Anda di halaman 1dari 3

BERSAMA ALLAH DI ARAFAH DAN MINA

Inilah sebait puisi yang tertulis di padang arafah... Ketika aku merenung sendiri mencoba
memahami arti semua perjalanan haji. Ternyata aku tak bisa menemukan jawabnya! Kecuali hanya bisa
menghapus air mata yang terus. Semoga tulisan ini bisa sedikit mewakili bagaimana suasana hati para
jama'ah yang sedang menunggu saat-saat wukuf yang mendebarkan hati di padang Arafah saat itu.
Arafah,...
Sebuah padang yang lengang dan sepi
Bukit berbukit tanpa penghuni
Saat delapan dzulhijjah, ketika tergelincirnya matahari
Datang manusia dari berbagai pelosok negeri Talbiyahpun mulai bergema,
Takbir membahana, langit dunia pun belah sudah... dan istighfarku mulai merintih...
ya Allah, ya Rabbi,
tiada terhiraukan lelahnya badan lelahnya kaki semua kini telah datang..
sungguh gemetar badan ini ya Allah,
lebih gemetar lagi hati kami...
takutku, rinduku, menyatu dalam dada kecil ini. Tuhan,
Kini tangan-tangan kami yang kotor ini
Telah terangkat di depan dada kami
'tuk mohonkan ampun atas dosa yang tiada pernah terhitung lagi.
Ya Allah,
Malam ini...berjuta orang tertidur lelap dibuai mimpi
Sementara,
air mata kami habis
Mengiringi dzikir dan istighfar kami.
Ya Allah, Kami datang menyaksikan keagunganMu Kami datang karena panggilanMu,
Kami datang...
Kami datang ya Allah...
...Astaghfirullaahal adziim...

AIR MATA DI BUKIT CINTA


Mengapa seseorang yang berdiri di Bukit itu,
bisa meneteskan air mata...?
.
Pak Didik, yang kebetulan pergi haji seorang diri, ia bebas saja pergi ke mana-mana. Pulang dari
masjid langsung ke hotel atau seterusnya bermalam di masjid, tak ada yang melarangnya. Pergi belanja ke
mana saja ia pun seorang diri.
Kebetulan memang ia adalah orang yang suka pergi menyendiri. Tak ada yang mengetahui mengapa
saat itu ia tidak mengajak istrinya. Apakah karena biayanya yang belum mencukupi untuk dua orang,
ataukah karena alasan lain.

Pada saat itu hari masih pagi. Para jama'ah yang sudah datang di Arafah, setelah melakukan shalat
subuh mereka memanfaatkan waktunya untuk berjalan-jalan di sekitar Arafah. Ada yang naik bukit, ada
yang berjalan-jalan saja. Ada yang menikmati pemandangan bukit Arafah, ada yang hanya diam duduk
menyendiri merenungi hakekat perjalanan haji.
Begitu pula dengan pak Didik. Ia berjalan-jalan di sekitar Arafah. Ketika banyak orang menuju ke
suatu tempat, ia pun mengikuti mereka untuk berjalan kaki menuju ke titik tertentu. Ternyata mereka
berjalan menuju sebuah bukit kecil yang berbatu.
Semua orang dengan perlahan dan hati-hati menaiki tanah bebatuan yang sedikit terjal. Dan
akhirnya mereka berhenti pada sebuah tugu yang di sekitarnya banyak batu-batu yang mengelilinginya.
Ada sedikit tanah datar di sekat tugu tersebut.
Orang-orang berhenti di depan tugu, dan ternyata bukit kecil itu adalah Jabal Rahmah. Sebuah bukit
cinta, yang konon kabarnya di sinilah Adam as dan Siti Hawa bertemu setelah mereka berpisah sekian
tahun lamanya.
Orang-orang ramai berdo'a di depan tugu tersebut. Meskipun suasana secara fisik cukup ramai,
tetapi karena masing-masing orang berdo'a, maka suasananya menjadi teduh, dan damai. Bahkan sedikit
bernuansa romantis, karena banyak suami dan istri yang menitikkan air mata sambil menengadahkan kedua
tangannya. Mohon ampun, mohon bahagia, mohon keluarga sakinah,...dsb.
Demikian juga dengan pak Didik. Ketika ia berdiri di depan tugu Jabal Rahmah, ia tak tahu harus
berbuat apa. Berdo'a yang bagaimana. Maka ia diam saja sambil merenung dan menerawang jauh...ke alam
fikirannya.
Tiba-tiba saja, fikiran pak Didik melayang jauh. Dan tiba-tiba ia ingat akan anak-anaknya. Setelah
itu ia ingat istrinya yang ia tinggalkan di rumah sendiri, yang boleh jadi saat itu lagi memasak di dapur
untuk anak-anaknya. Tiba-tiba pak Didik teringat akan seluruh kebaikan istrinya. Siang dan malam bekerja
begitu rajinnya. Meskipun hanya bekerja untuk rumah tangganya saja.
Saat itu bagi pak Didik, istrinya nampak begitu baik. Segala kekurangannya tertutupi oleh
kelebihannya. Tetapi kebaikan sang istri tersebut tidak pernah ia sadari. Maka tanpa ada yang menyuruh,
mata pak Didik mulai berkaca-kaca menahan jatuhnya setetes air mata. Barulah pak Didik menyadari, apa
yang telah dilakukan oleh istrinya setiap hari itu, adalah untuk membahagiakan dan menyenangkan anak
dan suaminya...
"akh, betapa salahnya aku.." kata pak Didik terhadap dirinya sendiri
Apalagi, pak Didik mengetahui bahwa sekarang ia sedang berdiri di bukit cinta. Yaitu tempat Adam
dan Hawa bertemu setelah mereka berpisah sekian lama, maka bertambah bercucuranlah air matanya.
Maka dengan mantap pak Didik pun berdo'a kepada Allah, agar ia diberi kesempatan, diberi
kesehatan, diberi kemampuan, untuk bisa datang kembali ke tanah suci ini bersama istrinya...

Sampai sesenggukan pak Didik menangis menyesali kesalahannya. Betapa ia sering kali marah
kepada istri yang begitu baik. Betapa sang istri masih dengan tersenyum meski pun berurai air mata, ketika
ia dan anaknya mengantar dirinya saat pemberangkatan haji berapa waktu yang lalu.
"..astaghfirullaahal adziim..."hanya itulah yang bisa ia bisikkan berulang-ulang, disela-sela menetesnya air
matanya..Rasulullah saw bersabda :
Orang yang paling sempurna imannya, adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik-baiknya kamu
sekalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.
( HR.Tirmidzi )
Putri

Anda mungkin juga menyukai