanya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Kuntari, Dewi. 2002. Kelainan Jaringan Rongga Mulut pada Manula.
Medan: FKG USU
Langlais, Robert P. 2000. Atlas BerwarnaKelainanRonggaMulut Yang
Lazim. Jakarta: Hipokrates
Barnes IE, Walls A.2006.Perawatangigiterpaduuntuklansia. Alihbahasa
Cornella Hutauruk. Jakarta: EGC
Al-Drees AM. 2010. Oral and Perioral Physiologikal Changes with
Ageing. Departemen of Physiology Riyadh: King Saud University
Glinka,Yoseph. 2008. Metode Pengukuran Manusia. Surabaya: Airlangga
University Press
Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek Edisi ke-11.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Isbagio, Harry. 2000. CDK: Struktur Rawan Sendi dan Perubahannya
pada Osteoartritis. Cermin Dunia Kedokteran
Mayfira,S. 2008. Prevalensi dan Destribusi Lesi Mukosa Mulut Pada
Manusia Lanjut Usia di Panti Jompo Abdi Darma Sumatera Utara. USU
Schuurs, 1992. Patologi Gigi Geligi Kelainan-Kelainan Jaringan Keras
Gigi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tarigan, Rasinta. 2004. Perawatan Pulpa Gigi Endodonti Edisi 2 Revisi.
Jakarta: EGC
Wirakusumah ES. 2001. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa
Swara
36
Wall A, Barnes IE. 2006. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia. Jakarta:
EGC