Anda di halaman 1dari 10

BELLS PALSY

I. Pengertian
Bells Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin
akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus
atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Bells palsy adalah disfungsi nervus facialis, saat saraf ini berjalan di dalam
canalis facialis; kelainan ini biasanya unilateral. Lokasi disfungsi menentukan
aspek fungsional nervus facialis yang tidak bekerja. Pembengkakan saraf di
dalam canalis

facialis menekan serabut-serabut saraf; keadaan ini

menyebabkan hilangnya fungsi saraf sementara dan menimbulkan tipe


paralisis facialis lower motor neuron.
II. Anatomi
Nervus facialis (saraf kranial VII) merupakan campuran saraf motorik dan
sensorik. Nervus facialis mempunyai tiga nukleus: (1) nukleus motorik utama,
(2) nukleus parasimpatis, dan (3)nukelus sensorik.

Perjalanan Nervus Facialis

Nervus facialis memiliki radiks motorik dan sensorik. Serabut radiks motorik
mula-mula berjalan ke posterior mengelilingi sisi medial nukleus abdusens.
Selanjutnya, serabut-serabut ini mengelilingi nukleus di bawah colliculus
facialis di lantai ventricular quartus. Akhirnya, berjalan ke anterior dan muncul
dari batang otak.
Radiks sensorik (nervus intermedius) dibentuk oleh procesus centralis sel-sel
unipolar ganglion geniculatum. Radiks ini juga mengandung serabut eferen
parasimpatis postganglionik dari nuklei parasimpatis. Kedua radiks nukleus
fasialis muncul dari permukaan anterior otak antara pons dan medula
oblongata. Radiks tersebut berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior
bersama nervus vestibulocochlearis, kemudian masuk ke meatus acusticus
internus di pars petrosa ossis temporalis. Di bawah meatus, nervus memasuki
canalis facialis dan berjalan ke lateral melalui telinga dalam. Ketika mencapai
dinding medial cavum timpani, nervus melebar membentuk ganglion
sensorium geniculatum dan membelok tajam ke arah belakang di atas
promontorium. Di dinding posterior cavum timpani, nervus facialis membelok
ke bawah pada sisi medial aditus antrum mastoideum, turun di belakang
pyramis, dan keluar dari foramen stylomastoideum.
Distribusi Nervus Facialis
Nukleus motorik mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, musculus auricularis,
stapedius, venter posterior musculus digastricus, dan musculus sylohyoideus.
Nukleus salivatorius superior mempersarafi glandula submandibularis dan
sublingualis serta glandula nasales dan palatinae. Nukleus lakrimalis
mempersarafi glandula lakrimalis. Nukleus sensorik menerima serabut-serabut
pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dasar mulut, dan palatum.
Lesi Nervus Facialis
Bagian nukleus facialis yang mengendalikan otot-otot wajah bagian atas
menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemispherium cerebri sehingga
lesi yang mengenai upper motor neuron hanya menyebabkan paralisis otot-otot
wajah bagian bawah. Akan tetapi, pasien dengan lesi pada nukleus motorius
n.facialis atau nervus facialisnya saja-yaitu lesi lower motor neuron-semua otot

wajah pada sisi lesi akan lumpuh. Kelopak mata bawah dan sudut mulut akan
turun. Hal ini dikarenakan bagian nukleus yang mempersarafi otot-otot wajah
baigan bawah hanya menerima serabut kortikonuklear dari hemispherium
cerebri sisi yang berlawanan.

III. Cara Menegakkan Diagnosis


Anamnesis:
-

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya


kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi,
bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang

lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah.


Tidak bisa menutup mata dengan sempurna

Otalgia (nyeri pada telinga)

Hiperakusis (sensitifitas berlebihan terhadap suara)

Gangguan atau kehilangan pengecapan.

Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam


hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.

Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi


saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan:
-

Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.

Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan minimal:


1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata

3. Mengembangkan cuping hidung


4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir
Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya
semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena,
ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang.
Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada
sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata
berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan mata berkurang maka
akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora.
Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpil diantara pipi dan
gusi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak
didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar
bersifat Bells palsy.
IV. Indikator
SKALA UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bells
palsy.
SKALA UGO FISCH
Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5
posisi:
POSISI

NILAI

Istirahat
Mengerutkan Dahi
Menutup Mata
Tersenyum
Bersiul
TOTAL

20
10
30
30
10

PERSENTASE (%)
0, 30, 70, 100

Ada 3 pola penilaian yaitu:

SKOR

Subjective Global Evaluation, dimana penderita sendiri yang diminta menilai


dirinya (mengamati wajah dengan cermin).
Objective Global Evaluation, atau Physicians Global Evaluation
Physicians Detailed Evaluation
Penilaian presentase:
-

0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

30% : simetri, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke


asimetris komplit daripada simetris normal.

70% : simetris, fair/cukup, kesmbuhan parsial yang cenderung kea rah


normal.

100% : simetris, normal komplit.

Misalnya dalam menutup mata nilai fair (70%), maka didapat 70%x30 point = 21
point. Kemudian ke-5 penilaian dijumlahkan. Pada keadaan normal nilai yang
didapat adalah 100. Makin besar nilai yang didapat maka prognosis neurologis
maupun fungsional akan lebih baik.
V. Pemeriksaan Penunjang

Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)


Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan
setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA
menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan
kerusakan it fasialis ireversibel.

Uji konduksi saraf (nerve conduction test)


Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur
kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan.

Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otototot wajah.

Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah


pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis
(gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).

Elektrogustometri membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang


sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa
kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan
letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.

Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di
belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian
berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau
mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl.
genikulatum

CT SCAN/MRI
VI. Diagnosis Banding
Otitis media
Ramsay Hunt Syndrome
Lyme Disease
Polineuropati
tumor metastase
multiple sklerosis
VII. Terapi
a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih
kontroversi juga dalam diberikan neurotropik. Kortikosteroid, misalnya
Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah
timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb
/hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off.
b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.
c) Rehabilitasi Medik
REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELLS PALSY
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan
guna mengurangi dampak cacat handicap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mengenai intergritas sosial.
Tujuan rehabilitasi medik adalah:
1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin


3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan
bekerja dengan apa yang tertinggal.
Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan
efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapi,
okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan
perawat rehabilitasi medik. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha
gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi
medik pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi
bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar
penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Programprogram yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi, social medik,
psikolog dan ortotik prostetik, sedang program perawatan pesawat rehabilitasi dan
terapi wicara tidak banyak berperan.
Program Fisioterapi
1. Pemanasan
a) Pemanasan superficial dengan infra red.
b) Pemanasan

dalam

berupa

Shortwave

Diathermy

atau

Microwave Diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat

terjadi

atrofi

sambil

menunggu

proses

regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan


faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, redukasi dari
aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.
3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter diberikan setelah fase akut, latihan berupa
mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan

mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan


kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh
dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy
diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage
memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan
mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading
Massage sebelum latihan gerakan volunteer otot wajah. Deep Kneading
Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan
limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi
edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan
gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah
wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerakan pada oto wajah.
Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk
permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi
penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan
berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin,
latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.
Program Sosial Medik
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan
sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya.
Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat
kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak
berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan
fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan

penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat
penting untuk kesembuhan penderita.
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan
umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan
Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut
yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu
diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama
parase dan mencegah terjadinya kontaktur.
HOME PROGRAM
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata:
a) Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
b) Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari
c) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur

DAFTAR PUSTAKA
Snell RS. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006

Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, dkk. Rehabilitasi Medik Pada Bells Palsy.
Dalam: Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitas BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou/FK
UNSRAT, 2006: 42-49
Annsilva.

Bells

Palsy.

2010.

Available

from:

(http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-casereport/ )
Taylor DC. 2013. Bells Palsy. (http://emedicine.medscape.com/article/1146903overview#aw2aab6b2b3)

Anda mungkin juga menyukai