Bell Palsy
Bell Palsy
I. Pengertian
Bells Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin
akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus
atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat
sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Bells palsy adalah disfungsi nervus facialis, saat saraf ini berjalan di dalam
canalis facialis; kelainan ini biasanya unilateral. Lokasi disfungsi menentukan
aspek fungsional nervus facialis yang tidak bekerja. Pembengkakan saraf di
dalam canalis
Nervus facialis memiliki radiks motorik dan sensorik. Serabut radiks motorik
mula-mula berjalan ke posterior mengelilingi sisi medial nukleus abdusens.
Selanjutnya, serabut-serabut ini mengelilingi nukleus di bawah colliculus
facialis di lantai ventricular quartus. Akhirnya, berjalan ke anterior dan muncul
dari batang otak.
Radiks sensorik (nervus intermedius) dibentuk oleh procesus centralis sel-sel
unipolar ganglion geniculatum. Radiks ini juga mengandung serabut eferen
parasimpatis postganglionik dari nuklei parasimpatis. Kedua radiks nukleus
fasialis muncul dari permukaan anterior otak antara pons dan medula
oblongata. Radiks tersebut berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior
bersama nervus vestibulocochlearis, kemudian masuk ke meatus acusticus
internus di pars petrosa ossis temporalis. Di bawah meatus, nervus memasuki
canalis facialis dan berjalan ke lateral melalui telinga dalam. Ketika mencapai
dinding medial cavum timpani, nervus melebar membentuk ganglion
sensorium geniculatum dan membelok tajam ke arah belakang di atas
promontorium. Di dinding posterior cavum timpani, nervus facialis membelok
ke bawah pada sisi medial aditus antrum mastoideum, turun di belakang
pyramis, dan keluar dari foramen stylomastoideum.
Distribusi Nervus Facialis
Nukleus motorik mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, musculus auricularis,
stapedius, venter posterior musculus digastricus, dan musculus sylohyoideus.
Nukleus salivatorius superior mempersarafi glandula submandibularis dan
sublingualis serta glandula nasales dan palatinae. Nukleus lakrimalis
mempersarafi glandula lakrimalis. Nukleus sensorik menerima serabut-serabut
pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dasar mulut, dan palatum.
Lesi Nervus Facialis
Bagian nukleus facialis yang mengendalikan otot-otot wajah bagian atas
menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemispherium cerebri sehingga
lesi yang mengenai upper motor neuron hanya menyebabkan paralisis otot-otot
wajah bagian bawah. Akan tetapi, pasien dengan lesi pada nukleus motorius
n.facialis atau nervus facialisnya saja-yaitu lesi lower motor neuron-semua otot
wajah pada sisi lesi akan lumpuh. Kelopak mata bawah dan sudut mulut akan
turun. Hal ini dikarenakan bagian nukleus yang mempersarafi otot-otot wajah
baigan bawah hanya menerima serabut kortikonuklear dari hemispherium
cerebri sisi yang berlawanan.
Pemeriksaan:
-
NILAI
Istirahat
Mengerutkan Dahi
Menutup Mata
Tersenyum
Bersiul
TOTAL
20
10
30
30
10
PERSENTASE (%)
0, 30, 70, 100
SKOR
Misalnya dalam menutup mata nilai fair (70%), maka didapat 70%x30 point = 21
point. Kemudian ke-5 penilaian dijumlahkan. Pada keadaan normal nilai yang
didapat adalah 100. Makin besar nilai yang didapat maka prognosis neurologis
maupun fungsional akan lebih baik.
V. Pemeriksaan Penunjang
Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otototot wajah.
Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di
belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian
berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau
mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl.
genikulatum
CT SCAN/MRI
VI. Diagnosis Banding
Otitis media
Ramsay Hunt Syndrome
Lyme Disease
Polineuropati
tumor metastase
multiple sklerosis
VII. Terapi
a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih
kontroversi juga dalam diberikan neurotropik. Kortikosteroid, misalnya
Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah
timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb
/hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off.
b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.
c) Rehabilitasi Medik
REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELLS PALSY
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan
guna mengurangi dampak cacat handicap serta meningkatkan kemampuan
penyandang cacat mengenai intergritas sosial.
Tujuan rehabilitasi medik adalah:
1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin
dalam
berupa
Shortwave
Diathermy
atau
Microwave Diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk
mencegah/memperlambat
terjadi
atrofi
sambil
menunggu
proses
penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat
penting untuk kesembuhan penderita.
Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol,
rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau
penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan
umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan
Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut
yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu
diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester
dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama
parase dan mencegah terjadinya kontaktur.
HOME PROGRAM
1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari
sisi wajah yang sehat
3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit,
minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
4. Perawatan mata:
a) Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari
b) Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari
c) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur
DAFTAR PUSTAKA
Snell RS. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 5. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, dkk. Rehabilitasi Medik Pada Bells Palsy.
Dalam: Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitas BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou/FK
UNSRAT, 2006: 42-49
Annsilva.
Bells
Palsy.
2010.
Available
from:
(http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-casereport/ )
Taylor DC. 2013. Bells Palsy. (http://emedicine.medscape.com/article/1146903overview#aw2aab6b2b3)