Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan
diderita seumur hidup dan dapat memicu terjadinya komplikasi serius dan kematian. Diabetes
melitus tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang banyak di derita penduduk dunia dan belum
ditemukan pengobatan yang efektif. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan tingkat
prevalensi diabetes melitus tipe 2 sebesar 1,5-2,3% pada usia lebih dari 15 tahun.
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar gula darah dan gejala klinis.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan
lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita.
Penatalaksanaan DM terdiri dari pertama terapi non farmakologis yang meliputi perubahan
gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan, meningkatkan aktivitas jasmani, dan
edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit. Kedua adalah terapi farmakologis
yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin. Apabila tidak dilakukan
pengontrolan kadar gula darah dan faktor risiko, maka akan mengarah kepada terjadinya
komplikasi baik yang bersifat akut maupun kronis pada mikro dan makrovaskular.
Prevalensi DM pada lanjut usia cenderung meningkat, hal ini dikarenakan DM pada lanjut
usia bersifat muktifaktorial yang dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik (Martono, 2007).
Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap
perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien diabetes dewasa 90% termasuk
diabetes tipe 2. Dari jumlah tersebut dikatakan 50% adalah pasien berumur > 60 tahun
(Gustiavani, 2006).
Untuk menentukan diabetes usia lanjut baru timbul pada saat tua, pendekatan selalu dimulai
dari anamnesis, yaitu tidak adanya gejala klasik seperti poliuri, polidipsi atau polifagi. Demikian
pula gejala komplikasi seperti neuropati, retinopati dan sebagainya, umumnya bias dengan
perubahan fisik karena proses menua, oleh karena itu memerlukan konfirasi pemeriksaan fisik,
1

kalau perlu pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, pasien diabetes yang timbul pada
usia lanjut kebanyakan tidak ditemukan adanya kelainan-kelainan yang sehubungan dengan
diabetes seperti misalnya kaki diabetik, serta tumbuhnya jamur pada tempat-tempat tertentu
(Gustiavani, 2006).
Seiring bertambahnya usia, toleransi tubuh terhadap glukosa akan menurun, sebagai
akibatnya banyak orang tua yang tidak sadar adanya kemungkinan berkembang penyakit
diabetes mellitus (Stolk, Pols, et al., 1997). Setelah seseorang mencapai umur 30, kadar glukosa
darah akan meningkat 1-2 mg %/tahun saat puasa dan sekitar 5,6-13 mg %/tahun pada 2 jam
setelah makan. Separuh dari populasi orang dengan diabetes mellitus, terjadi pada usia > 60
tahun dengan prevalensi terbesar ditemukan pada usia > 80 tahun, jumlah ini diperkirakan akan
mencapai 40 juta pada tahun 2050 (Gambert & Pinkstaff, 2006). Diabetes mellitus sendiri
merupakan faktor risiko terhadap munculnya berbagai penyakit terutama stroke dan gagal
jantung, dua penyebab kematian tertinggi di Indonesia (Suara Pembaruan, 2011).
Orang tua lebih berisiko terjadi peningkatan risiko kegagalan mendapat terapi yang tepat,
diet, dan pengobatan-pengobatan yang dapat menyelamatkan hidupnya. Oleh karena itu,
diagnosa sedini mungkin, tatalaksana serta pengawasan timbulnya komplikasi harus lebih
diperhatikan. Sehingga meskipun angka harapan hidup naik, kualitas hidup juga akan naik.
Sehingga dicapai usia tua yang tetap berkualitas.
Berbagai masalah kesehatan seperti di atas menuntun peran dokter dalam berbagai upaya
pelayanan kesehatan pun berubah. Dalam upaya kuratif, dokter masa kini harus siap untuk
menolong pasien, bukan saja yang berpenyakit akut tetapi juga yang berpenyakit kronis, penyakit
degeneratif dan harus siap membantu pasiennya agar dapat hidup sehat dalam kondisi
lingkungan yang lebih rumit masa sekarang ini. Untuk itu ia harus mengenal kepribadian dan
lingkungan pasiennya. Upaya prevensi pun bergeser dari orientasi kesehatan masyarakat lebih
kearah kesehatan perorangan (private health).
Sebagai seorang dokter muda, tujuan kami melaksanakan program kedokteran keluarga
adalah untuk membentuk karakter dan cara pandang, sehingga melayani penderita sebagai suatu
komunitas, suatu keluarga bukan hanya sebagai perseorangan. Dengan hal ini diharapkan bahwa
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dapat dicapai dan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat bukan hanya impian semata.
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Dari permasalahan di atas, maka tujuan umum ini adalah untuk mengetahui bagaimana
perencanaan dokter keluarga dalam intervensi pasien diabetes mellitus di wilayah kerja
Puskesmas Sukmajaya.
2. Tujuan Khusus :
Tujuan khusus dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
a) Untuk memahami teori mengenai diabetes melitus.
b) Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus diabetes melitus pada pasien
secara langsung.
c) Untuk memahami perjalanan diabetes melitus.
d) Menjelaskan dasar pelaksanaan field study di masing-masing wilayah kerja Puskesmas
masing-masing kelompok mahasiswa mengenai kedokteran keluarga.
C. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit dalam, khususnya
mengenai diabetes mellitus.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut topik topik yang
berkaitan dengan diabetes mellitus.

Anda mungkin juga menyukai