Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoadmojo, 2007).
Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang
memungkinkan

seseorang

untuk

dapat

memecahkan

masalah

yang

dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh baik dari pengalaman langsung


maupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat salah atau keliru,
karena bila suatu pengetahuan ternyata salah atau keliru, tidak dapat dianggap
sebagai pengetahuan, sehingga apa yang dianggap pengetahuan tersebut
berubah statusnya menjadi keyakinan saja. (Notoatmodjo, 2010)
Pengetahuan adalah sebelum seseorang mengadopsi

prilaku

(berprilaku baru), maka ia harus tahu terlebih dahulu apa arti manfaat perilaku
tersebut bagi dirinya atau keluarganya. Dalam suatu upaya atau kegiatan
untuk menciptakan prilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan, maka
dalam pendidikan kesehatan berupaya agar masyarakat menyadari atau

mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan mereka dan kesehatan orang


lain, dan kemana seharusnya mencari pengobatan bila mana sakit.
Pengetahuan yang lebih besar dapat menghasilkan kebiasaan
mempetahankan kesehatan yang lebih baik. Pada waktu klien menyadari
tentang kesehatannya, mereka cendrung mencari pertolongan secepatnya
untuk

masalah

kesehatan.

Pengetahuan

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan diri menghasilakan stimulus yang lebih besar untuk belajar


dari pada pengetahuan yang hanya meningkatkan kesehatan. (Potter & Perry,
2005)
2. Proses Adopsi Prilaku
Menurut penelitian Rogers (1974) yang dikutif oleh Notoatmodjo
(2003) mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
langgeng dari pada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Oleh
karena itu, Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mendapatkan

pengetahuan

sehingga

melahirkan

perilaku

baru

yang

diharapkan (positif), maka didalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai
berikut:
a. Awarness (kesadaran)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik)
Dimana individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang)
Individu akan mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih
baik lagi
d. Trial

Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan apa yang dikehendaki
oleh stimulus.
e. Adoption
Dimana subjek telah berprilaku baru sesuai denagn pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
3. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ketingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (Comprehention)
Kemampuan menjelaskan secara benar objek yang diketahui dan
dan dapat mengintrepretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application)
Kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi yang sebenarnya, dapat juga sebagai pengguanaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (syinthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan
atau menggabungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

10

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Usia
Dengan bertambahnya usia maka tingkat pengetahuan akan
berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat.
b. Pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap
diri dan lingkungannya. Sehingga akan berbeda sikap orang yang
berpendidikan lebih tinggi dengan yang berpendidikan rendah. Menurut
Mubarok (2006) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan maka makin mudah memperoleh informasi sehingga makin
banyak pula pengatahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang
kurang akan menghambat kemampuan seseorang terhadap nilai yang baru
diperkenalkan.
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan ca
ra mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi dimasa lalu.
d. Media masa
Dengan masuknya teknologi akan tersedia pula bermacam-macam
media masa. Media masa tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk
menyampaikan sejumlah informasi sehingga mempermudah masyarakat

11

menerima pesan. Dengan demikian akan mempengaruhi pengetahuan


masyarakat tentang informasi baru. (Notoadmodjo,2005)

e. Sosial budaya
Kebudayaan berpindah dari setiap generasi manusia. Setiap
generasi slalu melanjutkan apa yang telah mereka pelajari dan juga apa
yang mereka sendiri tambahkan dalam budaya tersebut. Kebudayaan juga
sebagai jalan arah didalam bertindak dan berfikir sesuai dengan
pengalaman yang sudah dimilikinya. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pula pengetahuannya.
5. Kriteria tingkat pengetahuan
Menurut Arikunto (2010) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Baik
: hasil presentasi 76% - 100%
b. Cukup
: hasil presentasi 56% - 75%
c. Kurang
: hasil presentasi < 56%
B. Kepatuhan
1. Pengertian
Keptuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis dari
dokter yang mengobatinya (Kaplan dkk, (1997) dalam http://syakirablog.blogspot.com. Dan sedangkan menurut Suckett (1976) dalam Niven
(2002), mendefinisikan kepatuhan pasien adalah sejauh mana kepatuhan yang
diberikan oleh profesional kesehatan.
2. Faktor yang mempengaruhi kepatuahan
Menurut Niven (2002) faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu:
a. Fsktor manusia

12

Faktor ini bias berasal dari tingkat pengetahuan, sikap, keadaan


psikososial, dukungan orang-orang dekat, gaya hidup, tidak peduli,
depresi, dan riwayat ketidakpatuhan.
b. Faktor obat
Faktor ini meliputi masalah pil, efek samping, jadwal minum, dan
peraturan makan.
c. Hubungan dengan dokter
Keterampilan komunikasi dan antar pribadi sikap yang tidak menghakimi,
hubungan terbuka dan jujur.
d. Pelayanan kesehatan
Apakan klinik mudah dijangkau, petugas berpengalaman dan terlatih.
Menurut Brunner & Sudath (2002), beberapa variable yang
mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:
1) Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status
sosial ekonomi, dan pendidikan (pengetahuan).
2) Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala
akibat terapi
3) Variabel program terapiutik seperti kompleksitas program dan efek
samping yang tidak menyenangkan
4) Variabel psikososia seperti intelegensi, siakap terhadap tenaga
kesehatan, penerimaan,

atau

penyangkalan terhadap penyakit,

keyakianan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainya.


3. Faktor yang mendukung kepatuhan pasien
Faktor-faktor yang mendukung kepatuhan pasien menurut Niven
(2002) antara lain:
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan, sepanjang bahwa
pendidikan tersebut merupakan pendidikan aktif seperti penggunaan bukubuku dan kaset oleh pasien secara mandiri.
b. Akomodasi

13

Faktor ini adalah suatu usaha untuk memahami cirri keperibadian pasien
yang dapat mempengaruhi kepatuhan.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Faktor ini membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman,
kelompok-kelompok

pendukung dapat

dibentuk

untuk

membantu

kepatuhan terhadap program-program pengobatan.


d. Perubahan model terapi
Program-program pengobatan dapat dibuat sederhana mungkin, dan
pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut.
e. Meningkatnya interaksi profesional kesehatan dengan pasien
Adalah suatu hal penting dalam memberikan umpan balik pada pasien
setelah memperoleh informasi tentang diagnosis.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan
menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain :
a. Pemahaman tentang instruksi
Tak seorang pundapat mematuhi instruksi jika ia salah paham
tentang instruksi yang diberikan kepadanya. Kadang-kadang ini
disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan
informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan
banyak instruksi yang harus diingat oleh pasien.
b. Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien
merupakan bagian yang dalam menentukan derajat keptuhan.
c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakian dan nilai kesehatan individu serta juga dapat
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian

14

Becer et al (1997) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan


bahwa model keyakinan berguna untuk memperkirakan adanya ketidak
patuhan.

5. Strategi untuk mengurangi ketidak patuhan


Menurut Niven (2002) berbagai strategi telah dicoba untuk
mengurangi ketidak patuhan adalah:
a. Dukunga professional kesehtan
Dukungan profesioan kesehtan

sangat

diperlukan

untuk

meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal


dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi
memegang peraana penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh
professional kesehatan baim dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan
bagi pasien.
b. Kualitas sosial
Dukungan

sosial

yang

dimaksud

adalah

keluarga.

Para

professional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk


menunjang peningkatan kesehtan pasien maka ketidak patuhan dapat di
kurangi.
c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat di perlukan.

Untuk pasien

dengan gagal ginjal kronik diantranya bagaimna cara untuk mnghindari


dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita gagal ginjal kronik.
d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien an keluarga mengenai
penyakit yang dideritanya, diet, serta cra pengobtannya.

15

C. Diet gagal ginjal dengan dialisis


1. Pengetian
Menurut Mary E. Beck (2012), diet adalah pilihan makanan yang
lazim di makan oleh seseorang atau suatu populasi penduduk. Diet memegang
peranan penting dalam penatalaksaan pasien gagal ginjal kronik. Diet yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pasien dan secara berkala diperlukan
penyesuaian mengingat perjalanan penyakitnya yang progresif.
2. Tujuan diet
Menurut Almatsier (2004) tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis
adalah untuk :
a. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status
gizi, agar pasien dapat melakukan aktifitas normal.
b. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolism tidak brlebihan.
3. Syarat diet
Menurut Almatsier (2004) syarat diet gagal ginjal dengan dialisis
adalah :
a. Energy cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien hemodialisis
(HD)
b. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB
ideal/hari
c. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energy total.
d. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energy total.
e. Natrium diberikan sesuai dengan urin yang keluar /24 jam, yaitu:
1 gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap
liter urin.
f. Kalium sesuai dengan urin yang keluar/24 jam, yaitu :
2 gram + penysuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1gram untuk tiap 1
liter urin

16

g. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu, di berikan suplemen


kalsium.
h. Fosfor di batasi, yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.
i. Cairan dibatasi yaitu: jumlah urin/24 jam di tambah 500-750 ml.
j. Suplemen vitamin bila diperlukan terutama vitamin larut air seperti B6,
asam folat an vitamin C.
k. Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen entral yang mengandung
energi dan protein tinggi.
4. Jenis diet
Menurut Almatsier (2004)

berdasarkan berat badan dibedakan

menjadi 3 jenis diet dialisis:


a. Diet dialisis I, 60 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan 50 kg.
b. Diet dialis II, 65 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan 60 kg.
c. Diet dialisis III, 70 gram protein. Diberikan kepada pasien dengan berat
badan 65 kg.
5. Hal yang perlu diperhatikan dalam dalam diet
Secara umum, yang harus di perhatikan dalam diet ini adalah sebagai
berikut :
a. Seimbang konsumsi protein
Sangatlah penting untuk mendapatkan konsumsi protein yang tepat
karena diperlukan dalam membentuk otot, memperbaiki jarinagn yang
rusak, dan melawan infeksi. Asupan protein yang sesuai akan membuat
tubuh mendapatkan protein yang cukup tanpa menghasilkan urea (hasil
metabolism protein) berlebihan dan memperberat kerja ginjal. Protein
hewani berasal dari telur, ikan, daging, keju dan susu. Sedangkan protein
nabati berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian
b. Kurangi konsumsi garam

17

Batasi konsumsi garam sampai 4-6 gram perhari guna mencegah


timbunan cairan dalam tubuh serta membantu mengontrol tekanan darah.
c. Batasi asupan cairan
Pada stadium awal, mungkin anda tidak perlu membatasi asupan
cairan. Namun, saat fungsi ginjal memburuk dan pasien menjalani dialysis
(cuci darah), pasien akan menghasilkan urin dalam jumlah sangat sedikit,
dan bahkan tidak kencing sama sekali. Hal ini kan menyebabkan timbunan
cairan dalam tubuh, sehingga menyebabkan timbunan ciran dijantung,
paru-paru, dan tungkai.
d. Batasi asupan kalium
Tujuan pembatasan kalium adalah disebkan ginjal yang sudah
rusak tidak dapat membuangnya dari dalam tubuh. Kalium yang inggi
akan membuat irama jantung tidak normal, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Contoh makanan yang mengandung kalium tinggi adalah
pisang, jeruk, kiwi, kismis, kacang-kacangan, kentang, asparagus, tomat
dan labu.
e. Batasi asupan fosfor
Tujuan membatasi fosfor menjaga kesehatan tulang. Kelebihan
fosfor dalam darah akan menyebabkan kalsium berkurang, sehingga
tulang menjadi rapuh. Contoh makanan yang tinggi fosfor adalah telur,
susu, yoghurt, keju, biji-bijian, dan minuman bersoda
f. Asupan kalori harus tetap cukup
Tujuannya adalah mencegah penghancuran jaringan tubuh yang
sudah ada. Jika memiliki berat badan berlebih, pasien harus mengurangi
asupan karbohidrat. Lemak dapat menjadi sumber kalori yang baik bagi
tubuh. Pastikan lemak yang dikonsumsi termasuk dalam golongan

18

monounsaturated dan polyunsaturated (misalnya minyak saitun) guna


membantu melindungi pembuluh darah.
g. Zat besi
Biasanya pasien gagal ginjal kronis mengalami anemia dan
membutuhkan suplemen zat besi. Makanan yang mengandung banyak zat
besi adalah hati, daging sapi, daging ayam, serta sereal yang diperkaya
dengan zat besi.
6. Bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan
Tabel 1
Bahan makanana yang diannjurkan dan tidak dianjurkan
No
1

Bahan

Dianjurkan

Tidak

Makanan
Sumber

Dianjurkan/Dibatasi
Nasi, bihun, jagung, kentang,

karbohidrat

makaroni, mie, tepung-

Sumber

tepungan, selei, madu, permen.


Telur, daging, ikan, ayam, susu

Kacang-kacangan dan

protein

dan lain-lain.

hasil olahannya,

Sumber

Minyak jagung, minyak

seperti tempe dan tahu


Kelapa, santan,

lemak

kacang, minyak kelapa sawit,

minyak kelapa,

minyak kedelai, margarine dan

margarine, mentega

mentega rendah garam.

biasa dan lemak

Sumber

Semua sayuran dan buah,

hewan.
Sayuran dan buah

vitamin

kecuali pasien dengan

tinggi kalium pada

dan

hiperkalemia dianjurkan yang

pasien hiperkalemia.

mineral

mengandung kalium
rendah/sedang

----

19

D. Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Menurut Price & Wilson dalam NANDA Gagal ginjal yaitu ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya
dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam
beberapa hari atau minggu. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai
macam penyakit yang merusak masa nefron ginjal (Huda & Kusuma, 2013).
Menurut Suwitra (2006) penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah keaadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada penyakit ginjal kronik. Kriteria penyakit ginjal kronik yaitu :
a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainanan struktural atau fungsional, dengan atau penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG), dengan manifestasi :
1. Kelainan patologis
2. Terdapat tanda kelainan ginja, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tesis).

20

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m selama 3


bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keaadan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan
LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m, tidak termasuk criteria
penyakit ginjal kronik.
2. Etiologi
a. gangguan pembuluh darah ginjal
berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabbkan iskemia ginjal
dan kematian jarian ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi skleratik progresif pada
pembuluh darah. Hyperplasia fibromuskuler pada satu atau lebih arteri
besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak
diobati,dikarateristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem,
perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguaan imunologis
Seperti glomerulonefritis dan SLE
c. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja dari traktus urinarius bakteri. Bakteri
ini mencapai ginjal melalui aliran darah tau yang lebih sering secara
ascenden dari traktus urinarius bawah lewat ureter ke ginjal sehingga

21

dapatmenimbulkan

kerusakan

ireversibel

ginjal

yang

disebut

plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik
Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat
sehngga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut
dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluhn darah secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer
Terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi traktus urinarius
Oleh batu ginjal, hipertropi prostat, dan konstriksi uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter
Penyakit
polisiklik
suatu
kondisi
keterunan

yang

dikarakteristikoleh terjadinya kista/kantong berisi cairan didalam ginjal


dan organ lain. Ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renal) serta
adanya asidosis (Wijaya & Putri, 2013).
3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya prosen
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurang masa ginjal menyebabkan
hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nefhrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan grow faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang di ikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

22

akhirnya di ikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun


penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis
renin-angiotensin-aldesteron internal, ikut memberikan distribusi terhadap
terjadinya hiperfiltarsi, skelerosis dan progresifitas tersebut. Aktifitas jangka
panjang rennin-angiotensin-aldosteron,sebagian di perantarai oleh grow faktor
seperti transforming grow faktor seperti transforming grow fkctor (tgf-).
Beberapa hal juga yang dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminaria, hipertensi, hiperglikemia,
dislidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya skelerosis
dan fibroisis glomelurus maupun tabulointestinal.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keaadaan mana basal LFG masih
normal atau malah meningkat. Kemudain secara perlahan tapi pasti, akan
terjadi penurunan fungsi nefron yang progresife, yang ditandai dengan
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 60% pasien
masih belum merasakan keluhan

(asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai LFG sebesar 30%, mulai
ada keluhan pada pasien seperti, nukturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien
memperlihatkan tanda dan gejala uremiayang nyata seperti, anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritas, mual,

muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena

infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi

23

saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan kesimbangan elektrolit, antara lain natrium dan
kalium, pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih
serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
reflecement therapy) antara lain dialisis atau tranpalantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada gagal ginjal.
4. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik menurut Suwitra (2006) berdasarkan
atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut :
(140umur ) x berat badan
LFG (ml/menit/1,73m) 72 x kreatinin plasma( mg ) *)
dl
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2
Tabel 2
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Drajat Penyakit
N

Penjelasan

LFG

Kerusakan ginjal dengan LFG

(ml/menit/1,73m)
90

normal atau meningkat


Kerusakan ginjal dengan LFG

60 89

menurun ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG

30 59

o
1

Drajat

menurun sedang
4

Kerusakan ginjal dengan LFG

menurun berat
Gagal ginjal

15 29
< 15 atau dialysis

24

5. Pemeriksaan penunjang
a. Urin
1) Volume
: < 400ml/24 jam (oliguria) atau anuria
2) Warna
: urin keruh
3) Berat jenis < 1,015
4) Osmolalitas < 350 m osm/kg
5) Kliren kreatinin
: turun
++
Na > 40 mEq/lt
6)
7) Protein
b. Darah

: Proteinuria (3-4 +)

1) BUN/kreatinin

2) Hitung darah lengkap : Ht , Hb < 7-8 gr%


3) Eritrosit
: Waktu hidup
4) GDA, Ph
++
Na serum
5)
6)

+
K

7)

+
Mg

: asidosis metabolic
:
:
:

/ fosfat

8) Protein (khusus albumin) :


9) Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
6. Penatalaksanaan
a. Pengaturan minum pemberian cairan
b. Pengendalian hipertensi = < pengurangan intake garam
+
c. Pengendalian K darah
d. Penanggulangan Anemia
e.
f.
g.
h.
i.
j.

tranfusi

Penanggulangan asidosis
Pengobtan dan pencegahan infeksi
Pengaturan protein dalam makan
Pengobtan neuropati
Dialisis
Tranplantasi

25

(Wijaya & Putri, 2013)


7. Komplikasi
a. Hiperfosfatemia
b. Hipokalemia
c. Anemia
d. Hiperparatiroid
e. Hipertensi
f. Malnutrisi
g. Asidosis metabolik
h. Dislipidemia
i. Gagal jantung
j. Uremia
E. Hemodialisis
1. Pengertian hemodialisa
Menurut Brunner & Suddarth (2002) terapi hemodialisis merupakan
terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolime atau racun tertentu
dari perdaran darah manusia seperti air, natruim, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Dialyzer merupakan suatu membrane
atau selaput semi permeabel. Membrane ini dapat dilalui oleh air dan zat
tertentu atau zat sampah. Proses ini disebut dialysis yaitu proses berpindahnya
air atau zat, bahan melalui membrane semi permeable.
2. Tujuan hemodialisis
a. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan
asam urat.
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan dinding antara
darah dan bagian cairan.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(Wijaya & Putri, 2013).
3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( Laju filtrasi glomerulus < 5 ml).

26

b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila


terdapat indikasi :

+
1) Hiperkalemia ( K darah > 6 meq/l)
2) Asidosis
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah (Ureum >200 mg%,
kreatinin serum > 6 meq/l
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatotorenal dengan criteria :
+
1) K PH darah < 7,10 asidosis
2) Oliguria / anuria > 5 hari
3) GFR < 5 ml / I pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
(Wijaya & Putri, 2013).
4. Kontra indikasi
a. Hipertensi berat (TD > 200/100 mmHg)
b. Hipotensi (TD < 100 mmHg)
c. Adanya perdrahan hebat
d. Demam tinggi
(Wijaya & Putri, 2013).
5. Prinsip-prinsip yang mendasari kinerja hemodialisa
Menurut Brunner & Sudarth (2002) ada tiga prinsip yang mendasari
kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat
limbah didalam darah dikeluarkan melalui proses difusi denagn cara bergerak
dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat yang lebih
rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan
konsentrasi ekstra sel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan
dengan mengatur rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. (pori-pori

27

kecil dalam membrane semifermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel arah


merah dan protein).
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui osmosis.
Pengeluran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradient tekanan;
dengan kata lain, dengan kata lain air bergerak dari daerah tekanan yang lebih
tinggi (tubuh pasien) ketekanan lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini
dapat ditingkatkan melalui penanbahan tekanan negative yang dikenal dengan
ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negative diterafkan pada alat ini
sebagai kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran
air. Karena pasien tidak dapat mengeluarkan cairan hingga tercapai
isopolemia (keseimbangan cairan).
6. Akses pembuluh darah
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pemoralis atau vena subclavia
b. Cimino dengan membuat fistula interna arteriovenosa operasi
(LA. Radialialis dan V. sevalika pergelangan tangan non dominan. Darah
dipirau dari A ke V sehingga vena membesar.
(Wijaya & Putri, 2013).
7. Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang
Raharjo (2006) jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi di atas 75%
(gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa
merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan
tindakan yang dapat dilakukan sebagi upaya memperpanjang usia penderita.
Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita
pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejakteraan kehidupan pasien
yang gagal ginjal.

28

Brunner & Sudarth (2002)

mengatakan diet dan masalah cairan

merupakan masalah penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis


mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, subtansi yang bersifat asam ini
akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksin.
Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal
sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap system tubuh. Lebih
banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejal yang timbul. Diet rendah
protein akan mengurangi penumpikan limbanh nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis
yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya
memerlukan beberapa penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium dan cairan. Banyak obat yang seluruhnya atau sebagian
melalui ginjal , pasien yang memerlukan obat-obatan ini dalam darah dan
jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
8. Perangakat Hemodialisa
Tindakan hemodialisa memerlukan peralatan khusus yang meliputi
mesin hemodialisis, dializer, blood line, fistula needle.
a. Mesin hemodialisa adalah mesin mesin khusus yang dirancang
khususyang dirancang untuk hemodialisa. Mesin ini mengatur dialisat
dengan system proporsional, memantau tekanan dan konduktifitas dialisat
dan darah mengatur suhu, kecepatan aliran darah dan dialisat. Terdapat

29

beberapa sensor untuk mendeteksi dan pencegahan resiko komplikasi,


pompa darah untuk mengalirkan darah dan syringe pump untuk pemberian
antikoagulan.
b. Dialyzer disebut juga dengan ginjal buatan atau hallow fiber adalah
tabung yang berisi serabut berongga yang merupakan kompartemen darah
dan dialisat yang dipisahkan oleh membrane. Di dalam dialyzer inilah
terjadi mekanisme difusi dan konveksi.
c. Blood line adalah selang-selang untuk hemodialisis yang berfungsi untuk
mengalirkan darah ked an dari dialyzer. Terdiri dari dua untai yaitu arterial
line yang mengalirkan darah ke dialyzer dan venous line yang
mengalirkan darah dari ginjal buatan ketubuh.
d. Fistula needle adalah jarum yang ditusukan pada akses vaskuler untuk
mengalirkan darah ke ginjal buatan melalui line blood. Terdapat dua buah
jarum yaitu jarum inlet dan outlet.
9. Durasi hemodialisa
Durasi hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap
hemodialisis dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 x/minggu. Frekuensi
hemodialisis dapat diberikan 3 x/minggu dengan durasi 4-5 jam. Idealnya 1015 jam perminggu. Berdasarkan pengalaman selama ini, frekuensi 2 x/minggu
telah menghasilkan nilai adekuasi yang mencukupi dan pasien merasalebih
nyaman. Selain itu, dan asuransi kesehatan yang tersedia juga terbatas dan
hanya dapat menanggung hemodialisis dengan frekuensi rata-rata 2x/minggu
selama 4-5 jam dengan memperhatikan kebutuhan individual.
10. Cara kerja mesin hemodialisa
Pada gagal ginjal kronik, hemodialisis dilakuakan dengan mengalirkan
darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialyzer) yang terdiri dari dua

30

kompartemen

yang

terpisah.

Darahpasien

dipompa

dan

dialirkan

kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan


(artificial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialiri cairan
dialysis yang bebas pirogen., berisi larutan dengan komposisi elektrolit mirif
serum normal dan tidak mengadung serum normal dan tidak mengandung sisa
metabolism nitrogen. Cairan dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpisah akan mengalami perubahan
konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi ke
konsentrasi yang tinggi ke konsentarsi yang rendah sampai konsentrasi yang
terlarut sama di kedua kompartemen (difusi).
Pada proses dialisis air juaga dapat berpindah dari kompartemen darah
ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan air ini disebut
ultrafiltrasi. Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat
terlarut yang berpindah (sudoyo, 2006).
11. Keuntungan hemodialisis
Hemodialisis mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya sebagai
berikut :
a. Tidak ada nyeri/sakit selama prosedur.
b. Dilaksanakan secara santai, pasien bisan sambil makan/nonton TV, baca
buku dll.
c. Hemodialisa sebagai terapi dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan
memperpanjang usia. Namun tindakan itu tidak bebas resiko. Selain
kesiapan tenaga kesehatan di unit dialysis untuk mengatasi komplikasi,
kesiapan pasien secara psikologis dan dukungan keluarga berperan sangat
penting dalam keberhasilan hemodialisis.

31

d. Hemodialisis dapat sedini mungkin menghambat progresivitas penyakit.


Yaitu jika pengeluran kreatinin 9-14 ml/menit/1,73 m. baik pada
penderita diabetes maupun non diabetetes. Hemodialisis bias dimulai lebih
awal pada pasien malnutrisi, pasien mengalami kelbihan cairan tubuh,
penurunan kesedaran, kejang, radang kandung jantung, hiperkalemia
(meningginya kadar kalium darah), serta asidosis metabolicberulang.
Kreatinin adalah zat racun dalam darah, terdapat pada seseorang yang
ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan normal.
e. Hemodialisis dapat dilakuakn pada pasien gagal ginjal akut dan kronik.
f. Hemodialisis dapat dilakuakan pada psien gagal ginjal karena sumbatan
batu yang an menjalani operasi dan psien yang menjalani oprasi dan
pasien yang menunggu cangkok ginjal.
g. Kerugian hemodialisis
Disamping memiliki beberapa keuntungan, hemodialis juga mempunyai
beberapa kerugian, diantaranya sebagai berikut:
1. Fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun
2. Pembatasan asupan cairan dan diet lebih kuat
3. Kadar hemoglobin lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoiti
meningkat.
4. Efek samping hemodialisis anatara lain tekanan drah rendah, anemia,
keram otot, detak jantung tak teratur, mual, muntah, sakit kepala,
infeksi, pembekuan darah (thrombus), dan udara dalam pembuluh
darah (emboli).
12. Komplikasi
Komplikasi akut hemodialisa adalah kompliksi yang sering terjadi
selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah : hipotensi, kram otot, mual dan muntah,sakit kepala, sakit dada, sakit
punggung, gatal, demam, menggigil. Sedangkan kompliksi yang jarang terjadi

32

misalnya: sindroma disekuilibrium, reaksi, dialiser, aritmia, tamponade


jantung, perdarahan intara cranial, kejang, homolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivitas, komplemen akibat, dialysis, dan hipoksemia (Sudoyok,
2006).
F. Penelitian terkait
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Desi Sari tahun 2014 tetang
hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan
diet pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru berdasarkan hasil Chi Square diperoleh nilai p value (0,046)
< (0,05). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan kepatuhan diit pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa.
Bedasarkan riset penelitian yang dilakukan oleh Bertalina dan Dewi Sri
Sumardilah di Ruamah Sakit Abdul Muluk Bandar Lampung tahun 2012 tentang
faktor kepatuhan diet pasien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisa dimana
hasil bivariat didapat variabel yang berhubungan dengan kepatuhan diet adalah
pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga. Hasil multivariate menunjukan
variabel yang paling dominan adalah pengetahuan (pv=0,03 dan OR = 5.938)
setelah dikontrol dengan variabel siakap dengan dukungan keluarga.
G. Kerangka konsep
Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau suatu keterkaitan antara
konsep satu dengan konsep lainnya dan maslah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,
2012). Berdasarkan kerangka teori diatas, maka penulis menbuat kerangka
konsep sebagai berikut :
Gambar 1
Kerangka konsep penelitian

33

Variabel Independen

Variabel Dependen

Tingkat
pengetahuan

Keptuhan diet
pasien gagal ginjal
kronik yang
menjalani
hemodialisis

H. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil
sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dari hasil penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2010)
Ha (Hipotesis alternative) :
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan diet pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD A. Yani Metro 2015
Ho (Hipotesis nol) :
Tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap kepatuhan diet pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani terafi hemodialisa di RSUD A. Yani Metro 2015
I. Variabel penelitian
Variabel adalah suatu yang digunakan sebagai cirri, sifat, ukuran yang
dimiliki, atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang konsep penelitian tertentu
(Notoatmojo, 2012).
1. Variabel independen
Variabel indevenden merupakan variabel yang mempengaruhi (Notoatmodjo,
2012). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi (Notoatmodjo,
2012). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

kepatuahan diet

pasien gagal ginjal kronik yang menjani hemodialisa.


J. Defenisi Oprasional
Definisi oprasional bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran
atau

pengamatan

terhadap

variabel-variabel

pengembangan instrument (Nursalam,2011)


Tabel 3

yang

bersangkutan

serta

34

Definisi Oprasional
No

Variabel

1
1

2
Independen
Tingkat
pengetahuan
pasien gagal
ginjal
kronik

Dependen
Kepatuhan
diet pasien
gagak ginjal
kronik yang
menjalani
hemodialisa

Definisi
oprasional
3

Cara
ukur
4

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

Angket
Pemahaman
(C2) penderita
gagal ginjal
kronik
terhadap diet
gagal ginjal
dengan
dialisis
Pengertian,
tujuan, syarat,
hal yang perlu
diperhatiakan

Kuisioner Baik, jika nilai =


7,6 - 10

Aplikasi (C3)
Sejauh mana
pasien
mengikuti
anjuran klinis
tentang diet
pasien gagal
ginjal kronik
yang
menjalani
hemodialisa

Kuisioner Patuh = jika nilai


rentang > 41

Angket

Ordinal

Cukup, jika nilai


= 5,6 -7,5
Kurang, jika nilai
= < 5,6

Tidak patuh = jika


nilai rentang < 40

Ordinal

Anda mungkin juga menyukai