Miastenia Gravis
Miastenia Gravis
PENDAHULUAN
Miastenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun yang relatif jarang terhadap saraf
perifer di mana terbentuk antibodi terhadap asetilkolin (Ach) reseptor possinaptik
nikotinat pada sambungan neuromuskuler (NMJ). Patologi dasar adalah pengurangan
jumlah reseptor AcH (ACHR) pada membran otot posinaptik disebabkan oleh reaksi
autoimun yang memproduksi anti-ACHR antibodi. 1
Penurunan jumlah hasil AChRs dalam pola karakteristik kekuatan otot semakin
berkurang dengan penggunaan berulang dan pemulihan kekuatan otot setelah masa
istirahat. Otot-otot bulbar paling sering dipengaruhi dan paling parah, tetapi kebanyakan
pasien juga memperlihatkan beberapa derajat kelemahan umum secara berfluktuasi.
Aspek yang paling penting dari MG dalam situasi darurat adalah deteksi dan
pengelolaan krisis yaitu Miastenik krisi dan kolinergik krisis. 1
MG adalah salah satu gangguan neurologis yang dapat diobati. Terapi
farmakologis termasuk obat antikolinesterase dan agen imunosupresif, seperti
kortikosteroid, azatioprin, siklosporin, plasmaferesis, dan immune globulin intravena
(IVIG). Plasmapheresis dan timektomi juga digunakan untuk mengobati MG.
Timektomi adalah pilihan yang sangat penting jika terdapat timoma. Pasien dengan MG
memerlukan perawatan dekat tindak lanjut bekerja sama dengan dokter perawatan
primer. 1
MG ini jarang terjadi. Insiden tahunan diperkirakan AS adalah 2 per 1.000.000.
Prevalensi MG di Amerika Serikat berkisar 0,5-14,2 kasus per 100.000 orang. Angka ini
telah meningkat selama 2 dekade terakhir, terutama karena peningkatan umur pasien
dengan MG tetapi juga karena diagnosis dini. 15-20% pasien akan mengalami krisis
myasthenic. Tiga perempat dari pasien tersebut mengalami krisis pertama mereka dalam
waktu 2 tahun setelah diagnosis. Di Inggris, prevalensi MG adalah 15 kasus per 100.000
penduduk. Di Kroasia, adalah 10 kasus per 100.000. Di Sardinia, Italia, prevalensi
meningkat dari 0,75 per 100.000 pada 1958 - 4,5 kasus per 100.000 pada tahun 1986.
MG dapat terjadi pada semua usia. Puncak kejadian pada wanita terjadi dalam dekade
ketiga kehidupan, sedangkan puncak kejadian laki-laki terjadi dalam dekade keenam
atau ketujuh. Usia rata-rata adalah 28 tahun pada wanita dan 42 tahun pada pria. MG
neonatal Transient terjadi pada bayi dari ibu myasthenic yang memperoleh antibodi
anti-ACHR melalui transfer plasenta IgG. Beberapa bayi mungkin menderita miastenia
neonatus sementara karena efek dari antibodi. Kebanyakan bayi yang lahir dari ibu
myasthenic memiliki antibodi anti-ACHR saat lahir, namun hanya 10-20% berkembang
menjadi MG neonatal. Ini mungkin karena efek protektif dari alfa-fetoprotein, yang
menghambat pengikatan antibodi anti-ACHR untuk ACHR. Tingginya kadar antibodi
serum ACHR ibu dapat meningkatkan kemungkinan MG neonatal, dengan demikian,
menurunkan titer serum ibu selama periode antenatal dengan plasmaferesis mungkin
berguna. Secara klasik, rasio perempuan:laki-laki secara keseluruhan telah dianggap
3:2, dengan dominasi perempuan pada orang dewasa muda (yaitu, pasien berusia 20-30
tahun) dan dominasi laki-laki sedikit pada orang dewasa yang lebih tua (yaitu, pasien
lebih tua dari 50 tahun). Studi menunjukkan, bagaimanapun, bahwa dengan peningkatan
harapan hidup, laki-laki dan perempuan berada pada rasio yang sama. MG okular
dominan pada laki-laki. Rasio laki-perempuan pada anak dengan MG dan kondisi
autoimun lain adalah 1:5. Permulaan MG di usia muda adalah cenderung terjadi pada
orang Asia dibandingkan ras lain. 2-3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Miastenia Gravis
Miastenia Gravis berasal dari 2 kata yaitu miastenia dan gravis. Miastenia berarti
kelemahan otot motorik tertentu yang berfluktuasi, terutama yang diinervasi oleh
nukleus motorik di batang otak seperti otot mata, otot kelopa mata, otot pengunyah, dan
otot wajah. Gravis sendiri berasal dari kata grave yang berarti buruk. Miastenia gravis
adalah penyakit kelemahan otot motorik yang berfluktuasi dan prognosisnya buruk. 4
Romi dkk mengatakan bahwa Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang
ditandai dengan kelemahan patologis yang berfluktuasi dengan remisi dan eksaserbasi
yang melibatkan kelompok otot satu atau beberapa rangka, terutama disebabkan oleh
antibodi terhadap reseptor asetilkolin (ACHR) di lokasi pasca sinaptik dari sambungan
neuromuskuler tanpa adanya gangguan sensorik. 5-6
2.2 Etiologi Miastenia Gravis
MG adalah idiopatik pada kebanyakan pasien. Meskipun penyebab utama di balik
perkembangannya masih bersifat spekulatif, hasil akhirnya adalah kekacauan regulasi
sistem kekebalan tubuh. MG jelas merupakan penyakit autoimun dimana antibodi
spesifik telah ditandai sepenuhnya. Dalam sebanyak 90% kasus umum, IgG terhadap
ACHR terbukti. Bahkan pada pasien yang tidak mengembangkan miastenia klinis, antiantibodi ACHR kadang-kadang dapat ditunjukkan. 1
Pasien yang negatif untuk antibodi anti-ACHR mungkin seropositif untuk
antibodi terhadap MuSK (Muscle-Specific Kinase). biopsi otot pada pasien ini
menunjukkan tanda-tanda miopati dengan kelainan mitokondria menonjol yang
bertentangan dengan fitur neurogenik dan atrofi sering ditemukan pada pasien positif
MG untuk anti-ACHR. Penurunan mitokondria bisa menjelaskan keterlibatan anti
MuSK positif MG okulobulbar. 1
Sejumlah temuan telah dikaitkan dengan MG. Misalnya, perempuan dan orang
dengan leukosit antigen tertentu manusia (HLA) jenis memiliki kecenderungan genetik
terhadap penyakit autoimun. Profil histokompatibilitas kompleks meliputi HLA-B8,
dan
oxprenolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Quinidine
Klorokuin
Prednisone
Timolol (yaitu, agen beta-blocking topikal digunakan untuk glaukoma)
Antikolinergik (misalnya, trihexyphenidyl)
Agen memblokir neuromuscular (misalnya, vecuronium dan curare) - Ini harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien myasthenic untuk menghindari blokade
Ketika sebuah potensial aksi bergerak ke motor neuron dan mencapai motor end plate,
molekul asetilkolin (Ach) dilepaskan dari vesikel presinaptik, melalui neuromuscular
junction dan kemudian akan berinteraksi dengan reseptor Ach (AchRs) di membrane
postsinaptik. Kanal-kanal di AchRs terbuka, memungkinkan Na + dan kation lain untuk
masuk ke dalam serat otot dan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi yang terus
menerus terjadi akan berkumpul menjadi satu, dan jika depolarisasi yang terkumpul
cukup besar, maka akan memicu timbulnya potensial aksi, yang bergerak sepanjang
serat otot untuk menghasilkan kontraksi. Pada miastenia gravis (MG), ada pengurangan
jumlah AchRs yang tersedia di motor endplate atau mendatarnya lipatan pada membran
postsinaptik yang menyebabkan pengurangan jumlah reseptor pada motor endplates,
sehingga depolarisasi yang terjadi pada motor endplate lebih sedikit dan tidak
terkumpul menjadi potensial aksi. Akhir. Hasilnya adalah sebuah transmisi
neuromuskuler tidak efisien. Tiga mekanisme yang didapatkan dari penelitian antara
lain:auto antibodies terhadap reseptor AChR dan menginduksi endositosis, sehingga
terjadi deplesi AChR pada membran postsinaptik, autoantibodies sendiri menyebabkan
gangguan fungsi AChR dengan memblokir situs-situs tempat terikatnya asetilkolin dan
auto antibodies menyebabkan kerusakan pada motor endplates sehingga menyebabkan
hilangnya sejumlah AChR. 7
Otot-otot
Ocular
Wajah
Gejala
Ptosis
dan
penglihatan ganda
Kesulitan
mengunyah,
menelan,
dan
berbicara
Leher
Kesulitan
mengangkat kepala
Ekstremitas proksimal
Pernapasan
bantuan tangan
Gangguan
pernapasan
Jara
ng
terjadi
Ekstremitas distal
dan
kesulitan
untuk
bangundari
posisi
tertidur
Kelemahan saat
mengenggam
dan
kelemahan
pada pergelangan
dan kaki
Sumber : Keesey, John. Clinical Evaluation and Management of Myasthenia Gravis.
Muscle & Nerve. 2004
Di antara pasien, 75% awalnya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular. Mungkin
ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata. Ocular MG
dikategorikan sebagai kelemahan dan kelelahan yang tersembunyi dan membahayakan
yang dapat terjadi pada satu atau kedua kelopak mata atau otot bola mata . Jika meliputi
kelopak mata yang jatuh biasanya dikenal sebagai ptosis ; yang mengenai otot
extraocular maka pasien akan melihat dobel pada arah otot yang lemah. 3
Kebanyakan pasien MG mempunyai keluhan diplopia pada saat onset penyakit
mereka. Pasien merasakan penglihatan kabur yang berfluktuasi, biasanya tidak terlihat
beberapa saat setelah bangun tidur. Diplopia terjadi saat pasien melihat kearah lateral
dan ke atas, biasanya memburuk saat pasien menyetir, menonton tv, atau saat sore hari.
Gejala tersebut hilang apabila satu mata ditutup. Gejala terjadi mungkin disebabkan
oleh kelemahan
biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali. Dalam kasus
ptosis unilateral, mata yang tidak ptosis akan mengalami ptosis jika mata yang ptosis di
buka dengan menggunakan jari (Hering fenomena). Keterlibatan otot luar mata tidak
mengikuti pola tertentu. Setiap gangguan motilitas okular yang didapatkan dengan
ptosis dan reflek pupil didapatkan normal, harus mengarahkan kecurigaan pada
myasthenia gravis MG. 3
Kelemahan wajah dapat terjadi pada MG tanpa keterlibatan otot mata, tetapi
biasanya kedua gejala terjadi bersama-sama. Jika sensasi wajah terganggu, lesi yang
mempengaruhi saraf kranial seperti karsinoma nasofaring harus dicurigai. Dengan
adanya sensasi wajah normal. Namun, terjadinya kedua kelemahan otot mata dan wajah
sangat memperlihatkan gejala MG. Temuan mungkin akan sulit untuk dilihat. 3
Kelemahan Orbicularis oculi merupakan sebuah tanda yang sangat umum dari
MG yaitu ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan kelopak mata tertutup atas
terhadap upaya pemeriksa untuk membukanya. Sebuah usaha dari pasien meskipun
terjadi kelemahan kelopak mata akan memperlihatkan adanya fenomena Bell, rotasi
bola mata ke atas selama penutupan kelopak mata. Karena pasien dengan blefarospasme
dari otot-otot orbicularis oculi mungkin mengeluh kesulitan menjaga mata terbuka,
kondisi ini kadang-kadang bingung dengan kelemahan myasthenic. Biasanya tidak ada
diplopia atau fotofobia dengan blefarospasme, dan penutupan kelopak mata adalah
spasmodik dan dipaksa dengan elevasi simultan pada kelopak mata bawah. Kelemahan
Orbicularis Oris merupakan ketidakmampuan pasien untuk mencegah keluarnya udara
melalui kerutan bibir ketika pemeriksa menekan pipi adalah pertanda kelemahan wajah.
Tertawa mengungkapkan apa yang disebut " myasthenic sneer". Pasien tersebut tidak
dapat bersiul, menyedot melalui sedotan, atau meledakkan balon. 3
lebih umum saluran udara terhambat oleh sekresi pasien yang tidak dapat dikeluarkan
karena batuk terlalu lemah. Batuk membutuhkan penggunaan paksa otot-otot ekspirasi
dan batuk berulang terutama dengan cepat dapat menjadi tidak efektif pada MG.
Bahkan jika jalan napas paten, otot yang digunakan untuk inspirasi, seperti interkostalis
dan diafragma, mungkin terlalu lemah untuk menciptakan sebuah kekuatan inspirasi
yang cukup (-50 cm H20) atau kapasitas vital (> 20 ml / kg berat badan). Pasien tersebut
harus diintubasi dan dibantu dengan respirasi mekanis. Karena kurangnya ekspresi
wajah pasien, penderita MG dalam masa krisis tidak mungkin terlihat tertekan namun
akan gelisah dengan nafas dangkal dan cepat. Biasanya, pasien duduk membungkuk ke
depan untuk memaksimalkan efek gravitasi pada diafragma. Bahkan pasien yang tidak
menyadari mempunyai masalah pernapasan mungkin memiliki kelemahan otot
pernapasan yang mengganggu tidur mereka dan dengan demikian menyebabkan mereka
menjadi lelah dan kurang perhatian pada siang hari. Terkadang sebuah penelitian tidur
berguna dalam mengidentifikasi masalah tersebut. 3
Kelemahan otot panggul adalah aspek yang sering diabaikan dari kelemahan otot
pada MG. Namun, beberapa pasien MG wanita dengan inkontinensia urin mengklaim
bahwa itu diringankan oleh obat antikolinesterase. Demikian juga, reseksi transurethral
rutin jaringan prostat pada pria myasthenic sering menyebabkan inkontinensia. Jika,
seperti biasanya dilakukan, sphincter proksimal akan dihapus selama operasi, suatu
sfingter eksternal yang lemah mungkin tidak dapat melakukan kontraksi refleks selama
batuk atau regangan. 3
Mungkin karena otot lebih hangat memiliki cadangan yang kurang untuk
transmisi neuromuskuler, otot proksimal cenderung lebih terlibat dari otot distal pada
MG, meskipun beratnya keterlibatan biasanya asimetris. Kelemahan otot ekstrimitas
atas proksimal di mana kesulitan dalam mengangkat lengan untuk mencuci atau
menyikat rambut, berpakaian, memakai kosmetik, atau mencukur menunjukkan
kelemahan bahu dan lengan. kelelahan otot ekstremitas atas dapat diuji secara
semikuantitatif dengan kemampuan timing pasien untuk menahan lengan ke depan saat
ekstensi. Atrofi otot skapula dan lengan bawah adalah karakteristik dari congenital
slow-channel myasthenic syndrome. 3
Kelemahan otot ektrimitas bawah dimana kesulitan dalam berjalan menaiki
tangga atau berjalan jarak jauh juga sering terjadi pada MG. kelelahan otot tungkai
10
dapat diuji dengan meminta pasien untuk mengangkat satu kaki di atas yang lain hingga
50 kali, penilaian langsung dari kekuatan fleksor pinggul akan memperlihatkan
peningkatan kelemahan dari otot-otot aktif pada MG, dibandingkan dengan sisi tidak
aktif. 3
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan
yang terjadi pada otot-otot ekstremitas lebih menyerupai kelemahan pada miopati
proksimal dari pada kelemahan otot distal. Kelemahan otot-otot ekstremitas pada
khususnya yang timbul sebagai sebuah gejala jarang terjadi dan prevalensinya hanya
10% saja. 3
Beberapa faktor berikut dapat membuat Miastenia Gravis memburuk:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
beberapaantibiotik
g. Minuman beralkohol
h. Rendah kadar natrium atau tingkat tiroid yang rendah
i. Infeksi dan penyakit pernafasan dapat memperburuk kelemahan dan mungkin
tetaptimbul sebentar setalah penyakit / infeksi tersebut sembuh.
j. Stres karena operasi juga dapat membuat MG memburuk.
2.5 Klasifikasi Miastenia gravis
Pada bulan Mei 1997, Medical Scientific Advisory Board (MSAB) dari Myasthenia
Gravis Foundation of America (MGFA) membentuk satuan tugas untuk mengatasi
kebutuhan untuk klasifikasi yang diterima secara universal, sistem grading, dan metode
analitik untuk manajemen pasien yang menjalani terapi dan untuk digunakan dalam uji
penelitian terapeutik. Sebagai hasilnya, Klasifikasi MGFA Klinis diciptakan. Klasifikasi
ini membagi MG menjadi 5 kelas utama dan subclass beberapa, sebagai berikut. 1
Tabel 2. Klasifikasi miastenia gravis menurut Myasthenia Gravis Foundation of
America (MGFA).
Kelas I
11
Kelas IIa
Kelas IIb
Kelas III
Kelas III a
Kelas III b
Kelas IV
Kelas IV a
Kelas IV b
12
Kelas V
Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak
ada kematian
2.
Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot
skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak
memuaskan.
3.
4.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak
pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan
tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun. 1
2.6 Diagnosis Miastenia Gravis
A. Pemeriksaan Fisik
Untuk penegakan diagnosis miastenia gravis, dapat dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:
13
14
Mean antibodi
Titer
0.79
2.17
49.8
57.9
78.5
205.3
Percent
Positive
24
55
80
100
100
89
15
16
17
18
19
MG okular
MG
generalisata
MG krisis
MRI kepala
(+) reasses
Antikolinestera
se
(pyridostigmin
Intensive care
unit
Antikolinestera
se
(pyridostigmin
Evaluasi untuk
thimektomi
Indikasi : thimoma
atau MG generalisata
Evaluasi resiko
Jika tidak
memuaskan
Resiko
bagus
FVC bagus
Resiko jelek
FVC jelek
Thimektomi
Plasmaparesis
atau IVIg
perbaika
n
Tidak
ada
perbaika
Imunosupresan
A. Kolinesterase inhibitor
a. Pyridostigmine
20
Pyridostigmine bekerja pada otot polos, sistem saraf pusat (SSP), dan
kelenjar sekretori, di mana kerjanya memblok AChE. agen intermediateacting, lebih disukai dalam penggunaan klinis daripada short-acting
bromida neostigmine dan long acting klorida ambenonium. bekerja dalam
30-60 menit, efek berlangsung 3-6 jam. MG tidak mempengaruhi semua otot
rangka yang sama, dan semua gejala mungkin tidak dapat dikendalikan tanpa
efek samping. Pada pasien kritis atau pasca operasi, obat diberikan secara
intravena (IV). Di Amerika Serikat, pyridostigmine tersedia dalam 3 bentuk:
60-mg tab, 180-mg timespan tablet, dan 60 mg / 5 ml sirup. Efek dari tablet
timespan bertahan 2,5 kali lebih lama. Bentuk timespan adalah sebagai
adjuvan pyridostigmine reguler untuk mengontrol gejala myasthenic pada
malam hari. Penyerapan dan bioavailabilitas tablet timespan bervariasi
antara pasien. 1
b. Neostigmine
Neostigmine menghambat penghancuran AcH oleh AChE, sehingga
memfasilitasi transmisi impuls di NMJ. Ini adalah AChE inhibitor shortacting yang tersedia dalam bentuk oral (15 mg tablet) dan bentuk yang sesuai
untuk jalur IV, intramuskular (IM), atau subkutan (SC). Waktu paruhnya 4560 menit. Obat ini sulit diserap dalam saluran gastrointestinal (GI) dan harus
digunakan hanya jika pyridostigmine tidak ada. 1
c. Edrophonium
Edrophonium terutama digunakan sebagai
alat
diagnostik
untuk
21
minggu. Agen ini biasanya diberikan lebih dari 1 atau 2 tahun. Remisi
didapatkan 30% dan perbaikan 40%. Kortikosteroid bekerja di kedua MG baik
ocular MG maupun MG generalisata. Mereka dapat dikombinasikan dengan obat
imunosupresif lainnya untuk efek yang lebih baik dengan dosis lebih rendah dan
durasi yang lebih singkat. 1
a. Prednisone
Prednisone adalah kortikosteroid yang paling umum digunakan di Amerika
Serikat. Beberapa ahli percaya bahwa administrasi jangka panjang dari
prednison bermanfaat, tetapi yang lain menggunakan obat hanya selama
eksaserbasi akut untuk membatasi efek yang merugikan dari penggunaan
steroid lama. Prednisone efektif dalam mengurangi eksaserbasi MG dengan
menekan pembentukan autoantibodi. Namun, efek klinis sering tidak terlihat
selama
beberapa
minggu.
Peningkatan
signifikan,
yang
mungkin
berhubungan dengan titer antibodi menurun, biasanya terjadi pada 1-4 bulan.
1
b. Methylprednisolone
Methylprednisolone dapat digunakan pada pasien yang diintubasi dan pada
mereka tidak dapat mentoleransi asupan oral. Ini mengurangi inflamasi
dengan menekan migrasi sel polimorfonuklear (PMN) dan membalikkan
peningkatan permeabilitas kapiler. 1
C. Imunosupresan
a. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil
yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan
terutama berupa gangguan saluran cerna, peningkatan enzim hati, dan
leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB selama 8 minggu
pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan
fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan
sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama dengan azatioprin sangat
dianjurkan. Karena efek samping kortikosteroid, klinisi dan dokter
seringkali
menggunakan
steroid-sparing
medications,
misalnya:
22
c. Cyclosporine
Penggunaan cyclosporine (dosis: 2,5 mg/KgBB/hari PO dibagi 2 x sehari;
setelah 4 minggu, dosis dapat dinaikkan 0,5 mg/KgBB/hari dengan interval
2
minggu,
sampai
dosis
maksimum
mg/KgBB/hari)
dan
23
merupakan terapi efektif untuk MG, terutama dalam persiapan untuk operasi
atau jangka pendek pengelolaan eksaserbasi. Plasmapheresis jangka panjang
teratur setiap minggu atau bulanan bisa digunakan bila pengobatan lain tidak
dapat mengendalikan penyakit ini. Komplikasi terutama terbatas pada
komplikasi intravena (IV) akses (misalnya, penempatan garis pusat) tetapi juga
dapat mencakup gangguan hipotensi dan koagulasi (meskipun jarang). 1
F. Thimektomi
Thimektomi merupakan pilihan pengobatan yang penting dalam myasthenia
gravis (MG),terutama jika ditemukan adanya thymoma. Telah diusulkan sebagai
terapi lini pertama pada kebanyakan pasien dengan myasthenia gravis (MG)
umum. Thimectomi dapat menyebabkan remisi. American Association of
Neurology merekomendasikan thimectomi untuk nonthymomatous pasien
myasthenia gravis (MG) autoimun. Thimectomi direkomendasikan sebagai
pilihan untuk meningkatkan kemungkinan remisi atau perbaikan. 1
24
BAB III
KESIMPULAN
1. Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita
beristirahat, maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit
ini timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada
neuromuscular junction.
2. Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak
diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang
paling banyak berperanan.
3. Gejala awal biasanya mengeluh gangguan mata, terutama ptosis dan diplopia.
Akhirnya, 90% dari pasien dengan MG mengembangkan gejala-gejala okular.
Mungkin ptosis unilateral atau bilateral, dan akan beralih dari mata ke mata . Ptosis
biasanya yang paling menonjol dan terjadi setelah berkedip beberapa kali.
4. Klasifikasi Miastenia gravis dapat dibagi berdasarkan Myasthenia Gravis
Foundation of America (MGFA) yang terbagi dalam 5 kelas dan menurut osserman
terbagi dalam 4 tipe.
5. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan Lab penunjang.
6. Tujuan pengobatan myasthenia gravis (MG) adalah untuk mencapai tiga tujuan
penting: transmisi neuromuskuler yang optimal, mengurangi atau menetralisir
konsekuensi dari reaksi autoimun, dan memodifikasi riwayat alami myasthenia
gravis (MG) dengan menginduksi remisi, didefinisikan sebagai kondisi permanen
hilangnya gejala tanpa pengobatan
7. Prognosis : tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%, MG yang mendapat
pengobatan, angka kematian 4%, 40% hanya gejala okuler
25
DAFTAR PUSTAKA
26