BAB I
PENDAHULUAN
CORPUS ALIENUM
ke tujuh. Hal tersebut disebabkan oleh proteksi jalan nafas pada usia
tersebut tidak adekuat. 5
Lima puluh lima persen dari kasus benda asing di saluran nafas
terjadi pada anak umur kurang dari 4 tahun. Pada tahun 1975 anak dibawah
umur 4 tahun, insidens kematian mendadak akibat aspirasi atau tertelan
benda asing lebih tinggi. Bayi di bawah umur 1 tahun, gawat nafas karena
aspirasi benda asing merupakan penyebab utama kematian. 1,5
Diagnosis pada pasien sering terlambat karena penyebab biasanya
tidak terlihat, dan gejalanya tidak spesifik, dan sering terjadi kesalahan
diagnosis pada awalnya. Sebagian besar benda asing pada hidung dapat
dikeluarkan oleh dokter yang sudah terlatih dengan komplikasi yang
minimal. Hasil pemeriksaan radiografi biasanya normal. Endoskopi lunak
ataupun kaku sering digunakan untuk memperkuat diagnosis dan untuk
mengeluarkan benda asing. Dokter harus memiliki beberapa kecurigaan
untuk benda asing pada anak-anak dengan gejala saluran nafas atas yang
tidak dapat diterangkan. Sangat penting untuk mengetahui anatomi dan
indikasi untuk dirujuk pada subspesialis. 2
BAB II
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
ANATOMI DAN FISIOLOGI
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
Panjang liang telinga kira-kira 2,5 cm, membentang dari bibir depan
konka hingga membrane timpani. Sepertiga bagian luar adalah tuang rawan
sedangkan duapertiga bagian dalam adalah tulang. Aliran darah untuk
telinga luar berasal dari cabang a. arotis eksterna. Inervasi-sensoris liang
telinga luar didapat dari n.V (trigeminus). Kelenjar getah bening terletak
dibawah dan menempel pada daun telinga.6,7
Telinga Tengah
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of
light) kea rah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan
pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah
cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani.8
Tuba eutachius menghubungkan cavum timpani dengan nasofaring.
Muara tuba estachii berbentuk corong menonjol di nasofaring disebut
torustubarius dan dibelakangnya terdapat cekungan yang disebut fossa
Rosenmuller. 8
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari alat pendengaran (koklea) dan alat
keseimbangan ( kanalis semisirkularis,utrikulus, dan sakulus).8
Koklea merupakan pipa yang melingkar 2,5 kali pada sebuah sumbu
yang mengandung urat saraf dan pembuluh darah. Pada irisan melintang
koklea terdapat skala vestibule sebelah atas, skala media pada bagian tengah
dan skala timpani di sebelah bawah. Skala vestibule dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibule
disebut membrane vestibule sedangkan dasar skala media adalah membran
basalis yang terdapat organ corti didalamnya. Pada skala media ini juga
terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut tektoria.8
2.2 ANATOMI HIDUNG
Dari luar, hidung berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari
atas ke bawah yaitu: pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi),
puncak hidung (hip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).
Manakala hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang
dilapisi oleh kulit,jaringan kulit dan beberapa otot kecil yang berfungsi
untuk melebarkan dan menyempitkan lubang hidung. Kerangka terdiri dari
tulang hidung (os nasal), processus frontalis os maxilla, processus nasalis os
frontal. Sedangkan tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
yang terletak
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga
sempit yang disebut meatus.Tergantung dari letak meatus ada tiga meatus
yaitu inferior,media,dan superior.Meatus inferior terletak diantara konka
inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada
mestus inferior terdapat muara(ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus
medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.
Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal,sinus maxilla,sinus etmois
posterior.Meatus superior terletak diantara konka superior dan konka medis
terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. 6,7
Dinding inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh
os maxilla dan os palatum.Dinding superior atau atap hidung sangat sempit
dan dibentuk oleh lamina kribiformis,yang memisahkan rongga tengkorak
dari rongga hidung.Lamina kribiformis merupakan lempeng tulang yang
berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-lubang seperti saringan, tempat
masuknya serabut saraf olfaktorius. Dibagian posterior atap rongga hidung
terbentuk oleh os sfenoid. Semua bangunan ini membentuk batas rongga
hidung. 7
Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral
hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Strukstur
anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosessus unsinatus,
infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris, bula ethmoid, agger nasi dan
resessus frontal. KOM merupakan unti fungsional yang merupakan tempat
ventilasi dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior iaitu sinus
maksila, ethmoid anterior dan frontal. 8
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau
hilang sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu
pembentukan konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung
terbuka dan palatum mole turun untuk aliran udara. 7,8
THT RSUPM
CORPUS ALIENUM
b. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di
leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.
Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan.6
Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di dalam
rongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang bronkus. Di dalam paruparu, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil
disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).6
c. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu
tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari
epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan
getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan
suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.7
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal
tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut
menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katup membuka.
Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara. 7
d. Esophagus
Esophagus
merupakan
saluran
yang
menghubungkan
dan
THT RSUPM
10
CORPUS ALIENUM
dari faring menuju gaster, esophagus melalui tiga kompertemen, yaitu leher,
toraks, dan abdomen. Esophagus yang berada dileher adalah sepanjang lima
sentimeter dan berjalan diantara trakea dan kolumna vertebralis, serta
selanjutnya memasuki rongga toraks setinggi manubrium sterni.6,7
Didalam rongga dada, esophagus berada dimediastinum posterior
mulai dibelakang aorta dan bronkus cabang utama kiri, kemudian akan
membelok kekanan berada disamping kanan depan aorta torakalis bawah
dan masuk kedalam rongga perut melalui hiatus esophagus dari diafragama
dan berakhir dikardia lambung. Panjang esophagus yang berada dirongga
perut berkisar dua sampai empat sentimeter. Otot esophagus sepertiga
bagian atas adalah otot serat lintang yang berhubungan erat dengan otot-otot
faring, sedangkan dua pertiga bagian bawah adalah otot polos yang terdiri
atas otot sirkular dan otot longitudinal seperti ditemukan pada saluran cerna
lainnya. esofagus menyempit pada tiga tempat, penyempitan pertama yang
bersifat sfingter, terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara
faring dan esophagus. Yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot
polos.7
Penyempitan kedua terletak dirongga dada dibagian tengah , akibat
tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak
bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esophagus
difragama, yaitu tempat esophagus berakhir dikardia lambung, otot polos
pada bagian ini murni bersifat sfingter. Esophagus mendapat darahnya dari
banyak ateri kecil. Bagian atas esophagus yang berada dileher dan rongga
dada mendapat darah dari a. tiroidea inferior. Beberapa cabang arteri
bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Esophagus dihiatus
esophagus dan rongga perut mendapat darah dari arteri frenika inferior kiri
dan cabang arteri gastrika kiri.
THT RSUPM
11
CORPUS ALIENUM
BAB III
PEMBAHASAN
THT RSUPM
12
CORPUS ALIENUM
THT RSUPM
13
CORPUS ALIENUM
hidung bisa diambil dengan mudah dan aman oleh dokter umum. Kebutuhan
untuk melaksanakan evakuasi yang darurat jarang terjadi, dan oleh karena
itu dibutuhkan persiapan yang matang baik dari segi instrumen maupun
pasien. Evakuasi sebaiknya dilakukan pada saat pasien kooperatif dan bisa
dikendalikan, karena kegagalan pada percobaan pertama hanya akan
membuat percobaan berikutnya lebih sulit.2,9
Sebelum tindakan, dilakukan premedikasi dengan phenylephrine
0,5% untuk mengurangi edema mukosa hidung dan semprotkan juga
lidokain aerosol sebagai anestesi lokal.1 NFB dapat dikeluarkan oleh klinisi
yang berpengalaman dan yakin dapat mengeluarkannya. Bila klinisi ragu
untuk ekstraksi, sebaiknya tidak dipaksakan dan dirujuk ke dokter spesialis
THT secepatnya. Upaya pengeluaran benda asing yang berulang namun
tidak berhasil dapat menimbulkan trauma dan berpotensi mendorong benda
asing semakin dalam. Proses ekstraksi juga tidak boleh dilakukan dengan
instrumentasi yang tidak optimal. Proses pengeluaran dilakukan dalam
sedasi adekuat jika pasien tidak kooperatif.
Terdapat beberapa teknik pengeluaran benda asing dalam hidung.
Penggunaan salah satu teknik disesuaikan dengan jenis benda asing,
peralatan yang tersedia, dan kenyamanan klinisi dalam melakukan teknik
tersebut. Untuk benda asing yang dapat terlihat dengan mudah, tidak bulat,
tidak rapuh, sebagian besar klinisi menggunakan instrumentasi langsung.
Jika objek tidak mudah terlihat, berbentuk bundar, atau tidak dapat
dikeluarkan dengan instrumentasi langsung, digunakan kateter balon. Untuk
objek yang besar dan menyumbat, digunakan teknik tekanan positif.
1. Instrumentasi langsung/ Direct instrumentation
Teknik ini digunakan untuk mengeluarkan benda asing yang dengan
mudah terlihat, tidak bundar, dan tidak rapuh. Instrumen yang dapat
digunakan adalah hemostats, forceps alligator, dan bayonet. Benda asing
yang bulat sulit dikeluarkan dengan teknik ini karena sulit dijepit. Kesalahan
THT RSUPM
14
CORPUS ALIENUM
minimal dapat mendorong benda asing lebih ke posterior. Sedangkan benda
asing yang rapuh sulit dikeluarkan dengan teknik ini karena mudah hancur.
Pengait
Pengait digunakan untuk objek yang dengan mudah terlihat namun
THT RSUPM
15
CORPUS ALIENUM
REFERENSI
1. Lalwani, M. Diagnosis & Treatment in Otolaryngology- Head &
Neck Surgery. Amerika. The McGraw-Hill Companies.2008.
2. Ludman, Harold. Petunjuk Penting Pada Penyakit Telinga Hidung
dan Tenggorokan. Jakarta. Hipokrates. 1996
3. Adams, George L. Boeis. Buku Ajar Penyakit THT. Ahli bahasa,
Caroline Wijaya. Ed 6. Jakarta. EGC. 1997.
4. Sugito, HMM Tarigan, LS Soeroso, RS Parhusip. Benda Asing di
Saluran Pernapasan. Bagian Ilmu Penyakit Paru, Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara. UPF Paru Rumah Sakit Dr Pirngadi,
Medan. 1992
5. Novialdi, Ade Asyari. Benda Asing Ikan di Hipofaring. Bagian
Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang
6. Keel,Zakboek;et.all. Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan
Telinga. Edisi 12. Jakarta: EGC.2009.
7. snell
8. Ballenger, JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher jilid dua. Alih bahasa, staf ahli bagian THT RSCM FKUI. Ed
13. Jakarta. 1997.
9. Efiaty AS dkk.
Buku
Ajar
Ilmu
Kesehatan
Telinga,
THT RSUPM
16