BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia
adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya
dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan
akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A (Husaini, 2006).
Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya
manusia. Oleh karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan
tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas
kerja (Asrar dkk, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat
pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut
sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang sangat
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar
sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,
penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010).
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus
periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi
dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang
optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak
memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan
berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang
bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani,
2010).
Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana
nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi
bangsa. Masa kritis anak pada usia 624 bulan, karena kelompok umur
merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh
(growth failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004).
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan
kualitas SDM yang baik. Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik
sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh
kembang anak pada usia dini (Wulandari, 2010).
Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak
meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan
halus), personal sosial dan adaptif. Pemantauan perkembangan anak
berguna untuk menemukan penyimpangan/hambatan perkembangan anak
sejak dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya
penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang anak.
faktor
determinan
yang
dapat
Bangkala)
Bontoramba).
B. Rumusan Masalah
dan
Puskesmas
Bontoramba
(Kecamatan
penyakit/gejala
ISPA
dengan
status
pengasuhan
orang
tua
dengan
status
asupan
zinc
dengan
status
pengasuhan
dengan
status
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang hubungan asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan
dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
2. Manfaat keilmuan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi
dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan
salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu
pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bertambahnya
kemampuan
struktur
tubuh.
Perkembangan
10
dengan
kemampuan
mandiri,
bersosialisasi
dan
11
yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otototot kecil, tetapi memerlukan kondisi yang cermat. Misalnya
kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda, dll.
c. Language (bahasa). Kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d. Gross motor (perkembangan motorik kasar). Aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek
perkembangan seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga
dan Balita) yaitu perkembangan (Soetjiningsih, 1995):
1. Tingkah laku sosial
2. Menolong diri sendiri
3. Intelektual
4. Gerakan motorik halus
5. Komunikasi pasif
6. Komunikasi aktif
7. Gerakan motorik kasar
Perkembangan
pada
anak
meliputi
berbagai
aspek
yaitu
12
minggu kemudian
b. 12-16 minggu: menegakkan kepala, tengkurap sendiri menoleh ke arah
suara memegang benda yang ditaruh di tangannya
c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
d. 26 minggu : Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan
lainnya. Duduk, dengan bantuan kedua tangannya ke depan. Dan
Makan biskuit sendiri
e. 9-10 bulan : Menunjuk dengan jari telunjuk. Memegang benda dengan
ibu jari dan telunjuk. Merangkak. Bersuara da da
f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan. Mengucapkan kata-kata tunggal
Dengan mengetahui berbagai milestone, maka dapat diketahui
apakah seorang anak perkembangannya terlambat ataukah masih dalam
batas-batas normal.
2. Masalah Tumbuh Kembang
Dalam buku Pedoman Pembinaan Perkembangan Anak Di Keluarga
yang disusun oleh Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, masalah-
13
masalah/gangguan pada masa kecil atau kelainan yang dibawa sejak lahir
sering mengakibatkan hambatan pada perkembangan anak (Direktorat
Bina Kesehatan Keluarga, 1992). Masalah tumbuh kembang yang sering
timbul (Nursalam, 2005):
a. Gangguan pertumbuhan fisik.
Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak,
perlu pemantauan yang kontinyu. Dengan pemantauan berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala, umur tulang dan pertumbuhan gigi, maka
dapat diketahui adanya suatu kelainan tumbuh kembang fisik seorang
anak seperti: obesitas atau kelainan hormonal, perawakan pendek akibat
kelainan endokrin dan kurang gizi, pertumbuhan/erupsi gigi terlambat
yang disebabkan oleh hipotiroid, hipoparatiroid, keturunan dan
idiopatik serta gangguan penglihatan dan pendengaran.
b. Gangguan perkembangan motorik.
Perkembangn motorik yang lambat dapat disebabkan oleh :
1. Faktor keturunan
2. Faktor lingkungan
3. Faktor kepribadian
4. Retardasi mental
5. Kelainan tonus otot
6. Obesitas
7. Penyakit neuromuscular
8. Buta
c. Gangguan perkembangan bahasa.
Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan
berbagai faktor yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,
intelegensi rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,
maturasi yang terlambat, faktor keluarga, kembar, psikosis, gangguan
lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia dan
afasia.
14
merupakan
bagian
dari
yang
terpecah
(disruptive
behavioural
disorders).
Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi dan kemarahan.
h. Gangguan perilaku seksual.
Gangguan perilaku seksual antara lain transseksualisme,
transventisme dan homoseksual.
i. Gangguan perkembangan pervasif dan psikosis pada anak.
Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan non verbal,
gangguan perilaku dan interaksi sosial), Asperger (gangguan interaksi
sosial, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang, obsesif), childhood
disintegrative disorder (demensia heller), dan kelainan Rett (kelainan xlinked dominan pada anak perempuan).
j. Disfungsi neurodevelopmental pada anak usia sekolah.
15
psikosomatik.
Contohnya
adalah
kelainan
konversi,
16
lingkungan
yang
tidak
merangsang
menyebabkan
kebutuhan-kebutuhan
anak
sesuai
dengan
tahap
17
Setiap hari anak perlu mendapatkan zat gizi dari makanan. Tidak ada satu
jenis makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan anak. Yang
paling baik adalah memberikan aneka ragam makanan untuk memastikan
terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2001).
Menurut Pudjiadi (2003) kecukupan gizi rata-rata bagi anak usia di
bawah 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 89 cm, energi yang
dibutuhkan sebanyak 1220 kkl dan kebutuhan protein sebesar 23 gram
(Rahmah, 2010).
Balita merupakan masa peralihan makanan dari makanan pendamping
ASI ke makanan orang dewasa. Namun, pemberiannya juga masih bertahap
disesuaikan dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan
gizinya. Di usia ini, saatnya dikenalkan ragam makanan yang sehat dan alami
karena akan menentukan pola makan anak selanjutnya. Sesuai dengan
kemampuan pencernaan dan kebutuhan gizi, batita merupakan konsumen
pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang diberikan orang tuanya.
Berikan makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari,
terdiri atas tiga kali makan pagi, siang dan sore, 2-3 kali makan selingan dan
3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini memerlukan makanan yang
berbeda sesuai tahap perkembangan saluran pencernaannya dan kebutuhan
gizinya (Nursalam, 2005).
Sepanjang usia balita, selera makan dan kebiasaan makan terus
berubah-ubah. Setelah ulang tahun pertama, pertumbuhan melambat dan
selera makan pun cenderung menurun. Pada masa tumbuh kembangnya, gizi
18
seimbang sangat besar pengaruhnya. Pada masa ini otak balita telah siap
menghadapi berbagai stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih
lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa.
Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005).
Nutrisi yang anak butuhkan berasal dari beras/gandum/umbi, daging,
kacang-kacangan, sayuran, buah dan dua gelas susu per hari. Tentunya
dengan gizi yang seimbang sehingga dalam sehari tercapai 1.000-1.500
kalori. Variasi ini sangatlah bergantung pada usia, tinggi badan serta aktivitas
anak (dalam hal ini sekitar 30 menit aktivitas fisik per hari) (Nursalam, 2005).
Pada usia ini, susu masih merupakan makanan yang penting karena
mengandung semua zat gizi dasar yang dibutuhkan anak yang sedang
tumbuh: energi, lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Nursalam,
2005).
Zat-zat gizi yang dibutuhkan balita (Husin, 2008):
1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua
jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah)
sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).
2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacangkacangan, tahu dan tempe.
3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak
hewan atau lemak tumbuhan.
4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.
a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu
mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju,
19
20
21
usaha
menciptakan
manusia-manusia
yang
sehat
22
23
Berat badan
Umur dan jenis kelamin
Mutu protein
Pertumbuhan
Berat badan sangat menentukan banyaknya protein yang diperlukan.
Berat badan erat sekali hubungannya dengan jumlah jaringan yang aktif yang
selalu memerlukan protein lebih banyak untuk pembentukan, pemeliharaan,
dan pengaturan dibandingkan dengan jaringan tidak aktif. Oleh karena itu
orang yang beratnya lebih tinggi memerlukan protein yang lebih banyak
daripada orang yang lebih ringan. Umur merupakan faktor yang sangat
24
membangun
dan
25
26
makanan
melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi
lemak dalam tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.
Kegemukan ini bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal
karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak atau
berolahraga (Almatsier, 2004).
Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh,
merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus,
hipertensi,
penyakit
jantung
koroner,
penyakit
kanker
dan
dapat
27
28
saraf
otak.
Lemak
mempengaruhi
perkembangan
dan
kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak
omega 3) dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur
otak dan mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan
29
retina. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan otak
dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam
mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak
lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak,
santan, dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang
penting untuk perkembangan otak (Nursalam, 2005).
Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang
menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 2 kali besar energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier,
2004).
Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh
paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau
kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada
umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan),
45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler
(Almatsier, 2004).
Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein,
sehingga
protein
tidak
digunakan
sebagai
sumber
energi.
Lemak
30
31
32
Pertama,
mempengaruhi
ditemukan
emosi
anak
bahwa
dan
kemungkinan
respon
terhadap
defisiensi
stress
Zn
daripada
33
34
35
Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung
gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak
saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (damandiri.or.id).
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu
dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan
kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995).
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare
atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat
menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa
penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, adalah (Lubis, 2008) :
1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu
makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak
menjadi rentan terhadap penyakit.
2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan
lingkungan dan perilaku yang sehat.
3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak
oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi
dan anak secara teratur sesuai dnegan tahapan usianya dan segera
memeriksakan ke dokter jika anak menderita sakit.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit
penyakit seperti: bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing, dsb. Jellife (1990)
dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan
bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua
36
umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat
infeksi biasa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya
metabolisme dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula
terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya
gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan
zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap
penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya
membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya
penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang
secara mendadak dan gejala timbul dengan cepat.
Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara
yaitu memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak
terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan
defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi
dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat
mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi (Supariasa,dkk, 2001).
Berikut penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita (Rahmah,
2010):
1. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan
bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari
seluruh kematian balita.
37
38
c. ISPA ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai
demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam.
ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia.
Sebagian besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia,
namun masyarakat masih awam dengan gangguan ini. Penderita cepat
meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong. Lambatnya
pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang
gangguan ini (Lubis, 2008).
Terjadinya infeksi saluran pernapasan pada anak balita disamping
adanya bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor anak itu sendiri, seperti
anak yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak dengan asap
dapur, serta kondisi perumahan yang ditempatinya.
Menurut Djaja (1999) dalam penelitian Lubis (2008) terjadinya
ISPA terutama pneumonia pada bayi dan pada anak balita dipengaruhi oleh
faktor usia anak. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan
anak umur 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 1996). Hasil analisis faktor
resiko membuktikan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya kematian pada balita yang sedang menderita
pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia,
semakin kecil resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita
yang berusia muda
39
2. Diare
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan
dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat
dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2
juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5
tahun (Adisasmito, 2007).
Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari tiga kali per hari) dan
disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), baik disertai
keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suraatmaja, 2007). Sedangkan
menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani, 2010).
Secara umum diare didefinisikan sebagai berak encer atau cair, 3 kali
atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja disertai dengan atau tanpa
lendir atau darah (Rimawati, 2005).
Diare merupakan gejala penyakit yang penting dan dapat disebabkan
banyak faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan
dengan musim, misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan
banyaknya lalat. Gejala penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan
kematian pada anak-anak kecil terutama bila pada penderita didapatkan
gizi kurang (Rimawati, 2005).
Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan
sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke
tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau
40
diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke
KEP merupakan resiko kematian (Rimawati, 2005).
Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta
gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna,
diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja (Rimawati, 2005).
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor
lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari
beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan
dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB), jamban,
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat
pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan
hunian (Adisasmito, 2007).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan mahasiswa menunjukkan
hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan higiene ibu.
Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang
dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah
terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup
bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor risiko yang
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).
Penyebab diare, antara lain infeksi dari berbagai bakteri yang
disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum, infeksi
41
42
pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan
memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya
waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota
keluarga (Husain, 2008).
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan
anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan
perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi
pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan
lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang
individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak
ia masih bayi (Husain, 2008).
Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna
menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk
menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi
bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain
diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing
menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan,
makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Husain, 2008).
Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan
Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orangorang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang
dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak
beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung
43
konseptual
yang
dikemukan
oleh
UNICEF
yang
makanankesehatanasuhan
merupakan
faktor-faktor
yang
44
Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca
kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain
(Asrar dkk, 2009).
Menurut Jusat (2000)
45
46
Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara
lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan
faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan
daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan
pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi
tersebut dalam tubuh (Rahmah, 2010).
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian
status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung
(Rahmah, 2010) :
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
a. Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi.
1. Pengertian
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah
ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali
(Supariasa, 2001).
Pengertian dari sudut pkitang gizi telah banyak diungkapkan
oleh para ahli Jelliffe (1966) dalam penelitian Rahmah (2010)
mengungkapkan bahwa :
47
bahwa
antropometri
macam
adalah
berhubungan
dengan
berbagai
48
Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh
(Completed Month). Sebagai contoh umur 4 bulan 5 hari dihitung 4
bulan dan umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan.
Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa
umur dalam hari tidak diperhitungkan (Rahmah, 2010).
b. Berat Badan
Djumadias Abunain (1990) dalam penelitian Rahmah (2010),
berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan
sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena
penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang
dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat
badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi
gizi dari waktu ke waktu.
Menurut Soetjiningsih (1998) dalam penelitian Maylan
Wulandari, perlu diketahui bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam
sehari sebagai akibat masukan (intake) makanan dan minuman,
dengan keluaran (output) melalui urin, feses, keringat, dan nafas.
Besarnya fluktuasi tergantung pada kelompok umur dan bersifat
49
sangat individual, yang berkisar antara 100-200 gram, sampai 5001000 gram bahkan lebih.
c. Tinggi Badan
Menurut
Supariasa
(2002)
dalam
penelitian
Maylan
50
Kombinasi
antara
beberapa
parameter
disebut
indeks
51
karakteristik
berat
badan maka
indeks
berat
52
untuk
Tabel 1
Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
Status Gizi
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk
BB/U
> 80 %
71-80 %
61-70 %
60%
Indeks
TB/U
> 90 %
81-90 %
71-80 %
70%
BB/TB
> 90 %
81-90 %
71-80 %
70%
53
Status Gizi
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Tinggi Badan
Normal
menurut Umur (TB/U) Pendek
Berat Badan
Gemuk
menurut Tinggi
Normal
Badan (BB/TB)
Kurus
Sangat kurus
Sumber : Data Sekunder
b. Klinis
Ambang Batas
> +2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< -3 SD
-2 SD
< -2 SD
> +2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< -3 SD
54
55
56
makanan
individu
ditanyakan
secara
teliti
dengan
Method
(Metode
Inventaris)
digunakan
untuk
57
makanan yang diterima, dibeli dan dari produksi sendiri dicatat dan
dihitung/ditimbang setiap hari selama periode pengumpulan data
(Supariasa, 2001).
b. Statistik vital
Statistik vital merupakan bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang
berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain angka
kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi
yang berhubungan dengan gizi (Rahmah, 2010).
Jelliffe (1989) dalam penelitian Rahmah (2010) mengatakan
bahwa angka kematian pada kelompok umur tertentu, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik pelayanan kesehatan
dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi merupakan
informasi penting untuk menganalisis keadaan gizi di suatu wilayah.
c. Faktor ekologi
Faktor ekologi adalah salah satu faktor yang digunakan untuk
mengetahui penyakit malnutrisi di suatu masyarakat yang merupakan
hasil
interaksi
dari
berbagai
faktor
lingkungan
yang
saling
memengaruhi, antara lain faktor fisik, biologis, dan budaya. Ada enam
faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab
malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan,
konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan
pendidikan (Jeliffe, 1966 dalam penelitian Rahmah, 2010).
58
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Terdapat dua faktor langsung penyebab tumbuh kembang anak,
yaitu faktor makanan dan penyakit (infeksi), dimana keduanya saling
mempengaruhi. Selain faktor langsung juga terdapat faktor tidak langsung,
yaitu ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola
pengasuhan anak dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat.
Dalam upaya untuk mengetahui hubungan dari asupan zat gizi,
penyakit infeksi dan pola asuh terhadap status perkembangan motorik
kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan, maka diperlukan suatu identifikasi
mengenai variabel-variabel yang mendukung tujuan tersebut. Adapun
variabel-variabel yang mendukung antara lain: asupan zat gizi,
gejala/penyakit ISPA dan diare yang diderita oleh anak dalam kurun waktu
satu bulan terakhir serta pengasuhan orang tua dalam perawatan dan
pemantauan pertumbuhan anaknya.
59
B. LandasanTeori
Bagan Model Interaksi Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh-Kembag Anak
Kecukupan Makanan
Manifest
asi
Infeksi
Penyebab
Langsung
Ketahanan makanan
Pemanfaatan pelayanan
keluarga
Asuhan bagi ibu kesehatan dan sanitasi
dan anak
Penyebab
lingkungan
Pendidikan
tidak
Keluarga
Keadaan dan
kontrol sumber daya
langsung
keluarga. Manusia, ekonomi dan keluarga
Pokok
Struktur
Ekonomi
Struktur
politik
dan Keluarga
masalah di
Sumber : Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang anak . Penerbit buku kedokteran
masyaraka
EGC. Jakarta. Hal 13
Akar Dasar
Potensi sumber daya
t
C. Kerangka konsep
Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut:
Kerangka Konsep
VARIABEL INDEPENDEN
VARIABEL DEPENDEN
60
Keterangan =
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti
energi
adalah
jumlah
total
energi
yang
61
protein
adalah
jumlah
total
energi
yang
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan protein (TKP) sebagai
berikut (WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
Lebih : > 110% AKG
c. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat adalah jumlah total karbohidrat yang
dikonsumsi. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi oleh anak
berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat sebagai berikut
(WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
62
lemak
adalah
jumlah
total
lemak
yang
63
Tidak Menderita
3. Pengasuhan Ibu
Definisi Operasional :
Pengasuhan yang dimaksud adalah bagaimana perhatian ibu
pada anaknya mencakup:
a. Perawatan kesehatan adalah apa yang dilakukan ibu jika anaknya
sakit, dan perannya dalam pemberian vitamin.
b. Pemantauan pertumbuhan adalah bagaimana peran ibu dalam
penimbangan anak secara rutin setiap bulan.
Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman
dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada
jawaban yang salah.
Kriteria Objektif :
Cukup
Kurang
64
motorik kasar dilakukan pada anak usia 6-18 bulan dengan menggunakan
perkembangan motorik milestone.
Kriteria Objektif :
Terlambat
Normal
E. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Null (Ho)
a. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
b. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
c. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
d. Tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
65
e. Tidak
ada
hubungan
antara
asupan
zinc
dengan
status
pengasuhan
dengan
status
asupan
karbohidrat
dengan
status
66
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan
melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Pendekatan ini dimaksudkan
untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Adapun variabel independennya yaitu asupan zat gizi, penyakit
infeksi, dan pengasuhan sedangkan variabel dependennya adalah status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
67
Penentuan
sampel
dengan
Lemesshow, yaitu:
n=
N Z2 P (1P )
d 2 ( N1 ) + Z 2 P ( 1P )
Keterangan :
n : Perkiraan besar sampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar distribusi normal (1,96)
menggunakan
rumus
68
P:
(P =0,214)
d : Tingkat ketelitian yang digunakan (0,05)
2
235 1.96 0,214 (10.214)
n=
0.052 ( 2351 ) +1.962 0.214 (10.214 )
n=
n=
151.79
=123,30
1.231
Dibulatkan menjadi123
Jumlah sampel dalam penelitian ini = 123 anak usia 618 bulan.
3. Metode pengambilan sampel
Penentuan sampel diawali dengan memilih 3 wilayah kerja
puskesmas kecamatan melalui laporan yang ada di Dinas Kesehatan.
Dipilih puskesmas yang lokasinya jauh, dekat dan menengah dari
pusat kota. Puskesmas menentukan desa dengan menggunakan
Probability Proportional to Size (PPS), dimana rumah tangga yang
dipilih menggunakan Sistematic Random Sampling yang dijadikan
sasaran.
D. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Kuesioner, Food
Recall, Food Models untuk mengetahui makanan yang dimakan dalam 1
hari (24 jam), Lengthboard untuk mengukur panjang badan anak,
timbangan digital untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk
menganalisis status gizi dan Nutrisurvei untuk menganalisi asupan (jumlah
69
energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc) yang dikonsumsi dalam 1 hari
(24 jam) dan KMS perkembangan motorik anak.
E. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara
dan observasi menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada
responden, dimana respondennya adalah ibu sampel. Pengukuran status
gizi
70
tabel.
Pengolahan
dilakukan
secara elektronik
dengan
71
G. Analisis Data
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
disertai narasi.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran
deskriptif dari data-data yang dikumpulkan. Analisis univariat juga
digunakan untuk menggambarkan data-data yang beskala nominal
dan ordinal seperti distribusi subjek menurut umur, jenis kelamin,
dan status gizi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi, frekuensi dan narasi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel dependen (status gizi anak usia 6-18 bulan) dan independen
(asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan) dalam bentuk
tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS
dengan uji statistik Chi-square ( Siegel, 2001) dengan rumus:
(O - E)2
X2 =
E
Interpretasi:
72
(a+c)(
b+d
)(a+b)(c+ d)
Keterangan :
= Uji Phi
Dari hasil perhitungan uji , dapat dibuat kesimpulan mengenai
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dengan kriteria sebagai berikut :
0,01 0,25 :
hubungan lemah
0,26 0,50 :
hubungan sedang
0,51 0,75 :
hubungan kuat
0,76 1,0 :
hubungan sangat kuat