Anda di halaman 1dari 18

PERBURUKAN ROSTROKAUDAL PADA CEDERA KEPALA

Perburukan rostrokaudal adalah penurunan secara progresif status neurologis akibat


kerusakan lebih bawah dari batang otak (brainstem).
Bagian-bagian dari otak :
1. Brain stem yang berhubungan dengan medulla spinalis (spinalcord), dan terdiri atas :
medulla oblongata, pons dan midbrain (mesencephalon).
2. Cerebellum yang terletak posterior dari brain stem
3. Diencephalon, terletak superior dari brain stem, dan terdiri atas : thalamus,
hypothalamus dan epithalamus
4. Cerebrum yang terletak diatas brain stem dan diencephalon, merupakan bagian
terbesar dari otak.

1. Brain Stem (medulla oblongata, pons dan mesensephalon)

Gbr. Brain Stem : Medulla oblongata, pons dan mesensephalon

Medulla oblongata mengandung antara lain :


1. Pusat kardiovaskular mengatur denyut jantung
2. Medullary Rhytmicity Area mengatur pernafasan bersama Pons
2

3. Inferior Olivary Nucleus mengatur aktivitas otot-otot melalui Cerebellum


4. Nucleus-nucleus yang mengatur muntah, menelan, bersin, cekukan (hiccup)
5. Reticular Formation (Formatio reticularis) yang berfungsi / berperan dalam
kesadaran dan keadaan bangun (arousal)
Pada cedera kepala (head injury) dimana terjadi fraktur pada dasar tulang tengkorak
disekitar foramen magnum, medulla oblongata dapat mengalami kerusakan serius
sehingga penderita dapat meninggal pada saat terjadi trauma
Pons mengandung :
1. Serabut-serabut sensorik (dari reseptor sensorik tubuh ke sensory area di cerebral
cortex) dan serabut serabut motorik (dari motor area di cerebral cortex ke otot-otot
tubuh)
2. Pons nuclei (Nuclei pontis) me-relay impuls-impuls saraf dari motor area cerebral
cortex ke cerebellum.
3. Vestibular nuclei (bersama dengan medulla oblongata) yang merupakan bagian dari
sistim keseimbangan ke otak.
4. Pneumotaxic area dan Apneustic area (bersama denganmedulla oblongata)
membantu mengatur pernafasan.
5. Mengandung inti-inti saraf cranial V, VI, VII danVIII
Pada cedera kepala dimana terjadi kerusakan atau gangguan di pons, penderita
akan menunjukkan abnormal extensor response (skor 2) pada pemeriksaan best
motor response menurut Glasgow Coma Score
Mesencephalon mengandung :
1. Serabut-serabut sensorik (dari reseptor sensorik tubuh ke sensory area di cerebral
cortex) dan serabut-serabut motorik (dari motor area di cerebral cortex ke otot-otot
tubuh)
2. Superior colliculi, melakukan koordinasi gerakan kepala, mata dan tubuh sebagai
reaksi terhadap rangsang visual
3

3. Substantia Nigra dan Red Nucleur (Nucleus Ruber) ikut berperan dalam
mengontrol pergerakan
4. Mengandung inti-inti saraf cranial ke III dan IV
Pada cedera kepala dimana terjadi kerusakan atau gangguan di mesencephalon,
penderita akan menunjukkan abnormal flexor response (skor 3) pada pemeriksaan
best motor response menurut Glasgow ComaScore.
Pada cedera kepala berat, dapat terjadi perdarahan intracranial dan cerebral edema
sehingga brain stem secara keseluruhan tertekan kebawah dan terjepit didaerah
tentorium akan mengakibatkan Tentorial herniation
2. Cerebellum

Gbr. Cerebellum

Fungsi cerebellum adalah :


1. Mengkoordinasikan & memperhalus gerakan otot-otot rangka (skeletal muscles)
2. Keseimbangan (balance) & mengatur posisi tubuh (posture)
3. Mempunyai peranan kognitif dan proses berbahasa (language process)
Pada cedera kepala (head injury) dengan gangguan di /atau terhadap cerebellum,
kemungkinan akan ditemukan gangguan berjalan (gait ataxia).

Perdarahan di dalam cerebellum (intracerebellar hemorrhage) lebih dari 30 ml akan


berakibat fatal karena kompartemen fossa posterior sangat sempit sehingga mudah
terjadi tekanan terhadap brain stem.
3. Diensephalon (thalamus, hipothalamus dan epithalamus)

Gbr. Diensephalon : Thalamus, Hipothalamus dan epithalamus

Thalamus berfungsi :
1. Melakukan relay dari hampir semua impulse sensorik yang menuju ke cerebral
cortex.
2. Ikut serta dalam mengatur fungsi motorik dengan mengirim informasi dari
cerebellum dan basal ganglia ke daerah motor area di cerebral cortex.
3. Mempunyai peranan dalam memelihara kesadaran

Hypothalamus berfungsi antara lain :


1. Memproduksi hormon-hormon (termasuk hormon-hormon pelepas dan
hormon-normon penghambat), oxytocin dan ADH.
2. Mengatur emosi dan tingkah laku bersama-sama dengan limbic system
3. Mengandung pusat makan (feeding center) dan pusat kepuasan (satiety center) yang
mengatur nafsu makan dan mengandung pusat haus (thirst center) yang mengatur
minum .
4. Mengontrol suhu tubuh dengan bertindak sebagai thermostat tubuh (body
thermostat)
5. Mengandung suprachiasmatic nucleus yang mengatur circadian rhythms (suatu
proses biologis ulang-alik setiap 24 jam = biological clock

Epithalamus terdiri dari :


1. Kelenjar Pineal (Pineal Gland) yang men-sekresikan melatonin
2. Habenular nuclei , antara lain membantu fungsi dari suprachiasmatic nucleus
4. Cerebrum
Fungsi cerebrum, antara lain :
1. Primary somato sensory area di cerebral cortex terlibat dalam persepsi (daya tangkap)
yang berasal dari informasi sensorik (reseptor sensorik ditubuh).
2. Primary motor area di cerebral cortex mengontrol perintah gerakan-gerakan otot yang
sadar (voluntary movements)
3. Association areas (Somatosensory association area, Visual association area, Auditory
association area) berhubungan dengan fungsi integrative yang lebih kompleks seperti
memori, sifat kepribadian, dan intelegensia.
4. Basal Ganglia menolong memulai dan mengakhiri setiap gerakan, menekan gerakangerakan yang tidak diinginkan, dan mengatur tonus otot.
5. Limbic system meningkatkan serangkaian emosi ,diantaranya rasa senang, nyeri,

Pemeriksaan neurologi
7

1. Perubahan tingkat kesadaran


Dimulai dari penurunan kesadaran, stupor dan koma. Antara sadar penuh dan koma
dalam, terjadi perubahan kesadaran yang sinambung hingga sulit untuk melakukan
penilaian secara obyektif, untuk keperluan ini GCS digunakan secara luas. GCS
memberikan grading sederhana dari arousal dan kapasitas fungsional korteks serebral,
dan respon pupil serta gerakan mata digunakan untuk menilai fungsi batang otak. Dari
ketiga komponen GCS, motorik merupakan komponen yang paling obyektif, dan
untuk semua komponen yang menjadi tolok ukur penilaian adalah reaksi (respons)
terbaik. Usia lanjut, hipotensi dan hipoksia semuanya mempengaruhi buruknya
outcome. Semua faktor tersebut berpengaruh dalam penentuan prognosis pada cedera
kepala berat.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisfer otak, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.

2. Perubahan pernapasan
Pusat pernapasan adalah batang otak bagian bawah, antara pertengahan pons dan
cervical-medullary junction.
Perubahan pernapasan terjadi tergantung dari letak dari lesi;
-

Diencephalon

: Cheyne-Stokes respiration

Pasien dengan lesi supratentorial, adanya pernapasan cheyne-stokes harus


diwaspadai sebagai herniasi transtentorial yang mengancam.
-

Midbrain

: Central neurogenic hyperventilation (hiperventilasi sentral)

Diagnosis pernapasan ini diperlihatkan dengan PaO2 meningkat, PaCO2 menurun


dan pH arterial meningkat.
-

Pons

: Apneustic respiration

Pernapasan ini merupakan keadaan yang menetap sesaat di akhir inspirasi,


biasanya berlangsung 2-3 detik, kemudian diselingi oleh fase apnea. Semakin
lama fase apnea, menunjukkan kerusakan semakin luas ke arah caudal melibatkan
nukleus pontine dorsolateral.
-

Atas medulla oblongata : cluster breathing


Ditandai dengan pengelompokan pernapasan dan diantaranya terdapat apnea yang
irreguler.
8

Medulla oblongata

: Ataxic respiration

Pernapasan tidak teratur, kadang dangkal, kadang dalam, terjadi secara bergantian,
frekuensi napas cenderung lambat dan progresif turun hingga apnea.

3. Perubahan reflek postural


Reflek postural akibat respon dari stimulus noxious: Dekortikasi, yang
ditandai dengan ekstensi kaki dan fleksi lengan yang diakibatkan oleh lesi atau
kerusakan yang tidak terlalu parah pada supratentorial yang lebih rostral. Respon
dekortikasi timbul karena input dari formasio retikularis di pons dan red nucleus
berlebihan, tidak diinhibisi oleh korteks serebri.
Deserebrasi, yang ditandai dengan ekstensi kedua lengan dan kaki yang
diakibatkan oleh lesi atau kerusakan yang lebih parah dan lebih dalam pada
supratentorial. Respon deserebrasi ini muncul karena input dari nukleus vestibularis
berlebihan, yang tidak diinhibisi oleh korteks serebri.
Respon ekstensor pada lengan yang disertai dengan fleksor pada tungkai,
menandakan adanya disfungsi batang otak terutama pons (pontine brainstem)
Diffuse muscle flaccidity, suatu keadaan hampir tanpa respon motorik
terhadap berbagai rangsangan nyeri kuat menandakan kerusakan pada batang otak
terutama bagian pontomedullary atau bagian yang lebih distal.

4. Pupil
Pemeriksaan teliti ukuran pupil serta reaksinya terhadap cahaya adalah paling
penting pada pemeriksaan pertama. Tanda dini herniasi lobus temporal/uncus adalah
dilatasi ringan pupil serta respon cahaya pupil yang lambat (kelumpuhan/pendesakan
NIII di mesenchephalon). Baik kompresi maupun distorsi saraf okulomotor saat
herniasi

tentorial-unkal

mengganggu

fungsi

akson

parasimpatetik

yang

menghantarkan sinyal eferen untuk konstriksi pupil, berakibat dilatasi pupil ringan.
Namun miotik pupil bilateral terjadi pada tingkat awal dari herniasi sefalik sentral.
Herniasi yang berlanjut berakibat bertambahnya dilatasi pupil serta paralisis reflek
cahayanya. Dengan midriasis lengkap (pupil 8-9 mm), ptosis dan paresis rektus
medial dan otot okular lainnya yang dipersarafi oleh saraf okulomotor terjadi. Refleks
cahaya menunjukkan fungsi mesencephalon.
Mencari kelainan pupil lain yang dapat terjadi pada pasien tidak sadar sangat
perlu pada pasien cedera kepala. Hippus adalah fenomena yang tidak bisa diterangkan
9

yaitu dilatasi dan kontraksi pupil spontan, sering dijumpai pada pasien dengan
respirasi Cheyne-Stoke.
Pupil kecil bilateral menunjukkan pasien menggunakan obat tertentu, terutama
opiat, atau mengalami satu atau beberapa ensefalopati metabolik atau lesi destruktif
dari pons. Pupil Horner bilateral kadang-kadang terlihat pada lesi batang otak, tapi
pada pasien trauma perhatian harus diberikan atas kemungkinan putusnya jalur
simpatetik eferen pada apeks paru-paru, di dasar leher atau selubung karotid
ipsilateral.
Pupil yang berdilatasi dan fixed bilateral pada pasien dengan cedera kepala
mungkin akibat perfusi vaskuler serebral yang tidak adekuat. Keadaan ini mungkin
akibat hipotensi sekunder terhadap kehilangan darah atau oleh peninggian tekanan
intrakranial pada tingkat yang mengganggu aliran darah serebral.

5. Gerakan mata
Gerakan okular adalah indeks yang penting dari aktifitas fungsional yang berada pada
formasi retikuler batang otak. Respon okulosefalik atau okulovestibular digunakan
untuk menentukan ada atau tidaknya gangguan gerakan mata. Reaksi okulosefalik
(Dolls head eye phenomenon) dan reaksi terhadap tes kalori (okulovestibuler)
menunjukkan fungsi medulla oblongata dan pons (jangan melakukan pemeriksaan
okulosefalik jika cedera servikal belum dapat disingkirkan).
Respon okulosefalik, pada pasien cedera kepala tidak sadar, hilangnya gerakan
mata horizontal menunjukkan perlunya pemeriksaan diagnostik yang mendesak.
Dengan menggunakan manuver okulosefalik (fraktur leher disingkirkan); kepala
ditinggikan 300 dari posisi baring dan dengan cepat diputar to and from pada bidang
horizontal. Pada respon dolls eye normal, setiap mata cenderung mempertahankan
posisinya terhadap ruangan dengan gerak berlawanan terhadap rotasi kepala dan
secara horizontal menuju posisi lateral dan medial yang sesuai pada orbita.
Respon okulovestibuler, stimulasi dilakukan dengan air es dan hanya
membutuhkan sedikit waktu. Obstruksi di dalam kanal auditori eksternal oleh darah
atau serum harus dibersihkan. Terbatasnya gerak otot mata terjadi pada pasien dengan
edema orbital. Pada pasien sadar, stimulasi kalorik dingin menyebabkan nistagmus
fase cepat pada arah berlawanan dari deviasi mata tonik. Pada keadaan ini dikenal
dengan penomena cows, cold opposite, warm same. Pada pasien koma, supresi
fungsional sistem aktivasi retikuler ditunjukkan oleh tidak adanya nistagmus sebagai
10

respon terhadap stimulasi kalorik, jadi hanya deviasi mata tonik yang tampak (cold
same). Dengan 20 ml air es sudah cukup, tapi bila tidak terjadi respons dalam satu
menit, tes dapat diulang dengan volume yang lebih besar. Bila irigasi kedua tidak
menimbulkan gerak mata, manuver okulosefalik simultan dapat dilakukan untuk
memperkuat stimulus. Untuk menyingkirkan cedera kanal semisirkuler atau saraf
vestibuler sebagai penyebab tidak adanya respon kalorik dingin, respon kalorik air
hangat normal pada telinga berlawanan dapat dilakukan.

6. Sindrom Herniasi
Berdasarkan letak lesi dibagi atas 2 bagian:
1. Supratentorial
a. Herniasi cingulate (subfalcine), terjadi akibat massa pada satu sisi hemisfer
berkembang dan menekan ke araj kontralateral, menyebabkan gyrus cingulate
terdorong melintasi bagian bawah falx serebri, serta menekan dan mendorong
v.serebri interna.
b. Herniasi transtentorial atau sentral, merupakan hasil akhir pendorongan ke
arah bawah dari hemisfer serebri dan ganglia basalis terhadap diencephalon
dan mesensephalon secara rostrokaudal melalui tentorial notch.
c. Herniasi uncal, diawali dengan lesi yang berkembang dari fossa temporalis
atau lobus temporalis, bergeser menuju ke arah medial uncus dan gyrus
hypokampal, sehingga terjadi pendorongan kearah tepi incisura tentorium.
Pada saat bersamaan nervus III (okulomotorius) dan a. Serebri posterior pada
sisi ipsilateral dengan lesi akan terperangkap di antara uncus dan tentorium
atau ligamentum petroklinoid.
2. Subtentorial
a. Herniasi transtentorial ke atas, hal ini dapat terjadi jika terdapat massa yang
berkembang pada fossa posterior, sehingga serebellum dan mesensephalon
bisa terdorong ke atas melalui tentorial notch. Herniasi ini dapat menekan dan
menghimpit v. Rosental, Galen dan ventrikel III sehingga mengganggu aliran
darah dan LCS dengan peningkatan TIK.
b. Herniasi ke bawah menuju foramen magnum, hal ini terjadi karena penekanan
pada medulla oblongata sebagai pusat pernapasan dan vasomotor.
Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah :
11

1. Herniasi Sentral
a. Setingkat diencephalon tahap dini
Pola pernapasan

: pada umumnya normal, sewaktu-waktu disertai


dengan pernapasan dalam, kadang-kadang muncul
pernapasan cheyne-stokes tetapi tidak menetap.

Pupil

: Isokor, diameter kecil (1-3 mm), refleks cahaya


menurun.

Okulosefalik

: Positif dolls eye phenomen

Okulovestibuler

: mata devisasi ke arah telinga yang diirigasi dengan


cairan dingin.

Motorik

: dapat melokalisir nyeri, disertai refleks babinski


bilateral dan keadaan paratonik pada lengan. Respons
motorik ini tidak harus simetris.

b. Setingkat diencephalon tahap lanjut


Respirasi

: cheyne-stokes dan menetap

Pupil

: Isokor, diameter kecil (1-3 mm), refleks cahaya

menurun
Okulosefalik

: positif dolls eye phenomen

Okulovestibuler

: mata deviasi ke arah telinga yang diirigasi dengan


cairan dingin.

Motorik

: Dekortikasi atau bahkan flaccid.

c. Setingkat mesensephalon sampai pons bagian atas


Respirasi

cheyne-stokes

dan

secara

progresif

menjadi

hiperventilasi neurogenik sentral


Pupil

: relatif dilatasi (3-5 mm), terpaku pada posisi tengah,


refleks cahaya negatif.

Okulovestibelur

: salah satu atau kedua mata deviasi ke arah telinga yang


diirigasi dengan cairan dingin

Okulosefalik

: positif dolls eye phenomen

12

Motorik

: Deserebrasi, terutama pada sisi kontralateral lesi


primer, kadang-kadang flaccid.

d. Setingkat pons bagian bawah hingga bagian atas medulla oblongata


Respirasi

: Pernapasan kembali normal, hanya frekuensi napas


agak cepat (20-40x/menit), keadaan menjadi progresif
menjadi pernapasn ataxic.

Pupil

: Relatif dilatasi (3-5mm), terpaku pada posisi tengah,


dan refleks cahaya negatif.

Okulovestibuler

: Tidak memberikan reaksi pada tes kalori.

Okulosefalik

: negatif dolls eye phenomen

Motorik

: Flaccid, tidak memberikan respon terhadap nyeri,


reflek babinski positif bilateral, kadang-kadang disertai
dengan fleksi pada sendi lutut jika dilakukan rangsang
nyeri pada kaki.

e. Setingkat medulla oblongata


Respirasi

: Pernapasan ataxic dengan periode apnea yang


progresif

Pupil

: Dilatasi dengan diameter > 5 mm, terpaku pada posisi


tengah, reflek cahaya negatif.

Okulovestibuler

: Tidak ada reaksi gerakan mata pada tes kalori

Okulosefalik

: negatif dolls eye phenomen

Motorik

: Flaccid, tidak memberikan respons terhadap rangsang


nyeri.

2. Herniasi uncal
a. Pada tahap awal kompressi N.III
Respirasi

: Normal
13

Pupil
Okulovestibuler

: anisokor, refleks cahaya menurun


: tahap awal tidak terganggu, selanjutnya terjadi
diskonjugasi dimana mata yang kontralateral terhadap
sisi yang dites kalori tidak memberikan reaksi.

Okulosefalik

: Postif dolls eye phenomen atau diskonjugasi

Motorik

: Ipsilateral dapat melokalisir nyeri, ditemukan tahanan


paratonik kontralateral dan hemiplegi kontralateral.

b. Pada tahap lanjut kompressi N. III


Respirasi

: cheyne-stokes, progresif menjadi hiperventilasi


neurogenik sentral.

Pupil

: Anisokor dengan dilatasi ipsilateral, reflek cahaya


negatif.

Okulovestibuler

: mata mengalami diskonjugasi .

Okulosefalik

: positif dolls eye phenomen dengan diskonjugasi.

Motorik

: Dekortikasi atau bahkan deserebrasi

c. Mencapai mesencephalon bagian atas pons, tanda yang timbul seperti


herniasi sentral.

7. Brain Death
Kriteria brain death meliputi :
a. Tidak ada respons

b. Tidak ada fungsi serebral dan batang otak

Tidak ada respon pupil

Gerakan bola mata tidak ada pada pemeriksan vestibulookuler maupun tes
kalori

Tidak ada reflek kornea, maupun reflek muntah, dan tidak ada gerakan
lidah maupun otot wajah

Semua anggota gerak flaccid, tidak ada gerakan

14

Tes apnea, tidak ada aktivitas respirasi disebabkan oleh kerusakan pada
batang otak.

c. Perjalanan klinis koma harus diketahui

Harus dipastikan bahwa koma yang terjadi bukan disebabkan oleh


gangguan metabolik sistemik yang masih reversibel

Keadaan tersebut bukan disebabkan oleh kelainan struktural yang


reversibel

d. Beberapa keadaan harus disingkirkan terlebih dahulu

Suhu diatas 32 C untuk menyingkirkan adanya hipotermia

Harus disingkirkan kemungkinan intoksikasi obat atau kelumpuhan


neuromuskuler oleh berbagi sebab

Penderita tidak dalam keadaan syok

e. Disfungsi otak yang persisten

6 jam dengan konfirmasi EEG yang datar

12 jam tanpa konfrimasi EEG

24 jam anoxic brain injury tanpa konfrimasi EEG

f. Tes konfirmasi

EEG tanpa aktivitas fisiologi otak

Tidak terlihat sirkulasi serebral pada pemeriksaan angiografi

Respon perangsangan terhadap batang otak tidak menunjukkan adanya


fungsi visual batang otak.

Kesimpulan

Level kerusakan

Diensephalon

Pupil

Isokor

Motorik

Melokalisir nyeri

Pernapasan

Normal

Okulosefalik

Okulovestibuler

+
15

(dini)
Diensephalon
(lanjut)
Mesensephalonpons
bagian
atas
Pons
bawahatas
medulla
oblongata
Medulla
oblongata

1-3 mm
RC menurun
Isokor
1-3 mm
RC menurun
Midposition,
Fix
3-5 mm
RC Midposition,
fix
3-5 mm
RC 5 mm

N.III
awal)

(tahap Anisokor
RC menurun

N. III
lanjut)

(tahap Anisokor
RC menurun

kadang
Cheyne Stoke
Dekortikasi atau Cheyne Stokes
bahkan Flaccid
Deserebrasi
kadang Flaccid

Cheyne
Stokes-CNH

Flaccid
RP +/+

+/-

Normal cepat _
20-40x/mnt,
progresif
menjadi ataxic
Flaccid
Ataxia
s/d _
apnea
yang
persisten
Sisi lateral dapat Normal
+
melokalisir
nyeri/hemiplegi
kontralateral
Dekortikasi atau Cheyne
+
bahkan
Stokes- CNH
deserebrasi

Reaksi mata
kontralateral
lesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenter C et all ; Traumatic Brain Injury, Principles and Practise of Emergency

Neurology, Cambrige University, 2007


16

2. Monkhouse S ; Individual cranial nerves and functional consideration, Cranial Nerve

Functional anatomy, Cambridge Univesity, 2006


3. Zasler N et all ; Neurologic problems Brain Injury medicine Principles and Practise,

Demos medical, 2007


4. Greenberg M ; Head Trauma, Handbook of Neurosurgery, Sixth Edition, Florida,

2006
5. Alves W ; Handbook of Neuroemergency Clinical Trial, Toronto, 2006
6. Lindsay KW ; Localised neurological disesase and its management, Neurology and

Neurosurgery Illustrated, Philadelpia Toronto Tokyo, 2007


7. Sumas ME ; Head Injury, Principles of Neurosurgery, Second edition, Philadelphia,

1999
8. Japardi I ; Pemeriksaan Neurologi Penderita Cedera Kepala, Cedera Kepala, Jakarta,

2004
9. Posner JB et all ; Structural causes of Stupor and coma, Plum and Posners Diagnosis

of Stupor and coma, Fourth Edition, Oxford University, 2007


10. Basuki E ; Manajemen Penderita Cedera Kepala, Presentasi pada acara PABI,

Yogyakarta, 2006

17

18

Anda mungkin juga menyukai