PBL RA Blok 14 Timo
PBL RA Blok 14 Timo
Rheumatoid Arthritis
Timoty Mario / 10.2012.161
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat, 11470
Email : timotymario@yahoo.co.id
Pendahuluan
Artritis merupakan suatu kondisi yang dapat timbul oleh banyak hal
seperti infeksi, proses autoimun, reaksi inflamasi, dan sebagainya. Keluhan
yang sering timbul adalah nyeri, kaku, hingga gangguan fungsional pada
sendi. Jenis, berat, dan penyebaran penyakit rematik dipengaruhi oleh
beberapa faktor resiko seperti umur, jenis kelamin, genetik, dan faktor
lingkungan.1
Keluhan-keluhan artritis pada penyakit-penyakit yang berbeda seringkali
mirip dan tidak begitu spesifik sehingga agak sulit dibedakan padahal terapi
akan berbeda pada penyebab artritis yang berbeda. Permasalahan lain yang
perlu dipecahkan berkaitan dengan pemahaman penyakit reumatik (baik
oleh masyarakat umum maupun kalangan medis), diagnosis, pengobatan,
pencegahan
penyakit,
pencegahan
kecacatan
dan
rehabilitasi
akibat
penyakit rematik.
Pembahasan
I.
Anamnesis
Anamnesis penyakit muskuloskeletal mencakup beberapa hal
yang harus ditanyakan untuk mendasari diagnosis sebelum dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Hal-hal tersebut dideskripsikan
sebagai berikut.
1. Riwayat penyakit
1 | Page
diperlukan
riwayat
penyakit
yang
deskriptif
dan
rematik
frekuensinya
dapat
berbeda
pada
menyerang
setiap
semua
kelompok
umur,
umur.
tetapi
Misalnya
wanita.
Seperti
misalnya
Rheumatoid
artritis,
Lupus
diminta
menjelaskan
lokasi
nyeri
serta
punctum
biasanya pada pagi hari, membaik pada siang hari, dan sedikit
memberat lagi pada malam hari. Pada osteoartritis, nyeri paling
berat terjadi pada malam hari, lalu membaik pada pagi hari dan
paling ringan pada siang hari. Pada artritis gout, nyeri paling hebat
biasanya menyerang pada pagi hari semntara pasien tidak
merasakan nyeri sama sekali pada malam sebelumnya.
5. Kaku sendi
Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat sehingga pasien kesulitan
bahkan tidak bisa menggerakkan sendi. Keadaan ini biasanya
dikarenakan desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang
mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi
makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerakgerakkan, cairan akan menyebar dari sekitar jaringan yang
meradang dan rasa kaku akan hilang. Lama dan beratnya kaku
sendi berkaitan dengan beratnya inflamasi pada sendi tersebut.
6. Bengkak sendi dan deformitas
Perlu
ditanyakan
adakah
bengkak
sendi,
perubahan
warna,
lesu, dan keluhan tidak spesifik seperti merasa tidak enak badan.
Pada orang usia lanjut dapat disertai kekacauan mental.
9. Gangguan tidur dan depresi
Faktor yang berperan pada gangguan pola tidur antara lain: nyeri
kronik, terbentuknya fase reaktan, obat antiinflamasi nonsteroid
(seperti indometasin). Perlu diperhatikan juga adakah gejala
depresi terselubung seperti retardasi psikomotor, konstipasi, mudah
menangis, dsb.2
II.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan
fisik
pada
keluhan
penyakit
muskuloskeletal
inspkesi
pemeriksaan
secara
dilakukan
visual
untuk
paling
awal.
Merupakan
menemukan
tanda-tanda
a. Bentuk/posisi sendi
Perlu diperhatikan bagaiman pasien mengatur posisi bagian
badan yang sakit. Sendi yang meradang biasanya memunyai
tekanan intraartikular yang tinggi, oleh karena itu pasien
berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi
tersebut seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah
fleksi. Pada sendi bahu misalnya dengan cara lengan diaduksi
dan endorotasi. Sebaliknya bila diabduksi dan eksorotasi
pasien akan merasa kesakitan akibat peningkatan tekanan
intraartikular.2
b. Deformitas
4 | Page
mengalami
deformitas.
Perlu
dibedakan
antara
finger,
swan
neck
finger,
ulnar
deviation,
dan
kantung
suprapatelar
mengakibatkan
Pada
efusi
sendi
pergelangan
kaki
akan
terjadi
Perabaaan
dapat
mengidentifikasi
pembengkakan
atau
dari
nyeri
inflamasi.
Pemeriksaan
lain
untuk
struktur
yang
terserang.
Krepitus
halus
dapat
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis pada
keluhan penyakit-penyakit reumatologi meliputi analisis cairan sendi,
pemeriksaan CRP, faktor reumatoid (Rf), autoantibodi, komplemen,
dan pencitraan.
1. Analisis cairan sendi
a. Bekuan
Cairan
sendi
mengandung
secara
sedikit
normal
sekali
tidak
protein
membeku
karena
pembekuan
seperti
sendi
mengalami
kerusakan
sehingga
terjadi
penentu
inflamasi
atau
bukan,
tetapi
dapat
mengalami
viskositas
cairan
depolimerisasi
sendi.
Viskositas
sehingga
normal
menurunkan
berada
pada
menghasilkan
warna
kekuningan
(xantochrome).
setelah
aspirasi
cairan
sendi.
Penemuan
kristal
sindrom
Sjorgens,
keganasan,
sarkoidosis,
dan
infeksi.4
4. Anti Nuclear Antibody (ANA)
Pemeriksaan ANA seringkali untuk memeriksa kecurigaan terhadap
adanya penyakit SLE.4
5. Pemeriksaan Anticyclic citrullinated peptide antibody (Anti-CCP).
Sering digunakan dalam kombinasi dengan pemeriksaan Rf pada
kecurigaan adanya penyakit RA. Berkorelasi dengan perburukan
RA.4
6. Pemeriksaan pencitraan
Yang paling sering dan mudah dilakukan adalah pembuatan foto
polos. Pada penyakit RA, dia awal perjalanannya mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak atau efusi sendi pada
pemeriksaan foto polos. Tetapi dengan berlanjutnya penyakit
mungkin akan lebih banyak ditemukan kelainan seperti erosi sendi.
Osteopenia juxtaartikular merupakan karakteristik RA dan chronic
inflamatory arthrities lainnya. Hilangnya kartilago artikular dan
erosi tulang mungkin timbul setelah beberapa bulang dari aktivitas
penyakit. Kurang lebih 70% penderita RA akan mengalami erosi
tulang dalam 2 tahun pertama dimana hal itu merupakan tanda
bahwa penyakit berjalan secara progresif. Erosi tulang dapat terjadi
pada semua sendi, tetapi yang tersering adalah pada sendi-sendi
MCP, MTP, dan pergelangan tangan. Foto polos bermanfaat dalam
11 | P a g e
menilai
berikutnya.
berbagai
Pada
perubahan
minggu-minggu
radiologi
pertama,
pada
stadium
dapat
terlihat
IV.
Diagnosis banding
Pasien (Wanita, 21 tahun) mengeluh nyeri pada jari-jari tangan
dan pergelangan tangan kanan-kiri selama empat bulan terakhir.
Beberapa penyakit berikut ini dapat menjadi penyebab keluhan di
atas.
1. Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan
12 | P a g e
nyeri
merupakan
keluhan
utama
yang
yang
menjalarkan
menimbulkan
nyeri
hingga
stenosis
ke
betis
spinal
yang
dapat
disebut
claudicatio intermitten.
b. Hambatan gerak sendi
c. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat
timbul setelah imobilitas, seperti duduk dalam waktu
lama atau bahkan setelah bangun tidur.
d. Krepitasi pada sendi yang sakit
e. Pembesaran sendi (deformitas)
f. Perubahan gaya berjalan
2. Artritis gout (pirai)
Artritis gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai
akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat
supersaturasi asam urat dalam cairan ekstraseluler. Gangguan
metabolik yang mendasari artritis gout adalah hiperusrisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian asam urat melebihi 7,0 ml/dl dan
6,0 ml/dl.
13 | P a g e
aureus
merupakan
bakteri
yang
sering
hampir
ada
selalu
penyakit
yang
mendasarinya.
Pada
dan
kompleks
imun
sehingga
mengakibatkan
antara
jenis
kelamin,
status
hormonal,
dan
aksis
klinis
SLE.
Adanya
gangguan
dalam
mekanisme
penyakit
ini.
Hilangnya
toleransi
imun,
patogenik.
Respon
imun
yang
terpapar
faktor
umum,
gejala
konstitusional
SLE
berupa
kelelahan,
artritis
reumatoid
tetapi
pada
umumnya
SLE
hanya
hemolitik, atau
SLEi
membran
mukosa,
alopesia,
organomegali
(limfanodepati,
splenomegali, hapatomegali)
j. Hematologi: anemia, leukopenia, trombositopenia
k. Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik,
mielitis transversa, neuropati kranial dan perifer.10
V.
Diagnosis kerja
Penegakan diagnosis kerja dilakukan berdasarkan gambaran
klinik dari anamnesia dan pemeriksaan fisik lalu dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan penunjang. Keluhan utama pasien pada skenario
adalah nyeri pada sendi jari-jari tangan dan pergelangan tangan
17 | P a g e
beberapa
faktor
yang
sejauh
ini
diketahui
memengaruhi
gejala
RA
selam
kehamilan.
Selain
itu,
pemberian
(melalui
infeksi
sinovial
langsung,
superantigen);
dan
mengubah
mencetuskan
ditemukan
reaktivitas
timbulnya
agen
infeksi
atau
penyakit,
yang
respon
walaupun
secara
sel
sehingga
sebenarnya
nyata
terbukti
belum
sebagai
penyebaba penyakit.
Keempat, Heat Shock Protein (HSP). HSP adalah keluarga protein
dengan untaian asam amino homolog yang diproduksi oleh sel pada
semua jenis spesies sebagai respon terhadap stres. HSP tertentu pada
manusia dan HSP
Mycobacterium tuberculosis
memunyai 65%
19 | P a g e
VII.
Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi penyakit RA adalah sebesar 0,4% (sama
dengan di Philipina dan China).
Jawa tengah : 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban.
Malang pada penduduk berusia di atas 40 tahun mendapatkan
prevalensi RA sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6% di
daerah.
Poliklinik Reumatologi RUSPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus
RA baru merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan
pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus
AR dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%).
VIII.
Patogenesis
Kerusakan sendi pada RA dimulai dari proliferasi makrofag dan
fibroblas sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun
atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi
proliferasi sel-sel endotel, dan selanjutnya terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh
bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang
ireguler pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi sehingga
terbentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase,
dan faktor pertumbuhan dilepaskan sehingga menyebabkan destruksi
sendi dan komplikasi sistemik.6
IX.
Manifestasi Klinis
Onset. Pada kurang lebih 2/3 penderita RA, onset terjadi secara
perlahan, artritis simetris terjadi dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari
penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antar
20 | P a g e
diikuti
oleh
kekakuan
sendi
pada
pagi
hari
yang
Sinovitis
akan
menyebabkan
erosi
permukaan
sendi
bisa
terjadi
pada
beberapa
sendi
khususnya
pada
terlibat
demikian
juga
dengan
sendi
interfalang
dan
banyak
penderita
yang
juga
memunyai
manifestasi
ekstraartikuler.
Manifestasi
ekstraartikuler
umumnya
dijumpai
dan
Kerusakan
ligamentum)
struktur
artikular
menyebabkan
dan
terjadinya
periartikular
deformitas.
leher
angsa
(Swan
neck
deformities)
tujuh
kriteria
baku
menurut
American
College
of
pada
persendian
atau
lebih
(dengan
Komplikasi
Komplikasi RA mencakup:
1. Komplikasi anemia : Berkorelasi dengan LED dan aktivitas
penyakit. 75% penderita RA mengalami anemia karena
penyakit kronik dan 25% penderita tersebut memberikan
respon terhadap terapi besi.
2. Kanker
mungkin
akibat
sekunder
dari
terapi
yang
diberikan.
3. Cervical spine diseases : tenosinovitis pada ligamentum
transversum bisa menyebabkan instabilitas sumbu atlas,
hati-hati bila melakukan intubasi endotrakeal; mungkin
ditemukan hilangnya lordosis servical dan berkurangnya
lingkup
gerak
penyempitan
23 | P a g e
leher;
celah
subluksasi
sendi
pata
C4-C5
foto
dan
C5-C6,
servikal
lateral;
bisa
ditandai
dengan
adanya
ronki
pada
pemeriksaan.
9. Nodul reumatoid : ditemukan pada 20-35% penderita RA,
biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas
atau daerah penekanan lain, tetapi bisa juga ditemukan
pada daerah sklera, pita suara, sakrum, atau vertebra.
10. Vaskulitis6
XI.
Penatalaksanaan
Modalitas terapi pasien RA meliputi terapi farmakologik dan non
farmakologik. Tujuan terapi pada penderita RA adalah:
1. Mengurangi nyeri.
2. Mempertahankan status fungsional.
3. Mengurangi inflamasi.
4. Mengendalikan keterlibatan sistemik.
5. Proteksi sendi dan struktur ekstraartikular.
6. Mengendalikan progresivitas penyakit.
7. Menghindari
penyakit.6
24 | P a g e
komplikasi
yang
berhubungan
dengan
Terapi
farmakologik
suplementasi
non
farmakologik.
telah
asam
dicoba
lemak
pada
Beberapa
pemderita
esensial,
teori
RA.
terapi
terapi
non
Terapi
puasa,
dan
latihan,
spa
berat
yang
sendi
yang
Farmakologik.
Farmakoterapi
untuk
penderita
RA
Emas
(termasuk
auranofin),
Minosiklin,
Siklosporin
dan
Steroid
dengan
dosis
ekuivalen
dengan
6, 11
Prognosis
Prediktor prognosis buruk pada stadium dini RA antara lain: skor
fungsional yang rendah, status sosial ekonomi rendah, tingkat
pendidikan rendah, ada riwayat keluarga dekat menderita RA,
melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau LED tinggi saat permulaan
penyakit, Rf atau anti-CCP positif, perubahan radiologis pada awal
penyakit, ada nodul reumatoid/manifestasi ekstraartikular lainnya.
Penderita yang diobati saat keadaan masih ringan memberikan
26 | P a g e
respon terapi yang lebih baik daripada yang diterapi saat keadaannya
seudah lebih berat.
Penutup
Reumatoid artritis (RA) merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan inflamasi sitemik kronik dan progresif
Daftar Pustaka
1. Nasution AR, Sumariyono. Introduksi reumatologi. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar
ilmu
penyakit
dalam.
Edisi
ke-5.
Jakarta:
Interna
Publishing;
2009.h.2353.
2. Isbagio H, Setiyohadi B. Anamnesis dan pemeriksaan fisis penyakit
muskuloskeletal. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2445-55.
3. Sumariyono. Artrosentesis dan analisis cairan sendi. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.2456-60.
27 | P a g e
4. Arnadi,
Suryadhana
reumatoid,
NG,
Kasjmir
autoantibodi,
dan
YI.
Pemeriksaan
komplemen.
Dalam:
CRP,
faktor
Sudoyo
AW,
penyakit
dalam.
Edisi
ke-5.
Jakarta:
Interna
Publishing;
2009.h.2462-70.
5. Albar Z. Pemeriksaan pencitraan dalam bidang reumatologi. Dalam:
Sudoyo
AW,
Setiyohadi
B,
Alwi
I,
Simadibrata
MK, Setiadi
S,
penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.2472-4.
6. Suarjana IN. Artritis reumatoid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2495-510.
7. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S,
penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.h.2538-48.
8. Tehupeiroy ES. Artritis pirai (artritis gout). Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku ajar
ilmu
penyakit
dalam.
Edisi
ke-5.
Jakarta:
Interna
Publishing;
2009.h.2556-64.
9. Setyohadi B, Tambunan AS. Infeksi tulang dan sendi. Dalam: Sudoyo
AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S, penyunting. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing;
2009.h.2639-40.
10.
Isbagio
H,
Kasjmir
YI,
Setyohadi
B,
Suarjana
N.
Lupus
29 | P a g e