Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
Berdasarkan kurikulum yang ada di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND, yang mengharuskan setiap
mahasiswa untuk membuat makalah seminar, dalam studi mencapai program sarjana
(S1) sebelum menempuh tugas akhir (TA). Dimana judul yang diambil berdasarkan
ilmu yang telah didapatkan atau dipelajari semester-semester sebelumnya.
I.1. Latar Belakang
Berdasarkan konsep tektonik lempeng, hampir semua kepulauan di Indonesia
terletak pada zona subduksi, yaitu tumbukan antara Paparan Sunda dengan lempeng
benua. Dalam konteks ini, Pulau Kalimantan sendiri merupakan daerah tektonik yang
stabil dimana merupakan bagian dari Lempeng Mikro Sunda yang mempunyai
karakteristik dan tatanan structure yang cukup berbeda dengan pulau-pulau lainnya di
Indonesia.
Lempeng Mikro Sunda merupakan pecahan atau fragmental Lempeng Eurasia
yang terpisah ke bagian tenggara akibat tumbukan dengan kerak Benua Asia. Dengan
demikian perkembangan dan pola tektonik yang berkembang pada Cekungan Barito
di Kalimantan ini mengikuti pola tektonik pada Lempeng Mikro. Pada dasarnya pola
tektonik yang terjadi pada Lempeng Mikro Sunda merupakan proses pemisahan
akibat tekanan yang terjadi pada lempeng itu sendiri. Faktor eksternal yang ikut
berperan dalam perkembangan tatanan tektonik di Pulau Kalimantan adalah interaksi

antara Lempeng Sunda dengan Lempeng Pasifik di sebelah timur, Lempeng Hindia
Australia di selatan, dan Lempeng Laut Cina Selatan.
Berdasarkan teori-teori yang telah berkembang saat ini, unsur-unsur tektonik yang
berkembang di Pulau Kalimantan dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan
tektonik, yaitu Blok Schwaner, Blok Patenoister, Graben Meratus, dan Tinggian
Kuching.
a. Blok Schwaner
Blok ini oleh Van Bemmelen dianggap sebagai bagian dari daratan Sunda yang
mengalami pengangkatan sejak Zaman Kapur Akhir, dimana batuannya terdiri
dari batuan beku dan malihan berumur Pra-Tersier. Bagian utara dari blok ini
mengalami gerak penurunan pada Paleogen dan tertutup oleh sedimen Tersier
yang tidak terlipat. Bagian ini dikenal sebagai Pelataran Barito (Barito Platform).
b. Blok Patenoister
Blok ini dianggap suatu daerah tektonik yang mantap, terdiri dari pelataran
patenoister yang terletak di lepas pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian
daerah di daratan Kalimantan. Blok ini hanya sebagian yang mengalami
pengangkatan.
c. Graben Meratus
Daerah ini terletak diantara Blok Schwaner dan Blok Patenoister, yang
merupakan daerah dengan pengendapan yang cukup tebal. Daerah ini mengalami
perlipatan dan tersesarkan serta terangkat dengan kuat. Daerah ini dikenal sebagai
bagian dari Cekungan Kutai.

d. Tinggian Kuching
Tinggian Kuching atau Kuching high terbentuk akibat dari pengangkatan yang
terjadi pada busur kepulauan dengan daerah perairan dangkal di sekitarnya, yang
merupakan bagian yang tinggi pada Zaman Paleogen di Kalimantan Utara.
Daerah ini terpisah dari Kalimantan Baratlaut yang mengalami suatu penurunan
dengan cepat. Tinggian Kuching merupakan sumber (source) untuk pengendapan
di daerah baratlaut dan tenggara selama Neogen.

Gambar 1. Tatanan tektonik pulau Kalimantan (Andang Bachtiar , 2006)


Pada cekungan barito, jika diurutkan sejarah structure ditandai oleh perbedaan
yang jelas pada zaman Paleogen dan Neogen. Pemekaran basement adalah awal mula

pembentukan structure cekungan pada kala Paleo Eosen. Kondisi ini terus terjadi
hingga kala Oligosen Miocene dengan terjadi subsidence secara lokal dan regional
serta proses peregangan lithosfer yang mempengaruhi cekungan pada pertengahan
miocene, structure yang terjadi berubah menjadi pengkerutan. Pengangkatan secara
regional dan patahan yang bersifat kompresional muncul pada kala miocene tengah
hingga plio-plistosen. Proses inversi dan pengaktifan kembali sesar tua secara
extensional menghasilkan kenampakan yang sekarang terbentuk pada cekungan
barito.
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusun seminar ini adalah untuk membuat tulisan ilmiah
berdasarkan pada kaji pustaka mengenai cekungan Barito,

sebagai prasyarat

kelulusan untuk mencapai tingkat Sarjana (S1) pada Jurusan Teknik Geologi,
Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta
Tujuan dari penyusun seminar ini adalah untuk mengetahui atau memahami
cekungan barito dan potensinya di dalam hidrokarbon (mengenai judul yang ada).

I.3. Ruang Lingkup Pembahasan


Pembahasan mengenai cekungan Barito dan potensinya di dalam hidrokarbon
akan diawali dengan definisi cekungan, jenis jenis cekungan, kondisi tektoniknya
dan sejarah geologinya. Lalu pembahasan lebih lanjut akan difokuskan kepada
definisi mengenai cekungan Barito, kondisi tektonik, karakteristiknya (mencakup

stratigrafi, petrologi, sedimentologi, dan struktur geologi). Pada ruang lingkup


pembahasan ini juga akan dijelaskan mengenai istilah istilah yang banyak digunakan
di dalam penyusunan makalah seminar ini, adalah;
1. Petroleum system : persyaratan yang harus ada agar akumulasi minyak dan
gas bumi bawah permukaan dapat terbentuk, yakni adanya batuan induk
(source rock) yang matang, perangkap (trap), batuan reservoar (reservoir
rock) yang porositasnya tinggi dan permeable, batuan penutup (cap rock) yang
impermeable, serta lapisan pembawa (carrier bed) dan waktu migrasi yang
tepat (proper migration timing) yang memungkinkan minyak dan gas bumi
terjebak dalam perangkap (trapping mechanism)
2. Source rock : batuan sedimen yang akan, sedang, atau telah menghasilkan
hidrokarbon. Tersusun atas material sedimen berukuran halus yang
mengandung banyak material organik, dan matang (secara termal) sehingga
3.

dapat menghasilkan hidrokarbon


Reservoir rock : batuan sedimen yang umumnya memiliki butiran kasar
dengan porositas dan permeabilitas yang tinggi, sehingga hidrokarbon dapat

terakumulasi dan mengalir di dalamnya


4. Traps : suatu kondisi yang menyebabkan hidrokarbon tidak dapat mengalir
keluar dan terjebak dalam batuan reservoir, terbagi atas perangkap struktur,
stratigrafi atau kombinasi keduanya

I.4. Metode Penyusunan

Penyusunan karya makalah seminar ini menggunakan metode studi pustaka,


dengan mengkorelasikan pustaka dari beberapa paper, journal,berbagai buletin
geologi dan pustaka dari buku buku yang terkait dengan cekungan barito, baik
secara teori maupun berupa studi kasus di dalam dan luar negeri.

BAB II

TINJAUN PUSTAKAN
II.1.Geologi Regional Cekungan Barito
Cekungan Barito berada di bagian tenggara Pulau Kalimantan. Cekungan
ini merupakan cekungan asimetris. Sebelah barat dekat paparan sunda terdapat
Cekungan Barito dengan kemiringan relatif datar, ke arah timur menjadi cekungan
yang dalam yang dibatasi oleh sesar-sesar naik ke arah barat dari punggungan
Meratus yang merupakan bongkah naik. Cekungan Barito disebelah barat dibatasi
oleh paparan sunda, sebelah timur Pegunungan Meratus, sebelah utara dibatasi
oleh Adang Flexure. (Satyana, dkk.,1994)
2.1.1 Tektonik Cekungan Barito
Secara tektonik Cekungan Barito terletak pada batas bagian tenggara dari
Schwanner Shield, Kalimantan Selatan. Cekungan ini dibatasi oleh Tinggian Meratus
pada bagian Timur dan pada bagian Utara terpisah dengan Cekungan Kutai oleh
pelenturan berupa Sesar Adang, ke Selatan masih membuka ke Laut Jawa, dan ke
Barat dibatasi oleh Paparan Sunda.
Cekungan Barito merupakan cekungan asimetrik, memiliki cekungan depan
(foredeep) pada bagian paling Timur dan berupa platform pada bagian Barat.
Cekungan Barito mulai terbentuk pada Kapur Akhir, setelah tumbukan (collision)
antara microcontinent Paternoster dan Baratdaya Kalimantan (Metcalfe, 1996;
Satyana, 1996).

Pada Tersier Awal terjadi deformasi ekstensional sebagai dampak dari tektonik
konvergen, dan menghasilkan pola rifting Baratlaut Tenggara. Rifting ini kemudian
menjadi tempat pengendapan sedimen lacustrine dan kipas aluvial (alluvial fan) dari
Formasi Tanjung bagian bawah yang berasal dari wilayah horst dan mengisi bagian
graben, kemudian diikuti oleh pengendapan Formasi Tanjung bagian atas dalam
hubungan transgresi.
Pada Awal Oligosen terjadi proses pengangkatan yang diikuti oleh
pengendapan Formasi Berai bagian Bawah yang menutupi Formasi Tanjung bagian
atas secara selaras dalam hubungan regresi. Pada Miosen Awal dikuti oleh
pengendapan satuan batugamping masif Formasi Berai.
Selama Miosen tengah terjadi proses pengangkatan kompleks Meratus yang
mengakibatkan terjadinya siklus regresi bersamaan dengan diendapkannya Formasi
Warukin bagian bawah, dan pada beberapa tempat menunjukkan adanya gejala
ketidakselarasan lokal (hiatus) antara Formasi Warukin bagian atas dan Formasi
Warukin bagian bawah.
Pengangkatan ini berlanjut hingga Akhir Miosen Tengah yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya ketidakselarasan regional antara Formasi Warukin atas
dengan Formasi Dahor yang berumur Miosen Atas pliosen.
Tektonik terakhir terjadi pada kala Plio-Pliestosen, seluruh wilayah terangkat,
terlipat, dan terpatahkan. Sumbu struktur sejajar dengan Tinggian Meratus. Sesarsesar naik terbentuk dengan kemiringan ke arah Timur, mematahkan batuan-batuan
tersier, terutama daerah-daerah Tinggian Meratus.

Menurut Bemmelen (1949) pulau Kalimantan dibagi menjadi beberapa Zona


fisiografi, yaitu :
1. Blok Schwaner

Blok ini oleh Van Bemmelen dianggap sebagai bagian dari Paparan Sunda
yang mengalami pengangkatan sejak Zaman Kapur Akhir, dimana batuannya
terdiri dari batuan beku dan batuan malihan yang berumur Pra-Tersier. Bagian
timur dari blok ini mengalami gerak penurunan pada Paleogen dan tertutup
oleh sedimen Tersier yang tidak terlipat. Bagian ini dikenal sebagai Pelataran
Barito (Barito Platform).
2. Blok Paternoster
Blok ini dianggap suatu daerah tektonik yang kompleks, terdiri dari pelataran
paternoster yang terletak di lepas pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian daerah di daratan
Kalimantan. Blok ini hanya sebagian yang mengalami pengangkatan.

3. Pegunungan Meratus
Daerah ini terletak diantara Blok Schwaner dan Blok Paternoster, yang merupakan daerah
dengan pengendapan yang cukup tebal. Daerah ini mengalami perlipatan dan tersesarkan
serta terangkat dengan kuat.

4. Tinggian Kuching
Tinggian Kuching atau Kuching high terbentuk akibat dari pengangkatan yang
terjadi pada busur kepulauan dengan daerah perairan dangkal di sekitarnya, yang merupakan
bagian yang tinggi pada Zaman Paleogen di Kalimantan Utara. Daerah ini terpisah dari
Kalimantan Baratlaut yang mengalami suatu penurunan dengan cepat. Tinggian Kuching

merupakan sumber (source) untuk pengendapan di daerah baratlaut dan tenggara selama
Neogen.

II.2 Stratigrafi Regional


Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, batuan dasar (basement) pada
cekungan barito terdiri dari pencampuran antara batuan dasar dari lempeng benua Paparan
Sunda dibagian barat yang dikenal dengan sebutan Barito Platform, dan batuan dasar pada
zona akresi dibagian timur, yaitu Pegunungan Meratus. Secara umum stratigrafi sedimensedimen Tesier pada Cekungan Barito dari formasi tua ke formasi muda secara berurut adalah
sebagai terpilah buruk, bermassa dasar batupasir kuarsa berbutir kasar.

Cekungan Barito sendiri memiliki formasi pembawa batubara. Adapun uruturutan stratigrafi Formasi cekungan Barito (tabel 4.1) berdasarkan waktu
terbentuknya adalah :
1. Formasi Tanjung
Formasi paling tua yang ada di daerah penambangan, berumur Eosen, yang
diendapkan pada lingkungan paralis hingga neritik dengan ketebalan 900-1100 meter,
terdiri dari (atas ke bawah ) batulumpur, batulanau, batupasir, sisipan batubara yang
kurang berarti dan konglomerat sebagai komponen utama. Hubungannya tidak selaras
dengan batu pra-tersier.
2. Formasi Berai
Formasi ini diendapkan pada lingkungan lagon hingga neritik tengah dengan
ketebalan 107-1300 meter. Berumur oligosen bawah sampai miosen awal,

hubungannya selaras dengan formasi Tanjung yang terletak dibawahnya. Formasi ini
terdiri dari pengendapan laut dangkal di bagian bawah, batu gamping dan napal di
bagian atas.
3. Formasi Warukin
Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dalam hingga deltaic dengan
ketebalan 1000-2400 meter, dan merupakan formasi paling produktif, berumur
mioesen tengah sampai plestosen bawah. Pada formasi ini ada tiga lapisan paling
dominan, yaitu :
A. Batulempung dengan ketebalan 100 meter
B. Batulumpur dan batu pasir dengan ketebalan 600-900 meter, dengan bagian
atas terdapat deposit batubara sepanjang 10 meter.
C. Lapisan batubara dengan tebal cadangan 20-50 meter, yang pada bagian
bawah lapisannya terdiri dari pelapisan pasir dan batupasir yang tidak kompak
dan lapisan bagian atasnya yang berupa lempung dan batu lempung dengan
ketebalan 150-850 meter. Formasi warukin ini hubungannya selaras dengan
formasi Berai yang ada dibawahnya.
4. Formasi Dohor
Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral hingga supralitoral, yang berumur
miosen sampai plio-plistosen dengan ketebalan 450-840 meter. Formasi ini
hubungannya tidak selaras dengan ketiga formasi di bawahnya dan tidak selaras
dengan endapan alluvial yang ada di atasnya. Formasi ini terdiri dari perselingan

batuan konglomerat dan batupasir yang tidak kompak, pada formasi ini juga
ditemukan batulempung lunak, lignit dan limonit.
5. Endapan Alluvium

Merupakan kelompok batuan yang paling muda yang tersusun oleh krikil, pasir,
lanau, lempung, dan lumpur yang tersebar di morfologi dataran dan sepanjang aliran
sungai.

Table 1 Stratigrafi Cekungan barito (Adaro Resources Report,1999)

II.3 Struktur Geologi Regional


Pola struktur yang berkembang di pulau Kalimantan berarah Meratus (Timur lautBarat daya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga pada
arah sumbu lipatan.
Perbukitan Tutupan yang berarah timur laut-barat daya dengan panjang sekitar 20
km terbentuk akibat pergerakan dua patahan anjakan yang searah. Salah satunya
dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang memanjang pada kaki bagian barat
perbukitan Tutupan. Patahan lain bernama Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault
yang memanjang pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan. Keberadaan patahan ini
diketahui berdasarkan data seismik dan pemboran sumur minyak (Asminco,1996).
Patahan lain yang tidak berhubungan dengan perbukitan Tutupan dan berarah
timurlaut-baratdaya terdapat di daerah Wara dengan nama Maridu Thrust Fault.
Patahan-patahan yang terjadi pada umumnya searah dengan bidang perlapisan
sehingga tidak mengganggu penyebaran batubara.
Pada kaki bagian timur perbukitan Tutupan juga terdapat struktur antiklin yang
diberi nama Antiklin Tanah Abang-Tepian Timur. Sumbu antiklin berarah utaraselatan dan searah dengan Tanah Abang-Tepian Timur Thrust Fault. Antiklin-antiklin
umumnya memiliki sumbu berarah timurlaut-baratdaya seperti antiklin Tanjung,
antiklin Warukin dan antiklin Paringin. Sedangkan struktur sinklin yang terdapat di
daerah Tutupan dan Wara dinamakan Sinklin Bilas.

Struktur geologi yang terdapat di daerah Paringin berupa antiklin yang dikenal
dengan nama antiklin Paringin. Antiklin Paringin yang bentuknya tidak simetri
memanjang sekitar 18 km searah timurlaut-baratdaya. Di bagian barat kemiringan
lapisan batuan hampir vertikal.

Gambar
Model Struktur Regional (PT. Adaro Indonesia)

Anda mungkin juga menyukai