Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
1401412375
1401412413
1401412502
1401412511
Rombel 6A
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat dan ridho-Nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul
Anak Berkelainan Fisik. Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di jurusan S1 PGSD UPP Tegal
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
Penulisan makalah ini tak lepas dari peran serta berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapakan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Akhmad Junaedi, M. Pd selaku koordinator UPP kampus
Tegal.
2. Ibu Dra. Sri Sami Asih, M.kes selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Anak berkebutuhan khusus.
3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan,
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Tegal, 25 Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
2
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................2
C. Tujuan Penulisan .........................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Tunarungu
...............................................................................................
3
B. Tunanetra
...............................................................................................
6
C. Tunadaksa
...............................................................................................
8
D. Tunawicara
...............................................................................................
12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................16
B. Saran ...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karakteristik spesifik student with special needs pada umumnya berkaitan
dengan tingkat perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi
tingkat perkembangan sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan
diri, konsep diri, kemampuan berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk
mengetahui secara jelas tentang karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih
dahulu melakukan skrining atau asesmen agar mengetahui secara jelas mengenai
kompetensi diri peserta didik bersangkutan. Adanya perbedaan karakteristik setiap
peserta didik berkebutuhan khusus, akan memerlukan kemampuan khusus guru.
Guru dituntut memiliki kemampuan berkaitan dengan cara mengombinasikan
kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek yang meliputi
kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan cara bersosialisasi. Halhal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir pembelajaran, yaitu
perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Model bimbingan terhadap peserta
didik berkebutuhan khusus difokuskan terhadap perilaku nonadaptif atau perilaku
menyimpang sebelum mereka melakukan kegiatan program pembelajaran
individual.
Membicarakan anak-anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak
sekali variasi dan derajat kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami
kelainan fisik, mental-intelektual, sosial-emosional, maupun masalah akademik.
Kita ambil contoh anak-anak yang mengalami kelainan fisik saja ada tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa (cacat tubuh) dengan berbagai derajat kelaianannya.
Ini adalah yang secara nyata dapat dengan mudah dikenali. Keadaan seperti ini
sudah barang tentu harus dipahami oleh seorang guru, karena merekalah yang
secara langsung memberikan pelayanan pendidikan di sekolah kepada semua
anak didiknya. Namun keragaman yang ada pada anak anak tersebut belum tentu
dipahami semua guru di sekolah. Untuk itu pada makalah ini akan mengkaji
tentang klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus yang mencakup anak-anak
yang mengalami kelainan fisik.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah klasifikasi anak tunanetra ?
2.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TUNANETRA
1. Pengertian Tunanetra
Secara harafiah tunanetra berasal dari dua kata, yaitu: a) Tuna
(tuno:Jawa) yang berarti rugi yang kemudian diidentikan dengan rusak, hilang,
terhambat, terganggu tidak memiliki dan b) Netra (netro:Jawa) yang berarti mata.
Namun demikian kata tunanetra adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang
berarti adanya kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau terganggunya organ
mata, baik anatomis maupun fisiologis.
Secara umum, istilah tunanetra digunakan untuk menggambarkan
tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat sampai pada yang
sangat berat, yang dikelompokkan secara umum menjadi buta dan kurang lihat.
Sebagian ahli mengelompokkannya menjadi kurang lihat (low vision), buta
(blind), dan buta total (totally blind). Perlu anda pahami bahwa kerusakan yang
terjadi pada organ penglihatan (mata) dapat meliputi kerusakan yang ringan
sampai yang sangat berat. Anak yang memilki kerusakan ringan pada
penglihatannya (seperti myopia dan hypermetropia) masih dapat dikoreksi dengan
menggunakan kacamata dan bisa mengikuti pendidikan seperti anak yang lainnya,
secara umum tidak dikelompokkan pada tunanetra.
2. Klasifikasi Tunanetra
a. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan (Visus)
1) Tingkat ketajaman 20/20 feet 20/50 feet (6/6 m 6/16 m)
Pada tingkat ketajaman penglihatan ini masih digolongkan tunanetra taraf
ringan dan masih dapat mempergunakan mata relatif secara normal. Kemampuan
pengamatan visual masih cukup baik dan dapat mempergunakan alat bantu
pendidikan secara normal
2) Tingkat ketajaman 20/70 feet 20/200 feet (6/20 m 6/60 m)
Istilah tunanetra kurang lihat (low vision) ada pada tingkat ketajaman ini.
Dengan memodifikasi obyek atau benda yang dilihat atau menggunakan alat bantu
penglihatan tunanetra masih terkoreksi dengan baik, disebut juga tunanetra ringan
(partially sight).
3) Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih)
Ketunanetraan sudah digolongkan tingkat berat dan mempunyai taraf
ketajaman penglihatan: a). Tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tangan
pada jarak enam meter, b). Tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari
instruktur, c). Tunanetra hanya dapat membedakan terang dan gelap.
4) Tingkat ketajaman 0 (visus 0)
Adalah mereka yang buta total yang sama sekali tidak memiliki
rangsangan cahaya bahkan tidak bisa membedakan terang dengan gelap
3
ibu terkena rubella pada tri semester pertama (3 bulan pertama) maka virus
tersebut dapat merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada
mata, telinga atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir
tunanetra atau tuna rungu atau berkelainan lainnya. Demikian juga dengan
syphillis (penyakit yang menyerang alat kelamin), apabila penyakit itu terjadi
pada ibu hamil maka akan merambat kedalam kandungan sehingga dapat
menimbulkan kelainan pada bayi yang dikandungnya atau bayi tersebut akan
terkena penyakit ini sewaktu dilahirkan.
2) Glaukoma (Glaucoma)
Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang
berlebihan pada bola mata. Hal itu terjadi karean struktur bola mata yang tidak
sempurna pada saat pembentukannya dalam kendungan. Kondisi ini ditandai
dengan pembesaran bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air
mata, dan merasa silau.
3) Retinopati diabetes (Diabetic retinopathy)
Retinopati diabetes merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh
adanya gangguan dalam siplai/aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan
oleh adanya penyakit diabetes.
4) Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina, dan
sering ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai antara lain,
menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, strabismus (juling),
glaukoma, mata sering merah, atau penglihatannya sering menurun.
5) Kekurangan vitamin A
Vitamin A berperan dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Dengan
vitamin A, tubuh lebih efisien dalam menyerap protein yang dikonsumsi.
Kekurangan vitamin A akan menyebabkan kerusakan pada matanya, yaitu
kerusakan pada sensitifitas retina terhadap cahaya (rabun senja) dan terjadi
kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada celah kelopak mata,
disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata bergerak, akan
tampak lipatan [ada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan ini parah hal tersebut dapat
merusak retina, dan apabila dibiarkan akan terjadi ketunanetraan.
6) Terkena zat kimia
Di samping memberikan manfaat bagi manusia, zat-zat kimia juga dapat
merusak apabila penggunaanya tidak hati-hati. Zat kimia tertentu, seperti zat
etanol dan aseton, apabila mengenai kornea, akan mengakibatkan mata kering dan
terasa sakit. Selain itu zat-zat lain, seperti asam sulfat dan asam tannat yang
mengenai
kornea
akan
menimbulkan
kerusakan
bahkan
mengakibatkan
ketunanetraan.
7) Kecelakaan
Kecelakaan menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan
ketunanetraan apabila kecelakaan tersebut mengenai mata atau saraf mata.
Benturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola mata
dapat menyebabkan gangguan penglihatan bahkan ketunanetraan.
B. TUNARUNGU
Istilah tunarungu diambil dari kata tuna dan rungu, tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak
mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Tunarungu satu istilah
umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai
yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar ( a hard
of hearing). Orang yang tuli ( a deaf person) adalah seseorang yang mengalami
ketidakmampuan mendenar sehingga mengalami hambatan didalam memproses
informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa menggunakan alat
bantu dengar (hearing aid), sedangkan yang kurang dengar ( a hard of hearing
person) adalah sesorang yang biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar,
sisa pendengarannya cukuup memungkinkan untuk keberhasilan memproses
informasi bahasa melalui pendengarannya, artinya apabila orang yang kurang
dengar
tersebut
menggunakan hearing
aid ia
masih
dapat
menangkap
penglihatannya.
TUNADAKSA
tidak
dapat
dikendalikan,
gerakan
ritmis
dan
gangguan
akan
digerakkan
sesuai
kehendak.
Dalam
keadaan
10
adanya koordinasi mata dan tangan yang tidak berfungsi, serta cra
berjalannya gontai.
4) Tremor, gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah dijumpai
adanya gerakan-gerakan kecil dan terus menerus berlangsung sehingga
tampak seperti bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada
kepala, mata, tangkai, dan bibir.
5) Rigid, pada tipe ini terdapat kekakuan otot., tetapi tidak seperti pada
tipe spastik., gerakannya tampak tidak ada keluwesan, gerakan
mekanik lebih tampak.
6) Tipe campuran, pada tipe iniseorang anak menunjukkan dua jenis atau
lebih gejala CP sehingga akibatnya lebih berat bila dibandingkan
dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan.
c. Penggolongan menurut topografi
Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh,
Cerebral Palsy dapat digolongkan menjadi 6 golongan, yakni :
1) Monoplegia, yaitu hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misal kaki
kiri sedang kaki kanan dan kedua tangannya normal.
2) Hemiplegia, adalah lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi
yang sama,misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri
dan kaki kiri.
3) Paraplegia, yaitu lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
4) Diplegia, yaitu lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki
kanan dan kiri.
5) Triplegia, yakni tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misal
tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua
kakinya lumpuh.
6) Quadriplegia, yakni anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruh
anggota geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kakinya,
quadriplegia disebut juga tetraplegia.
d.
Polio
11
Tipe spinal, adalah kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan,
dan kaki
Tipe blubair, adalah kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf
organ
berbicara
antara
lain
mulut,hidung,kerongkongan,batang
12
bicara
c. Menggunakan alat bantu dengar
d. Bibir sumbing
e. Cadel
2. Segi bicara dan bahasa
Anak tunawicara memiliki keterlambatan dalam
perkembangan
bahasa
wicara
yang
dibandingkan
intelegensi
anak-anak
normal,
(IQ)
tidak
berbeda
hanya
pada
skor
IQ
mengandalkan
komunikasi
verbal,
hal
ini
sosialnya.
Sehinnga
anak
13
b)
maksimal
c) Berat/parah (di atas 60 db)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain,
suara yang mampu mereka dengar adalah suara yang sama kerasnya dengan
jalan pada jam-jam sibuk. Biasanya kalau masuk dalam kategori ini sudah
menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan membaca
gerak bibir, atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakteristik anak berkelainan fisik dapat dilihat dari beberapa segi
diantaranya segi fisik, motorik, perilaku, akademik, maupun kehidupan sosialnya.
Anak yang mempunyai kelainan fisik biasanya mengalami hambatan dalam
perkembangannya baik secara fisik maupun psikisnya, jadi terkadang dalam
melakukan aktivitasnya memerlukan alat bantu maupun bantuan dari orang lain.
Anak yang mengalami kelainan fisik tertentu biasanya juga berpengaruh terhadap
fisik-fisik yang lain seperti anak yang mempunyai kelainan dalam mendengar
biasanya juga menyebabkan hambatan dalam berbicara.
B. Saran
Kami menyadari bahwasannya penyusun dari makalah ini hanyalah
manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan
kesempurnaan hanya milik Allah Swt hingga dalam penulisan dan
penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi
diri.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bahjatwa, Ikhbar.2012. Tunawicara
http://si-ikhbar.blogspot.com/2012/11/tuna-wicara.html
pada tanggal 1 April 2015)
Hakim, Lukman. Klasifikasi ABK
https://ml.scribd.com/doc/40467599/Klasifikasi-ABK
pada tanggal 31 Maret 2015)
(diakses
(diakses
16