Anda di halaman 1dari 15

BAB I

ALQURAN DAN WAHYU

A. Pengertian Alquran.
Secara bahasa, kata Alquran (‫ )القرآن‬merupakan bentuk
mashdar yang berasal dari fi’il madhi ‫ قَـَرَأ‬, seperti halnya kata
ُ ‫ ُفْرَقا‬yang berasal dari fi’il madhi ‫ق‬
‫ن‬ َ ‫َفَر‬. Walaupun bentuknya
mashdar, kata ‫ القرآن‬mempunyai arti yang sama dengan isim
maf’ulnya (‫)َاْلَمْقـُرْوُء‬, sebagaimana kata ‫ب‬ ُ ‫ اْلكَِتا‬memiliki arti yang
sama dengan ‫ المكتوب‬. Dengan demikian, jika kata ‫ َقَرَأ‬berarti
membaca, maka ‫ القرآن‬berarti sesuatu yang dibaca atau bacaan.
Pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama yang
diwakili oleh al-Lihyani.1
Pendapat kedua yang diwakili antara lain oleh al-
Asy’ari mengatakan, bahwa kata ‫( القران‬dibaca al-Quran, tanpa
hamzah) berasal dari kata ‫ قرن‬yang berati menggabungkan,
berkumpul, bersama-sama.2
Pendapat ketiga, yang diwakili oleh Ibnu Katsir dari
madzhab al-Syafi’i, mengatakan bahwa kata ‫( القران‬ditulis
tanpa hamzah) merupakan isim jamid yang dijadikan nama
bagi kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw., sebagaimana halnya kitab Taurat, zabur dan Injil.3
Menurut istilah, banyak pendapat yang dikemukakan
para ulama tentang pengertian Alquran. Dari berbagai
pendapat tersebut, suatu pendapat yang dipandang cukup
memadai dan karenanya dikutip oleh kebanyak penulis Ulumul
Quran yang datang kemudian adalah definisi yang
dikemukakan oleh az-Zarqani4 sebagai berikut:
َ
ِ‫ه ع َل َي ْه‬ ُ ‫صّلى الل‬ َ ‫ي‬ ّ ِ ‫ل ع ََلى الن ّب‬ ُ ْ ‫جُز ال‬
ُ ‫من َّز‬ ِ ْ ‫مع‬ ُ ْ ‫م ال‬ُ َ ‫كـل‬ َ ‫ه ْال‬ُ ّ ‫"ب ِأن‬
,‫ر‬
ِ ُ ‫وات‬ ُ ْ ‫قو‬
َ ‫ل ِبالّتـ‬ َ ْ ‫ ال‬,‫ف‬
ُ ْ ‫من‬ ِ ‫ح‬ ِ ‫صا‬ َ ْ ‫ي ال‬
َ ‫م‬ ْ ِ‫ب ف‬ُ ْ‫كـتـو‬ ْ ‫م‬ َ ْ ‫ ال‬,‫م‬َ ّ ‫سل‬َ َ‫و‬
"‫ه‬ ِ ِ ‫مت َعَّبــد ُ ِبتــل َوَت‬ ُ ْ ‫ال‬
Artinya: Alquran adalah Kalamullah yang berfungsi sebagai
mukjizat, diturunkan kepada Nabi Saw., ditulis dalam mushaf-
mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan dipandang ibadah
dalam membacanya.
Dalam definisi ini yang yang menjadi unsur utama adalah
Kalam Allah (firman atau perkataan Allah). Karena banyaknya
Kalam Allah yang diturunkan kepada para nabi dan rasul
sebelum Nabi Muhammad, maka karakteristik/ciri khas
Alquran yang membedakannya dengan Kalam Allah yang
lainnya adalah:
1. Alquran berfungsi sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad
Saw. Hal ini berarti bahwa Alquran dengan
kemukjizatannya dapat membuktikan kenabian
Mauhammad bagi orang yang meragukannya. Berbeda
dengan kitab-kitab suci sebelumnya yang hanya berfungsi
sebagai pedoman hidup bagi umat pada zamannya.
2. Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini
jelas membedakannya dengan kitab-kitab suci yang lain.
Seperti kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Kitab
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Kitab Injil
diturunkan kepada Nabi Isa A.S.
3. Alquran ditulis ke dalam lembaran-lembaran (mushhaf).
Sebagaimana diketahui, bahwa penulisan Alquran kedalam
satu mushhaf terjadi pada masa Abu Bakar, segera setelah
wafatnya Rasulullah. Hal ini menjamin orisinalitas
(keaslian) Alquran yang terus terpelihara sampai saat
sekarang.
4. Proses transformasi Alquran, baik dalam bentuk bacaan
maupun tulisan, dari suatu generasi ke genarasi berikutnya,
sejak dari masa Rasulullah sampai sekarang berlangsung
secara mutawatir.5 Dengan demikian, Alquran yang ada
pada generasi sekarang ini tidak berbeda dengan Alquran
yang diterima oleh Rasulullah dari Malaikat Jibril.
5. Membaca Alquran bernilai ibadah. Hal ini tidak berarti

2
bahwa membaca buku-buku dan kitab-kitab yang lain
tidak ada gunanya dan tidak mendapat pahala. Melainkan
aktifitas membaca tersebut tetap mendapat pahala di sisi
Allah yang nilainya sesuai dengan substansi bacaan, yaitu
memperoleh pengetahuan dari apa yang dibacanya.
Sedangkan nilai pahala dalam membaca Alquran, di
samping berpahala dari sisi pemahaman maknanya (jika
mengerti akan isi yang dibacanya), juga berpahala dari sisi
bilangan huruf yang dilafalkannya. Hal ini sesuai dengan
Sabda Rasulullah Saw.:
‫ه‬
ِ ‫ل الل‬ُ ْ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ َقا‬: ‫ل‬ َ ‫ه َقا‬ ُ ْ ‫ه ع َن‬ُ ‫ي الل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫سعُوْد ٍ َر‬ ْ ‫م‬َ ‫ن‬ ِ ْ ‫ن اب‬ ِ َ‫ع‬
‫ه‬ ً َ ‫ من قَرأ‬:‫الله ع َل َيه وسل ّم‬ ّ
ِ ‫ب الل‬ ِ ‫تا‬
َ ‫كـ‬
ِ ‫ن‬
ْ ‫م‬
ِ ‫فا‬ ‫ر‬
ْ ‫ح‬َ َ ْ َ َ َ َ ِ ْ ُ ‫لى‬ ‫ص‬
َ
ُ َ َ َ ْ َ
‫ل‬ُ ْ‫ ل أقو‬،‫مَثال َِها‬ ْ ‫شرِ أ‬ ْ َ‫ة ب ِع‬ ُ َ ‫سن‬
َ ‫ح‬َ ‫ وَ ال‬،‫ة‬ ٌ ‫سَنــ‬َ ‫ح‬ َ ‫ه‬ ُ ‫فَلـــ‬
‫ف‬
ٌ ‫حْر‬َ ‫م‬ ٌ ْ ‫مي‬ ِ َ‫ف و‬ ٌ ‫حْر‬
َ ‫م‬ ٌ َ ‫ف وَ ل‬ ٌ ‫حْر‬ َ ‫ف‬ ٌ ِ ‫ل ا َل‬ ْ َ ‫ ب‬،‫ف‬ ٌ ‫حْر‬ َ ‫آلــــم‬
(‫)رواه الترمذي‬
Artinya: Dari Ibnu Mas’ud r.a. ia berkata: Rasulullah Saw.
bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah
(Alquran), maka mendapat satu kebajikan (hasanah). Setiap
kebajikan dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali
lipat. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf;
akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu
huruf” (H. R. Al-Turmudzi).6

B. Nama-nama Alquran
Dalam Alquran sendiri banyak disebutkan nama-nama
bagi kitab suci ini. hanya saja kadangkala orang tidak
membedakan antara “nama” dengan “sifat”. Sehingga terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jumlah nama
Kitab Suci ini yang disebutkan dalam Alquran. Imam Az-
Zarkasyi, umpamanya, mengutip pendapat Abu al-Ma’ali yang
dimuat dalam Kitab Al-Burhan menyebutkan, bahwa Allah
menamai Alquran dengan 55 (lima puluh lima) macam nama.7
Namun jika diamati dengan seksama dari berbagai macam
nama tersebut, didapati lima macam kata yang menunjukkan
nama bagi Kitab Suci ini. Kelima macam nama tersebut antara
lain disebutkan dalam ayat-ayat berikut ini:
1. Al-Qur’ān (‫ )القـــرآن‬seperti dalam ayat :

3
x‹»ydbÎ) tb#uäö‹ à)ø9$# ‹Ï‹öku‹ ÓÉL¯=Ï9#
‹‹Ïf ãPuqø%r& ç‹
Åe³u;ã‹
ur
tûüÏZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# tbqè=yJ÷èt‹
ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ¨br& öNçlm; #\‹ô_r&
#Z‹‹Î6x. ÇÒÈ
Artinya: Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk
kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar
gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan
amal saleh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar
[Q.S. Al-Isra’/17: 9].
Dinamakan Al-Qur’an, karena kitab suci ini merupakan
kitab bacaan atau kitab yang paling banyak dibaca oleh
umat manusia. Sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari
semalam setiap muslim membacanya pada setiap raka’at
shalat fardhu.
2. Al-Kitāb(‫ )الكتــــاب‬seperti pada ayat:
y7Ï9ºs‹Ü=»tGÅ6ø9$# ‹
w |=÷‹u‹¡ Ïm ‹Ïù ¡
‹W‹èd z` ‹
É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ
Artinya: Itulah Al-Kitab (Al-Qur’an) yang tidak ada
keraguan lagi padanya. Ia adalah petunjuk bagi orang-
orang yang bertaqwa [Q.S. Al-Baqarah/2: 2].
Dinamakan Al-Kitab karena ia merupakan sesuatu yang
ditulis. Kata Al-Kitab dalam hal ini pengertiannya sama
dengan Al-Maktub.

3. Al-Dzikr (‫ )الـذكـــر‬seperti pada ayat:


RÎ) ß`øtwU $uZø9¨‹
tR t‹ø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9¯$
tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Dzikr
(Al-Qur’an) dan Kami pulalah yang memeliharanya [Q.S.
Al-Hijr/15: 9].
Penamaan al-Dzikr ini berkaitan dengan fungsi Alquran
sebagai pemberi peringatan. Atau dapat juga dikatakan
demikian, karena kitab ini sangat mudah diingat
(dihafalkan).
4. Al-Furqān (‫ )الفـــــرقان‬seperti terdapat pada ayat:

4
x8u‹$t6s? ‹Ï%©!$# tA¨‹tR tb$s%ö‹àÿø9$#
4‹n?tã ¾Ínϋö6tã tbqä3u‹Ï9 ‹úüÏJn=»yèù=Ï9
#·‹‹É‹tR
Artinya: Maha Suci (Allah) yang telah menurunkan Al-
Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya (Muhammad)
untuk menjadi peringatan bagi seluruh alam [Q.S. Al-
Furqan/25:1].
Dinamakan Al-Furqan, karena kitab suci ini berfungsi
sebagai pembeda antara yang haq dengan yang bathil.
5. Al-Nūr (‫ )النـــور‬Penamaan ini tersebut dalam ayat:
qãZÏB$t«sù «!$$Î/ ¾Ï&Î!qߋu‹ur ͋q‹Z9$#ur#)
ü‹Ï%©!$# $uZø9t‹Rr& 4 ª!$#ur $yJÎ/
.tbqè=yJ÷ès? ׋‹Î7yz
Artinya: Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-
Nya dan kepada an-Nur (Al-Qur’an) yang telah Kami
turunkan. Dan Allah Maha Menhetahui apa yang kamu
kerjakan [Q.S. Al-Taghabun/64: 8].
Dinamakan An-Nur karena kitab ini berfungsi sebagai
cahaya, penyuluh bagi umat manusia dalam menjalani
kegelapan hidupnya di dunia ini.

C. Garis-garis Besar Kandungan Alquran


Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam
merumuskan garis-garis besar kandungan Alquran. Perbedaan
tersebut sebenarnya disebabkan cara pandang yang berbeda,
sesuai dengan kecendrungan dan latar belakang keilmuan yang
dimilikinya.
Fazlur Rahman dalam bukunya, Major Themes of The
Quran (Tema Pokok Alquran), menyebutkan ada delapan tema,
yaitu: (1) Tuhan, (2) Manusia sebagai Individu, (3) Manusia
sebagai Anggota Masyarakat, (4) Alam Semesta, (5) Kenabian
dan Wahyu, (6) Eskatologi, (7) Setan dan Kejahatan, dan (8)
Lahirnya Masyarakat Muslim.
Kedelapan tema tersebut jika disederhanakan lagi bisa
dirangkum menjadi enam macam, yaitu:
1. Tuhan,
2. Manusia,

5
3. Alam,
4. Kenabian,
5. Eskatologi (keakhiratan), dan
6. Setan/Kejahatan.
Berbeda dengan Fazlur Rahman, Harun Nasution dalam
bukunya, Akal dan Wahyu dalam Islam, memperkirakan hanya
sekitar 500 ayat (8%) dari isi kandungan Alquran yang
menyebutkan ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, dan
hidup kemasyarakatan. Dari 500 ayat tersebut hanya 228 yang
membicarakan tentang hidup kemasayarakatan. Dalam hal ini
Harun Nasution ingin menekankan, kurang tepatnya pendapat
yang mengatakan, bahwa Alquran mencakup dan menjelaskan
segala-galanya, termasuk di dalamnya sistem hidup
kemasyarakatan manusia yang komplek seperti sekarang ini.8
Dalam beberapa kitab tafsir sering ditemukan pendapat
yang mengatakan, bahwa garis besar kandungan Alquran
termuat dalam surat Al-Fatihah. Karena itu pula surat Al-
Fatihah disebut sebagai Ummul Kitab atau Ummul Qur’an.
Jika didasarkan pada pendapat ini, maka timbul perbedaan
tentang macam-macam ilmu yang ada dalam surat Al-Fatihah.
Syeikh Mushthafa Al-Maraghy, umpamanya, menyebutkan
dalam tafsirnya bahwa surat Al-Fatihah mengandung lima
macam ajaran pokok, yaitu:9
1. Aqidah/Tauhid
2. Janji dan Ancaman (Al-Wa’d wa al-Wa’id)
3. Ibadah
4. Jalan Kebahagiaan
5. Sejarah Umat Masa Lampau
Berbeda dengan Al-Maraghy, Al-Imam Fachruddin Al-
Razy mengemukakan bahwa surat Al-Fatihah sebagai
representasi Alquran (Ummul Quran) mengandung tiga macam
ajaran pokok, yaitu:10
1. Aqidah,
2. Ibadah, dan
3. Mu’amalah
Suatu pembagian yang sangat global menyebutkan tiga
macam kandungan Alquran yang meliputi masalah-masalah:
1. Teologis: yaitu masalah ketuhanan dan hal-hal yang

6
membutuhkan keimanan dalam penerimaannya. Seperti
ajaran yang termuat dalm rukun iman;
2. Kosmologis: yaitu tentang alam semesta beserta isinya dan
hal-hal yang berkaitan dengannya. Baik menyangkut asal
usul dan proses kejadian alam, hukum-hukum yang berlaku
di dalamnya (sunnatullah) dan lain-lain sebagainya;
3. Antropologis: yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah
manusia. Baik menyangkut hakekat manusia, asal usul
kejadiannya, wataknya, sejarah kehidupannya dari waktu ke
waktu, dll.
D. Pengertian wahyu / ‫ الــــوحي‬:
Secara bahasa kata “wahyu” berarti “isyarat yang
cepat, surat, tulisan, dan segala sesuatu yang disampaikan
kepada orang lain untuk diketahui.11
Dalam Alquran, kata wahy ( ‫ )ييييي‬, digunakan
dalam bentuk ‫ ييييييي‬dan dipakai dalam berbagai
macam pengertian. Di antaranya:
- Ilham Fithriah bagi manusia:
uZø‹ym÷rr&ur #‹n<Î) ÏdQé& #Óy‹qãB ÷br&$!
… Ïm‹ÏèÅÊö‹r& ‹ÐÈ
Artinya: Dan Kami wahyukan (berikan ilham) kepada
ibu Musa agar ia menyusuinya …[Q.S. Al-Qashash/28:
7].
- Instink bagi hewan :

ym÷rr&ur y7‹
/u‹ ‹n<Î) È@øtª[‹
$# Èbr&

‹É‹Ï‹
ªB$# z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $Y?qã‹ç/

z`ÏBur ̋yf¤±9$# $£JÏBur tbqä©Ì‹÷èt‹

ÇÏÑÈ
Artinya: Dan Tuhanmu telah mewahyukan (memberikan
instink) kepada lebah, “buatlah sarang-sarang di bukit-
bukit dan di pohon-pohon dan di tempat-tempat yang
dibuat oleh manusia [Q.S. Al-Nahl/16: 68].
- Isyarat :

7
ylt‹s‹mú 4‹n?tã ¾ÏmÏBöqs% z`ÏB
É>#t‹ósÏJø9$# #Óyr÷rr'sù öNÍkö‹s9Î) br&
(#qßsÎm7y‹ Zot‹õ3ç/ $|‹Ï±tãur ÇÊÊÈ
Artinya: Maka ia keluar dari mihrab menuju
kaumnya, lalu ia wahyukan (memberi
isyarat) kepada mereka; hendaklah kamu
bertasbih di waktu pagi dan petang
[Maryam/19: 11].
- Bisikan/rayuan syeithan :
y7Ï9ºx‹x.ur $oYù=yèy_ Èe@ä3Ï9 @cÓÉ<tR
#xrߋtã tûüÏÜ»u‹x© ħRM}$# Çd`Éfø9$#ur
ÓÇrq㋠öNßgàÒ÷èt/ 4‹n<Î) <Ù÷èt/
t$ã‹÷z㋠ÉAöqs)ø9$# #Y‹rዠäî 4 öqs9ur
uä!$x© y7‹/u‹ $tB çnqè=yèsù ( öNèdö‹x‹sù
$tBur ‹crç‹tIøÿt‹ ÇÊÊËÈ
Artinya: Dan Demikianlah kami jadikan bagi
tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-
syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis)
jin, sebahagian mereka membisikkan
kepada sebahagian yang lain perkataan-
perkataan yang indah-indah untuk menipu
(manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya,
Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang
mereka ada-adakan [Q. S. Al-An’am/6: 112]
Demikian arti kata wahyu menurut penggunaannya
dalam Alquran. Sedangkan kata wahy menurut istilah,
sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Abduh, ialah
“pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta
diyakini bahwa pengetahuan tersebut datangnya dari Allah,
baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara,
maupun tanpa perantaraan”.12 Jika definisi ini dipadukan
dengan pengertian wahyu menurut bahasa atau yang digunakan
oleh Alquran sendiri, maka secara definitif, wahyu dapat

8
diartikan sebagai “Pemberitahuan Tuhan kepada nabi/rasul-
Nya tentang hukum-hukum Tuhan, berita-berita dan cerita-
cerita dengan cara yang samar tetapi meyakinkan, bahwa apa
yang diterimanya benar-benar dari Tuhan. Pemberitahuan
tersebut bersifat ghaib, rahasia dan berlangsung sangat cepat.
Pengertian demikian ini juga digunakan dalam
Alquran, antara lain pada ayat :
RÎ) !$uZø‹ym÷rr& y7ø‹s9Î) !$yJx. !¯$
$uZø‹ym÷rr& 4‹n<Î) 8yqçR z`¿Íh‹Î;¨Z9$#ur
.`ÏB ¾Ínϋ÷èt/ 4 !$uZø‹ym÷rr&ur #‹n<Î)
zO ‹Ïdºt‹ö/Î) ‹@‹Ïè»yJó‹Î)ur t,»ysó‹Î)ur
z>qà)÷èt‹ur ÅÞ$t6ó‹F{$#ur 4Ó|¤‹Ïãur
z>q‹‹r&ur }§çRqã‹ur tbr㋻ydur
z`»uKø‹n=ߋur 4 $oY÷‹
s?#uäur y‹
¼ãr#y‹
#Y‹qç/y‹ ÇÊÏÌÈ
Artinya: Sesungguhnya Kami Telah
memberikan wahyu kepadamu (Muhammad)
sebagaimana Kami juga telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang
sesudahny;, dan Kami telah memberikan
wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak,
Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus,
Harun dan Sulaiman, dan Kami berikan Zabur
kepada Daud [Q. S. Al-Nisa’/4: 163]
Sedangkan proses penyampaiannya yang kadangkala
secara langsung dan kadangkala melalui perantara,
diungkapkan dalam Alquran surat al-Syura/42: 51 sebagai
berikut:
tBur tb%x. A‹|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3㋠ª!$# ‹ wÎ)$
$·‹ômur ÷rr& `ÏB Nj !#u‹ur A>$pgÉo ÷rr&
‹@ŋö‹ã‹ Zwqߋu‹ zÓÇrqã‹sù ¾ÏmÏRø‹Î*Î/
$tB âä!$t±o‹4 ¼çm¯RÎ) ;‹Í?tã ÒO‹Å6ym ÇÎÊÈ

9
Artinya: Dan tidak mungkin bagi seorang
manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan
dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau
dibelakang tabir (secara langsung) atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat)
lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya
apa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia
Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana [Q.S. al-
Syura/42: 51]..

E. Macam-macam wahyu
Berkaitan dengan wahyu yang diterima oleh Nabi
Muhammad, maka segala sesuatu yang disampaikan beliau
kepada umatnya dalam kapasitas beliau sebagai rasul, adalah
wahyu. Karena apa yang disampaikannya tidaklah lahir dari
keinginan pribadinya, melainkan berupa wahyu yang
diterimanya dari Allah. Seperti dalam firman-Nya:
tBur ß,ÏÜZt‹ Ç`tã #‹uqolù;$# ÇÌÈ ÷bÎ) uqèd$
‹wÎ) ÖÓórur 4Óyrq㋠ÇÍÈ
Artinya: Dan dia (Muhammad) tidak memngucapkan
sesuatu yang keluar dari hawa nafsunya, melainkan (apa
yang diucapkannya) adalah wahyu yang diwahyukan
Tuhan [Al-Najm/53: 3 – 4].
Sungguhpun redaksi ayat ini bersifat umum, mencakup
apa saja -- ajaran -- yang disampaikan/diucapkan oleh
Muhammad, namun dalam realitasnya harus dibatasi pada hal-
hal yang bersifat ilahiyah, yang menempatkan Muhammad
sebagai utusan Allah13.
Ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada
umatnya dideskripsikan dalam tiga macam bentuk wahyu,
yaitu: Alquran, Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi.
Perbandingan antara ketiga macam wahyu ini dapat
ditabulasikan sebagai berikut:
HADITS
ALQURAN HADITS QUDSI
NABAWI
Redaksi Maknanya dari Allah, Maknanya dari
bahasa dan redaksi bahasanya Allah, sedangkan

10
HADITS
ALQURAN HADITS QUDSI
NABAWI
maknanya disusun sendiri oleh redaksinya disusun
dari Allah Nabi dengan menis- sendiri oleh Nabi
batkannya kepada tanpa menisbatkan-
Allah. nya kepada Allah
Keabsahan- Keabsahannya sebagai Keabsahannya
nya sebagai wahyu Allah ada yang sebagai wahyu
wahyu Allah
Allah ada yang
bersifat mutlaq (‫ي‬ ّ ‫قطع‬
bersifat bersifat mutlaq (
‫ )الورود‬dan ada yang
mutlaq ( ‫ي الورود‬
ّ ‫ )قطع‬dan ada
relatif (‫ي الورود‬
ّ ‫)ظن‬
‫ي الورود‬
ّ ‫)قطع‬ yang tidak mutlaq (
‫ي الورود‬
ّ ‫)ظن‬

F. Perbedaan Wahyu, Ilham dan Ta’lim


Ketiga istilah ini memiliki kesamaan, bahwa semuanya
sama-sama menunjukkan pengetahuan yang bersumber dari
Allah Swt. Perbedaannya adalah, wahyu hanya diperuntukkan
bagi orang-orang tertentu yang dipilih oleh Allah, yaitu para
Nabi dan Rasul; sedangkan ilham dan ta’lim (ilmu) diberikan
oleh Allah kepada semua manusia.
Pengertian ilham, menurut pendapat sebagian ulama,
sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqie, ialah
“menuangkan suatu pengetahuan kedalam jiwa yang menuntut
penerimanya supaya mengerjakannya, tanpa didahului dengan
ijtihad dan penyelidikan hujjah-hujjah agama”.14 Sejalan
dengan pendapat ini, Al-Jurjani dalam Kitāb At-Ta’rīfāt
mendefinisikan, bahwa ilham ialah “sesuatu yang dilimpahkan
ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu
yang ada di dalam hati/jiwa, dan dengannya seseorang
tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa didahului dengan
pemikiran”.15
Ilham dalam pengertian ini hampir sama dengan
pengertian instink yang dikenal dalam dunia Psikologi, yaitu
“pola tingkahlaku yang merupakan karakteristik-karakteristik
spesi tertentu; tingkahlaku yang diwariskan dan dilakukan
secara berulang-ulang yang merupakan khas spesi tertentu.

11
Bahkan menurut Sigmund Freud, ia merupakan sumber energi
atau dorongan primal yang tidak dapat dipecahkan. Lebih
lanjut Freud menambahkan, instink itu terbagi dua: instink
kehidupan (Eros) dan instink Kematian (Tahanatos)”.16
Dua macam instink (ilham) yang terdapat dalam jiwa
setiap manusia juga diungkapkan dalam Aquran dengan
sebutan Fujur dan Taqwa. Sebagaimana termaktub dalam
Alquran, surat Al-Syams/91: 8,
ygyJolù;r'sù $ydu‹
qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ$
Artinya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan
kefasikan dan ketaqwaannya (Q. S. al-Syams/91: 8).
Dua macam instink yang disebutkan dalam ayat di atas
adalah instink atau kecendrungan untuk berbuat buruk (Fujur)
dan instink atau kecendrungan untuk berbuat baik (Taqwa).
Kedua macam instink ini bersifat potensial. Artinya, setiap
manusia memiliki potensi untuk berbuat baik dan berbuat
buruk. Karena sifatnya yang potensial, maka aktualisasi instink
ini tergantung pada kecendrungan/kemauan manusia untuk
mengaktualkan instink mana dari kedua instink tersebut. Jika
seorang manusia memiliki kecendrungan untuk mengaktualkan
instink keburukan (fujur), maka yang akan dominan dalam
dirinya adalah sifat kejahatan; sehingga jadilah dia sebagai
penjahat, pengingkar terhadap perintah dan larangan Allah.
Demikian pula sebaliknya, jika instink kebaikan yang
dikembangkan/diaktualkan, maka jadilah dia sebagai manusia
yang baik, patuh terhadap perintah dan larangan Allah.
Dari pengertian ini dapat disimpulkan, bahwa
perbedaan antara kedua istilah yang disebutkan terakhir (ilham
dan ta’lim) terletak pada proses/cara memperolehnya. Ilham
hanya dapat diperoleh atas kehendak Allah, tanpa usaha
manusia; sedangkan ta’lim (ilmu) harus melalui usaha
manusia; kecuali ilmu ladunniy yang dalam pandangan ahli
tasawwuf proses perolehannya sama dengan ilham.

12
13
1 Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, ‫ مناهل العرفان في علوم القرآن‬, Daar al-
Fikr, Beirut, 1988, Juz I, hal. 14; Bandingkan dengan Rosihon Anwar,
hal. 29; Masjfuk Zuhdi, hal. 2.
2 Badruddin Muhammad Bin Abdullah Al-Zarkasyi, Al-Burhan Fi ‘Ulum
al-Qur’an, Isa al-Baby al-Halaby, Kaero, 1957, Juz I, hal. 278
3 Dr. Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, ‫دراســات فــي علــوم القــرآن‬
(ULUMUL-QUR’AN: Studi Kompleksitas Alquran), Alih Bahasa Amirul
Hasan & Muhammad Halabi, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, Cet. I,
1997, hal. 38
4 Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, op. cit, Juz I, hal. 19
5 Mutawatir adalah proses penyampaian informasi yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta atau
melakukan manipulasi.
6 Imam Muhyiddin An-Nawawi, Riyadhush-Shalihin, Alih Bahasa Salim
Bahreisy, PT. Al-Ma’arif, Bandung, Cet. V, 1979, hal. 126
7 Al-Imam Badruddin Az-Zarkasyi, Al-Burhan Fi ’Ulum al-Qur’an, Daar
al-Hadits, Kaero, 2006, Juz I, hal. 192
8 Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Universitas Indonesia,
Jakarta, 1986: 27 – 34
9 Muhammad Mushthafa Al-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Daar al-Fikr,
Beirut, 2001, Juz I, hal. 17
10 Fachruddin Ar-Razy, Tafsir Mafatih al-Ghaib, Daar al-Fikr, Beirut,
1425H, Juz I., hal. 123
11 Prof. Dr. M. Qureish Shihab, et.al. SEJARAH & ULUM AL-QURAN,
Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. II, 2000, hal. 48
12 Ibid. Dikutip dari Muhammad Abduh, Risalah al-Tauhid, Daar al-
Syuruq, Beirut, 1994, hal. 101
13 Salah satu contoh ucapan Muhammad yang disampaikan dalam
kapasitasnya sebagai manusia biasa, bukan sebagai utusan Allah, adalah
ketika akan terjadi perang Khandaq. Muhammad menginstruksikan
kepada prajuritnya untuk membuat pertahanan di dalam kota. Namun
instruksi ini dipertanyakan oleh salah seorang tentaranya, dengan
berkata: “Ya Rasulallah, apakah instruksi ini merupakan wahyu dari
Allah?” Muhammad menjawab, “Bukan”. Lalu tentara tadi
mengusulkan agar pertahanan dilakukan di luar kota, karena kalau
bertahan di dalam kota, walaupun menang dalam peperangan tetapi akan
menyebabkan hancurnya kota. Karena itu dibuatlah parit (Khandaq)
sebagai benteng pertahanan di luar kota.
14 Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu
Alquran/Tafsr, Bulan Bintang, Jakarta, 1980, hl. 29 – 31.
15 Al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, Al-Haramain, Singapore, t.t., 34
16 Dali Gulo, Kamus Psychologi, Tonis, Bandung, 1982, hal. 123

Anda mungkin juga menyukai