Anda di halaman 1dari 54

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Paru


2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.(1)(14)
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyaikt infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dihubungkan dengan tempat tinggal
di daerah urban atau lingkungan yang padat.(13)
2.1.2 Etiologi
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TBC cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa hari.(13)
2.1.3 Cara penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan
kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas
peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. Tuberculosis

10

biasanya secara inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang
mengandung basil tahan asam (BTA). (13)
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang
tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex berdasarkan
perbedaan epidemologi adalah
1. M. Tuberculosae
2. Varian asian
3. Varian african I
4. Varian African II
5. M. Bovis.
Kelompok kuman myobacteria Other Than TB (MOTT, atypical ) adalah
1. M. Kansai
2. M. Avium
3. M. Intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari atas asam lemak (lipid),
kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam

11

(BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat
tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.(13)
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intarseluler yakin dalam
sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian
disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.(13)
2.1.4 Resiko Penularan
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada
daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk
terdapat 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi
tidak akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang
akan menjadi penderita tuberkulosis paru.
Dari keterangan di atas dapat diperkirakan pada daerah dengan ARTI 1%
maka di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita
tuberkulosis setiap tahun, di mana 50 penderita adalah BTA Positif. (1)

12

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien


tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS
dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi
yang

terinfeksi

tuberkulosis

menjadi

sakit

tuberkulosis.

Infeksi

HIV

mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular


immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien
tuberkulosis akan meningkat, dengan demikian penularan tuberkulosis di
masyarakat akan meningkat pula. (1)
Untuk melihat besarnya faktor-fakor berpengaruh pada pertahanan pasien
terhadap tuberkulosis paru dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1 Besarnya pengaruh Usia dan Jenis Kelamin terhadap TB Paru
Usia dan Jenis Kelamin
Di bawah 1 tahun

Pasien cenderung untuk


Berkembang menjadi
TB milier ++
Meningitis TB

Usia 1 tahun sampai


Pubertas

Lesi paru-paru primer


TB Kronis menyebar, misalnya tulang dan
persendian +
TB milier + TB meningitis

Adolesen atau dewasa


Muda

TB Paru +++

Usia pertengahan
a. Pria
b. Wanita

TB paru ++
TB Paru +++
TB Paru +++

Usia Lanjut
a. Pria
b. Wanita

TB Paru ++
TB Paru +-

Sumber : Jhon croffon dkk, Tuberkulosis Klinis, Widya medika.2003

(6)

13

Tabel 2.2 Faktor-faktor lain terhadap TB paru


Faktor
Malnutrisi
Bahan Toksik
Tembakau
Alkohol
Kortikosteroid
Imunosupresan
Penyakiy-penyakit lain
Infeksi HIV
Diabetes
Lepra
Silikosis
Leukemi
Lingkungan buruk
Ras
Imunologis
AIDS
Alkohol
Tembakau
Bahan toksik lain

(6)

Pentingnya
+++
+
+
+
+
+++
+
+
+
+
?+
?+
+++
+
+
+

Sumber : Jhon croffon dkk, Tuberkulosis Klinis, Widya medika.2003


Keterangan : jumlah tanda + pada kolom kanan menunjukkan berapa besar kemungkinan pasien itu
akan berkembangmenjadi jenis TB tertentu.

2.1.5 Patogenesis
2.1.5.1. Tuberkulosis primer
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulanbulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel
pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila
ukuran partikel <5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh
neutrofil, kemudian baru oleh magrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati

14

atau dibersihkan oleh magrofag keluar dari percabangan trakeobronkial


bersama gerakan silia dengan sekretnya. (13)
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma magrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya.
Kuman yang bersarang di jaringan paru akan ber-bentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang
(fokus) ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru.
Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat
juga masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan linfe, orofaring, dan
kulit, terjadi linfedenopati regional kemudian bakteri masuk kedalam vena
dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bisa masuk ke
arteri pulomnalis maka terjadi penjalaran ke suluruh bagian paru menjadi TB
milier. Dari sarang primer akan timbul perdangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah
bening hilus (linfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer (ranke). Semua proses ini memakan
waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi: (13)
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini banyak terjadi
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, keadan ini terdapat pada lesi pneumonia yang
luasnya > 5 mm dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivitas lagi
karena kuman yang dormant.

15

3. Berkompliasi dan menyebar secara : a) per kontinuitatum, yakni


menyebar kesekitarnya. b) secara bronkogen pada paru yang
bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Kuman juga dapat tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus. c) secara
limfogen, ke organ tubuh lain-lainya. d) secara hematogen, ke organ
tubuh lainnya.
2.1.5.2 Tuberkulosis pasca primer (tuberkulosis sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang
dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke
nodus hiler paru. (13)
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini terjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-langhans (sel besar dengan banyak
inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. (13)

16

TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia
muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah
kuman, virulensi-nya dan imunitas pasien, serangan dini ini dapat menjadi:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan
serbukan jaringan fibrosa. Ada yang membungkus diri menjadi kertas,
menimbulkan perkapuran. Sarang dini ini meluas sebagai granuloma
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian
tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan
keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas.
Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingna menebal
karena inflamasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga
menjadi kavitas sklerotik (kronik). Terjadinya perkijuan dan kavitas
adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang
diproduksi oleh magrofag, dan proses yang berlebihan sitokin dengan
TNF-nya .
Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri sangat banyak dan
kavitas dapat:
1. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pnemonia baru. Bila isi
kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB
milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya atau tertelan masuk
lambung dan selanjutnya masuk usus jadi TB usus. Sarang ini

17

selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.


Bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endrotrakeal atau empiema
bila ruptur ke pleura.
2. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif
kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas
adalah kolonisasi oleh fungsi seperti aspergillus dan kemudian menjadi
mycetoma.
3. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Dapat juga
menyembuh dengan membungkus diri menjadi kecil. Kadang-kadang
berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk
seperti bintang disebut stellate shaped.
Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu pengobatan
lagi.
2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang
lengkap dan sempurna.
3. Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat
sembuh spontan, tetapi meningkat kemungkinan terjadinya eksaserbasi
kembali, sebaliknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

18

2.1.6 Klasifiasi tuberkulosis


Sampai sekarang belum ada

kesepakatan diantara para klinikus, ahli

radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang


keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui bebrapa
klasifiasi seperti:(13)
1. Pembagian secara patologis
Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkulosis paru (koch pulmonum)
aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas
pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi
satu lobus paru.
b. Moderately advanced tuberculosis. Ada kavias dengan diameter tidak
lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian
satu paru.
c. Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi
keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan
kelainan klinis, radiologis dan mikrobiologis:

19

1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulosis paru
3. Tuberkulsis paru tersangka yang terbagi dalam:
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA negatif,
tetapi tanda-tanda lain positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum BTA
negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah
termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu
dicantumkan :(13)
1. Status bakteriologi.
2. Mikroskopok sputum BTA (langsung)
3. Biakan sputum BTA
4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru
5. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.
Menurut WHO tahun 1991 mengkategorikan berdasarkan terapi membagi TB
dalam 4 kategori yakni:(13)
1. Kategori I, ditujukan terhadap:
a. Kasus baru dengan sputum positif
b. Kasus baru dengan bentuk TB berat
2. Kategori II, ditujukan terhadap:
a. Kasus kambuh

20

b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif


3. Kategori III, ditujukan terhadap:
a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
b. Kasus TB ekstra paru selain paru dari yangdisebut dalam kategori I
4. Kategori IV , ditujukan terhadap:
a. TB kronik
2.1.7 Gejala-gejala klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:(13)
2.1.7.1 Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang
timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas
dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh paien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang
masuk.(13)(14)
2.1.7.2 Batuk/Batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang

21

keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin
saja batuk baru ada setelah peyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat
batuk bermulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi kavitas, tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus. (13)(14)
2.1.7.3 Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru. (13)(14)
2.1.7.4 Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah mencapai ke pleura sehingga menimbulkan pluritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. (13)(14)
2.1.7.5 Malaise
Penyakit tuberkulosis persifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus
(Berat badan turun), sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam. Gejala

22

malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.(13)(14)
2.1.8 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),
badan kurus atau berat badan menurun. (13)(14)
Pada pemeriksan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun
terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan
pneumonia biasa.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks
(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan
perkusi yang redup dan auskultasi suara napas bronkial. (13)
2.1.9 Pemeriksaan radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah
apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi
dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus meyerupai
tumor paru.(13)
Gambaran radiologis yang sering menyertai tuberkulosis adalah penebalan
pleura (pleuritis), masa cairan di bawah paru dan bayangan hitam radiolusen di

23

pinggir paru/pleura. Disamping itu perlu diingat juga faktor kesalahan dalam
membaca foto dapat mencapai 25%.(13)
Pemeriksaan radiologi dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scenning (CT
Scan) dan pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
transversal. (13)
2.1.10 Sputum
Pemeriksaan spurum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan
dilapangan (puskesmas).(13)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3
batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 mL sputum. (13)
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah
1. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
2. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarna
khusus)
3. Pemeriksaan dengan biakan (kultur)

24

4. Pemeriksaan terhadap resistensi obat.


2.1.11 Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. (13)
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux
yang positif. Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian
BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain.
2.1.12 Diagnosis
Menurut American thoracic society

dan WHO 1964 diagnosis pasti

tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae


dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. (13)
Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas
labortaorium yang sagat terbatas untuk pemeriksan biakan. Sebenarnya dengan
menemukan kuman BTA dalam sedian sputum secara mikroskopik biasa sudah
cukup unyuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru. (13)
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup
banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak
diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberkulosis paru sebaiknya

25

dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status


kemoterapi.(13)
Di Indonesia alur diagnosa tuberkulosis paru yang ditetapkan kementrian
kesehatan sebagai berikut:.
Gambar bagan 2.1 Alur diagnosa tuberkulosis paru(1)
Suspek TB

Pemeriksaan dahak mikroskopis sewaktu pagi, sewaktu (sps)

Hasil BTA
- - -

Hasil BTA
+ - -

Hasil BTA
+ + +
+ + -

Antibiotik Non - OAT

Tidak ada
perbedaan

Foto torak dan pertimbangan


dokter

Ada
perbedaan

Pemeriksaan mikroskopis

Hasil BTA
+ + +
+ + + - -

Hasil BTA
- - -

Foto torak dan pertimbangan


dokter
TB
Bukan TB

Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur
tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel.

26

WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru, yaitu: (14)
1. Pasien dengan sputum BTA positif
a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2 pemeriksaan
b. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis
yang sesuai dengan gambaran TB aktif.
c. Satu sedian sputumnya positif diserati biakan yang positif.
2. Pasien dengan sputum BTA negatif
a. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
tidak ditemukan BTA sdikitnya pada 2 pemeriksaan tetapi
gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif.
b. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakan positif.
Diluar pembagian tersebut di atas pasien digolongkan lagi berdasrkan
riwayat penyakitnya, yakni: (14)
1. Kasus baru
Pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
2. Kasus kambuh
Pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tapi kemudian timbul
lagi TB aktifnya.
3. Kasus gagal (smear positive failure)

27

a. Pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat


obat anti TB lebih dari 5 bulan .
b. Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat
obat anti TB 1-5 bulan dan sputum BTA nya masih positif.
4. Kasus kronik
Pasien yang sputum BTA nya tetap positif setelah mendapat
pengobatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.
2.1.13 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut. (14)
1. Komplikasi dini
a. Pleuritis
b. Efusi pleura
c. Empiema
d. Laringitis
e. Usus
f. poncets arthropathy
2. Komplikasi lanjut
a. Obstruksi jalan nafas
b. SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
c. Kerusakan parenkim berat
d. Fibrosis paru

28

e. Kor pulmonal
f. Amiloidosis
g. Karsinoma paru
h. Sindrom gagal nafas dwasa (ARDS)

2.2 Status nutrisi


Status nutrisi adalah salah satu faktor terpenting dalam pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sudah dibuktikan bahwa defisiensi nutrisi dihubungkan dengan
terganggunya fungsi imun. Pada keadaan gizi yang buruk, maka reaksi kekebalan
tubuh akan melemah sehingga kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap
infeksi menjadi menurun. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik
pada orang dewasa maupun pada anak. Malnutrisi protein-energi dan defisiensi
mikronutrien dapat menyebabkan imunodefisiensi sekunder yang meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap infeksi tuberkulosis.(6)
Keadaan malnutrisi dapat dilihat apabila terjadi penurunan berat badan lebih
dari 10% dan berat badan sebelumya dalam 3 bulan terakhir. Selain kriteria yang
sering digunakan adalah apabila pada saat pengukuran berat badan kurang dari
90% berat badan ideal berdasarkan tinggi badan atau jika indeks masa tubuh
(IMT) kurang dari 18,5.(13)
Pada saat terjadinya malnutrisi seluruh organ akan mengalami penurunan
masanya kecuali otak. Pada saat malnutrisi akan terjadi penghancuran dari lean
body mass untuk melepas asam amino untuk proses glukoneogenesis.

29

Sebagaimana kita ketahui asam amino dan protein penting dalam tubuh untuk
sistem imunitas dan proses penyembuhan penyakit.(13)

Gangguan ini akan memperburuk kedaan sakit pasien dan mencegah proses
penyembuhan dan akan berakibat terjadi komplikasi yang pada akhirnya akan
memperburuk keadaan.
Keadaan malnutrisi merupakan suatu keadaan umum yang kita

dapat

jumpai pada pasien dengan penyakit kronik termasuk tuberkulosis paru yang
terjadi pada masyarakat. Pada berbagai kelompok penyakit kronik dapat kita
jumpai terjadi malnurisi, pada penyakit paru kronis bisa mencapai 45%.(13)
Teori diatas sejalan dengan hasil penelitian Frredy panjaitan mengenai
karakteristik penderita tuberkulosis paru dewasa rawat inap di rumah sakit umum
Dr. Soedarso Pontianak priode September November tahun 2010. Bahwa status
gizi sebagian besar subyek penelitiannya buruk, yatitu dengan hasil 36 orang
(80,0%) subyek memiliki IMT kurang dari 18,5 kg/m2. Hanya 9 orang (20,0%)
subyek yang memiliki IMT lebih dari 18,5 kg/m2.(8)
2.2.1 Malnutrisi dan TB Paru
Malnutrisi dan TB kedua masalah besarnya cukup di sebagian besar daerah
tertinggal di dunia. Kedua masalah cenderung berinteraksi satu sama lain. Angka
kematian TB dalam kelompok-kelompok ekonomi yang berbeda dalam
masyarakat cenderung bervariasi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi
mereka. Demikian pula, status gizi secara signifikan lebih rendah pada pasien
dengan TB aktif dibandingkan dengan kontrol sehat. Malnutrisi dapat

30

menyebabkan immunodeficiency sekunder yang meningkatkan kerentanan host


terhadap infeksi. Pada pasien dengan TBC, itu mengarah pada penurunan nafsu
makan, nutrisi malabsorpsi, mikronutrien malabsorpsi, dan metabolisme diubah
mengarah ke pemborosan. Kedua, malnutrisi protein-energi dan mikronutrien
kekurangan meningkatkan risiko TBC. Telah ditemukan bahwa pasien
tuberkulosis kekurangan gizi telah menunda pemulihan dan tingkat kematian yang
lebih tinggi dibandingkan pasien bergizi baik. Status gizi pasien membaik selama
kemoterapi tuberkulosis. (16) (17)
Telah lama diketahui bahwa ada hubungan antara TB dan malnutrisi.
Malnutrisi meningkatkan pengembangan TB aktif, dan TB aktif membuat
kekurangan gizi buruk. Ia telah mengemukakan bahwa umum gizi buruk-dengan
mengurangi ekspresi interferon gamma, tumor necrosis factor alpha, dan
mycobactericidal zat-mungkin selektif berkompromi bagian lain dari respon seldimediasi yang penting untuk mengandung dan membatasi TB. (7)
Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB aktif lebih
mungkin menjadi sangat tipis (terbuang) atau memiliki indeks massa tubuh lebih
rendah (BMI = berat (kg) / ht (m2)) dari pada kontrol sehat. Selama proses
penurunan, biasanya ada kehilangan kedua lemak dan ramping (otot) jaringan,
dengan kehilangan bertahan selama beberapa bulan setelah mulai terapi anti-TB.(7)

31

Tabel 2.3 Klasifikasi internasional dewasa kurus, kelebihan berat badan, dan
obesitas menurut BMI
Clasification
Underweinght
Severe thinness
Moderate thinness
Mild thinness
Normal rage
Overweight
Pre obese
Obese
Obese class I
Obese class II
Obese class III

BMI (kg/m2) principal cut-off


points
< 18.50
< 16.00
16.00 16.99
17.00 -18.49
18.50 24.99
25.00
25.00 29.99
30.00
30.00 34.99
35.00 39.99
40.00

Sumber : Adapted from WHO, 1995; WHO, 2000 and WHO, 2004.

Sebagai contoh, dalam sebuah studi cross-sectional, Paton dan Ng


membandingkan komposisi tubuh pasien TB yang baru didiagnosis dan terbuang
untuk individu tanpa TB. Mereka menemukan bahwa, rata-rata, perbedaan
komposisi tubuh antara kelompok hampir merata antara massa lemak dan massa
tubuh (6.4kg, 6.0kg masing-masing) kompartemen. Menariknya, mereka juga
menemukan bahwa penipisan jaringan ramping terjadi terutama pada tungkai,
sedangkan pengurangan massa lemak terutama ditemukan di bagasi.
Pemborosan umum ditemukan pada pasien dengan TB aktif kemungkinan
besar hasil dari kombinasi faktor, termasuk penurunan nafsu makan dan asupan
makanan, dan meningkatkan kerugian dan metabolisme diubah terkait dengan
respon inflamasi dan kekebalan tubuh. (7)
2.2.2 Pengaruh status gizi pada Penderita TB paru
Sel imunitas adalah pertahanan yang paling penting terhadap TB. Seorang
individu sudah kekurangan gizi lebih mungkin untuk terinfeksi TB, dan infeksi

32

laten lebih mungkin untuk menjadi TB aktif ketika dimediasi sel respon kekebalan
terganggu. Bahkan, antara individu dengan TB laten, terjadinya gizi buruk dapat
menjadi pemicu penting untuk perkembangan TB aktif.(7)
Sebagian besar data tentang hubungan antara status gizi dan perkembangan
TB aktif berasal dari studi yang dilakukan pada tahun 1950 hingga 1970 di
negara-negara maju. Satu studi longitudinal peserta dalam uji coba vaksin BCG
dilakukan di Amerika Serikat menemukan kejadian TB aktif adalah 2,2 kali lebih
tinggi pada anak dengan rendah toko lemak subkutan (ketebalan lipatan kulit
antara 0 dan 4mm) dibandingkan dengan mereka dengan 10 mm lemak subkutan .
Dalam sebuah studi besar yang dilakukan di Norwegia, kejadian TB BTA-positif
dan BTA-negatif menurun secara signifikan dengan meningkatnya BMI pada
semua kelompok umur. Diagnosis TB baru adalah 5 kali lebih tinggi pada
kelompok BMI terendah dibandingkan dengan kelompok BMI tertinggi.(7)
2.2.3 Perubahan Status gizi selama pengobatan TB paru
Berat badan terdiri dari lemak massa bebas (otot) dan massa lemak. Otot
yang memadai umumnya terkait dengan fungsi fisik. Gizi partisi didefinisikan
sebagai distribusi relatif berat badan atau keuntungan antara lemak dan bebas
lemak (otot / protein) . Selama terapi obat TB aktif tanpa nutrisi tambahan, status
gizi biasanya membaik. Hal ini kemungkinan besar karena berbagai alasan
termasuk meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, mengurangi
kebutuhan energi / nutrisi, dan peningkatan efisiensi metabolik. Kebanyakan
perbaikan, namun, terbatas pada peningkatan massa lemak. (7)

33

Sebagai contoh, Schwenk et al. Menyelidiki perubahan dalam massa lemak


dan massa protein pada 40 pasien TB di Inggris menerima pengobatan TB
standar. Para pasien melaporkan kerugian sebesar 10,1 6,8% dari berat badan
dalam lima bulan sebelum diagnosis. Setelah enam bulan pengobatan, pasien telah
mendapatkan 9,5 berat badan 8,9%, terutama disebabkan untuk mendapatkan
massa lemak dengan tidak ada perubahan signifikan dalam massa protein. Para
penulis berpendapat bahwa pemulihan klinis dari TB tidak menjamin pemulihan
massa protein, meskipun kenaikan berat badan adalah significant. Temuan ini
mungkin mendukung gagasan bahwa metabolisme protein terus diubah bahkan
selama pengobatan, dan bahwa pemulihan klinis dan fungsional dari TB tertinggal
menyembuhkan mikroba. Bergantian, diet selama pengobatan mungkin tidak
memadai dalam hubungan dengan meningkatnya kebutuhan selama pengobatan
dan pemulihan, sehingga membatasi perkembangan massa tubuh ramping. (7)
Meskipun

dukungan

nutrisi

selama

pengobatan

TB

sering

direkomendasikan, ada beberapa studi yang dipublikasikan pada efektivitas


dukungan tersebut. Namun, hanya yang pertama adalah uji coba secara acak:
Paton et al. melakukan studi dukungan nutrisi di Singapura yang secara acak 36
pasien yang baru-baru ini memulai pengobatan obat anti-TB ke tinggi suplemen
energi-protein (600900kcal / d, protein 25-37.5gm / d) selama enam minggu
dibandingkan dengan kelompok kontrol TB tidak menerima suplemen.
Semua peserta diberi konseling gizi untuk memperbaiki ketidak seimbangan
dicatat dalam asupan makanan dilaporkan. Asupan makanan dinilai melalui recall,
dan dilaporkan tidak berbeda antara kedua kelompok pada awal. Pada enam

34

minggu, subyek pada kelompok suplemen gizi memiliki peningkatan yang


signifikan dalam berat badan dibandingkan dengan kontrol (2,6 1,8 vs 0,8
0.9kg, p = 0,001), dan massa ramping (1,2 0,9 vs 0,04 1,3 kg, p = 0,006).
Massa lemak meningkat pada kedua kelompok. Selain itu, ada peningkatan yang
signifikan dalam kekuatan cengkeraman pada kelompok suplemen. Pada 12
minggu, kelompok suplemen mengalami peningkatan yang lebih besar dalam
berat badan daripada kelompok kontrol, tetapi perbedaannya tidak lagi signifikan
secara statistik dengan 24 minggu (4,4 2,7 vs 2,7 2,5, p = 0,07). (7)
Hampir setengah dari berat badan awal pada kelompok suplementasi adalah
jaringan ramping, menunjukkan bahwa pasien TB dapat membangun massa otot
selama pemulihan. Para penulis menyarankan bahwa mempercepat pemulihan
jaringan ramping melalui dukungan nutrisi dapat membantu memulihkan fungsi
fisik sebelumnya, memperpendek masa penyembuhan dan memungkinkan
kembali lebih awal untuk pekerjaan produktif. Mereka juga menyarankan bahwa
karena gizi buruk pada pasien TB dikaitkan dengan kematian, pemulihan lebih
cepat dari kekurangan gizi dapat membantu untuk meningkatkan kelangsungan
hidup pasien TB.
Dalam sebuah studi gizi awal 30 pasien TB di Inggris diikuti selama satu
tahun setelah pengobatan anti-TB, pengobatan dikaitkan dengan pemulihan
progresif gizi BMI, simpanan lemak, dan status zat besi. Pada 12 bulan Namun,
LILA dan serum albumin tetap rendah, menunjukkan bahwa hal penuh massa otot
mungkin memakan waktu lebih lama dari 12 bulan Bergantian, diet selama masa
pemulihan mungkin tidak memadai untuk mendukung hal penuh. (7)

35

2.3 Telur
Telur merupakan bahan pangan yang padat gizi dan enak rasanya, mudah
diolah serta harganya relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein
hewani lainnya. (15)
Masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi telur, mengingat telur
sebagai sumber protein yang mengandung asam amino yang tidak tergantikan
yang sangat dibutuhkan untuk menciptakan manusia Indonesia yang cerdas dan
sehat. Zat makanan ini juga berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh dan
sebagai zat pembangun serta zat pengatur.
Protein merupakan salah satu zat makanan yang diperlukan oleh manusia
agar bisa bertumbuh kembang dan tetap sehat. Fungsi protein antara lain untuk
membuat dan memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Dengan demikian,
ketersediaan protein dalam menu makanan tidak saja diperlukan oleh anak-anak
yang masih dalam masa pertumbuhan tetapi juga dibutuhkan oleh orang-orang
dewasa. Bahan makanan sumber protein harus tersedia dalam menu makanan
sehari- hari, agar tubuh kita memperoleh asupan gizi yang seimbang.(15)
Protein nabati harganya relatif murah, namun asam amino esensial yang
dikandungnya kurang lengkap. Sementara protein hewani mempunyai kandungan
asam amino esensialnya lebih lengkap, dengan demikian protein hewani
mempunyai kualitas yang lebih baik karena lebih beragamnya jenis-jenis asam
amino yang dikandungnya.
Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat. Dalam slogan empat sehat lima sempurna, antara lain dikatakan

36

bahwa telur merupakan lauk yang bergizi tinggi. Telur merupakan bahan pangan
yang padat gizi dan enak rasanya, mudah diolah serta harganya relatif murah jika
dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Bagi anak-anak, remaja
maupun dewasa, telur merupakan makanan ideal dan sangat mudah didapatkan.
Telur memiliki komposisi zat gizi yang lengkap. Untuk mencukupi protein
hewani yang dibutuhkan anak balita, cukup dengan memberikan sebutir telur
(terutama kuning telur) setiap hari dan untuk orang dewasa dianjurkan
mengonsumsi tiga butir telur setiap minggu.(15)
2.3.1 Kandungan gizi dalam telur
Telur

mempunyai

kandungan

nutrisi

yang lengkap,

karena

telur

mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh, hanya vitamin C saja
yang tidak ada. Di bawah ini adalah tabel nilai gizi telur dalam 100 gram bahan
makanan. (15)
Tabel 2.4 : Komposisi Zat Gizi dalam 100 gram Telur Ayam Segar
Komposis Kimia

Telur Ayam Segar


Utuh

Kuning Telur

Putih Telur

Kalori

(kkal)

162,0

361,0

50,0

Protein

(gram)

12,8

16,3

10,8

Lemak

(gram)

11,5

31,9

0,0

Karbohidrat

(gram)

0,7

0,7

0,8

Kalsium

(gram)

54,0

147,0

6,0

Posfor

(gram)

180,0

586,0

17,0

Vitamin A

(SI)

900,0

2000,0

0,0

Vitamin B

(SI)

0,1

0,27

0,0

Sumber: Komposisi Bahan Makanan, Departemen Kesehatan, 1972

37

2.3.2 Berapa butir telur dikonsumsi


Masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi telur, karena kandungan
kolesterol dalam satu butir kuning telur sekitar 200 mg. Kandungan sebesar ini
masih dapat ditoleransi karena tubuh manusia membutuhkan kolesterol antara
1000 - 1500 mg. Kolesterol ini diperlukan untuk memproduksi vitamin D dan
getah lambung, melindungi sel syaraf serta menghasilkan berbagai hormon. Kalau
seseorang mengonsumsi 2 (dua) butir telur sehari baru memperoleh kolesterol
sebanyak 400 mg, sedangkan penderita sakit jantung masih diperbolehkan
mengonsumsi kolesterol sampai 200-300 mg atau setara dengan sebutir telur ayam
sehari. Jadi konsumsi telur tidak menunjukkan peningkatan kolesterol (USDA
Research Service, 2004). (15)
2.3.3 Fakta tentang telur
Telur Merupakan Makanan Terbaik Setelah Susu. Semua makanan
mengandung protein tinggi atau rendah dalam 100 gramnya tergantung kadar
airnya. Artinya, mengonsumsi susu sebanyak 100 cc dibanding telur ayam 100
gram, tentu saja nilai gizinya lebih baik telur ayam. Ini karena susu lebih banyak
mengandung kadar air (85%) dari pada telur.(15)
Sebagai gambaran, susu mengandung protein sekitar 3% sedangkan telur
sekitar 12%. Padahal harga 100 cc susu relatif jauh lebih mahal daripada 100
gram telur. Karena itu telur merupakan sumber protein hewani yang terbaik
sekaligus termurah.(15)

38

2.3.4 Makan Telur Setiap Hari


Cukup banyak orang tua yang tak membolehkan anaknya mengonsumsi
telur setiap hari. Mereka khawatir gara-gara hobi makan telur, kadar kolesterol
dalam darah anaknya meningkat secara drastis dan menimbulkan gangguan atau
penyakit serius.
Pandangan ini tentu saja keliru, apalagi jika diterapkan pada anak-anak
Indonesia. Pasalnya, pola makan mayoritas anak Indonesia masih kurang baik
karena jarang minum susu, sementara makan daging pun belum tentu seminggu
sekali.(15)
Di samping itu, kandungan total kolesterol dalam sebutir telur masih di
bawah kebutuhan kolesterol per hari. Kalau telur pun dijauhi juga maka sangat
mungkin kekurangan gizi bakal menjadi masalah serius bagi generasi penerus.
Oleh sebab itu tidak perlu khawatir untuk mengonsumsi telur setiap hari.(15)
2.3.5 Penting diketahui tentang telur
1. Pada setiap sel tubuh, protein merupakan bagian yang sangat penting,
sekitar 50% dari berat kering sel adalah protein.
2. Protein merupakan bahan utama untuk pembentukan enzim, plasma
darah, sel darah, zat kekebalan tubuh, dll.
3. Telur adalah sumber protein penting karena mengandung 8 asam amino
esensial dan mempunyai daya cerna yang tinggi.
4. Sebutir telur hanya mengandung 260 mg kolesterol, jumlah ini tidak
menaikkan kadar kolesterol dalam darah. Jadi persepsi makan telur
menyebabkan kolesterol tinggi sangat tidak tepat.

39

5. Telur bukan merupakan penyebab bisulan. Kasus bisulan bersifat sangat


individual. Bisul merupakan suatu peradangan pada kulit yang biasanya
mengenai folikel rambut dan disebabkan oleh kuman Staphylococcus
aureus. (15)

2.4 Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya ada di dalam
otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan.
Sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain dan
cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah,
matris intraseluler dan sebagainya adalah protein. Di samping itu asam amino
yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim,
hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang esensial untuk kehidupan. (10)
Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi
lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
2.4.1 Mutu protein
Mutu protein ditentukan oleh jenis dan proporsi asam amino yang
dikandungnya. Protein komplet atau protein dengan nilai biologis tinggi atau
bermutu tinggi adalah protein yang mengandung semua jenis asam amino esensial

40

dalam proporsi yang sesuai untuk keperluan pertumbuhan. Semua protein hewani,
kecuali gelatin merupakan protein komplit. (10)
Protein tidak komplit, atau protein bermutu rendah adalah protein yang tidak
mengandung atau mengandung dalam jumlah kurang satu atau lebih asam amino
esensial. Sebagian besar protein nabati kecuali kacang kedelai dan kacangkacangan lain merupakan protein tidak komplet.
Beberapa jenis protein mengandung semua macam asam amino esensial,
namun masing-masing dalam jumlah terbatas namun cukup untuk perbaikan
jaringan tubuh akan tetapi tidak cukup untuk pertumbuhan. Asam amino yang
terdapat dalam jumlah terbatas untuk memungkinkan pertumbuhan ini dinamakan
asam amino pembatas, atau limiting amino acid. Metionin merupakan asam amino
pembatas kacang-kacangan, lisin dari beras dan triptofan dari jagung. Bila
terdapat secara bersamaan dalam makanan sehari-hari, beberapa macam protein
dapat saling mengisi dalam asam amino esensial. Dua jenis protein yang terbatas
dalam asam amino yang berbeda, bila dimakan secara bersamaan di dalam tubuh
daoat menjadi susunan protein komplet.(10)
Campuran dua jenis protein nabati atau penambahan sedikit protein hewani
ke protein nabati akan menghasilkan protein bermutu tinggi dengan harga relatif
rendah. Dalam keadaan tercampur, asam amino yang berasal dari berbagai jenis
protein dapat saling mengisi untuk menghasilkan protein yang dibutuhkan tubuh
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan. (10)

41

2.4.2 Penilaian mutu protein


Mutu protein dapat diukur dengan berbagai cara: (1) nilai biologik (NB); (2)
Net protein Utilization/NPU; (3) Protein efesiency ratio/PER; (4) skor kimia/ skor
asam amino. Mutu protein beberapa bahan makanan berdasarkan keempat tolak
ukur ini dapat dilihat pada tabel.(10)
Tabel 2.5 Mutu protein beberapa bahan makanan
Bahan makanan

NB*)

NPU**)

PER***)

Telur
Susu sapi
Ikan
Daging sapi
Beras tumbuk
Kacang tanah
Beras giling
Gandum utuh
Jagung
Kacang kedelai
Biji-bijian

100
93
76
74
86
55
64
65
72
73
62

94
82
67
59
55
57
49
36
61
53

3.29
3.09
3.55
2.30
1,65
2,18
1,53
2,32
1,77

Skor kimia/
skor asam
amino
100
95
71
69
67
65
57
53
49
47
42

*)Nilai Biologis
**) Net protein Utilization
***) Protein efesiency ratio
Sumber: Wardlaw, G.M. dan P.M. Insel, Perspectives in Nutrition, 1990, hal. 167.

2.4.3 Nilai biologik


Nilai biologik (NB) makanan adalah jumlah nitrogen yang ditahan tubuh
guna pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh yang berasal dari jumlah nitrogen
yang diabsorpsi. Pengukuran ini didasarkan pada asumsi bahwa nitrogen akan
lebih banyak ditahan tubuh bila asam amino esensial hadir dalam jumlah cukup
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan.
NB = Nitrogen ditahan
Nitrogen diabsorpsi

= N makanan ( N urin N feses)


N makanan N feses

42

Makanan yang mempunyai nilai NB 70 atau lebih dianggap mampu


memberikan pertumbuhan bila dimakan dalam jumlah cukup dan konsumsi energi
mencukupi. Perlu diingat bahwa yang penting adalah mutu campuran protein yang
dimakan sehari. (10)
2.4.4 Net Protein Utilization/NPU
NPU adalah indeks mutu yang tidak saja memperhatikan jumlah protein
yang ditahan, akan tetapi juga jumlah yang dicernakan.
NPU = NB x Koefisien kecernaan.
NPU merupakan perbandingan antara nitrogen yang ditahan dan nitrogen
yang dikonsumsi. NPU kacang kedelai adalah 61, susu 82, telur 94. (10)
2.4.5 Protein Efesiency Ratio/PER
Penentuan mutu protein melalui PER adalah yang paling sederhana. PER
merupakan pengukuran mutu protein makanan yang diterapkan oleh kemampuan
protein bersangkutan untuk menghasilkan pertumbuhan pada tikus muda. PER
mengukur penambahan berat badan hewan muda per gram protein yang
dikonsumsi.
PER = Penambahan berat badan (gram)
Konsumsi protein (gram)

43

PER digunakan sebagai kriteria mutu protein yang digunakan dalam


memberi label makanan jadi. (10)
2.4.6 Skor kimia/ skor asam amino
Skor kimia adalah cara menetapkan mutu protein dengan membandingkan
kandungan asam amino esensial dalam bahan makanan dengan kandungan asam
amino esensial yang sama dalam protein ideal/patokan. (10)
Skor kimia = mg asam amino per gram protein yang diuji x 100
mg asam amino yang sama per gram protei patokan
FAO/WHO/UNU 1985 menetapkan pola kecukupan asam amino untuk
berbagai umur . pola ini dapat digunakan sebagai standar untuk membandingkan
mutu protein bahan makanan atau campuran protein yang dinyatakan sebagai skor
asam amino. Asam amino yang mempunyai terendah merupakan asam amion
pembatas makanan tersebut. Hanya triptofan, treonin, lisin, dan mentionin +
sistin (asam amino mengandung sulfur) yang perlu dipertimbangkan, karena
hanya salah satu dari asam amino inilah yang biasa merupakan asam amino
pembatasan dalam bahan makanan. Juga menunjukkan mutu protein bahan
makanan hewani dibandingkan dengan pola kecukupan asam amino tersebut. (10)
2.4.7 Fungsi protein
1. Pertumbuhan dan pemeliharaan
Sebelum sel-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia
semua asam amino esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen atau

44

ikatan amino (NH2) guna pembentukan asam-asam amino nonesensial


yang diperlukan. Pertumbuhan atau penambahan otot hanya mungkin bila
tersedia cukup campuran asam amino yang sesuai termasuk untuk
pemeliharaan

dan

perbaikan.

Beberapa

jenis

jaringan

tubuh

membutuhkan asam-asam amino tertentu dalam jumlah lebih besar. (10)


2. Pertumbuhan ikatan-ikatan esensial tubuh
Hormon-hormon seperti tiroid insulin dan epinefrin adalah
protein, demikian pula berbagai enzim. Ikatan-ikatan ini bertindak
sebagai katalisator atau membantu perubahan-perubahan biokimia yang
terjadi di dalam tubuh.
Hemoglobin, pigmen darah yang berwarna merah dan berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dan karbondioksida adalah ikatan protein.
Asam amino triptofan berfungsi sebagai perkursor vitamin niasin
dan pengantar saraf serotonin yang berperan dalam membawa pesan dari
sel saraf yang satu ke yang lain. (10)
3. Mengatur keseimbangan air
Cairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen: intraselular (di
dalam sel), ekstraselular/ interselular (di antara sel),dan intravaskular (di
dalam pembuluh darah). Kompartemen-kompartemen ini dipisahkan satu
sama lain oleh membran sel. Distribusi cairan dalam kompartemenkompartemen ini harus diajaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis.

45

Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan


protein dan elektrolit. Penumpukan cairan di dalam jaringan dinamakan
edema dan merupakan tanda awal kekurangan protein. (10)
4. Memelihara netralias tubuh
Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam
dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan
tubuh berfungsi dalam keadaan pH netral atau sedikit alkil (pH 7,35 7,
45). (10)
5. Pembentukan antibodi
Kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi bergantung pada
kemampuannya untuk memproduksi antibodi terhadap organisme yang
menyebabkan infeksi tertentu atau terhadap bahan-bahan asing yang
masuk tubuh.
Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahanbahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat di dalam
hati. Dalam kedaaan tubuh kekurangan protein kemampuan tubuh untuk
menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang. (10)
6. Mengangkut zat-zat gizi
Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi
dari saluran cerna melalui dinding saluran ceran kedalam darah ke
jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Sebagian

46

besar bahan yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein. Alat angkut
protein ini dapat secara khusus. Kekurangan protein, menyebabkan
gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi. (10)
7. Sumber energi
Sebagai sumber energi, protein ekuivalen dengan karbohidrat,
karena menghasilkan 4 kkal/g protein. Namun protein sebagai sumber
energi relatif lebih mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi
yang dibutuhkan untuk metabolisme energi. (10)
2.4.8 Angak kecukupan protein
Kebutuan protein menurut FAO/WHO/UNU (1985) adalah konsumsi yang
diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan
produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan, kehamilan , atau
menyusui.
Angka kecukupan protein (AKP) orang dewasa menurut hasil-hasil
penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan, berupa
protein patokan tinggi yaitu protein telur (mutu cerna/digestibility dan daya
manfat/utility telur adalah 100). Angka ini dinamakan safe level of intake atau
taraf suapan terjamin. (10)

47

Tabel 2.6 Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dinyatakan


dalam taraf asupan terjamin
Kelomok umur (tahun)
0 0,5
0,5 2,0
45
5 10
10 18
18 60
60 +
Ibu hamil
Ibu menyusui enam bulan pertama
Ibu menyusui enam bulan kedua
Ibu menyusui tahun kedua

AKP (nilai PST) gram/kg berat badan


Laki-laki
perempuan
1,86
1,86
(86% dari ASI)
(85% dari ASI)
1,39
1,39
(80% dari ASI)
(80% dari ASI)
1,08
1,08
1,00
1,00
1,96
0,90
0,75
0,75
0,75
0,75
+ 12 gram/hari
+ 16 gram/hari
+ 12 gram/hari
+ 11 gram/hari

Sumber: FAO/WHO/UNU, 1985


PTS: Protein Senilai telur

Angka kecukupan protein dipengaruhi oleh mutu protein hidangan yang


dinyatakan dalam Skor Asam Amino (SAA), daya cerna Protein (DP) dan berat
badan seorang. Cara menaksir AKP adalah sebagai berikut:
AKP = Taraf suapan terjamin x 100
SAA

x 100 berat badan


DP

Tabel 2.7 Angka kecukupan protein yang dianjurkan (per orang per hari)
Golongan
umur
0 6 bl
7 12 bl
1 3 th
4 6 th
7 9 th

Berat
badan
(kg)
5,5
8,5
12
18
24

Tinggi
badan
(cm)
60
71
90
110
120

Pria:
10 12 th
13 15 th
16 19 th
20 45 th
46 59
60 th

30
45
56
62
62
62

135
150
160
165
165
165

protein
(g)
12
15
23
32
37

45
64
66
55
55
55

Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998

Golongan
umur
Wanita
10 -12 th
13 15 th
16 19 th
20 45 th
46 59 th
60 th
Hamil
Menyusui
0 6 bl
7 12 bl

Berat
badan
(kg)

Tinggi
badan
(cm)

35
46
50
54
54
54

140
153
154
156
156
156

Protein
(g)
54
62
51
48
48
48
+ 12
+16
+ 12

48

Widyakarya pangan nasional 1998 menetapkan AKP untuk penduduk


Indonesia berdasarkan berat badan patokan, mutu protein, dan daya cerna protein
hidangan di pedesaan
Tabel 2.8 Nilai protein berbagai bahan makanan (gram/ 100g)
Bahan makanan
Kacang kedelai
Kacang merah
Kacang tanah terkelupas
Kacng hijau
Biji jambu monyet (mente)
Tempe kacang kedelai
murni
Tahu
Daging sapi

Nilai protein
34,9
29,1
25,3
22,2
21,2

Bahan makanan
Keju
Kerupuk udang
Jagung kuning pipil
Roti putih
Mei kering

Nilai protein
22,8
17,2
9,2
8,0
7,9

18,3

Beras setengah giling

7,6

7,8
18,8

Kentang
Gaplek
Ketela pohon
(singkong)
Daun singkong
Bayam
Kangkung
Wortel
Tomat masak
Mangga harumanis

2,0
1,5

Ayam

18,2

Telur bebek
Telur ayam
Udang segar
Ikan segar
Tepung susu skim
Tepung susu

13,1
12,0
21,0
16,6
35,6
24,6

1,2
6,8
3,5
3,0
1,2
1,0
0,4

Berdasarkan hasil penelitian Hobertina Y. Omkarsba dengan judul


penelitiannya tentang hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi
pasien tuberkulosis paru rawat inap RS dr. Ario wirawan Salatiga menjelaskan
dengan meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di perhatikan
Pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet atau
protein dengan nilai biologis tinggi dan

bermutu tinggi. Protein komplet

mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan. (9)

49

Hasil penelitian di tahun 2003 menunjukkan bahwa ada hubungan yang


bermakna antara asupan energi dan protein dengan status gizi pasien tuberkulosis
paru rawat inap di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Dengan hasil analitik 22
sampel(63,8%) IMT <17, 5 sampel IMT 17,0 - 18,5 dan hanya 8 sampel yang
mempunyai IMT 18,5-25 (normal). TKE 27 sampel kategori baik (>100% AKG)
dan 8 sampel sedang (80-99 %AKG). TKP semua pasien baik > 100 % AKG yang
dikoreksi +15 %.(9)
Dari teori yang di jelaskan diatas bahwa telur merupakan salah satu protein
yang nilai biologis tinggi (sempurna), asam amino lengkap dan mudah dicerna
dimanan fungsi protein adalah sebagai zat pembangun, pengganti sel-sel yang
mati dan sebagai protein strukural, sebagai bagian badan-badan inti, sebagai
mekanisme pertahanan tubuh, sebagai zat pengatur, sebagai sumber energi dan
sebagai penyimpanan dan meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes.

2.5 Berat badan


Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). berat badan dapat dipergunakan
pula sebagai dasar perhitungan dosis obatan dan makanan.(18)
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral
pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat dan protein otot
menurun. Pada orang yang edema dan ansietas terjadi penambahan cairan dalam

50

tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya
terjadi pada orang kekurangan gizi.(18)
Berat badan terdiri dari lemak massa bebas (otot) dan massa lemak. Otot
yang memadai umumnya terkait dengan fungsi fisik. Gizi partisi didefinisikan
sebagai distribusi relatif berat badan atau keuntungan antara lemak dan bebas
lemak (otot / protein).(7)
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat badan adalah salah satunya
makanan dan minuman. Dalam sehari kita membutuhkan gizi lengkap seperti
karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. (19)
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara
lain: (18)
1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu
singkat karena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
2. Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
priodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
3. Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas
di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan
penjelasan secara meluas.
4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan
pengukur.

51

5. KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk
pendidikan dan memonitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan
sebagai dasar pengisiannya.
6. Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status
gizi, berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana
sebagai indeks yang tidak tergantung pada umur.
7. Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang
tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh
masyarakat.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan dilapangan sebaiknya memenuhi beberapa persayaratan: (18)
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4. Skalanya mudah di baca
5. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
2.5.1 Mengukur berat badan
Mengukur berat badan merupakan suatu tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengetahui berat badan seseorang dengan menggunakan
timbangan badan. Berat badan bisanya diukur ketika pasien baru masuk dan
sewaktu-waktu sesuai keadaan pasien.(20)

52

1. Tujuan
a. Mengetahui berat badan dan perkembangannya.
b. Membantu menetukan program pengobatan (dosis)
c. Menentukan status nutrisi kilen
d. Menentukan status cairan klien.
2. Prosedur pelaksanaan Timbangan berdiri
a. Beri tahu klien
b. Beri tahu klien untuk memakai baju yang tidak tebal dan melepas
sandal/sepatu
c. Kalibrasi timbangan
d. Bantu klien naik ke timbangan
e. Lakukan penimbangan berat badan
f. Baca berat badan
g. Anjurkan klien turun dari timbangan
h. Rapihkan alat
2.5.2 Meningkatkan berat badan
Seorang dikategorikan kurus apabila ideks masa tubuhnya (IMT) kurang
dari 20.1 untuk laki-laki dan kurang dari 18.7 untuk perempuan. (19)
Penyebab utama terjadinya kekurangan berat badan adalah asupan makanan
(energy intake) lebih kecil dibandingkan energi yang diperlukan untuk aktivitas
(energi output). Tujuan pengaturan makanan bagi berat badan kurang adalah
menambah berat badan secara aman dengan diet tinggi kalori dan zat seimbang

53

sehingga berat badan menjadi bertambah. Prinsip peningkatan berat badan adalah
menambah masa otot (hipertropi). (19)

Menambah berat badan = menambah masa otot


= energi input > energi out put

Pengaturan makan untuk menambah berat badan

meliputi kedua hal

berikut: (19)
1. Penambahan asupan kalori sebanyak 500-1000 atau 25% dari kebutuhan
kalori/hari
2. Menambah jumlah porsi makan, sesuai dengan ketentuan dan frekuensi
makan.
Penambahan berat badan yang aman adalah hingga 1 kg atau maksimal
1,5% dari berat badannya setiap minggu.
2.5.3 Konsumsi telur terhadap peningkatan berat badan
Dalam meningkatan berat badan prinsipnya menambah masa otot dengan
mengkonsumsi makanan berprotein tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak sehat.
Protein sangat penting dalam proses penambahan berat badan, karena dengan
mengkonsumsi protein yang cukup. Berat badan akan didapatkan dari masa otot
yang bertambah.(19)

54

Telur merupakan salah satu protein yang nilai biologis tinggi (sempurna),
asam amino lengkap dan mudah dicerna dimanan fungsi protein adalah sebagai
zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan sebagai protein strukural, sebagai
bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme pertahanan tubuh, sebagai zat
pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai penyimpanan dan meneruskan sifatsifat keturunan dalam bentuk genes. (10)
Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa
otot dilihat dari prinisp meningkatan berat badan. Pada penderita tuberkulosis
paru mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur
sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan
meningkatkan masa otot.(7) Kemudian dengan memperhatikan kondisi status gizi
penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan proses penyembuhan.
Pernyataan diatas di perkuat dengan penelitian Oslida dan Hendro dari
Universitas Sumatra Utara (USU) bahwa dikemukakan dengan mengkonsmsi telur
2 butir perhari selama 1 bulan pada penderita tuberkulosis paru terdapat
peningkatan berat badan dengan presentase 100%.(12)

2.6 Tinggi protein terhadap berat badan

Cara menambah berat badan bisa dengan memperhatikan jumlah asupan


protein yang dikonsumsi tiap harinya. Protein punya peranan dalam menurunkan
kadar lemak jahat dan memperbesar massa otot dengan memperhatikan jenis

55

nutrisi yang terkandungnya. Selain memperhatikan jenis nutrisi, juga bisa


menempuh cara menambah berat badan dengan menerapkan beberapa kiat hidup
sehat tanpa menggunakan obat-obatan yang belum tentu baik bagi tubuh.

Berbagai sumber protein dengan kualitas yang baik dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan protein yang meningkat untuk penyembuhan TB seperti
daging, ikan, telur, susu dan kedelai (protein). Perbaikan status gizi dapat terjadi
dengan meningkatnya asupan makanan diikuti dengan peningkatan berat badan,
IMT,LILA, Trceps, biceps dan kadar albumin. Hal ini akan memberikan hasil
pengobatan yang optimal. Kebutuhan energi dan protein yang tinggi disertai
dengan penyuluhan gizi akan mempercepat proses penyembuhan, terutama pada
penderita malnutrisi.

Pada umumnya penderita TB mengalami rendahnya asupan makanan pada


infeksi disebabkan oleh anoreksia, mual, muntah, suhu badan yang meningkat
menyebabkan peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam
tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh
yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan
terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh. Perubahan yang
kompleks terjadi dalam metabolisme semua macronutrients, yaitu protein,
karbohidrat dan lemak. (21)

Protein terdiri dari 16% nitrogen dan merupakan sumber nitrogen satusatunya. Tubuh berada dalam keseimbangan nitrogen ketika asupan dan
pengeluaran nitrogen adalah sama. Ketika asupan nitrogen melebihi pengeluaran,

56

maka tubuh berada dalam keseimbangan nitrogen positif, yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Nitrogen disimpan oleh tubuh digunakan untuk pembangunan,
perbaikan dan penempatan kembali jaringan tubuh.(22)

Pada Penderita TB juga dikenal memiliki kerugian yang tinggi protein


(nitrogen), yang mungkin mengakibatkan malabsorpsi akibat diare, kehilangan
cairan, elektrolit dan cadangan nutrisi lainnya. Hal ini berdampak terhadap sistem
imunitas dan penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progessif yang
mengakibatkan perlambatan penyembuhan TB. Perbaikan malnutrisi dengan
memberikan makanan yang kuat dan tinggi protein akan menghentikan proses
depletion dan perbaikan

sel, mukosa jaringan serta integritas sel dan sistem

imunitas sehingga daya tahan meningkat dan menguntungkan pengobatan TB.(21)

Kebutuhan nutrisi terutama protein pada penderita tuberkulosis sangat


tinggi. Dijelaskan bahwa asupan protein dari diet adalah penting untuk mencegah
pemborosan toko tubuh (misalnya jaringan otot). memerlukan asupan 1,2-1,5 g
per kilogram berat badan atau 15% dari total energi harian intake atau sekitar 75 100 g per hari akan cukup. (21)

2.7 Diet ETPT (Energi Tinggi Protein Tinggi)


Diet energi tinggi protein tinggi (ETPT) adalah diet yang mengandung
energi tinggi dan protein tinggi diatas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam
bentuk makanan biasa yang ditambah bahan makanan sumber protein tinggi

57

seperti susu, telur dan daging atau dalam bentuk minuman enteral energi tinggi
protein tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai nafsu makan dan
dapat menerima makanan lengkap. (11)
2.7.1 Tujuan diet
Tujan diet energi tinggi protein tinggi adalah untuk: (11)
1. Memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk
mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan.
2. Menambah berat badan hingga mencapai berat normal.
2.7.2 Syarat diet
Syarat-syarat diet energi tinggi protein tinggi adalah: (11)
1. Energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB
2. Protein tinggi yaitu 2,0-2,5 g/kg BB
3. Lemak cukup, yaitu 10-25% dari kebutuhan enegi total.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
6. Makan diberikan dalam bentuk mudah dicerna.
2.7.3 Macam diet dan indikasi pemberian
Diet energi tinggi protein tinggi diberikan kepada pasien: (11)
1. Kurang energi protein (KEP)
2. Sebelum dan sesudah oprasi tertentu, multi trauma, serta selama
radiotrapi dan kemoterapi.

58

3. Luka bakar berat dan baru sembuh dari penyakit dengan panas tinggi.
4. Hipertiroid, hamil, dan post-partum dimana kebutuhan energi dan
protein meningkat.
Menurut keadaan pasien dapat diberikan salah satu dari dua macam diet
energi tinggi protei tinggi (ETPT) seperti dibawah ini:
1. Diet energi tinggi protein tinggi I (ETPT I)
Energi: 2600 kkal, Protein: 100 g (2 g/kg BB)
2. Diet energi tinggi protein tinggi II (ETPT II)
Energi: 3000 kkal, Protein: 125 g (2,5 g/kg BB)
Tabel 2.9 Bahan makanan yang ditambahkan pada makanan biasa
ETPT I

ETPT II

Bahan makanan
Berat (g)

Urt

Berat (g)

Urt

Susu

200

1 gls

400

2 gls

Telur ayam

50

1 btr

100

2 btr

Daging

50

1 ptg sdg

100

2 ptg sdg

Formula komersial

200

1 gls

200

1 gls

Gula pasir

30

5 sdm

30

3 sdm

Tabel 2.10 Nilai Gizi


ETPT I

ETPT II

Energi (kkal)

2690

3040

Protein (g)

103

120

Lemak (g)

73

98

Karbohidrat (g)

420

420

59

Kalsium (mg)

700

1400

Besi (mg)

30,2

36

Vitamin A (RE)

2746

2965

Tiamin (mg)

1,5

1,7

Vitamin C (mg)

114

116

Tabel 2.11 Pembagian bahan makanan (sebagai makanan tambahan pada


makanan biasa)
Waktu pemberian

ETPT I

ETPT II

Pagi

1 btr telur ayam

1 btr telur ayam

Pukul 10.00

1 gls susu

Siang

1 ptg daging

1 ptg daging

Pukul 16.00

1 gls susu

1 gls susu

Malam

1 ptg daging

Pukul 21.00

1 gls formula komersial

1 btr telur ayam


1 gls formula komersial

Tabel 2.12 Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
Bahan makanan
Sumber karbohidrat

Dianjurkan

Tidak di anjurkan

Nasi, roti, mie, makaroni


dan hasil olahan tepungtepungan

lain,

dan

karbohidrat sederhana
Sumber protein

Daging sapi, ayam, ikan,

Dimasak dengan banyak

telur, susu, dan hasil olahan

minyak

seperti keju dan youghurt

kelapa/santan kental

custard dan es krim

atau

60

Sumber protein nabati

Semua

jenis

kacangan

kacang-

dan

hasil

olahnya, seperti tempe dan

Dimasak dengan banyak


minyak

atau

kelapa/santan kental

tahu
Sayuran

Semua

jenis

sayuran,

Dimasak dengan banyak

terutama jenis B, seperti

minyak

bayam,

kelapa/santan kental

buncis,

daun

atau

singkong, kacang panjang,


labu

siam

direbus,

dan

wortel

dikukus

dan

direbus.
Buah-buahan

Semua jenis buah segar,


buah kaleng, buah kering
dan jus buah.

Lemak dan minyak

Minyak

goreng

dan

Santan kental

mentega, margarin, santan


encer, salad dressing.
Minuman

Soft drink, madu, sirup, teh

Minuman rendah energi

dan kopi encer


Bumbu

Bumbu tidak tajam, seperti

Bumbu

bawang

seperti cabe dan merica

putih,
kecap

merah,
laos,

bawang

salam

dan

yang

tajam,

61

2.8 Penelitian lain yang relevan


Berdasarkan hasil penelitian Martony Hendro dengan judul penelitian
evektifitas pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan
dan peningkatan status gizi penderita TB paru di kecamatan Lubuk pakam tahun
2005. Metode penelitiannya bersifat eksperimental dengan cara pengambilan
sampel dilakukan secara purposive dengan jumlah 6 orang setiap kelompok. Hasil
akhir penelitian menujukan adanya perkembangan berat badan pada kelompok
intervensi terlihat kenaikannya sebanayk 100%. Sedangkan pada kelompok
kontrol yang mengalami kenaikan berat badan sebanyak 66,6%.(12)

62

2.9 Kerangka teori

Faktor fakor
resiko:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Malnutrisi
Bahan toksik
Penyakit lain
Lingkungan
Ras
Imunologi

kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) Masuk

Imunitas (sistem
kekebalan tubuh)

Kejadian
Tuberkulosis Paru

Asupan Protein yang


kandungan protein
komplet atau protein
dengan nilai biologis
tinggi dan bermutu
tinggi
(Telur)

1. Penurunan nafsu makan, nutrisi


malabsorpsi, mikronutrien
malabsorpsi, dan metabolisme diubah
mengarah ke pemborosan.
2. Malnutrisi protein-energi dan
mikronutrien kekurangan
meningkatkan risiko TBC.

Malnutrisi (berat badan


menurun)

Sumber: Crofton, John.dkk(6), USAID (7) , Almatsier (10)


Gambar Bagan 2.2 Kerangka teori

Anda mungkin juga menyukai