Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia
adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya
dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan
akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A (Husaini, 2006).
Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya
manusia. Oleh karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan
tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas
kerja (Asrar dkk, 2009).
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat
pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut
sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang sangat
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar
sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,
penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010).
Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus
periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi
dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang

optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak
memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan
berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang
bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani,
2010).
Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana
nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi
bangsa. Masa kritis anak pada usia 624 bulan, karena kelompok umur
merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh
(growth failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004).
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan
kualitas SDM yang baik. Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik
sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh
kembang anak pada usia dini (Wulandari, 2010).
Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak
meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan
halus), personal sosial dan adaptif. Pemantauan perkembangan anak
berguna untuk menemukan penyimpangan/hambatan perkembangan anak
sejak dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya
penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang
jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang anak.

Salah satu proses kemampuan motorik anak adalah kemampuan


motorik kasar yang berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh
gerakan otot-otot besar (Antoni, 2005).
Hasil penelitian Pollit di Pagelangan Jawa Barat menunjukkan anak
usia 12-18 bulan yang mendapatkan suplementasi tinggi energi dan
mikronutiren mempunyai skor perkembangan motorik kasar lebih tinggi
dibanding yang tidak diberikan suplementasi (Antoni, 2005).
Gangguan gizi dapat disebabkan oleh pengasuhan makanan anak
oleh ibu yang memberikan makanan pralakteal dan/atau memberikan MPASI terlalu dini bahkan ada yang terlalu terlambat, serta jumlah dan
kuantitas MP-ASI yang diberikan juga sering tidak memadai (Amin dkk,
2004).
Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsug
adalah adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi
dengan kebutuhan tubuh serta adanya penyakit infeksi. Asupan gizi secara
tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak yang
diberikan oleh ibu, dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara
ibu memberikan makan, bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan
dan hygiene anak dan ibu serta bagaimana ibu memberikan kasih sayang
pada anaknya (Amin dkk, 2004).
Banyak pendapat mengenai

faktor

determinan

yang

dapat

menyebabkan timbulnya masalah gizi pada bayi di antaranya menurut


Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh
konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi

sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh)


dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008).
Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan zat-zat
gizi yang adekuat melalui pemberian makanan yang sesuai dengan tingkat
kemampuan konsumsi anak, tepat jumlah (kuantitas) dan tepat mutu
(kualitas), oleh karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi, akan
menimbulkan gangguan kesehatan, status gizi maupun tumbuh kembang.
Selain zat-zat gizi lain, protein sangat penting pada masa pertumbuhan
terutama pada bayi dan balita (15 tahun). Pada masa ini proses
pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran (Nilawati, 2006).
Pengaruh asupan zat gizi terhadap ganguan perkembangan anak
menurut Brown dan Pollit (1996) melalui terlebih dahulu menurunnya
status gizi. Status gizi yang kurang tersebut akan menimbulkan kerusakan
otak, letargi, sakit, dan penurunan pertumbuhan fisik. Keempat keadaan
ini akan berpengaruh terhadap perkembangan intelektual. Gangguan
perkembangan yang tidak normal antara lain ditandai dengan lambatnya
kematangan sel-sel syaraf, lambatnya gerakan motorik, kurangnya
kecerdasan dan lambatnya respon sosial (Nilawati, 2006).
Berdasarkan rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2011-2015
proporsi jumlah penduduk dengan rata-rata asupan kalori >1.400
Kkal/orang/hari sebesar <14,47 % (Rusono dkk, 2011).
Indonesia telah berhasil menurunkan angka kekurangan gizi pada
anak balita dari 28% pada 2005 menjadi 17,9% pada 2010. Data BPS

tahun 2009 mengungkapkan bahwa jumlah penduduk sangat rawan


pangan, yaitu penduduk dengan asupan kalori kurang dari 1.400 kkl
/orang/hari mencapai 14,47%. Angka itu meningkat dibandingkan tahun
2008 yang mencapai 11,07% (Candra, 2010).
Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia berdasarkan RISKESDAS
2007 ISPA menempati prevalensi tertinggi pada balita (>35%), prevalensi
campak tertinggi pada anak balita (3,4%), prevalensi diare tertinggi
terdeteksi pada balita (16,7%). Data tersebut menggambarkan bahwa
semua prevalensi tertinggi diderita oleh balita.
Dari data Riskesdas (2007) pemantauan pertumbuhan balita dengan
melakukan penimbangan, untuk Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 27,2%
yang tidak melakuakn penimbangan 6 bulan terakhir dan pada tahun 2010
terdapat 34,8%. Di Kabupaten Jeneponto

terdapat 27,0% yang tidak

melakukan penimbangan 6 bulan terakhir. Pada tahun 2009 dari 30250


balita yang ada di Jeneponto, hanya 22081 balita yang ditimbang, sekitar
72,99%.
Dalam penelitian ini, dipilih 3 kecamatan berdasarkan wilayah kerja
puskesmas yang ada di Jeneponto, dimana 3 wilayah kerja puskesmas
tersebut mewakili jarak terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota.
Puskesmas Bontomatene (Kecamatan Turatea), Puskesmas Bangkala
(Kecamatan

Bangkala)

Bontoramba).
B. Rumusan Masalah

dan

Puskesmas

Bontoramba

(Kecamatan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk


penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hubungan asupan energi dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
2. Bagaimana hubungan asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
3. Bagaimana hubungan asupan karbohidrat dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
4. Bagaimana hubungan asupan lemak dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
5. Bagaimana hubungan asupan zinc dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
6. Bagaimana hubungan

penyakit/gejala

ISPA

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di


Kabupaten Jeneponto tahun 2011?
7. Bagaimana hubungan penyakit diare dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011?
8. Bagaimana hubungan

pengasuhan

orang

tua

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di


Kabupaten Jeneponto tahun 2011?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui asupan zat gizi, penyakit infeksi dan


pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6
sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
b. Untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
c. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
d. Untuk mengetahui hubungan asupan lemak dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
e. Untuk mengetahui hubungan

asupan

zinc

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten


Jeneponto tahun 2011.
f. Untuk mengetahui hubungan gejala penyakit ISPA dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
g. Untuk mengetahui hubungan penyakit diare dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
h. Untuk mengetahui hubungan

pengasuhan

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten


Jeneponto tahun 2011.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat praktik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang hubungan asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan
dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

2. Manfaat keilmuan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi
dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan
salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu
pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Status Perkembangan Motorik Kasar


1. Pengertian Tumbuh Kembang
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita.
Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 1995).
Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik sedangkan perkembangan
adalah

bertambahnya

kemampuan

struktur

tubuh.

Perkembangan

merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan


organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting
dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai
arti yang berbeda namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan
secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai
dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (Nursalam,
2005).
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang
sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa
yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan per definisi
adalah sebagai berikut (Nursalam, 2005):

10

1. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur


tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi
(bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya
sel.
2. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan,
dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai
dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan
pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa
itu terjadi secara sinkron pada setiap individu (Soetjiningsih, 1995).
Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang
berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara
bersamaan. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan
kemampuan anak (Nursalam, 2005).
Frankenburg, dkk (1981) melalui DDST (Denver Development
Screening Test) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995) dalam buku
tumbuh kembang anak, mengemukakan 4 parameter perkembangan yang
dipakai dalam menilai perkembangan anak balita, yaitu:
a. Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang
berhubungan

dengan

kemampuan

mandiri,

bersosialisasi

dan

berinteraksi dengan lingkungannya.


b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus). Aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan

11

yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otototot kecil, tetapi memerlukan kondisi yang cermat. Misalnya
kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda, dll.
c. Language (bahasa). Kemampuan untuk memberikan respon terhadap
suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d. Gross motor (perkembangan motorik kasar). Aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek
perkembangan seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga
dan Balita) yaitu perkembangan (Soetjiningsih, 1995):
1. Tingkah laku sosial
2. Menolong diri sendiri
3. Intelektual
4. Gerakan motorik halus
5. Komunikasi pasif
6. Komunikasi aktif
7. Gerakan motorik kasar
Perkembangan

pada

anak

meliputi

berbagai

aspek

yaitu

perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan


motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ini
dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus
(Hutahean, 2007).
Menurut Frankerburg (1981) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995),
motorik kasar (gross motor), yaitu aspek yang berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian besar tubuh karena
dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup
tenaga, misalnya berjalan dan berlari.

12

Hasil penelitian Husain, pada tahun 2000 di Jawa Barat dalam


penelitian Khasanah, 2008 menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh
terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang
cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar
anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan
perkembangan motorik kasar pada anak.
Banyak milestone perkembangan anak yang penting dalam
mengetahui taraf perkembangan seorang anak (yang dimaksud dengan
milestone perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus
dicapai anak pada umur tertentu), misalnya (Nursalam, 2005):
a.

4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2

minggu kemudian
b. 12-16 minggu: menegakkan kepala, tengkurap sendiri menoleh ke arah
suara memegang benda yang ditaruh di tangannya
c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
d. 26 minggu : Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan
lainnya. Duduk, dengan bantuan kedua tangannya ke depan. Dan
Makan biskuit sendiri
e. 9-10 bulan : Menunjuk dengan jari telunjuk. Memegang benda dengan
ibu jari dan telunjuk. Merangkak. Bersuara da da
f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan. Mengucapkan kata-kata tunggal
Dengan mengetahui berbagai milestone, maka dapat diketahui
apakah seorang anak perkembangannya terlambat ataukah masih dalam
batas-batas normal.
2. Masalah Tumbuh Kembang
Dalam buku Pedoman Pembinaan Perkembangan Anak Di Keluarga
yang disusun oleh Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, masalah-

13

masalah/gangguan pada masa kecil atau kelainan yang dibawa sejak lahir
sering mengakibatkan hambatan pada perkembangan anak (Direktorat
Bina Kesehatan Keluarga, 1992). Masalah tumbuh kembang yang sering
timbul (Nursalam, 2005):
a. Gangguan pertumbuhan fisik.
Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak,
perlu pemantauan yang kontinyu. Dengan pemantauan berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala, umur tulang dan pertumbuhan gigi, maka
dapat diketahui adanya suatu kelainan tumbuh kembang fisik seorang
anak seperti: obesitas atau kelainan hormonal, perawakan pendek akibat
kelainan endokrin dan kurang gizi, pertumbuhan/erupsi gigi terlambat
yang disebabkan oleh hipotiroid, hipoparatiroid, keturunan dan
idiopatik serta gangguan penglihatan dan pendengaran.
b. Gangguan perkembangan motorik.
Perkembangn motorik yang lambat dapat disebabkan oleh :
1. Faktor keturunan
2. Faktor lingkungan
3. Faktor kepribadian
4. Retardasi mental
5. Kelainan tonus otot
6. Obesitas
7. Penyakit neuromuscular
8. Buta
c. Gangguan perkembangan bahasa.
Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan
berbagai faktor yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran,
intelegensi rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan,
maturasi yang terlambat, faktor keluarga, kembar, psikosis, gangguan
lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia dan
afasia.

14

d. Gangguan fungsi vegetatif.


1. Gangguan makan
2. Gangguan fungsi eliminasi
3. Gangguan tidur
4. Gangguan kebiasaan
5. Kecemasan
Kecemasan pada umumnya

merupakan

bagian

dari

perkembangan. Tetapi bila kecemasan ini berlebihan sehingga


mempunyai efek terhadap interaksi sosial dan perkembangan anak,
maka merupakan hal yang patologis yang memerlukan suatu intervensi.
e. Gangguan suasana hati (mood disorders).
Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang
ditandai dengan disforia, kehilangan minat, sukar tidur, sukar
konsentrasi dan nafsu makan yang terganggu.
f. Bunuh diri dan percobaan bunuh diri.
Bunuh diri sering merupakan penyelesaian masalah psikologi dan
lingkungan bagi remaja.
g. Gangguan kepribadian

yang

terpecah

(disruptive

behavioural

disorders).
Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi dan kemarahan.
h. Gangguan perilaku seksual.
Gangguan perilaku seksual antara lain transseksualisme,
transventisme dan homoseksual.
i. Gangguan perkembangan pervasif dan psikosis pada anak.
Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan non verbal,
gangguan perilaku dan interaksi sosial), Asperger (gangguan interaksi
sosial, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang, obsesif), childhood
disintegrative disorder (demensia heller), dan kelainan Rett (kelainan xlinked dominan pada anak perempuan).
j. Disfungsi neurodevelopmental pada anak usia sekolah.

15

Disfungsi susunan saraf pusat sering disertai dengan kemampuan


akademik yang di bawah normal, kelainan perilaku dan masalah dalam
interaksi sosial.
k. Kelainan saraf dan psikiatrik akibat dari trauma otak.
Trauma otak meningkatkan resiko gangguan intelektual maupun
psikiatris, terutama bila trauma berat.
l. Penyakit psikosomatik.
Konflik psikologik yang dapat memberikan gejala somatik
disebut

psikosomatik.

Contohnya

adalah

kelainan

konversi,

hipokondriasis, sindrom Munchausen by proxy, reflex sympathetic


dystrophy (Soetjiningsih dkk, 1995).
Salah satu penyebab keterlambatan motorik kasar anak yaitu
keadaan anak yang kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak
berkembang dengan baik dan ia tidak memiliki tenaga yang cukup untuk
melakukan aktivitas (Sefiyani, 2005).
Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti
gizi, perkembangan juga dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi diperlukan agar potensi anak, yang secara alami memang sudah
ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang (Asad, 2002).
Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar
anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat
berkembang diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat
stimulasi (Soetjiningsih, 1995).

16

Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang


merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan
yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik,
sedangkan

lingkungan

yang

tidak

merangsang

menyebabkan

perkembangan anak di bawah kemampuannya (Husin, 2008).


Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila
memperhatikan

kebutuhan-kebutuhan

anak

sesuai

dengan

tahap

perkembangannya. Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam


tahap sensori motorik. Pada tahap ini keadaan kognitif anak akan
memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang merupakan hasil dari
stimulasi sensorik (Anwar, 2002).
Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang
perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta
bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau
keluarga setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Rimawati, 2005).
B. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Gizi Anak Balita
Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari
organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan dan zat gizi adalah balok
pembangun yang membantu membentuk gigi, tulang dan otot yang kuat,
jaringan yang sehat, perkembangan saraf otak dan sistem daya tahan tubuh.

17

Setiap hari anak perlu mendapatkan zat gizi dari makanan. Tidak ada satu
jenis makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan anak. Yang
paling baik adalah memberikan aneka ragam makanan untuk memastikan
terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2001).
Menurut Pudjiadi (2003) kecukupan gizi rata-rata bagi anak usia di
bawah 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 89 cm, energi yang
dibutuhkan sebanyak 1220 kkl dan kebutuhan protein sebesar 23 gram
(Rahmah, 2010).
Balita merupakan masa peralihan makanan dari makanan pendamping
ASI ke makanan orang dewasa. Namun, pemberiannya juga masih bertahap
disesuaikan dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan
gizinya. Di usia ini, saatnya dikenalkan ragam makanan yang sehat dan alami
karena akan menentukan pola makan anak selanjutnya. Sesuai dengan
kemampuan pencernaan dan kebutuhan gizi, batita merupakan konsumen
pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang diberikan orang tuanya.
Berikan makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari,
terdiri atas tiga kali makan pagi, siang dan sore, 2-3 kali makan selingan dan
3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini memerlukan makanan yang
berbeda sesuai tahap perkembangan saluran pencernaannya dan kebutuhan
gizinya (Nursalam, 2005).
Sepanjang usia balita, selera makan dan kebiasaan makan terus
berubah-ubah. Setelah ulang tahun pertama, pertumbuhan melambat dan
selera makan pun cenderung menurun. Pada masa tumbuh kembangnya, gizi

18

seimbang sangat besar pengaruhnya. Pada masa ini otak balita telah siap
menghadapi berbagai stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih
lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa.
Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005).
Nutrisi yang anak butuhkan berasal dari beras/gandum/umbi, daging,
kacang-kacangan, sayuran, buah dan dua gelas susu per hari. Tentunya
dengan gizi yang seimbang sehingga dalam sehari tercapai 1.000-1.500
kalori. Variasi ini sangatlah bergantung pada usia, tinggi badan serta aktivitas
anak (dalam hal ini sekitar 30 menit aktivitas fisik per hari) (Nursalam, 2005).
Pada usia ini, susu masih merupakan makanan yang penting karena
mengandung semua zat gizi dasar yang dibutuhkan anak yang sedang
tumbuh: energi, lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Nursalam,
2005).
Zat-zat gizi yang dibutuhkan balita (Husin, 2008):
1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua
jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah)
sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).
2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacangkacangan, tahu dan tempe.
3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak
hewan atau lemak tumbuhan.
4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.
a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu
mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju,

19

mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan


segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar).
b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi
normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia. Vitamin ini
terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging dan tempe.
c. Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan
peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi,
jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang,
nangka.
5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta
mengatur keseimbangan cairan tubuh.
a. Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Zat ini terdapat dalam daging,
ikan dan hati ayam.
b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Zat ini
terdapat dalam susu sapi.
c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan
dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat
ini terdapat dalam rumput laut dan sea food.
Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang
terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas
hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang
diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang
satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat
gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan
tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan
mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi

20

adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi


kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu
keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan
kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi
defisit (Sediaoetama, 2010).
Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi, tingkat kesehatan gizi
terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh
zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan
efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya
(Sediaoetama, 2010).
Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting
dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang memengaruhi
kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga memengaruhi status gizi
(Amin dkk, 2004).
C. Tinjauan Umum Tentang Energi
Seperti halnya mesin, tubuh manusia membutuhkan pasokan energi
(atau kalori) yang terus-menerus. Tanpa energi, fungsi tubuh yang penting
tidak mungkin berjalan. Energi diperoleh dari zat gizi kaya energi yang
terdapat dalam makanan: karbohidrat kompleks, lemak, protein dan gula
sederhana. Kalori yang dibutuhkan balita usia 1-5 tahun adalah sekitar 1300
1500 kalori per hari (Nursalam, 2005).
Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.
Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau
aktivitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan
adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak (Amin dkk, 2004).

21

Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan


pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya. Manusia
yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau
daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima
tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Amin dkk, 2004).
Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa
yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan
cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat
mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi
(Amin dkk, 2004).
Dalam

usaha

menciptakan

manusia-manusia

yang

sehat

pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta


tinggi daya cipta dan kreatifitasnya, maka sejak anak-anak harus
dipersiapkan. Untuk itu energi harus benar-benar diperhatikan, tetap selalu
berada dalam serba kecukupan (Rahmah, 2010).
Perekambangan motorik kasar adalah bagaimana keterampilan
anak dalam menjaga keseimbangan tubuhnya mulai dari merangkak
sampai berjalan dan berlari. Untuk melakukan gerakan itu dibutuhkan
energi yang cukup sesuai angka kecukupan gizi berdasarkan umurnya.
Untuk melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi
yang cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari
melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi
(Husaini, 2009).

22

D. Tinjauan Umum Tentang Protein


Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik
jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena
itu protein disebut unsur pembangun (Sediaoetama, 2010).
Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010),
sumber protein hewani yaitu daging, jenis ikan, jenis unggas, telur dan susu
sedangkan sumber protein nabati yaitu tempe, tahu dan jenis kacangkacangan.
Menurut Sunita Almatsier (2004), protein berfungsi :
1. Membangun sel-sel yang rusak
2. Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon
3. Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan
4.
5.
6.
7.

sekitar 4,1 kalori


Mengatur keseimbangan air
Memelihara netralitas tubuh
Pembentukan antibodi
Mengangkut zat-zat gizi
Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan
kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga
sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang
menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004).
Protein secara berlebihan akan merugikan tubuh. Makanan yang tinggi
protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet
protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang
beralasan. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada
bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus
melakukan metabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan

23

protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah


dan demam (Almatsier, 2004).
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh.
Protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah
protein terdapat di otot, 1/5 terdapat di tulang, 1/10 terdapat di kulit, sisanya
terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh (Rahmah, 2010).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian
terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein,
separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan,
sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan
tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat
gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh
(Almatsier, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein yang perlu
ditelaah antara lain:
a.
b.
c.
d.

Berat badan
Umur dan jenis kelamin
Mutu protein
Pertumbuhan
Berat badan sangat menentukan banyaknya protein yang diperlukan.

Berat badan erat sekali hubungannya dengan jumlah jaringan yang aktif yang
selalu memerlukan protein lebih banyak untuk pembentukan, pemeliharaan,
dan pengaturan dibandingkan dengan jaringan tidak aktif. Oleh karena itu
orang yang beratnya lebih tinggi memerlukan protein yang lebih banyak
daripada orang yang lebih ringan. Umur merupakan faktor yang sangat

24

menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan muda


yang masih dalam masa pertumbuhan. Anak kecil memerlukan protein 2-4
kali lebih banyak daripada orang dewasa bila dihitung per satuan berat badan.
Pada orang dewasa tidak terdapat lagi pertumbuhan seperti halnya pada anakanak melainkan hanya untuk pemeliharaan, reparasi dan pengaturan prosesproses tubuh (Rahmah, 2010).
Suhardjo dan Clara M. Kusiharto (1992) dalam penelitian Rahmah
(2010), kebutuhan protein laki-laki berbeda dengan perempuan. Hal ini
terutama disebabkan perbedaan jumlah jaringan aktif dan perbedaan
perkembangan-perkembangan fisiologis. Mutu protein sangat menentukan
besar kecilnya kebutuhan protein. Mutu protein erat hubungannya dengan
nilai cerna dan nilai serap daripada protein yang bersangkutan. Makin tinggi
mutu protein, makin sedikit protein yang diperlukan, sebaliknya makin jelek
mutunya makin banyak protein yang diperlukan.
Protein mempunyai fungsi penting dalam

membangun

dan

memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk


neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang
baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi.
Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine
dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin
menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses
informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang
membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti
ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Nursalam, 2005).

25

Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana


tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi atau
untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak
dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk
glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak
dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh guna memenuhi kebutuhan energi
dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot-otot
(Almatsier, 2004).
Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase.
Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah
menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian, makan
protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004).
E. Tinjauan Umum Tentang Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi
tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan
jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Rahmah, 2010).
Karbohidrat yang terkandung dalam makanan pada umumnya hanya
ada 3 jenis yaitu : Polisakarida, Disakarida dan Monosakarida (Sediaoetama,
2010).
Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain. Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.

utama karbohirat yaitu :


Sebagai sumber energi
Untuk membentuk volume makanan
Membantu cadangan energi dalam tubuh (Sediaoetama, 2010)
Penghemat protein
Membantu pengeluaran feses (Almatsier, 2004)

26

Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan


kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan
energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya
(ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan
dan pada orang dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh.
Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng,
kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Akibat berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan
protein dinamakan kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan protein
dinamakan marasmus-kwashiorkor (Almatsier, 2004).
Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui

makanan

melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi
lemak dalam tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.
Kegemukan ini bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal
karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak atau
berolahraga (Almatsier, 2004).
Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh,
merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus,
hipertensi,

penyakit

jantung

koroner,

penyakit

kanker

dan

dapat

memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2004).


Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh.
Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia,
karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram

27

karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh


berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera,
sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan
sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan
energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004).
Sebagai sumber utama energi, salah satu bentuk karbohidrat di otak
adalah Sialic Acid (SA). SA merupakan komponen struktur dan fungsi
ganglion otak yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian SA
sejak awal dapat meningkatkan perkembangan otak dan mempunyai efek
dalam proses belajar dan memori. Untuk anak usia 1 atau 5 tahun diperlukan
karbohidrat sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitas. Diperlukan 2-3
lembar roti atau 1 sampai dengan 1,5 mangkuk nasi atau mie. Sumber
karbohidrat antara lain seperti nasi, roti, sereal, kentang atau mie (Nursalam,
2005).
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber karbohidrat
bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan
menentukan jumlah karbohidrat yang tersedia bagi tubuh setiap hari
(Sediaoetama, 2010).
Karbohidrat dan lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun
protein juga dapat menghasilkan energi (Barasi, 2009).
Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi
utamanya sebagai zat pembangun. Sebaliknya bila karbohidrat makanan

28

mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun


(Almatsier, 2004).
Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian,
kacang-kacang kering dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun,
mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur dan
buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti
wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung
karbohidrat dari pada sayur daun-daunan (Almatsier, 2004).
F. Tinjauan Umum Tentang Lemak
Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), lemak
merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon
(C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang dapat larut dalam zat pelarut lemak.
Lemak dapat berasal dari hewan yang terutama mengandung asam lemak
jenuh dan lemak dari tumbuh-tumbuhan yang lebih banyak mengandung
asam lemak tak jenuh.
Menurut Soegeng Santoso dan Anne Lies (2004) dalam penelitian
Rahmah (2010), fungsi lemak antara lain:
1. Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan
bagi organ tertentu dari tubuh.
2. Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan
kulit dan rambut.
3. Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak
Merupakan komponen utama membran sel otak dan selubung myelin
disekeliling

saraf

otak.

Lemak

mempengaruhi

perkembangan

dan

kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak
omega 3) dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur
otak dan mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan

29

retina. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan otak
dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam
mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak
lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak,
santan, dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang
penting untuk perkembangan otak (Nursalam, 2005).
Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang
menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 2 kali besar energi yang
dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier,
2004).
Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh
paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau
kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada
umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan),
45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler
(Almatsier, 2004).
Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein,
sehingga

protein

tidak

digunakan

sebagai

sumber

energi.

Lemak

memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan


lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama (Almatsier,
2004).

30

Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah


kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga
dalam memlihara suhu tubuh (Almatsier, 2004).
Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung,
hati dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap di tempatnya
dan melindunginya dari benturan dan bahaya lain (Almatsier, 2004).
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak
kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya),
mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber
lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk,
krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang dimasak dengan lemak
atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpokat) sangat sedikit mengandung
lemak (Almatsier, 2004).
G. Tinjauan Umum Tentang Zinc
Zinc (Zn) merupakan mineral yang memainkan peran penting dalam
pertumbuhan sel, khususnya dalam produksi enzim-enzim yang penting bagi
sintesis RNA dan DNA. Zinc juga berlimpah di otak. Kandungan Zn otak
menempati urutan kelima setelah otot, tulang, kulit dan liver (Riyadi, 1998).
Zinc (Zn) yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi
yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini.
Zinc berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10 macam enzim. Berperan di
dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin
(RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc dapat menghambat

31

pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad,


1998 dalam penelitian Nasution, 2004).
Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein.
Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur
otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black,
1998 dalam penelitian Nasution, 2004).
Fakta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai
zinc dalam jumlah yang lebih. Dan juga sulit untuk memenuhi kebutuhan zinc
bayi dan anak selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa zinc yang
dibutuhkan dari makanan tambahan berbeda dengan zinc yang yang harus
dipenuhi setiap hari (diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6-24 bulan) dan
asupan zinc dari air susu ibu. Makanan tambahan harus menyediakan 84-89%
zinc yang dibutuhkan bayi pada usia 6-24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan
ASI di negara berkembang, bayi yang berusia 6-9 bulan membutuhkan 50-70
gr hati atau daging yang tidak berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan
segar, untuk memenuhi tambahan zinc yang dianjurkan dari makanan padat.
Dari analisa ini mereka menyarankan untuk memberikan suplementasi zinc
atau fortifikasi zinc selama masa pertumbuhan karena bayi dan anak di negara
berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan zinc mereka dari makanan
(Nasution, 2004).
Menurut Eschlemen (1996) dalam penelitian Nasution tahun 2004,
zinc adalah suatu komponen dari beberapa sistem enzim, yang berfungsi di

32

dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di dalam proses


penggunaan vitamin A.
Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus
enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolism, seperti reaksi-reaksi
yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan
asam nukleat (Almatsier, 2004).
Menurut Black fungsi-fungsi neuropsikologi (seperti perhatian),
aktivitas dan perkembangan motorik memperantai hubungan antara defisiensi
Zn dan perkembangan koqnitif. Umur anak juga memepengaruhi hubungan
tersebut. Model ini juga memasukkan konteks social (misalnya kemiskinan)
dan lingkungan pengasuhan (fungsi ibu dan keluarga) sebagai determinan
anak (Riyadi, 1998).
Setelah mereview berbagai penelitian, Black (1998) menjelaskan ada
5 hal yang dapat menjelaskan kaitan defisiensi Zn dengan penampilan
koqnitif.

Pertama,

mempengaruhi

ditemukan

emosi

anak

bahwa
dan

kemungkinan

respon

terhadap

defisiensi
stress

Zn

daripada

perkembangan koqnitif, karena itu anak-anak yang mengalami defisiensi Zn


kemungkinan akan responsive dengan konteks sosial dan stress lingkungan.
Kedua, defisiensi Zn kemungkinan mempengaruhi penampilan koqnitif
melalui perubahan pada perhatian, aktivitas dan aspek lain fungsi
neuropsikologi. Ketiga, defisinesi Zn mengarah pada penurunan taraf
aktivitas anak, yang kemudian akan menghambat perkembangan koqnitif.

33

Keempat, faktor kontestual, seperti stimulasi perkembangan dan responsivitas


ibu kemungkinan juga mempengaruhi kaitan defisiensi Zn dan perkembangan
anak. Dan yang terakhir, hubungan antara defisiensi Zn dan perkembangan
anak bervariasi menurut umur (Riyadi, 1998).

Gambar 1. Kaitan Defisiensi Zn dengan perkembangan koqnitif (Black, 1998


dalam penelitian Riyadi, 1998)
Defisiensi zinc juga dapat mengganggu pertumbuhan (Brown, et al.,
1998) dan meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas (Ninh, et al.,
1996) (Nasution, 2004).
Pemberian suplementasi Zn dan Fe juga dipengaruhi oleh asupan
makanan. Zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan
susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan zinc. Selain itu
makanan yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi
Zinc (Eschleman, 1996 dalam Nasution, 2004).

34

Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc


dan besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga,
semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam
malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam
amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan
produk-produk fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis)
(Nasution, 2004).
Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi
adalah fitat (beras, terigu, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan
tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong,
rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998 dalam
Nasution, 2004).
H. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi
Menurut Alisjahbana (1985) dalam penelitian Rimawati (2005) balita
merupakan golongan yang rawan untuk terkena infeksi karena segera setelah
anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti
pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya
penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak cukup, antara lain
karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan mudah jatuh
sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam jangka
pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi
proses tumbuh kembang.

35

Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung
gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak
saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (damandiri.or.id).
Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu
dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan
kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995).
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare
atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat
menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa
penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, adalah (Lubis, 2008) :
1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu
makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak
menjadi rentan terhadap penyakit.
2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan
lingkungan dan perilaku yang sehat.
3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak
oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi
dan anak secara teratur sesuai dnegan tahapan usianya dan segera
memeriksakan ke dokter jika anak menderita sakit.
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit
penyakit seperti: bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing, dsb. Jellife (1990)
dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan
bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua

36

umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat
infeksi biasa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya
metabolisme dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula
terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya
gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan
zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap
penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya
membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya
penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang
secara mendadak dan gejala timbul dengan cepat.
Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara
yaitu memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak
terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan
defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi
dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat
mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi (Supariasa,dkk, 2001).
Berikut penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita (Rahmah,
2010):
1. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan
bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari
seluruh kematian balita.

37

Depkes, RI (2002) dalam penelitian Lubis, 2008 menyatakan Istilah


ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut.
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai
alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan
pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran
pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses
akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA,
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam (Lubis, 2008).
Dalam program P2 ISPA dikenal 3 klasifikasi ISPA yaitu :
a. ISPA berat, ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA
berat=pneumonia berat).
b. ISPA sedang, bila frekuensi nafas menjadi cepat, yaitu;
1. Umur 2 bulan sampai1 tahun = 50 kali/menit atau lebih.
2. Umur 1 sampai 4 tahun = 40 kali/menit atau lebih (secara klinis
ISPA sedang=pneumonia).

38

c. ISPA ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai
demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam.
ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia.
Sebagian besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia,
namun masyarakat masih awam dengan gangguan ini. Penderita cepat
meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong. Lambatnya
pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang
gangguan ini (Lubis, 2008).
Terjadinya infeksi saluran pernapasan pada anak balita disamping
adanya bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor anak itu sendiri, seperti
anak yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak dengan asap
dapur, serta kondisi perumahan yang ditempatinya.
Menurut Djaja (1999) dalam penelitian Lubis (2008) terjadinya
ISPA terutama pneumonia pada bayi dan pada anak balita dipengaruhi oleh
faktor usia anak. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai
resiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan
anak umur 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 1996). Hasil analisis faktor
resiko membuktikan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko
penyebab terjadinya kematian pada balita yang sedang menderita
pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia,
semakin kecil resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita
yang berusia muda

39

2. Diare
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan
dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat
dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO
memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2
juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5
tahun (Adisasmito, 2007).
Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari tiga kali per hari) dan
disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), baik disertai
keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suraatmaja, 2007). Sedangkan
menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau
lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani, 2010).
Secara umum diare didefinisikan sebagai berak encer atau cair, 3 kali

atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja disertai dengan atau tanpa
lendir atau darah (Rimawati, 2005).
Diare merupakan gejala penyakit yang penting dan dapat disebabkan
banyak faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan
dengan musim, misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan
banyaknya lalat. Gejala penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan
kematian pada anak-anak kecil terutama bila pada penderita didapatkan
gizi kurang (Rimawati, 2005).
Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan
sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke
tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau

40

diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke
KEP merupakan resiko kematian (Rimawati, 2005).
Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta
gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna,
diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja (Rimawati, 2005).
Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor
lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari
beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan
dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB), jamban,
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat
pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan
hunian (Adisasmito, 2007).
Dari beberapa penelitian yang dilakukan mahasiswa menunjukkan
hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan higiene ibu.
Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang
dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah
terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup
bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum
memberikan makan pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya
pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor risiko yang
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).
Penyebab diare, antara lain infeksi dari berbagai bakteri yang
disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum, infeksi

41

berbagai macam virus, alergi makanan, khususnya susu atau laktosa


(makanan yang mengandung susu), parasit yang masuk ke tubuh melalui
makanan atau minuman yang kotor (USAID).
I. Tinjauan Umum Tentang Pengasuhan Orang Tua
Pengasuhan adalah serangkaian interaksi yang intensif dalam
mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan hidup. Oleh karena itu
melibatkan aktivitas atau ketrampilan fisik dalam memberikan rangsangan
serta memberikan respon yang tepat untuk situasi yang spesifik (Lubis,
2008).
Menurut Depkes RI (2000) dalam penelitian Cut Ruhana Husain
tahun 2008. Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil
keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga
yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada
anak termasuk pengasuhan makanan bergizi.
Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung
dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.
Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan
hidupnya. Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang
ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan.
Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya (Husain,
2008)
Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping
harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur

42

pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan
memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya
waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota
keluarga (Husain, 2008).
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan
anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan
perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi
pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan
lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang
berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang
individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak
ia masih bayi (Husain, 2008).

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna
menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk
menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi
bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain
diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing
menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan,
makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Husain, 2008).
Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan
Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orangorang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang
dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak
beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung

43

sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan


(inciting) (Husain, 2008).
Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut
dan peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek,
keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu (Husain,
2008).
Kerangka

konseptual

yang

dikemukan

oleh

UNICEF

yang

dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga


komponen

makanankesehatanasuhan

merupakan

faktor-faktor

yang

berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang


optimal. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal
yaitu (Husain, 2008) :
1. perhatian/dukungan ibu terhadap anak
2. pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak
3. rangsangan psikososial terhadap anak
4. persiapan dan penyimpanan makanan
5. praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan
6. perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan
kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta
persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian
makan
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa masalah gizi adalah refleksi
dari faktor pola asuh, pola makan dan asupan zat gizi yang tidak benar karena
berbagai macam faktor di masyarakat. Peranan keluarga terutama ibu dalam
mengasuh anak sangat menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak. Ibu
yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan
yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak (Asrar dkk, 2009).

44

Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca
kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain
(Asrar dkk, 2009).
Menurut Jusat (2000)

dalam penelitian Amin dkk (2004) pola

pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu,


perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak
berupa sikap dan praktik pengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan
anak, merawat, cara memberi makan serta kasih sayang.
Pola asuh anak merupakan perilaku yang dipraktikkan oleh pengasuh
(ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam pemberian makanan, pemeliharaan
kesehatan, pemberian stimulasi, serta dukungan emosional yang dibutuhkan
anak untuk tumbuh kembang. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua
juga termasuk pola asuh anak (Asrar dkk, 2009).
Hasil uji statistik yang dilakukan terhadap hubungan pola asuh dengan
status gizi, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh semakin baik status gizi. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi bahwa dengan adanya
pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin
baik. Depkes RI mengemukakan bahwa pola pengasuhan yang diberikan ibu
pada anak berhubungan dengan keadaan kesehatan (baik fisik maupun
mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, peran dalam
keluarga dan adat kebiasaan dari ibu (Amin dkk, 2004).
Perawatan dasar dan higiene perorangan memberikan kontribusi yang
lebih besar terhadap status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian Husaini

45

yang mengemukakan bahwa dalam upaya memperbaiki status gizi anak,


dilakukan upaya pencegahan penyakit menyangkut perawatan dasar terhadap
anak yaitu dengan memberikan imunisasi secara lengkap, pemberian vitamin
A secara berkala (mengikuti bulan pemberian vitamin A) dan upaya perbaikan
sanitasi terhadap anak, ibu dan lingkungan (Amin dkk, 2004).
Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat
mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah halhal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan
menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan
kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada
anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit
sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status keshatan anak
dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan
imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada serta
upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit.
Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ke tempat pelayanan kesehatan
seperti rumah sakt, klinik, puskesmas dan lain-lain (Amin dkk, 2004).
J. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi
Menurut Arsad (2006) dalam penelitian Maylan Wulandari tahun
2010, status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh
derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan
dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri.
Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan
yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh
(nutrient output) akan zat gizi tersebut (Rahmah, 2010).

46

Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara
lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan
faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan
daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan
pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi
tersebut dalam tubuh (Rahmah, 2010).
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian
status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung
(Rahmah, 2010) :
1. Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4
penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
a. Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi.
Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan
asupan protein dan energi.
1. Pengertian
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah
ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali
(Supariasa, 2001).
Pengertian dari sudut pkitang gizi telah banyak diungkapkan
oleh para ahli Jelliffe (1966) dalam penelitian Rahmah (2010)
mengungkapkan bahwa :

47

Nutritional Anthropometry is measurement of the Variations of


the Physical Dimensions and the Gross Composition of the Human
Body at Different age levels and Degree of Nutrition.
Dari definisi tersebut dapat ditarik pengertian

bahwa

antropometri

macam

adalah

berhubungan

dengan

berbagai

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai


tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara
lain : berat badan dan tinggi badan (Supariasa, 2001).
2. Jenis parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran
tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan dan
tinggi badan.
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi
yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan
yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah
adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1
tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak
perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah
12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari (Depkes, 2004).
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980) yang dikutip oleh
Supariasa (2002) dalam penelitian Maylan Wulandari (2010),
batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed

48

Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh
(Completed Month). Sebagai contoh umur 4 bulan 5 hari dihitung 4
bulan dan umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan.
Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa
umur dalam hari tidak diperhitungkan (Rahmah, 2010).
b. Berat Badan
Djumadias Abunain (1990) dalam penelitian Rahmah (2010),
berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan
sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena
penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat
badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang
dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat
badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi
gizi dari waktu ke waktu.
Menurut Soetjiningsih (1998) dalam penelitian Maylan
Wulandari, perlu diketahui bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam
sehari sebagai akibat masukan (intake) makanan dan minuman,
dengan keluaran (output) melalui urin, feses, keringat, dan nafas.
Besarnya fluktuasi tergantung pada kelompok umur dan bersifat

49

sangat individual, yang berkisar antara 100-200 gram, sampai 5001000 gram bahkan lebih.

c. Tinggi Badan
Menurut

Supariasa

(2002)

dalam

penelitian

Maylan

Wulandari (2010), tinggi badan merupakan parameter yang penting


bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat. Tinggi badan merupakan ukuran kedua
yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap
tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan.
Depkes RI, (2004) dalam penelitian Rahmah (2010), tinggi
badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik
untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan
dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada
masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U
(Tinggi Badan menurut Umur), atau juga indeks BB/TB (Berat
Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan
tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun
sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran
keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak
sehat yang menahun.

50

Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter


penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya
yang berhubungan dengan status gizi (Rahmah, 2010).
Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan
indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi
pertumbuhan dan komposisi tubuh (Khumaidi, 1994 dalam
penelitian Rahmah, 2010). Penggunaan berat badan dan tinggi
badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan
keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila
prevalensi kurus/wasting < -2SD di atas 10 % menunjukan suatu
daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan
berhubungan langsung dengan angka kesakitan (Rahmah, 2010).
3. Indeks antropometri
Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran
terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan
umur (Wulandari, 2010).
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status
gizi.

Kombinasi

antara

beberapa

parameter

disebut

indeks

antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam


negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) digunakan baku HARVARD (Rahmah, 2010).
Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat
badan dan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a. Berat Badan menurut Umur

51

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan


gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan-perubahan yang mendadak.

Berat badan adalah

parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal,


berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya
dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berdasarkan

karakteristik

berat

badan maka

indeks

berat

badan/umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status


gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka berat
badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U
dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak
pada semua kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahanperubahan kecil, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif
murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu dan tenaga
(Rahmah, 2010).
b. Tinggi Badan menurut Umur
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan
tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh definisi gizi
terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama
(Rahmah, 2010).
c. Berat Badan menurut Tinggi Badan

52

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi


badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecapatan
tertentu. indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk
menilai status gizi saat kini (sekarang) (Rahmah, 2010).
Dari
berbagai
jenis
indeks
tersebut,

untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang


batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat
disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, persentil
dan stkitar deviasi unit.
d. Persen Terhadap Median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam
antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median
ini dinyatakan sama dengan 100 % (untuk stkitar). Setelah itu
dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan
ambang batas (Rahmah, 2010).

Tabel 1
Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri
Status Gizi
Gizi Baik
Gizi Sedang
Gizi Kurang
Gizi Buruk

BB/U
> 80 %
71-80 %
61-70 %
60%

Indeks
TB/U
> 90 %
81-90 %
71-80 %
70%

BB/TB
> 90 %
81-90 %
71-80 %
70%

53

Sumber : Data Sekunder


Catatan : Persen dinyatakan terhadap baku NCHS.
e. Persentil
Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen
terhadap median, akhirnya memilih cara persentil. Persentil 50
sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada
diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya (Rahmah, 2010).
National
Center
for
Health
Statistics
(NCHS)
merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan
kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik
(Rahmah, 2010).
f. Standar Deviasi Unit (SD)
Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan
menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau
pertumbuhan (Rahmah, 2010).
Rumus perhitungan Z skor adalah :
Nilai individu subjeknilai median baku rujukan
Nilai simpang baku rujukan
Tabel 2
Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Z Skor
Indeks
Berat Badan
menurut Umur
(BB/U)

Status Gizi
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Tinggi Badan
Normal
menurut Umur (TB/U) Pendek
Berat Badan
Gemuk
menurut Tinggi
Normal
Badan (BB/TB)
Kurus
Sangat kurus
Sumber : Data Sekunder
b. Klinis

Ambang Batas
> +2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< -3 SD
-2 SD
< -2 SD
> +2 SD
-2 SD sampai +2 SD
< -2 SD sampai -3 SD
< -3 SD

54

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk


menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat (Supariasa, 2001).
Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat (rapid
clinical surveys) tkita-tkita klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda
(sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2001).
c. Biokimia
Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi (Supariasa, 2001).
d. Biofisik
Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan
jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2001).
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3
penilaian yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor
ekologi.
a. Survei konsumsi makanan
Yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan
jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan

55

dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada


masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi
kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2001).
Metode yang digunakan untuk pengukuran konsumsi dibedakan
menjadi dua, yaitu bersifat kualitatif, seperti dietary history dan
frekuensi makanan; dan bersifat kuantitatif, seperti recall 24 jam,
penimbangan makanan, food record, dan metode inventaris. Hasil
pengukuran ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain
untuk menentukan tingkat kecukupan konsumsi gizi mayarakat sebagai
dasar perencanaan program gizi dan pendidikan gizi (Supariasa, 2001).
Dietary History Method memberikan gambaran pola konsumsi
berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Burke (1947)
dalam penelitian Rahmah (2010) menyatakan bahwa metode ini terdiri
dari tiga komponen yaitu :
1. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data
tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir
2. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan
memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan untuk
mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi
3. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang
Food Frequency Method adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama
periode tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Metode ini dapat
dilakukan dengan cepat baik diisi sendiri oleh responden atau dengan
wawancara. Disamping itu tidak merepotkan responden disbanding

56

metode lainnya. Dari metode ini diketahui kebiasaan makan responden


dalam jangka waktu yang lama (Supariasa, 2001).
24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang
paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta
responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam
24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan
recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah
konsumsi

makanan

individu

ditanyakan

secara

teliti

dengan

menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas,


piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan
sehari-hari (Supariasa, 2001).
Food Weighing Method merupakan metode yang digunakan untuk
menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden
selama 1 hari (Supariasa, 2001).
Food Records Method digunakan untuk mencatat jumlah yang
dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi setiap kali sebelum makan
dalam Ukuran Rumah Tangga atau menimbang dalam ukuran berat
(gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara
persiapan dan pengolahan makanan tersebut (Supariasa, dkk, 2001 :
96).
Inventory

Method

(Metode

Inventaris)

digunakan

untuk

menghitung/mengukur semua persediaan makanan di rumah tangga


(berat dan jenisnya) mulai dari awal sampai akhir survei. Semua

57

makanan yang diterima, dibeli dan dari produksi sendiri dicatat dan
dihitung/ditimbang setiap hari selama periode pengumpulan data
(Supariasa, 2001).
b. Statistik vital
Statistik vital merupakan bagian dari indikator tidak langsung
pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang
berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain angka
kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi
yang berhubungan dengan gizi (Rahmah, 2010).
Jelliffe (1989) dalam penelitian Rahmah (2010) mengatakan
bahwa angka kematian pada kelompok umur tertentu, angka kesakitan
dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik pelayanan kesehatan
dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi merupakan
informasi penting untuk menganalisis keadaan gizi di suatu wilayah.
c. Faktor ekologi
Faktor ekologi adalah salah satu faktor yang digunakan untuk
mengetahui penyakit malnutrisi di suatu masyarakat yang merupakan
hasil

interaksi

dari

berbagai

faktor

lingkungan

yang

saling

memengaruhi, antara lain faktor fisik, biologis, dan budaya. Ada enam
faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab
malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan,
konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan
pendidikan (Jeliffe, 1966 dalam penelitian Rahmah, 2010).

58

BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Terdapat dua faktor langsung penyebab tumbuh kembang anak,
yaitu faktor makanan dan penyakit (infeksi), dimana keduanya saling
mempengaruhi. Selain faktor langsung juga terdapat faktor tidak langsung,
yaitu ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola
pengasuhan anak dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan
masyarakat.
Dalam upaya untuk mengetahui hubungan dari asupan zat gizi,
penyakit infeksi dan pola asuh terhadap status perkembangan motorik
kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan, maka diperlukan suatu identifikasi
mengenai variabel-variabel yang mendukung tujuan tersebut. Adapun
variabel-variabel yang mendukung antara lain: asupan zat gizi,
gejala/penyakit ISPA dan diare yang diderita oleh anak dalam kurun waktu
satu bulan terakhir serta pengasuhan orang tua dalam perawatan dan
pemantauan pertumbuhan anaknya.

59

B. LandasanTeori
Bagan Model Interaksi Tumbuh Kembang Anak
Tumbuh-Kembag Anak

Kecukupan Makanan

Manifest
asi
Infeksi

Penyebab
Langsung

Ketahanan makanan
Pemanfaatan pelayanan
keluarga
Asuhan bagi ibu kesehatan dan sanitasi
dan anak
Penyebab
lingkungan
Pendidikan
tidak
Keluarga
Keadaan dan
kontrol sumber daya
langsung
keluarga. Manusia, ekonomi dan keluarga
Pokok
Struktur
Ekonomi
Struktur
politik
dan Keluarga
masalah di
Sumber : Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang anak . Penerbit buku kedokteran
masyaraka
EGC. Jakarta. Hal 13
Akar Dasar
Potensi sumber daya
t

C. Kerangka konsep
Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka
konsep sebagai berikut:
Kerangka Konsep
VARIABEL INDEPENDEN

VARIABEL DEPENDEN

Asupan zat gizi


Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Zinc
Penyakit Infeksi
ISPA
Diare

Status Perkembangan Motorik


Kasar Baduta Usia
6-18 Bulan

60

Pengetahuan Orang Tua


Pengasuhan Kesehatan

Keterangan =
: Variabel yang diteliti
: Variabel tidak diteliti

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif


1. Asupan Zat Gizi
Definisi Operasional :
Asupan zat gizi yang dimaksud yaitu kandungan zat gizi
berupa energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc dari makanan,
minuman dan ASI yang dikonsumsi oleh baduta selama 1 hari (24 jam)
yang diukur dengan metode food recall 24 jam.
a. Asupan Energi
Asupan

energi

adalah

jumlah

total

energi

yang

dikonsumsi. Jumlah energi yang dikonsumsi oleh anak


berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan energi (TKE) sebagai
berikut (WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG

61

Kurang : < 80% AKG


Lebih : > 110% AKG
b. Asupan Protein
Asupan

protein

adalah

jumlah

total

energi

yang

dikonsumsi. Jumlah protein yang dikonsumsi oleh anak


berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan protein (TKP) sebagai
berikut (WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
Lebih : > 110% AKG
c. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat adalah jumlah total karbohidrat yang
dikonsumsi. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi oleh anak
berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat sebagai berikut
(WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG

62

Lebih : > 110% AKG


d. Asupan Lemak
Asupan

lemak

adalah

jumlah

total

lemak

yang

dikonsumsi. Jumlah lemak yang dikonsumsi oleh anak


berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan lemak sebagai berikut
(WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
Lebih : > 110% AKG
e. Asupan Zinc
Asupan zinc adalah jumlah total zinc yang dikonsumsi.
Jumlah zinc yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.
Kriteria objektif :
Klasifikasi tingkat kecukupan zinc sebagai berikut
(WNPG, 2004):
Baik : 80 110 % AKG
Kurang : < 80% AKG
Lebih : > 110% AKG
2. Penyakit Infeksi
Definisi Operasional :

63

Penyakit Infeksi yang dimaksud adalah penyakit diare dan


gejala-gejala penyakit ISPA seperti flu, batuk dan demam yang pernah
atau masih diderita oleh balita dalam kurun waktu satu bulan terakhir
berdasarkan pengakuan ibu balita.
Kriteria Objektif :
Menderita

: Bila responden menderita minimal salah

Tidak Menderita

satu penyakit infeksi.


: Bila responden tidak menderita penyakit
infeksi.

3. Pengasuhan Ibu
Definisi Operasional :
Pengasuhan yang dimaksud adalah bagaimana perhatian ibu
pada anaknya mencakup:
a. Perawatan kesehatan adalah apa yang dilakukan ibu jika anaknya
sakit, dan perannya dalam pemberian vitamin.
b. Pemantauan pertumbuhan adalah bagaimana peran ibu dalam
penimbangan anak secara rutin setiap bulan.
Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman
dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada
jawaban yang salah.
Kriteria Objektif :
Cukup

: Bila responden memperoleh skor 75.00%

Kurang

: Bila responden memperoleh skor < 75.00%

4. Status Perkembangan Motorik Kasar


Status perkembangan motorik kasar adalah kemampuan gerakan
motorik tertinggi yang dapat dilakukan sampel. Pengukuran perkembangan

64

motorik kasar dilakukan pada anak usia 6-18 bulan dengan menggunakan
perkembangan motorik milestone.

Kriteria Objektif :
Terlambat

: Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil


pengukuran berada dibawa garis kurva

Normal

: Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil


pengukuran berada digaris kurva

Lebih Dari Normal

: Bila titik pertemuan garis gerakan motorik berada


diatas garis kurva

E. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Null (Ho)
a. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
b. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
c. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
d. Tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

65

e. Tidak

ada

hubungan

antara

asupan

zinc

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di


Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
f. Tidak ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
g. Tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
h. Tidak ada hubungan antara

pengasuhan

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten


Jeneponto tahun 2011.
2. Hipotesis Alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara asupan energi dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
b. Ada hubungan antara asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
c. Ada hubungan antara

asupan

karbohidrat

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di


Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
d. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
e. Ada hubungan antara asupan zinc dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.

66

f. Ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status


perkembangan motorikkasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di
Kabupaten Jeneponto tahun 2011.
g. Ada hubungan antara penyakit diare dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011.
h. Ada hubungan antara pengasuhan dengan status perkembangan
motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto
tahun 2011.

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan
melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Pendekatan ini dimaksudkan
untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Adapun variabel independennya yaitu asupan zat gizi, penyakit
infeksi, dan pengasuhan sedangkan variabel dependennya adalah status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian

67

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini


mencakup 3 wilayah kerja puskesmas kecamatan, disetiap puskesmas
dipilih secara acak 3 desa dengan sosial ekonomi yang relatif sama.
Karena itu terdapat 9 desa yang dicakup dalam penelitian ini.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 7 hari dilapangan yaitu pada
bulan April 2011.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang
memiliki anak usia 618 bulan yang berada di 3 kecamatan di
Kabupaten Jeneponto yang berjumlah 235 anak.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 2006). Sampel penelitian ini adalah rumah tangga yang
memiliki anak usia 618 bulan dilokasi survei. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan Sistematic Random
Sampling.

Penentuan

sampel

dengan

Lemesshow, yaitu:
n=

N Z2 P (1P )
d 2 ( N1 ) + Z 2 P ( 1P )
Keterangan :
n : Perkiraan besar sampel
N : Perkiraan besar populasi
Z : Nilai standar distribusi normal (1,96)

menggunakan

rumus

68

P:

Perkiraan proporsi variabel yang diteliti berdasarkan prevalensi


perkembangan motorik terhambat 21,4 % Proboningsih, 2004

(P =0,214)
d : Tingkat ketelitian yang digunakan (0,05)
2
235 1.96 0,214 (10.214)
n=
0.052 ( 2351 ) +1.962 0.214 (10.214 )
n=

235 3.84 0.214 0.786


0.585+ 0.646

n=

151.79
=123,30
1.231

Dibulatkan menjadi123
Jumlah sampel dalam penelitian ini = 123 anak usia 618 bulan.
3. Metode pengambilan sampel
Penentuan sampel diawali dengan memilih 3 wilayah kerja
puskesmas kecamatan melalui laporan yang ada di Dinas Kesehatan.
Dipilih puskesmas yang lokasinya jauh, dekat dan menengah dari
pusat kota. Puskesmas menentukan desa dengan menggunakan
Probability Proportional to Size (PPS), dimana rumah tangga yang
dipilih menggunakan Sistematic Random Sampling yang dijadikan
sasaran.
D. Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Kuesioner, Food
Recall, Food Models untuk mengetahui makanan yang dimakan dalam 1
hari (24 jam), Lengthboard untuk mengukur panjang badan anak,
timbangan digital untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk
menganalisis status gizi dan Nutrisurvei untuk menganalisi asupan (jumlah

69

energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc) yang dikonsumsi dalam 1 hari
(24 jam) dan KMS perkembangan motorik anak.
E. Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara
dan observasi menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada
responden, dimana respondennya adalah ibu sampel. Pengukuran status
gizi

dilakukan dengan mengukur berat badan sampel menggunakan

timbangan digital dan panjang badan sampel diukur dengan menggunakan


lengthboard.
Untuk melihat status perkembangan motorik kasar sampel
digunakan KMS perkembangan, dengan cara mencatat umur sampel
dengan melingkari angka pada garis umur, kemudian mengamati
kemampuan perkembangan motorik kasar tertinggi yang sudah dapat
dilakukan oleh sampel yang kemudian dicatat di dalam KMS
perkembangan. Membuat titik pertemuan garis gerakan motorik dan garis
umur. Bila titik pertemuan umur dan gerakan motorik berada di garis kurva
berarti normal.
Sedangkan data sekunder diambil dari Kantor Dinas Kesehatan
Propinsi, Kabupaten dan Desa. Data sekunder yang dimaksud adalah data
puskesmas yang jaraknya terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota
dan data baduta yang menjadi sampel penelitian.

70

Penelitian ini dilakukan selama 7 hari, dimana dari 3 kecamatan


yang menjadi lokasi penelitian terdapat 3 desa di setiap kecamatan. Jadi
total ada 9 desa yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan
pada saat kegiatan posyandu sehingga sampel dan responden datang ke
pustu/posyandu dan kemudian dilakukan dilakukan wawancara dengan
menggunakan kuesioner dan juga melakukan penimbangan berat badan
dan pengukuran panjang badan sampel dengan bantuan dari kader
puskesmas, posyandu dan pustu.

F. Pengolahan dan Penyajian Data


Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan
program Nutrisurvey, WHO Anthro 2005 dan SPSS yang meliputi entri
data, editing, koding dan analisis data. Pengolahan dan penyajian data
dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Editing
Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing
data dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan
keseragaman data.
2. Koding
Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan
data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan
simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).
3. Tabulasi Data
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam
suatu

tabel.

Pengolahan

dilakukan

menggunakan software SPSS.

secara elektronik

dengan

71

G. Analisis Data
Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
disertai narasi.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran
deskriptif dari data-data yang dikumpulkan. Analisis univariat juga
digunakan untuk menggambarkan data-data yang beskala nominal
dan ordinal seperti distribusi subjek menurut umur, jenis kelamin,
dan status gizi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel
distribusi, frekuensi dan narasi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel dependen (status gizi anak usia 6-18 bulan) dan independen
(asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan) dalam bentuk
tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS
dengan uji statistik Chi-square ( Siegel, 2001) dengan rumus:
(O - E)2
X2 =
E
Interpretasi:

Ho ditolak jika p <0,05 atau apabila X2 hasil

perhitungan lebih besar daripada X2 tabel.

72

Untuk mengetahui kuatnya hubungan hasil Yates Correction


untuk tabel kontigensi 22 bermakna digunakan koefisien (Phi)
dengan rumus:
adbc

(a+c)(
b+d
)(a+b)(c+ d)

Keterangan :
= Uji Phi
Dari hasil perhitungan uji , dapat dibuat kesimpulan mengenai
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
dengan kriteria sebagai berikut :
0,01 0,25 :
hubungan lemah
0,26 0,50 :
hubungan sedang
0,51 0,75 :
hubungan kuat
0,76 1,0 :
hubungan sangat kuat

Anda mungkin juga menyukai