Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPEPERAWATAN PADA PASIEN CIDERA KEPALA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

AHMAD PRIYANI
SITI RAHMAH
FARDAH FARDILA AZMI
SAFRY SIHOMBING
MARTHA JULIANA
DANI FRANSEDA
CRIST WILIAM
EDI DARMA PURBA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.

Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi
trauma bila dipukul atau terbentur benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik
akan terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar
otak, oedem otak, perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah
trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan penatalaksanaan yang cepat, tepat
dan asuhan keperawatan yang benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.

2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
1.

Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera kepala, patofisiologi, tanda dan
gejala serta penatalaksanaannya.

2.

Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala.

3.

Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cedera kepala.

BAB II
LANDASAN TEORITIS MEDIS
1. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa
disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi
dalam dua macam yaitu :
a.

Cidera otak primer:


Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera
primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.

b.

Cidera otak sekunder:


Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma.
KLASIFIKASI
Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik Coma Data Bank
berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS). Penggunaan istilah cedera kepala ringan,
sedang dan berat berhubungan dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan
perawatan. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :

1.

Cedera Kepela Ringan


Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kesadaran atau amnesia akan tetapi kurang dari
30 menit. Tidak terdapat fraktur tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.

2.

Cedera Kepala Sedang


Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3.

Cedera Kepala Berat


Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam
meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.

Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)


Membuka Mata
Spontan

Terhadap rangsang suara

Terhadap nyeri

Tidak ada
Respon Verbal

Orientasi baik

orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara Tidak jelas

Tidak ada respon


Respon Motorik

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak ada respon


Total

1
3 15

2. ETIOLOGI
a.

Kecelakaan

b.

Jatuh

c.

Trauma akibat persalinan.


Menurut Corwin, (2001) penyebab dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas,

perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru
atau pisau.
Kecelakaan ; jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan
pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat terjadi pada anak yang cedera
akibat kekerasan, (Suriadi & Yuliani 2001).

3. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada
kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan perlambatan
gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial,
robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik,
hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya
tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak. Perluasan
kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah
otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahanbahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan
menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru
akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan
sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya
seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya
kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem
vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang
berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine dalam
jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria
yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi
metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat
fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah
atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi tranversal
dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi
nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-kerusakan
saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas
dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan
timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.
4. TANDA DAN GEJALA
a.

Gangguan kesadaran

b.

Konfusi

c. Abnormalitas pupil
d. Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e.

Perubahan tanda vital

f.

Gangguan penglihatan dan pendengaran

g.

Disfungsi sensory

h.

Kejang otot

i.

Sakit kepala

j.

Vertigo

k.

Gangguan pergerakan

l.

Kejang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a.

CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,


pergeseran jaringan otak

b.

Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma

c.

X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan/edema), fragmen tulang

d.

Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
peningkatan tekanan intracranial.

e.

Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan


intracranial

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1.

Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi

2.

Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma

3.

Berikan oksigenasi

4.

Awasi tekanan darah

5.

Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik

6.

Atasi shock

7.

Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:
1.

Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan


berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.


3.

Pemberian analgetika

4.

Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau
gliserol 10 %.

5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).


6.

Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan
apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan
terjadinya

kecelakaan),

2-3

hari

kemudian

diberikana

makanan

lunak.

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000
tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
1.

Pemantauan TIK dengan ketat

2.

Oksigenisasi adekuat

3.

Pemberian manitol

4.

Penggunaan steroid

5.

Peningkatan kepala tempat tidur

6.

Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain yaitu:


1.

Dukungan ventilasi

2.

Pencegahan kejang

3.

Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi

4. Terapi anti konvulsan


5.

Klorpromazin untuk menenangkan klien

6.

Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).

BAB II
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
Pengkajian Kegawatdaruratan :
1.

Primary Survey
a. Airway dan cervical control

Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift atau jaw
thrust. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada
saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai
keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
2.

Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment

1.

Pengkajian

Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala
Tanda

: Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.


: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara

berjalan tidak tegang.


b. Sirkulasi
Gejala

: Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.

c. Integritas Ego
Gejala

: Perubahan tingkah laku dan kepribadian.

Tanda

: Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.

d. Makanan/cairan
Gejala

: Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.

Tanda

: muntah, gangguan menelan.

e. Eliminasi
Gejala

: Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan

fungsi.
f. Neurosensori
Gejala

: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan

pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti


ketajaman.
Tanda

: Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,

konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.


g. Nyeri/kenyamanan
Gejala
Tanda

: Sakit kepala.
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,

gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.


h. Pernafasan
Tanda

: Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi

nafas berbunyi)
i. Keamanan
Gejala

: Trauma baru/trauma karena kecelakaan.

Tanda

: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus

otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda

2.

: Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria.

Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral, peningkatan TIK


b.

Pola nafas tidak efektif b.d gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula

oblongata/cedera jaringan otak


c. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
d. Trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan faktor resiko infeksi
e. Defisit self care b/d kelemahan fisik, penurunan kesadaran.
3.

Intervensi Keperawatan
N

DIAGNOSA

NOC

NIC

O
1.

KEPERAWATAN
Ketidakefektifan

Setelah

Monitoring tekanan intrakranium:

perfusi

dilakukan asuhan a. Kaji, observasi, evaluasi tanda-tanda

jaringan

cerebral b.d edema

keperawatan .

penurunan perfusi serebral: gangguan

serebral,

jam

mental,

peningkatan TIK

menunjukan

penglihatan

status

gerakan bola mata.

klien
sirkulasi

dan

pingsan,
kabur,

reaksi

pupil,

nyeri

kepala,

tissue b. Hindari tindakan valsava manufer

perfusion

(suction lama, mengedan, batuk terus

cerebral

menerus).

membaik dengan c. Berikan


KH:
-TD
rentang

oksigen

sesuai

instruksi

dokter
dalam d. Lakukan tindakan bedrest total
normal e. Posisikan pasien kepala lebih tinggi

(120/80 mmHg)

dari badan (30-40 derajat)

-Tidak ada tanda f. Minimalkan stimulasi dari luar.


peningkatan TIK

g. Monitor Vital

Sign

serta

tingkat

-Klien

mampu

kesadaran

bicara

dengan h. Monitor tanda-tanda TIK

jelas,

i. Batasi gerakan leher dan kepala

menunjukkan

j. Kolaborasi pemberian obat-obatan

konsentrasi,

untuk

perhatian

dan

meningkatkan

volume

intravaskuler sesuai perintah dokter.

orientasi baik
-Fungsi

sensori

motorik

cranial

utuh : kesadaran
membaik
15,

(GCS

tidak

ada

gerakan
2.

Pola

nafas

tidak

efektif

b.d

involunter)
Setelah

a.

dilakukan asuhan b.

gangguan/kerusaka

keperawatan .

n pusat pernafasan

jam

di

menunjukan pola d.

medula

oblongata/cedera

nafas

jaringan otak

efektif

yang

Monitor

perubahan
status

mental,

tingkat
dan

peningkatan TIK
e.

16- f.

20x/menit,

Beri posisi head up 35-45 derajat


kesadaran,

dengan

-Pernafasan

Kaji penyebab ketidakefektifan pola


nafas

klien c.

KH:

Kaji status pernafasan klien

Beri oksigen sesuai anjuran medik


Kolaborasi

dokter

untuk

terapi,

tindakan dan pemeriksaan

teratur
-suara

nafas

bersih
-pernafasan
vesikuler
-saturasi
3.

Nyeri akut b.d agen

95%
Setelah

injuri fisik

dilakukan
Asuhan

O2:
Manajemen nyeri :
a. Kaji
(lokasi,

nyeri

secara

komprehensif

karakteristik,

durasi,

keperawatan .

frekuensi,

Jam

presipitasi).

tingkat

kenyamanan

b.

klien meningkat,
nyeri

kualitas

Observasi

dan

faktor

reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan.
c. Gunakan

teknik

komunikasi

terkontrol dg

terapeutik

untuk

mengetahui

KH:

pengalaman nyeri klien sebelumnya.

-Klien

d. Kontrol

faktor

lingkungan

yang

melaporkan nyeri

mempengaruhi nyeri seperti suhu

berkurang

ruangan, pencahayaan, kebisingan.

dg

scala nyeri 2-3

e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

-Ekspresi wajah f.
tenang
-klien

Pilih dan lakukan penanganan nyeri


(farmakologis/non farmakologis).

dapat g.

Ajarkan teknik non farmakologis

istirahat dan tidur

(relaksasi,

-v/s dbn

mengatasi nyeri..
h.

Kolaborasi

distraksi

dll)

untuk

untuk

pemberian

tindakan

pengurang

analgetik
i.
4.

Trauma,

tindakan

Evaluasi

nyeri/kontrol nyeri.
Konrol infeksi :

Setelah

invasife,

dilakukan asuhan a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai

immunosupresif,

keperawatan

kerusakan jaringan

jam

faktor resiko infeksi

terdeteksi

pasien lain.

infeksi b.

Batasi pengunjung bila perlu.

dg c. Lakukan cuci tangan sebelum dan

KH:

sesudah tindakan keperawatan.

-Tdk ada tanda- d. Gunakan baju, masker dan sarung


tanda infeksi
-Suhu

tangan sebagai alat pelindung.

normal e. Pertahankan lingkungan yang aseptik

( 36-37 c )

selama pemasangan alat.


f.

Lakukan perawatan luka, drainage,


dresing infus dan dan kateter setiap
hari, jika ada.

g.

Berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


a. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
b.

Monitor hitung granulosit dan WBC.

c. Monitor kerentanan terhadap infeksi.


d. Pertahankan teknik aseptik untuk
setiap tindakan.
e. Inspeksi kulit dan mebran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase.
f.
5.

Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.


Bantuan perawatan diri

Defisit self care b/d

Setelah

kelemahan

dilakukan askep a. Monitor kemampuan pasien terhadap

fisik,

penurunan

jam klien dan

kesadaran.

keluarga

perawatan diri yang mandiri

dapat b.

Monitor kebutuhan akan personal

merawat diri :

hygiene, berpakaian, toileting dan

dengan kritria :

makan, berhias

-kebutuhan klien c. Beri

bantuan

sampai

klien

sehari-hari

mempunyai kemapuan untuk merawat

terpenuhi

diri

(makan,

d. Bantu

berpakaian,

klien

dalam

memenuhi

kebutuhannya sehari-hari.

toileting, berhias, e. Anjurkan klien untuk melakukan


hygiene,

oral

aktivitas

higiene)

sehari-hari

sesuai

kemampuannya

-klien bersih dan f.


tidak bau.

Pertahankan aktivitas perawatan diri


secara rutin

g.

Dorong untuk melakukan secara


mandiri tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.

h.

Anjurkan keluarga untuk ikutserta


dalam memenuhi ADL klien

BAB IV
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1.

2.

B.

Identitas klien
Nama

: Nn. F

Umur

: 14 tahun

Alamat

: Doplang RT 05/03 Purworejo

Status perkawinan

: Belum Kawin

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Belum bekerja

Diagnosa medis

: Cedera kepala berat

Tanggal masuk RS

: 30 Januari 2013 jam 18.00 wib

Tanggal pengkajian

: 31 Januari 2013 jam 07.00 WIB

No RM

: 264623/1071353

Penanggung jawab
Nama

: Tn. A

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Pekerjaan

: swasta

Alamat

: Doplang RT 05/03 Purworejo

Hubungan dengan klien

: Ayah

Primary survey
Airway :

C.

Keluhan utama
Penurunan kesadaran tingkat kesadarn koma

D.

Riwayat kesehatan sekarang


Pada tanggal 30 januari 2013 jam 17.00 terjadi kecelakaan sepeda motor, korban dibawa oleh
penolong ke IGD RS Saras Husada. Klien datang dengan kondisi tidak sadarkan diri, terdapat
luka lecet dibawah lutut kanan, hematom 12 cm dahi kanan, deformitas tangan kiri,
terdapat bula dikaki kanan. Tekanan darah : 90/60, Nadi : 60x/i, RR : 22 x/i, S : 36,4 C. Dari
IGD klien dipindahkan ke ruang ICU jam 19.00 guna mendapatkan perawatan intensive.

E.

Riwayat penyakit dahulu


Keluarga mengatakan bahwa baru kali ini klien masuk rumah sakit dan klien tidak pernah
menderita penyakit seperti DM, Hipertensi dan TBC yang mengharuskan klien dirawat di
rumah sakit, dan hanya menderita penyakit seperti pilek, demam dan setelah minum obat
biasanya langsung sembuh.

F.

Riwayat penyakit keluarga


Keluarga klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang menderita penyakit menular atau
penyakit generative seperti diabetes, Tb atau sebagainya.

G.

Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : jelek
BB/TB
Kesadaran

: 42 Kg / 150 cm
: Coma

Tanda Tanda Vital :


Tekanan darah : 123/69 mmHg
Nadi
Suhu

: 132x/m
: 37,20C

Pernafasan : 28x/m
1.

Kepala
Kepala klien normocephalic, rambut klien panjang lurus, rambut kotor terdapat darah yang
mengering pada rambut, penyebaran rambut merata.

2.

Muka
Wajah tanpak simetris, warna kulit tidak pucat, terdapat hematom pada dahi kanan 12 cm

3.

Mata
Mata simetris, Konjungtiva anemis, Sklera anikterik, edema pada palpebrae, pupil anisokor,
reaksi pupl terhadap cahaya menurun.

4.

Telinga
Posisi daun telinga simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat serumen,tidak ada pengeluaran
darah maupun cairan.

5.

Hidung dan sinus


Lubang hidung simetris, septum hidung tepat di tengah, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung, tidak terdapat pengeluaran cairan atau darah dari hidung, oksigen terpasang 3 lpm
dengan nasal kanul, terpasang NGT

6.

Mulut dan tenggorokan


Bibir terletak tepat ditengah wajah, warna bibir merah muda, tidak kering, terdapat luka pada
bibir bagian bawah, tidak sianosis, tidak ada kelainan congenital, terdapar sekret pada
tenggorokan dan mulut, terpasang mayo, tidak terdapat lidah jatuh, mulut klien berbau tidak
sedap, suara nafas gargling

7.

Leher
Tidak terdapat jejas di leher, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

8.

Thorak
Inspeksi thoraks
Thoraks

simetris, klien

tidak

menggunakan

otot

bantu

nafas

(retraksi

dada), pergerakan dinding dada sama, pernafasan 28 x/menit, warna kulit merata.
Palpasi
Gerakan paru saat inspirasi dan ekspirasi sama, tidak terdapat massa, tidak terdapat
fraktur thorak.
Perkusi thoraks
Perkusi paru resonan.
Auskultasi thoraks
Tidak terdapat suara tambahan di paru-paru
9.

Jantung
Heart rate 132x/menit, perkusi jantung pekak

10. Payudara
Payudara simetrs, letak puting susu tepat di tengah areola, tidak terdapat benjolan di sekitar
payudara.
11. Abdomen
Bentuk abdomen datar, warna kulit normal, kulit tubuh tampak kotor, kulit elastis,
tidak terdapat lesi ataupun nodul masa, tidak terdapat striae maupun spider nevy, bising
usus 10x /menit, perkusi timpani.
12. Genetalia dan perineal
Klien terpasang kateter ukuran 16, urine berwarna kuning jernih, terdapat penyebaran sedikit
rambut di mons pubis, tidak terdapat luka, labia minora dan mayora simetris, tidak berbau
dan tidak mengeluarkan cairan yang abnormal, terdapat anus.
13. Ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus ukuran 22 di tangan kanan, tangan kiri deformitas

Ekstemitas bawah : terdapat VE pada lutut kiri, dan bula di kaki kanan, tidak terdapat
edema.
H.

Pengkajian pola sistem

1.

Pola persepsi dan managemen terhadap kesehatan


Klien saat ini mengalami koma, klien terbaring lemah dan gelisah. Keluarga klien
mengatakan saat ini yang paling penting anaknya dapat segera sadar, sehat dan dapat
kembali kerumah berkumpul dengan kluarga.

2.

Pola nutrisi dan metabolic (diit dan pemasukan makanan)


Makanan
Keluarga Klien mengatakan saat dirumah klien biasa makan 3x/hari dengan lauk pauk dan
sayuran, minum 5-6 gelas sehari. Setelah dirumah dan semenjak tidak sadarkan diri klien
dipuasakan sampai tidak terdapat ulcer, terpasang infus RL 20 tts/menit.

3.

Pola eliminasi
Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa BAB 1x/hari pagi hari. Dan Saat
sakit klien belum pernah BAB, cateter terpasang dengan urin keluar 300 cc per 12 jam.

4.

Pola aktivitas dan latihan


Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien banyak menghabiskan waktunya di
luar rumah untuk bermain dengan teman-temanya. Klien dapat memenuhi kebutuhanya
sehari-hari tanpa dibantu keluarga. Saat sakit klien dengan tidak sadarkan diri hanya
berbaring di tempat tidur dengan kondisi lemah, semua kebutuhan sehari-harinya di bantu
oleh perawat dan keluarga.

5.

Pola istirahat : tidur


Sebelum sakit keluarga klien mengatakan bahwa klien biasa tidur jika sudah larut malam
klien sering bergadang dengan teman-temannya sebelum tidur. Klien biasa tidur pukul 23.0007.00, tidur siang kadang-kadang. Saat ini klien dalam keadaan tidak sadar

6.

Pola kognitif dan persepsi


Keluarga klien mengatakan klien tertutup, klien lebih sering menghabiskan waktu di luar
rumah. Klien saat ini tidak sadarkan diri dalam kondisi gelisah.

7.

Pola persepsi diri dan konsep diri


Keluarga klien mengatakan saat ini anaknya tidak sadarkan diri, terdapat bengkak pada dahi
sebelah kanan, pada kaki sebelah kanan terdapat bula dan yang dipikirkan saat ini yaitu
kesembuhan anaknya agar anaknya bisa pulang kerumah berkumpul dengan keluarga.

8.

Pola peran hubungan

Keluarga klien mengatakan saat ini klien dapat berhubungan baik dengan lingkungan, baik
kepada keluarga, tetangga, dan teman-temannya. Saat klien dirawat dirumah sakit pun
keluarga, tetangga, dan teman-temannya menjenguk klien.
9.

Pola seksual dan reproduksi


Keluarga klien mengatakan klien belum menikah, sudah menstruasi saat berumur 13 tahun.

10.

Pola koping dan toleransi terhadap stress


Keluarga klien mengatakan semenjak ibunya klien meninggal klien lebih tertutup dan
cenderung menghabiskan waktu di luar rumah

11.

Pola nilai kepercayaan


Keluarga klien mengatakan agama yang dianut keluarga dan klien adalah islam. aktifitas
ibadah klien terganggu karna klien tidak sadarkan diri.

J.

DATA PENUNJANG
Laboratorium 30 januari 2013
Pemeriksaan
Glukosa sewaktu
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT
K
Na
Cl
HbsAg
WBC
RBC
HGB
HCT

Hasil
166
32
1,00
23
12
41
140
93
Negatif
14,59
3,99
10,3
32,6

Satuan
mg/dl
mg/dl
mg/dl
u/L
u/L
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

Nilai normal
70-140
10-50
0,5-1,2
0-31
0-32
3,4-5,4
135-155
95-108

[10^3/uL]
[10^6/uL]
[g/dL]
[%]

4,8-10,8
4,2-5,4
12-16
37-47

Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan
Warna
Kejernihan
Berat jernih
PH
Protein
Sedimen
Sell epitel
Leukosit
Eritrosit

Hasil
Kuning
Keruh
1025
6
+1
+
2-4
10-15

Normal
Kuning muda-kuning
Jernih
1015-1030
4,0-78
Negatif
Negatif
+1
0-5/LPB
0-2/LPB

GCS : Eye 1
Verbal 1
Motorik 2
Unisokor
RP (+

/+ )

Oksigen : 3 ml (nasal kanul)


Terapy obat
Nama obat
Cefotaxim

Golongan
antibiotic

Indikasi
Infeksi-infeksi

golongan

kuman antara lain:

yang

disebabkan

Dosis
oleh 2x1 gr

sefalosporin Infeksi saluran pemafasan bagian bawah


(termasuk pneumonia).
Infeksi kulit dan struktur kulit.
Infeksi tulang dan sendi.
Infeksi intra-abdominal.
infeksi saluran kemih
Pengobatan infark serebral

Piracetam

nootropic

Ranitidin
Keterolac

agents
Antasid
Analgesik

Terapi untuk tukak lambung


2x1 amp
Terapi jangka pendek untuk nyeri akut 3x30 mg

Phenytoin

Natrium

berat
Anti kejang, antiaritmia.

Kalnex

Fenitoin
tranexamic

untuk membantu menghentikan kondisi 3x500mg

acid

2x1 amp

Manitol

perdarahan
Untuk menurunkan TIK, menurunkan 4x125ml

RL

edema otak.
Mengembalikan keseimbangan elektrolit 20 tts/i
pad dehidrasi

K.

3x1 gr

Analisa Data
Analisa data

Etiologi

Masalah

DS : -

Adanya

penumpukan Ketidakefektifan bersihan

DO : Ku:jelek, kesadaran: coma, sekresi di tenggorokan jalan nafas


GCS:

E1V1M2,

terpasang

dengan

O2 dan mulut
nasal

kanul=3L, Pernafasan:28x/m,
terdapat secret ditenggorokan dan
mulut,

suara

terpasang

nafas

mayo,

klien

gargling,
tampak

gelisah
DS : -

Kerusakan

DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, pernafasan

pola Ketidak

efektifan

pola

dimedula nafas

GCS : E1V1M2, terpasang O2 oblongata,

cedera

dengan nasal kanul=3 L, NGT, cidera otak.


Pernafasan : 28x/m, terdapat secret
ditengorokan,

terpasang

mayo,

suara nafas gargling..


DS : -

Edema

serebral, Ketidak efektifan perfusi

DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, peningkatan


GCS : E1V1M2, klien terpasang penurunan

TIK, jaringan cerebral


O2

ke

infus, terpasang O2 dengan nasal serebral


kanul 3 lpm,

Tekanan darah :

123/69

Nadi:

Suhu :

mmHg,
37,20C,

132x/m,

Pernafasan

28x/m, klien tampak gelisah, pupil


anisokor.
DS :-

Penurunan

kesadaran, Defisit self care

DO : Ku : jelek, kesadaran : coma, kelemahan fisik


GCS : E1V1M2, rambut klien kotor
terdapat bercak darah dirambut, bau
mulut tidak sedap, kulit tubuh
tampak kotor
L.

Diagnosa keperawatan

1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d adanya penumpukan sekresi di tenggorokan dan
mulut.

2.

Ketidak efektifan pola nafas b/d Kerusakan pola pernafasan dimedula oblongata, cedera
cidera otak.

3.

Ketidak efektifan perfusi jaringan cerebral b/d Edema serebral, peningkatan TIK,
penurunan O2 ke serebral

4.

Defisit self care b/d Penurunan kesadaran, kelemahan fisik

M. Intervensi
No
1.

Diagnosa
Ketidak efektifan

perfusi

NIC
Setelah

NIC
dilakukan
Monitoring

jaringan cerebral b.d edema

asuhan keperawatan 3

serebral, peningkatan TIK

24 jam

intrakranium:

klien a.

menunjukan

tekanan

status

Kaji,
evaluasi

observasi,
tanda-tanda

sirkulasi dan tissue

penurunan perfusi serebral:

perfusion

gangguan

cerebral

mental,

membaik dengan KH:

reaksi

-TD dalam rentang

kabur, nyeri kepala, gerakan

normal

bola mata.

(120/80

mmHg)
-Tidak

pupil,

pingsan,

b.
ada

tanda

valsava

penglihatan

Hindari

tindakan

manufer

(suction

peningkatan TIK

lama, mengedan, batuk terus

-Klien mampu bicara

menerus).

dengan

jelas, c.

menunjukkan

Berikan oksigen sesuai


instruksi dokter

konsentrasi, perhatian d.
dan orientasi baik
-Fungsi

Lakukan

tindakan

bedrest total

sensori e.

Posisikan

pasien

motorik cranial utuh :

kepala lebih tinggi dari badan

kesadaran

(30-40 derajat)

membaik

(GCS 15, tidak ada f. Minimalkan stimulasi dari


gerakan involunter)

luar.
g.

Monitor Vital Sign


serta tingkat kesadaran

h.

Monitor tanda-tanda
TIK

i. Batasi gerakan leher dan


kepala
j. Kolaborasi pemberian obatobatan untuk meningkatkan
volume intravaskuler sesuai
2.

Pola nafas tidak efektif b.d

Setelah

gangguan/kerusakan

asuhan keperawatan 3

pernafasan

pusat

di

oblongata/cedera

medula
jaringan

otak

dilakukan a.

24

jam

klien

klien b.Kaji

menunjukan
nafas

pola

yang

perintah dokter.
Kaji status pernafasan
penyebab

ketidakefektifan pola nafas

efektif c.

dengan KH:

Beri posisi head up 3545 derajat

-Pernafasan

16- d.Monitor

perubahan

tingkat

20x/menit, teratur

kesadaran, status mental, dan

-suara nafas bersih

peningkatan TIK

-pernafasan vesikuler

e.

-saturasi O2: 95%

Beri oksigen sesuai


anjuran medic

f.Melakukan

suction

jika

diperlukan.
g.Kolaborasi
terapi,
3.

Defisit

self

care

b/d

Setelah

kelemahan fisik, penurunan

askep 3 x 24 jam klien a.

kesadaran.

dan

dapat

yang mandiri

klien

sehari-hari terpenuhi
(makan,

berpakaian, c.

toileting,

berhias,

hygiene, oral higiene)

dan

Monitor kemampuan

b.Monitor

-kebutuhan

tindakan

pasien terhadap perawatan diri

merawat diri : dengan


kriteria :

untuk

pemeriksaan
Bantuan perawatan diri

dilakukan

keluarga

dokter

kebutuhan

akan

personal hygiene, berpakaian,


toileting dan makan, berhias
Beri bantuan sampai
klien mempunyai kemapuan
untuk merawat diri

-klien bersih dan tidak d.Bantu klien dalam memenuhi


bau.

kebutuhannya sehari-hari.
e.

Anjurkan klien untuk


melakukan aktivitas seharihari sesuai kemampuannya

f.

Pertahankan

aktivitas

perawatan diri secara rutin


g.Dorong

untuk

secara

mandiri

melakukan
tapi

beri

bantuan ketika klien tidak


mampu melakukannya.
h.Anjurkan keluarga untuk ikut
serta dalam memenuhi ADL
klien

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-UI, Jakarta
Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia
Hudak C.M., 1994, Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002, NANDA

Anda mungkin juga menyukai