Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang

ditularkan melalui gigitan nyamuk. Pasien dengan malaria sering mengalami gejala-gejala
seperti demam, menggigil, dan flu-like syndrome. Jika malaria tidak ditangani dengan baik,
maka dapat timbul komplikasi-komplikasi sampai dengan kematian (CDC, 2012).
Sekitar 300-500 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya. Prevalensi terbesar terdapat
pada daerah tropis yang terletak di dataran rendah seperti di pantai-pantai. Plasmodium
falciparum ditemukan hampir di setiap daerah tropis dan menyebabkan 50% kasus infeksi
serta 95% kematian dari seluruh kasus malaria. Plasmodium vivax dan ovale memiliki
penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan Plasmodium falciparum dan lebih sedikit
mengakibatkan kesakitan dan kematian. Akan tetapi, Plasmodium vivax dan ovale memiliki
fase hipnozoit dalam hati yang memungkinkannnya untuk mengakibatkan infeksi laten
(Jorge, 2013).
Dalam 10 tahun terakhir ini, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, WHO mencatat
adanya penurunan angka kematian oleh karena malaria di daerah Afrika sebanyak 33% yaitu
dari 985.000 kematian pada tahun 2000 menjadi sekitar 660.000 kematian pada tahun 2010
(PMI, 2013). Di Indonesia, penyakit malaria mencatat jutaan kasus kejadian infeksi dan
menyebabkan sekitar 40.000 kematian tiap tahunnya (CDC, 2012).
Sediaan darah tipis dan darah tebal serial berguna untuk membantu diagnose malaria dan
tingkat parasitemia perlu diketahui terutama pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum untuk terapi dan menilai prognosis. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi
berupa malaria serebral, kejang, metabolik asidosis, anemia, hipoglikemia, gagal ginjal akut,
blackwater fever, dehidrasi, dan bisa sampai menyebablan kematian (Murray et al., 2010).
1.2.

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk dapat memahami tentang definisi,

epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, dan prognosis pasienpasien dengan malaria. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga digunakan untuk
memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan program pendidikan profesi dokter di

departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan, Sumatera
Utara.

1.3.

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi kepada
pembaca maupun klinisi tentang penyakit malaria sehingga diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut (Parmet S. et al,
2007). Sedangkan , Finch, R.G. et al (2012) mengatakan bahwa malaria merupakan suatu
infeksi yang menyerang pada sistem darah manusia. Berdasarkan Chew S.K. (1992), terdapat
empat spesies plasmodium yang bisa menginfeksi manusia yaitu, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Walaupun begitu,
studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang bisa menginfeksi
manusia. Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi
(Marano & Freedman, 2009).
2.2. Epidemiologi
Di daerah mana saja yang terdapat suhu yang sesuai, yaitu melebihi isotherm 16 o C,
serta terdapat koeeksistensi manusia dan nyamuk Anopheles sp, maka terdapat faktor risiko
untuk penularan malaria. Kelima-lima parasit Plasmodium yang bisa menginfeksi manusia
terdistribusi di tempat geografis yang berbeda. Plasmodium falciparum paling sering ditemui
di Afrika Sub-Sahara dan Melanesia; Plasmodium vivax pula ditemui di Amerika Sentral,
Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan subkontinen India; Plasmodium Ovale
ditemui hamper secara eksklusif di Afrika Barat; Plasmodium malariae bisa ditemui di
seluruh dunia walaupun terkonsentrasi di Afrika dan Plasmodium knowlesi yang sejak
kebelakangan ini didokumentasikan di beberapa kepulauan Bornea serta di beberapa daerah
Asia Tenggara (Roe & Pasvol, 2009).
2.3. Etiologi
Penyebab

penyakit malaria adalah

parasit malaria, suatu protozoa

dari genus

Plasmodium. Malaria ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles. Transmisi tidak terjadi


dibawah suhu 16 derajat dan diatas 33 derajat serta pada ketinggian diatas 2000 meter. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan sporogoni tidak dapat terjadi pada suhu demikian. Kondisi
optimum terjadinya transmisi adalah pada suhu 20-30 derajat (White, 2008). Sampai saat ini
di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu :

1) Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika yang berat karena kemampuannya


menginvasi eritrosit semua umur sehingga menyebabkan parasitemia yang tinggi dan
menyebabkan anemia berat. Plasmodium ini umumnya menyebabkan sekuesterasi pada
pembuluh darah kecil dan menyebabkan berbagai komplikasi malaria berat
2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. Infeksi Plasmodium ini membentuk
hipnozoit yang bersifat dorman dan menyebabkan relaps
3) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria tertian dan mempunyai kemampuan membentuk
hipnozoit yang dapat menyebabkan relaps
4) Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana
5) Plasmodium knowlesi, menyebabkan malaria yang langka namun telah didokumentasikan
di Borneo, Thailand, Myanmar, Singapore, Filipina, dan beberapa kawasan Asia Tenggara
lainnya serta di Amerika Selatan. Infeksi malaria ini menyebabkan infeksi yang fatal dan
harus di tatalaksana secara agresif sesuai dengan tatalaksana P. falciparum (Depkes, 2008).
Tabel 1. Perbedaan antar Plasmodium

Siklus hidup
Fase pre-eritrositik
Infeksi malaria dimulai ketika nyamuk anopheles menginokulasikan sejumlah kecil
sporozoit plasmodium (8-15) ketika menghisap darah. Setelah injeksi sporozoit akan masuk
ke sirkulasi melalui pembuluh darah dan limfe dan mencapai tropismenya di sel parenkim
hati dan memulai fase perkembangan aseksual. Stadium ini berlangsung kurang lebih selama
15 hari sebelum akhirnya schizont rupture dan menlepaskan merozoit ke dalam sirkulasi
darah. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale siklus intrahepatic memasuki bentuk dorman sebagai
hipnozoit dan aktif kembali setelah beberapa bulan sebagai relaps infeksi. Fase ini bersifat

asimptomatik pada manusia sporozoit yang motil akan mencari pembuluh darah (White,
2008).
Fase aseksual
Merozoit yang dilepaskan ke dalam pembuluh darah bersifat motil dan akan
menginvasi sel eritrosit dengan cepat. Proses invasi melibatkan perlekatan ke dalam eritrosit
dan interiorisasi dilakukan dengan cara gerakan aktif parasite terhadap membrane eritrosit
yang mengalami invaginasi. Setelah berada dalam eritrosit, parasite akan berada dalam
sitosol eritrosit yang dikelilingi oleh membran plasma dan vakuola parasitophrous. Proses
perlekatan merozoit ke sel eritrosit melibatkan reseptor pada permukaan sel eritrosit. Pada P.
vivax reseptor ini melibatkan Duffy blood group antigen Fya atau Fyb. Pada P. falciparum
protein merozoit EBA 175 memainkan peranan penting dalam proses invasi. Perlekatan
protein ini pada reseptor permukaan eritrosit akan mengaktivasi motor aktin pada parasite dan
memberikan energy untuk proses invasi. Reseptor permukaan sel pada P. malariae dan P.
ovale tidak diketahui (White, 2008) .
Selama fase awal perkembangan intraeritrositik (<12jam), tropozoit mengambil
bentuk cincin dan sulit dibedakan pada spesie plasmodium. Pada P. falciparum bentuk
tropozoit menyerupai headphone dengan kromatin berwarna gelap dalam nukleus.
Plasmodium yang berada dalam eritrosit akan terus tumbuh dengan mengonsumsi isi eritrosit.
Dengan pertambahan ukuran ini eritrosit yang terinfeksi P. falciparum berbentuk sferis dan
lebih sulit mengalami deformitas, sementara yang terinfeksi oleh P. vivax menjadi lebih
mudah mengalami deformitas. Proteolisis hemoglobin dalam vakuola digestif akan
melepaskan asam amino yang akan digunakan oleh parasit untuk pertumbuhan, protelisis ini
akan melepaskan haem, haem yang dilepaskan akan mengoksidasi ferri membentuk substansi
toksik dan dengan cepat mengalami dimerisasi ke bentuk sustansi kritalin, hemozoin (Jorge,
2013).
Zat sisa metabolisme tampak sebagai pigmen coklat kehitaman yang dapat terlihat
dalam vakuola pada parasite yang sedang tumbuh. Untuk mendapatkan zat nutrisi lain,
plasmodium akan menginsersi transporter pada permukaan eritrosit. Kurang lebih setelah 1214 jam pertumbuhan P. falciparum akan mengekspresikan Plasmodium falciparum
erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1) yang berfungsi dalam proses perlekatannya ke
pembuluh darah yang dikenal sebagai proses sitoaderens, proses ini tidak dijumpai pada
plasmodium tipe lain. P ovale dan vivax tumbuh dalam eritrosit dan meningkatkan ukuran

eritrosit serta menampilkan bintik-bintik merah yang dikenal sebagai Schuffner dots. Infeksi
P. malariae dan P. knowlesi akan menghasilkan bentuk karakteristik berupa pita. Eritrosit
kemudian akan lisis dan melepaskan merozoit yang kemudian akan menginvasi kembali
eritrosit lainnya. Beberapa merozoit yang kini memasuki sel darah merah baru tidak
membentuk schizon tetapi membentuk gametosit yaitu mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) untuk perkembangan pada siklus seksual (White, 2008).

Gambar 1. Proses Sitoaderens dan Rosetting


Fase seksual
Siklus seksual terjadi di tubuh nyamuk anopheles dimana darah dari vertebra yang
mengandung gametosit dihisap masuk ke dalam tubuh nyamuk tersebut. Mikrogametosit dan
makrogametosit dalam tubuh nyamuk kemudian berkembang menjadi mikrogamet dan
makrogamet. Dalam lambung nyamuk, mikrogamet dan makrogamet mengadakan fertilisasi
yang menghasilkan zigot. Zigot kemudian berkembang menjadi ookinet yang dapat
menembus dinding lambung nyamuk. Ookinet kemudian tumbuh menjadi ookista yang
mengandung ribuan sporozoit dan dengan pecahnya ookista maka sporozoit akan dilepas ke
dalam rongga badan dan bergerak ke seluruh jaringan nyamuk. Beberapa sporozoit
bermigrasi sampai pada kelenjar air liur nyamuk dan siap untuk ditularkan kepada hospes
vertebrata melalui gigitan (White, 2008).

Gambar 2. Siklus Hidup Malaria

Gambar 3. Tampilan Apusan Darah Tepi

Tabel 2. Perbedaan Tampilan Hapusan Darah Tepi

Usia

P. Falciparum
eritrosit Muda dan tua

terinfeksi
Ukuran eritrosit

Normal

P. Vivax
Muda

P. Ovale
Muda

P. malariae
Tua

Membesar

Membesar,

Normal

berbentuk

oval

dengan fimbriae
Warna eritrosit
Granul

Pigmen

pada kutubnya
Normal-hitam
Normal-pucat
Normal
Normal
Granul
merah Granul
merah Granul
merah
kasar

yang halus

yang halus

yang

tersebar

pada terdapat

pada terdapat

pada

fase semua

fase

trofozoit

matur semua

dan

skizon (Schuffner dots)

(Maurers cleft)
Coklat tua, rapat

Coklat keemasan Coklat kasar

Pigmen

tersusun

coklat kasar

renggang

2.4. Patogenesis

(Schuffner dots)
granul

Berbagai patofisiologi pada malaria umumnya disebabkan oleh penghancuran eritrosit


dan pelepasan material eritrosit ke dalam sirkulasi dan reaksi imun terhadap proses ini.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami sekuesterasi pada mikrosirkulasi di
organ vital, sehingga menggangu aliran darah dan metabolism pejamu. Proses demam tinggi
dan menggigil disebabkan oleh
Pelepasan glikolipid yang berasal dari glikosilphosphatidilinositol yang merupakan protein
yang secara kovalen mengikatkan parasit ke membran lipid pada sel eritrosit. Pelepasan
glikolipid ini diikuti dengan pelesapasan pigmen yang merupakan zat sisa, dan antigen
malaria yang secara langsung terpajan pada sirkulasi sistemik. Faktor-faktor ini berperan
secara langsung dalam menginduksi respon imun sistemik yang kemudian memicu pelepasan
sitokin dalam jumlah banyak antara lain IL-1, IL-6, IL-8, IFN, dan TNF . Sitokin ini akan
secara langsung menginduksi demam dengan cara meningkatkan set point pada hipotalamus.
Proses lisis eritrosit yang periodik menyebabkan terbentuknya gejala yang periodik pula
(Jorge, 2013).
Pada infeksi oleh P. falciparum, terjadi perlekatan pada endotel mikrovaskuler
(sitoaderens). Proses ini dikenal sebagai sekuetrasi Proses ini diawali dengan kontak awal
pada permukaan endotel, rolling, dan adherence. Setelah mengalami sekuestrasi eritrosit
tidak akan terlepas hingga lisis eritrosit. Proses sekuesterasi umumnya terjadi pada vena di
organ vital dan tidak terdistribusi secara merata terutama di otak, jantung, mata, hati, ginjal,
saluran cerna, dan adiposit. Sekuesterasi umumnya disusul dengan proses rosetting dan
aglutinasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi pembuluh darah. Rosetting merupakan
proses perleketan eriteosit yang terinfeksit terhadap eritrosit sehat dan membentuk
konfigurasi menyerupai bunga mawar. Proses ini diperankan oleh PfEMP1 terhadap reseptor
komplemen CR1, heparin sulphat, dan molekul permukaan sel darah merah lainnya.
Pelepasan sitokin juga menyebabkan meningkatya ekspresi berbagai molekul adhesi pada sel
endotel sehingga meningkatkan jumlah eritrosit yang ter sekuesterasi ke mikrosirkulasi Gaya
yang diperlukan untuk melepaskan konfigurasi ini adalah 5 kali lebih besar dibandingkan
sitoaderens. (White, 2008).

10

Gambar 4. Ekspresi Molekul Adhesi pada Endotel


Anemia pada malaria terjadi karena lisisnya sel eritrosit yang terinfeksi maupun tidak.
P. falciparum menginfeksi eritrosit yang muda dan tua sehingga berpotensi menyebabkan
anemia berat pada inefksi akut maupun kronis. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi
eritrosit muda yang merupakan 2% populasi eritrosit. P. malariae hanya menginfeksi eritrosit
tua yang merupakan 1%

populasi eritrosit. Infeksi ketiga plasmodium ini hanya

menyebabkan anemia pad kondisi kronis. Terjadinya diseritropoesis pada malaria dapat
disebabkan oleh produksi sitokin intramedular yang akan menyebabkan supresi sumsum
tulang. Hal ini dapat terlihat dengan rendahnya nilai retikulosit pada kondisi anemia ini
(Jorge, 2013; Depkes, 2008).
2.5. Gejala Klinis
Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita dan tingginya
transmisi infeksi malaria. Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,
anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa lesu, malaise, sakit
kepala, sakit punggung, nyeri sendi dan tulang, anoreksia, dan diare ringan (Harijanto, 2006).
Gejala yang klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan: periode dingin
(15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut, pada saat
menggigil seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya
temperatur. Lalu memasuki periode panas: wajah penderita tampak merah, nadi cepat, dan
suhu badan tetap tinggi dalam beberapa jam, diikuti adanya keringat. Lalu memasuki periode

11

berkeringat: penderita berkeringat banyak, temperatur turun, dan penderita merasa sehat
(Harijanto, 2006).
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia adalah: pengerusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoesis sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune complex,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin (Harijanto,
2006).
Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria. Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa akan teraba setelah 3
hari dari serangan infeksi akut (Harijanto, 2006).
Malaria Falsiparum
Merupakan bentuk malaria yang paling berat ditandai dengan demam yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Malaria falsiparum memiliki progresivitas yang cepat, parasitemia yang
tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu
sakit kepala, nyeri tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Demam biasanya
ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40 C. Gejala
lain dapat berupa konvulsi, pneumonia aspirasi, dan banyak keringat walaupun temperatur
normal. Apabila infeksi memberat, nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat diikuti
gejala kelainan paru seperti batuk. Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan
nyeri pada perabaan. Hepatomegali dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat
berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan
leukopenia dan monositosis (Harijanto, 2006).
Malaria Vivax
Masa inkubasi 12-17 hari, dan bisa memanjang hingga 20 hari. Pada hari pertama
demam ireguler, kadang-kadang remiten atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin
atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik
setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi pada
sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waku 7-14 hari. Pada minggu kedua
limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setalah 14 hari, limpa masih membesar dan
demam masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara krisis.

12

Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena hipoalbuminemia


(Harijanto, 2006).
Malaria Malariae
Masa inkubasi 18-40 hari. Gejala klinis seperti pada malaria vivax tetapi berlangsung
lebih ringan. Anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun pembesaran
ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore, dan parasitemia
sangat rendah. Komplikasi jarang terjadi (Harijanto, 2006).
Malaria Ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-16
hari. Serangan paroksismal 3-4 hari, terjadi malam hari, dan jarang lebih dari sepuluh kali
walaupun tanpa terapi. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivaks, lebih ringan,
puncak demam lebih rendah, perlangsungan lebih pendek., dan dapat sembuh spontan tanpa
pengobatan. Serangan menggigil dan splenomegali jarang terjadi. Apabila terjadi infeksi
campuran dengan plasmodium lain, P.ovale tidak akan tampak di darah tepi, tetapi
plasmodium lain yang akan ditemukan (Harijanto, 2006).
2.6. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya yaitu berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnosik cepat
(RDT- Rapid Diagnostik Test).
Diagnosis berdasarkan anamsesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
2.
3.
4.
5.

muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal


Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria
Riwayat sakit malaria
Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
Riwayat mendapat transfusi darah (Depkes, 2008)

13

Selain hal diatas, pada penderita yang diduga malaria berat, dapat

ditemukan keadaan

dibawah ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
2. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna
7. Nafas cepat atau sesak nafas
8. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
9. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
10. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
11. Telapak tangan sangat pucat (Depkes, 2008)
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik
1.
2.
3.
4.

Demam (pengukuran dengan termometer >37,5 C)


Konjungtiva atau telapak tangan pucat
Splenomegali
Hepatomegali (Depkes, 2008)

Pada penderita yang diduga malaria berat, dapat ditemukan tanda klinis seperti dibawah ini:
1. Temperatur rektal > 40 C
2. Nadi cepat dan lemah/kecil
3. Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak < 50
mmHg
4. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada
balita, anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11
6. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)
7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang , bibir kering,
produksi urin berkurang)
8. Tanda anemia berat (konjungtiva, telapak tangan dan lidah pucat)
9. Mata ikterus
10. Ronki pada kedua paru
11. Splenomegali atau hepatomegali
12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
13. Gejala neurologik (kaku kuduk, reflek patologis)
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Dilakukan pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
- Ada tidaknya parasit malaria
- Spesies dan stadium plasmodium
- Kepadatan parasit:
a. semi kuantitatif

14

(-)
(+)
(++)
(+++)
(++++)

: negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB)


: positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
: positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
: positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
: positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

b. kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)
atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh:
*Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8000/uL,
maka hitung parasit: 8000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL
*Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah eritrosit 450.000
maka hitung parasit: 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/uL
Untuk penderita yang diduga malaria berat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-

Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6

jam sampai 3 hari berturut-turut.


Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan (Depkes, 2008)

2. Pemeriksaan dengan Rapid Diagnostic Test


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat
bermanfaat pada Instalasi Gawat Darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di
daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.
Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
- HRP-2 (Histidine Rich Protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan
-

gametosit muda P.falciparum.


Enzim Parasite Lactate Dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi
oleh parasit bentuk aseksual atau seksual P.falciparum, P.ovale, P.malariae.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu:
-

Single, mampu mendiagnosis hanya infeksi P.falciparum


Combo, mampu mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non falciparum

15

Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitivity


95% dan specificity 95%. Hal yang terpenting lainnya sebaiknya penyimpanan RDT
ini di dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer (Depkes, 2008).
3. Pemeriksaan untuk malaria berat
- Hemoglobin dan hematokrit
- Hitung jumlah leukosit dan trombosit
- Test kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali
-

fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, AGDA)


EKG
Foto thoraks
Analisis cairan cerebrospinalis
Biakan darah dan uji serologi
Urinalisis (Depkes, 2008)

2.7. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik lain termasuk analisa quantitave buffy coat (QBC) dan rapid
diagnostic tests (RDT). QBC merupakan suatu metode mikroskopik alternative di mana buffy
coat yang telah disentrifuge diwarnai dengan flurokrom sehingga parasit malaria kelihatan
terang apabila diperiksa di bawah mikroskop (Finch, R.G. et al, 2005). WHO (2005)
menjelaskan bahwa RDT, yang juga disebut sebagai dip stick atau malaria rapid diagnostic
devices (MRRDs), membantu menegakkan diagnosa malaria dengan membuktikan kehadiran
parasit malaria dalam darah manusia. RDT merupakan alternative terhadap diagnose yang
ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada tempat yang tidak mempunyai
sarana mikroskopis yang berkualitas. Walaupun terdapat berbagai jenis RDT, tetapi prinsip
kerjanya sama, yaitu dengan mendeteksi antigen spesifik (protein) yang dihasilkan oleh
parasit malaria dan berada dalam sirkulasi darah orang yang terinfeksi. Beberapa RDT hanya
mampu mendeteksi satu spesies Plasmodium sedangkan yang lain bias mendeteksi beberapa
spesies Plasmodium sedangkan yang lain bias mendeteksi beberapa spesies Plasmodium.
Darah untuk pemeriksaan RDT biasanya di ambil melalui finger prick. Menurut Roe &
Pasvol (2009), keuntungan RDT adalah pemeriksaan ini tidak memerlukan kepakaran yang
tinggi untuk pelaksanaannya. Walaupun begitu biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak
bersifat kuantitatif.

16

Polymerase chain reaction (PCR) sangat berguna untuk menegakkan diagnose malaria
berdasarkan spesiesnya dan mendeteksi infeksi walaupun pada kadar parasitemia yang
rendah. Namun, biaya yang mahal dan waktu yang lama diperlukan serta peralatan yang khas
yang diperlukan menyebabkan pemeriksaan tidak praktis (Roe & Pasvol, 2009). Marano &
Freedman (2009) mengatakan bahwa PCR diperlukan untuk mengidentifikasikan infeksi
Plasmodium knowlesi. Ini karena pemeriksaan dengan mikroskopi sediaan tebal dan tipis
sering menimbulkan kekeliruan dengan spesies Plasmodium malariae yang infeksinya
bersifat lebih jinak berbanding Plasmodium knowlesi.
Tes serologi seperti indirect fluorescent antibody technique dan enzyme linkedimmunosorbent assays (ELISA) tidak mempunyai nilai diagnostic untuk diagnosis malaria.
Walaupun begitu, metode serologis

sangat berguna untuk skrinning pendonor darah

asimptomatis (Chew S.K., 1992).

2.8. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum. Sering terjadi secara
mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan terjadi pada penderita yang tidak imun.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat.
Adapun komplikasi dari malaria adalah sebagai berikut :
a. Malaria Serebral
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, GCS <
7. Dapat juga didapati dengan apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku.
Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit, tidak demam atau
hipoglikemi. Refleks abdomen dan kremaster normal, sedangkan Babinsky abnormal
pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan
flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi
mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering disertai hiperventilasi. Lama koma 2-3 hari
pada orang dewasa.
Malaria serebral diduga terjadi akibat sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga
terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang mengandung parasit
sulit melalaui pembuluh kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tapi
penelitian Warrell DA menyatakan tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro
vasculer resistence, ataupun cerebral metabolic rate for oxygen. Pada malaria serebral

17

Kadar laktat pada CSS meningkat > 2,2 mmol/l dan menjadi indkator prognosis, bila
kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Tekanan intrakranial meningkat
pada anak-anak (80%). Adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal.
Pada melaria serebral biasanya disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema baru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka
prognosa kematian > 75%. (Harijanto, P.N, 2006).
b. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Dapat pre-renal
karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5 10 % disebabkan nekrosis tubulus akut.
Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan alirah darah ke
ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sehingga terjadi penurunan filtrasi pada glumerulus.
Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria. Dibutuhkan pemeriksaan urin,
bila berat jenis urin < 1,010 menunjukkan nekrosis tubulus akut, urin yang pekat BJ >
1,015, rasio urea urin : darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/l menunjukkan dehidrasi.
Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya GGA ialah hiperparasitemia,
hipotensi, ikterus, hemoglobinuri. Dialisis merupakan pilihan pengobatan untuk
menurunkan mortalitas. (Harijanto, P.N, 2006).
c. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice dan ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum. Pada penelitian di
Minahasa, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemia 14,9% dan peningkatan serum
transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa (malaria dengan ikterus) dijumpai ikterus
hemolitik, ikterus obstruktip intra-hepatal dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik
dan obstruktip, peningkatan SGOT 121 mU/ml dan SGPT 80,8 mU/ml. SGOT dan SGPT
> 3x normal menunjukkan prognosis yang jelek. (Harijanto, P.N, 2006).
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia sebagai keadaan terminal dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati.
Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan keadaan umum yang berat
ataupun penurunan kesadaran. Penyebab hipoglikemia yang paling sering karena
pemberian terapi kina. Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita
ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a
yang meningkat. Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil
karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana

18

terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan yang dapat dipertimbangkan.
(Harijanto, P.N, 2006).
e. Anemia
Terjadi oleh karena kecepatan destruksi sel-sel darah merah dan peningkatan bersihan
oleh limpa, dan bersamaan dengan hal tersebut juga disertai gangguan (inefektifitas)
system eritropoesis. Gambaran umum malaria bberat adalah anemia yang sering kali
memerlukan transfuse darah yang terdapat pada sekitar 30% kasus. Indikasi transfusi bila
kadar Hb < 5 g/dL atau bila hematokrit <15%. Bila pada keadaan hiperparasitemia
disertai dengan anemia berat diperlukan transfuse ganti (exhance blood transfusion)
(Harijanto, P.N, 2006).
f. Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil, demam,
hemolisis intravaskular, hemoglobinemia, hemoglobinuri dan gagal ginjal. Biasanya
terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P. falciparum yang berulang-ulang dan orang nonimun atau dengan pengobatan kita ataupun antibodi tidak adekuat. Malaria
haemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan enzin G6PD dan biasanya
parasit falciparum positif, ataupun pada penderita dengan kekurangan G6PD yang
biasanya disebabkan karena pemberian primakuin. (Harijanto, P.N, 2006).
g. Malaria Algid
Merupakan terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (sistolik < 70 mmHg),
perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan. Gejala berupa perasaan
dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. Pernafasan
dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik tidak terukur dan
nadi yang normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya septisemia gram
negatif. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dan obat inotropik.
(Harijanto, P.N, 2006).
h. Kecenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di bawah kulit dari
petekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. Perdarahan
ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi intravaskular ataupun
gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium
akhir dari suatu infeksi P. falciparum yang berat. (Harijanto, P.N, 2006).

19

i. Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Merupakan komplikasi yang
paling berat dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena
kelebihan cairan atau adult respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang
memudahkan timbulnya edem paru ialah kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral,
hiperparasitemia, hipotensi, asidosis dan uremi. Peningkatan respirasi merupakan gejala
awal, bila frekuensi pernafasan > 35 kali/menit prognosanya jelek. (Harijanto, P.N, 2006)
j. Manifestasi Gastro-Intestinal
Sering dijumpai pada malaria, gejala-gejala antara lain : tak enak diperut, flatulensi, mual,
muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma
billious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik
(hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri
menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada P. falciparum berupa
diare cair yang banyak, muntah, keram otot dan dehidrasi. (Harijanto, P.N, 2006)
k. Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falciparum dan biasanya bersamaan
dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadi hiponatremia dapat disebabkan karena
kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormon diuretik
yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.
(Harijanto, P.N, 2006)
l. Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan Kussmaul), peningkatan
asam laktat, pH turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya disertai edema
paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglikemia. Gangguan metabolik
lainnya :
- Hipokalsemia dan hipophosphatemia
- Hipermagnesemia
- Hiperkalemia (pada Gagal ginjal)
- Hipoalbuminemia
- Hiperphospholipedemia
- Hipertriglyceremia dan hipocholesterolemia
- T-4 rendah, TSH basal normal (Harijanto, P.N, 2006)
m. Malaria Berat (Severe Malaria)
Ditandai dengan anemia normositer dan nilai hematokrit < 15% atau Hb < 5 gr/dL disertai
ditemukannya parasitemia lebih dari 10.000/L. Jika anemia bersifat hipokrom dan

20

mikrositer, defisiensi besi dan thalassemia/hemoglobinopati harus dieksklusi (White,


2008).
2.9. Penatalaksanaan
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya
plasmodium aseksual didalam darahnya, malaria klinis tanpa ditemukan parasit dalam
darah perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria :
a. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita melaria
berat/dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi/malaria berat memakai obat
parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral
b. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan
pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan pengobatan ACT
(Artemisinin base Combination Therapy)
c. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan
dilakukan monitoring efek/respon pengobatan
d. Pengobatan malaria kliinis/tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT
(Harijanto, P.N, 2006)
1. Pengobatan penderita tanpa komplikasi (malaria biasa)
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai
obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan ART telah dipilih sebagai
obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan
pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua
stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. falciparum, P. vivax,
maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini. (Harijanto,
P.N, 2006)
Golongan Artemisinin
Obat ini mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat,
asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu
kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Karena beberapa
penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka
direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan
memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan
penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan suppositoria. (Harijanto, P.N, 2006)
a. Pengobatan ACT
WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan
dengan obat anti malaria yang lain, hal ini disebut dengan Artemisinin base

21

Combination Therapy. Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed
dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemeberian pengobatan. Contoh : CoArtem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis Coartem 4
tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin
(40mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk dewasa : dosis
awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing-masing 2 tablet.
(Harijanto, P.N, 2006)
Artesunate
Formula

Khasiat
Dosis

: tablet mengandung 50 mg sodium artesunate


Ampul i.m/i.v injeksi mengandung 60 mg sod. Artesunate dalam 1
ml larutan injeksi
: sama dengan artemisin.
:
- Tanpa komplikasi : kombinasi terapi 4 mg/kgbb setiap hari untuk 3
-

hari + amodiakuin (10mg/kgbb/hari) selama 3 hari


Malaria berat :dosis awal 2,4 mg/kgbb per i.v diberikan pada 12
jam pertama dan dilanjutkan dengan dosis yang sama untuk 12 jam
berikutnya, hari ke 2 s/d 5 adalah 2,4 mg/kgbb/24 jam. Selama 5

hari sampai penderita mampu minum obat.


Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, gatal, demam, perdarahan
abnormal, hematuria
Wanita hamil : digunakan untuk terapi malaria tanpa komplikasi selama kehamilan
trimester 2 dan 3 pada daerah resisten multi drug. Trimester 1 tidak
dianjurkan. (Depkes, 2008)
Amodiakuin
Formula
:200 mg amodiakuin basa
Penggunaan : bukan untuk profilaksis atau penggunaan alternative terhadap
kegagalan klorokuin
Wanita hamil : belum ada bukti aman/bahaya
Dosis
: regimen 10 mg amodiakuin basa perhari selama 3 hari (total dosis 30
mg/kg)
Efek samping : mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal
Kontraindikasi: penderita dengan gangguan hepar, untuk profilaksis/pencegahan
(Depkes, 2008)
Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :
- Artesunate + mefloquine
- Artesunate + amodiaqine
- Artesunate + klorokuin

22

Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
Artesunate + pyronaridine
Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + piperakuin + Trimethoprim (Artecom)
Artecom + Primakuin (CV 8)
Dihidroartemisinin + naphtoquine
(Harijanto, P.N, 2006)

Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon.
Dosis untuk dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) : 200 mg pada hari I-III ( 4 tablet)
Dosis amodiquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III.
Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai bliseter dengan aturan pakai tiap
blister/ hari (artesunate + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiaquine adalah
25 30 mg /kgBB selama 3 hari. (Harijanto, P.N, 2006)
b. Pengobatan non-ACT
- Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB
untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III.
Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III.
-

Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax.


Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), 500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin) dosis
orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran
pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat in hanya dipakai untuk plasmodium falciparum
dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin

dapat menggunakan SP.


Kina sulfat : (1 tablet 220 mg) dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB
selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai
sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP.
Pemakaian obat untuk waktu yang lama menyebabkan kegagalan untuk memakai

sampai selesai.
Primakuin : (1 tablet 15 mg) dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical
terhadap P. falciparum maupun P. viviax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3
tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. vivax dosisnya
15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (antirelaps). (Harijanto, P.N, 2006)

23

Primakuin
Formula
Khasiat

: tablet mengandung 15 mg primakuin basa


: efektif melawan gametosit seluruh sepsies parasit. Aktif terhadap
schizon darah P. Falciparum, P. Vivax. Efektif terhadap schizon

Penggunaan
Dosis

jaringan P. Falciparum dan P. Vivax.


: terapi anti relaps pada P. Vivax dan P. Ovale dan gametocidal pada
malaria falciparum. Tidak untuk pencegahan
: anti relaps 0,25 mg/kgbb untuk 14 hari
Efek gametosidal single dose 0,75 mg basa kgbb, dosis diulangi 1

minggu terakhir.
Kontraindikasi: ibu hamil, penderita G6PD, anak < 1 tahun. Penderita rheumatoid
arthritis dan lupus eritematosus.
Efek samping : anoreksia, mual muntah, sakit perut dan keram, sakit pada
lambung/perut. Kejang, gangguan kesadaran, gangguan system
hemopoitik, pada G6PD terjadi hemolisis. (Depkes, 2008)
Kina
Formulasi

: tablet lapis gula 200 mg


Injeksi : 1 amp 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi

Khasiat

250 mg basa)
: sangat aktif bekerja terhadap skizon darah dan penyembuhan klinis

Indikasi

yang efektif
: obat pilihan malaria berat, pilihan pada daerah dengan multidrugs

dosis

resisten
: per oral atau per drip dalam 3 hari. i.v dalam infuse larutan isotonic
tetesan lambat dalam dextrose 5%. Jika i.m obat dilarutkan menjadi

konsentrasi 60 mg/ml
Wanita hamil : aman untuk ibu hamil.
Efek samping : sindrom cinchonism,

gangguan

peredaran

darah

jantung,

hipoglikemia

Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah ACT. Pada saat ini pada
program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu : (Depkes, 2008)
a. Artesunate Amodiaquin
b. Dihydroartemisinin Piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua dan
wilayah tertentu.
Artesunat + Amodiaquin + Primakuin

24

Dosis :
- Amodiakuin basa : 10 mg/kgBB
- Artesunat : 4 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB

Atau
Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primakuin
Dosis :
- Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB
- Piperakuin : 16 32 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB

Lini kedua
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Dosis :
- Kina : 10 mg/kgBB/kali selama 7
hari
- Doksisiklin : 4 mg/kgBB
- Tetrasiklin : 4-5 mg/kgBB/kali
- Primakuin : max 3 tablet

Malaria Vivaks dan Ovale


Artesunat + Amodiaquin + Primakuin
Dosis :
-

Amodiakuin basa : 10
mg/kgBB
Artesunat : 4 mg/kgBB
Primakuin : 0,25

25

Atau
Dihydroartemisinin + Piperaquin
Dosis :
- Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB
- Piperakuin : 16 32 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB

Lini kedua Malaria Vivaks


Kina + Primakuin
Dosis :
- Kina : 10 mg/kgBB/kali selama 7 hari
- Primakuin : 0,25 mg/kgBB/hari 14 hari
Malaria Vivaks yang relaps
Pengobatannya

sama dengan

regimen sebelumnya

hanya

dosis

primakuin

ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari.


(Depkes, 2008)
Malaria Malariae
Cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari , dengan dosis sama dengan
pengobatan malaria lainnya. (Depkes, 2008)
2. Pengobatan penderita malaria berat
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis
berat termasuk gagal dengan pengobatan lini pertama. Penatalaksanaan kasus malaria
berat pada prinsipnya meliputi : (Depkes, 2008)
a. Tindakan umum
b. Pengobatan simptomatik
c. Pemberian obat anti malaria
d. Penanganan komplikasi
a. Tindakan umum
- Bebaskan jalan nafas
- Perbaiki keadaan umum penderita
- Monitor tanda-tanda vital / 30 menit
- Pantau tekanan darah, warna kulit dan suhu
- Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk konfirmasi diagnosis

26

Bila pasien koma lakukan prinsip ABCD (Depkes, 2008)

b. Pengobatan Simptomatik
- Berikan antipiretik pada penderita demam untuk cegah hipertermia
- Berikan antikonvulsan pada penderita kejang (Depkes, 2008)
c. Pemberian obat anti Malaria
Pilihan utama :
- derivat artemisini parenteral
- artesunat intravena atau intramuskular
loading dose secara bolus : 2,4 mg/kgBB per-IV selama + 2 menit, dan diulangi
setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4
mg/kgBB per-IV satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bisa juga
diberikan secara intramuskular dengan dosis yang sama.
Bila sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan ke lini pertama
-

malaria tanpa komplikasi : artesunat + amodiakuin + primakuin


artemeter intramuskular
loading dose: 3,2 mg/kgBB i.m. selanjutnya 1,6 mg/kgBB i.m satu kali sehari
sampai penderita mampu minum obat. Bila sudah mampum minum obat
dilanjutkan ke lini pertama malaria tanpa komplikasi.

Obat alternatif malaria berat : Kina dihidroklorida parenteral


d. penanganan komplikasi
1. malaria serebral
prinsip penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria berat
umumnya. hal yang perlu diperhatikan :
- perawatan pasien dengan gangguan kesadaran
- deteksi dini dan pengobatan komplikasi berat lainnya
- waspadai terjadinya infeksi bakteri
2. anemia berat
suatu keadaan dimana kadar Hb < 5 g/dL atau Ht < 15% dengan parasit
>100.000/ul. Anemia berat sering menyebabkan distress pernafasan yang dapat
mengakibatkan kematian. Oleh karena itu pemberian transfusi darah harus segera
dilakukan.
Kebutuhan total (PRC) : Hb x BB x 4 cc
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood
Kebutuhan total (WB) : Hb x BB x 6 cc
3. Hipoglikemia

27

Keadaan dimana KGD sewaktu <40 mg%. sering pada anak-anak, ibu hamil,
penderita malaria berat yang konsumsi Kina.
Tindakan :
- berikan bolus glukosa 40% intra vena sebanyak 50-100 ml.
- dilanjutkan infus glukosa 10% perlahan-lahan
- pemantauan teratur KGD setiap 4-6 jam
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi, Algid Malaria dan Septikemia
a. Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan yang tepat (NaCl 0,9%, RL,
dextrose 5% in saline) 500 ml dalam - 1 jam pertama. Bila ada perbaikan
beri 1000 ml, tetesan diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
b. Bila memungkinkan pasang CVP
c. Bila hipotensi menetap diberikan dopamin dengan dosis

inisial

2ug/kgbb/menit larut dalam dextrose 5%


d. Cek KGD
e. Uji sensitif antibiotik dan beri antibiotik broad spectrum
f. Balance cairan
5. Gagal Ginjal Akut
Ditandai dengan adanya peningkatan ureum dan kreatinin darah, penurunan
produksi urin sampai anuria. Gagal ginjal akut terjadi apabila volume urin < 400

ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa atau < 1 ml/kgbb/jam pada anak-anak.
Tindakan :
Kadar ureum dan kreatinin diperiksa 2-3 kali per minggu dan pemantauan urin

output
Pemberian carian dengan pengawasan ketat
Observasi tanda-tanda vital, balans cairan, auskultasi, JVP, CVP
Bila anuria, beri furosemid inisial 40 mg IV dan urin output diobservasi.
GGA biasanya reversible apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat
Hentikan cairan bila ada tanda-tanda overload
Periksa kadar elektrolit darah dan EKG

6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah


Sering terjadi pada penderita non-imun. Biasanya disebabkan trombositopenia

berat dengan manifestasi perdarahan pada kulit.


Tindakan :
Bila PT atau partial tromboplastin time memanjang, diberikan suntik vitamin K

dengan dosis 10 mg IV
Bila ditemukan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata, ganti factor
pembekuan yang berkurang. Penambahan

suspense trombosit dan pemberian PRC


Bila Hb <5 gr% beri transfuse darah
Ikterus

faktor pembekuan, FFP, transfuse

28

Manifestasi ikterus terjadi bila kadar bilirubin darah > 3 mg%. tidak ada tindakan
khusus untuk ikterus. Bila disertai hemolisis berat dan Hb sangat rendah, maka
diberi transfuse darah. Biasanya bilirubin kembali normal dalam beberapa hari
setelah pengobatan anti malaria
Asidosis Metabolik
Ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam, penurunan pH dan bikarbonat
darah. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan mengakibatkan kematian.
-

Tindakan :
Berikan oksigen bila sesak nafas
Periksa AGDA dan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat. Dosis

Natrium Bikarbonat diberikan sebanyak : 0,3 x BB x BE (base excess) meq.


Segera rujuk bila fasilitas tidak memadai

7. Blackwater fever (malaria Haemoglobinuria)


Disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi berat. Bersifat sementara.
-

Tindakan :
Berikan cairan rehidrasi
Monitor CVP
Bila Hb < 5 g% atau Ht <15% berikan transfuse darah
Periksa kadar G6PD, bila ditemukan defisiensi hentikan pemberian primakuin,
Kina, SP. Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisinin.

8. Hiperparasitemia
Umumnya ditemukan pada penderita non-imun dengan densitas parasit > 5% dan
adanya skizon.
-

Tindakan :
Segera berikan anti malaria
Evaluasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang sediaan darah
Indikasi transfuse tukar exchange blood transfusion adalah :
- Parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat
- Parasitemia >10% disertai komplikasi berat lainnya
- Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24
pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.
- Parasitemia >10% disertai prognosis buruk
- Pastikan darah transfuse bebas infeksi
Rujuk bila fasilitas tidak memadai

9. Edema Paru
Edema paru terjadi akibat
a. ARDS
b. Over hidrasi akibat pemberian cairan

jam

29

Tindakan :
Bila ada tanda edema paru akut, penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dapat
dilakukan tindakan sesuai penyebabnya.
a. ARDS
- Pemberian oksigen
- PEEP (positive end-respiratory pressure)
b. Over hidrasi
- Pembatasan asupan cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulangi 1 jam kemudian atau
-

dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum)


Rujuk segera bila overload tidak diatasi

10. Distress Pernafasan


Sering terjadi pada anak-anak, penyebab terbanyak akibat asidosis metabolic
biasa berhubungan dengan malaria serebral.
Tindakan :
Penatalaksanaan

distress

pernapasan

sebaiknya

bertujuan

mengoreksi

penyebabnya.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Ditujukan kepada orang yang bepergian ke
daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, dll.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian tugas dalam jangka waktu yang lama,
sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat
kassa, dll.
Kemoprofilaksis ditujukan untuk infeksi spesies Plasmodium falciparum, karena
tingginya tingkat resistensi terhadap Klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis. Doksisiklin diminum satu hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2
mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu .

2.10. Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalam malaria berat. Pada
malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa
dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia

30

masih cukup bervariasi 15% - 60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Banyaknya
jumlah komplikasi berbanding lurus dengan tingkat mortalitas (Harijanto, 2006).

BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama

: Apriadi

Umur

: 28 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Suku/bangsa

: Jawa / Indonesia

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Nelayan

Alamat

: Jln. Ambai Gg Tora No. I Medan

Tanggal masuk

: 5 Juli 2013

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama

: Penurunan kesadaran

Telaah

: Hal ini dialami os 1 hari SMRS. Riwayat demam tinggi (+) dialami

os sejak 1 minggu yang lalu dan bersifat naik turun dan dapat mencapai suhu normal.
Riwayat menggigil (+) dan berkeringat banyak (+). Diketahui os bekerja sebagai nelayan dan
tinggal di daerah pinggiran pantai yang merupakan daerah endemik malaria. Riwayat BAK

31

seperti teh pekat (+) dialami os sejak 4 hari yang lalu, volume urin 300 cc/24 jam. Riwayat
nyeri BAK (-), BAK berpasir (-), BAK keluar batu (-). Os juga mengeluhkan mual (+),
muntah (-). Os merasa badan lemah (+), sakit kepala (+), sakit punggung (+), nyeri sendi dan
tulang (+). Riwayat batuk (-), sesak nafas (-). Riwayat susah BAB (+) dialami os 4 hari yang
lalu.Riwayat transfusi darah (-). Riwayat sakit malaria (-). Riwayat sakit darah tinggi (-),
sakit gula (-).
STATUS PASIEN
Sensorium

: Compos Mentis

Tekanan darah

: 120/70 mmHg

Heart rate

: 80 x/i

Respiration rate

: 24 x/i

Temperature

: 36,3 0 C

Anemia

: ( +/+ )

Ikterus

: ( +/+ )

Sianosia

:(-)

Dispnoe

:(-)

Oedem

:(-)

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Kepala

Leher

Mata

: Konjungtiva palpebra inferior anemia ( + / + ), skelra ikterik ( +/+ )

T/H/M

: Dalam batas normal

32

Trakea : medial
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar
TVJ

: R-2 cmH2O

Thorak
Inspeksi

: Simetris fusifomis

Palpasi

: SF kanan = kiri , kesan normal

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

:SP : Vesikuler pada kedua lapangan paru


ST : (-)

Abdomen
Inspeksi

: simetris

Palpasi

: distensi, H/ L / R tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: peristaltik ( + ) Normal

Ekstremitas superior
Clubbing finger

:(-)

Oedema

:(-)

Ektremitas inferior
Clubbing finger

:(-)

Oedema

:(-)

Pemeriksaan penunjang
( 5 Juli 2013 )

33

Darah rutin
Hemoglobin

: 7,8 gr/dL *

Leukosit

: 10.800 /uL

Eritrosit

: 2,6 gr/dL *

Trombosit

: 110.000 /uL *

HCT

: 21,5 % *

MCV

: 82,7 /fL

MCH

: 30 /pg

MCHC

: 36,3/dl

Kimia Klinik
Glukosa a.r.

: 109 mg/dL

SGOT

: 167 U/I *

SGPT

: 90 U/I *

Alk. Phospat : 97 U/I


Tot. Bilirubin : 7,22 mg/dL *
Dir. Bilirubin : 6,11 mg/dL *
Ureum

: 365 mg/dL *

Kreatinin

: 8,18 mg/dL *

Asam Urat

: 15,5 mg/dL *

Analisa Gas Darah


pH

: 7,432

pCO2

: 24,4 mmHg

pO2

: 87,9 mmHg

34

BE

: -8,1

Sat. O2

: 97,0

Elektrolit
Natrium

: 136 mmol/dL

Kalsium

: 6,6 mmol/dL

Klorida

: 101 mmol/dL

Urin rutin
Protein

:(-)

Reduksi

:(-)

Billirubin

: Negatif

Urobilinogen : Positif
Silinder

: Negatif

Eritrosit

:0

Leukosit

: 5-7 / LPB

Epitel

: Negatif

Kristal

:(-)

pH

:5

(6 Juli 2013) : Post HD I


Kimia Klinik
Ureum

: 356 mg/dL *

Kreatinin

: 9,37 mg/dL *

Asam Urat

: 14,3 mg/dL *

35

Elektrolit
Natrium

: 140 mmol/dL

Kalium
Klorida

: 5,7 mmol/dL
: 100 mmol/dL

Immunologi
HbsAg Kuantitatif

: Non reaktif

Anti HCV

: Non reaktif

(7 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin

: 8,8 gr/dL *

Leukosit

: 5.600 /uL

Eritrosit

: 2,98 gr/dL *

Trombosit

: 195.000 /uL

HCT

: 24,8 % *

MCV

: 83,2 /fL

MCH

: 29,5 /pg

MCHC

: 35,5/dL

Kimia Klinik
Ureum

: 315 mg/dL *

Kreatinin

: 7,29 mg/dL *

Asam Urat

: 16 mg/dL *

Elektrolit

36

Natrium

: 139 mmol/dL

Kalium
Klorida

: 5,4 mmol/dL
: 101 mg/dL

(8 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin

: 9,9 gr/dL *

Leukosit

: 4.300 /uL

Eritrosit

: 3,37 gr/dL *

Trombosit

: 200.000 /uL

HCT

: 28,7 % *

MCV

: 85,2 /fL

MCH

: 29,4 /pg

MCHC

: 34,5/dL

Urin rutin
Protein

:(-)

Reduksi

:(-)

Billirubin

: Negatif

Urobilinogen : Positif
Silinder

: Negatif

Eritrosit

:0

Leukosit

: 5-7 / LPB

37

Epitel

: Negatif

Kristal

:(-)

pH

:5

Hematologi
Malaria (mikroskopik)

: dijumpai plasmodium falciparum dalam bentuk


gametosit dan tropozoit kepadatan 1.600/uL

Diagnosa

: Malaria berat
Wells disease

AKI stadium Failure


CKD stage V

Penatalaksanaan :
-

Tirah baring

Diet hati III

Diet sonde via NGT

IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)

Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)

Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam

Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam

Curcuma 3x1 tab

Sistenol tab 3x1 (k/p)

Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. Bolus i.v. pelan-pelan selama 5
menit

Balance cairan ( 0 )

(+) rencana pemberian darplex 4 tab/hari selama 3 hari mulai tanggal 10 Juli 2013

38

FOLLOW UP PASIEN
Tanggal

Keluhan

6 Juli 2013

KU

Follow up
Penurunan Sens: CM

Kesadaran (-)
KT : -

TD: 110/60 mmHG


HR: 76 x/i
RR: 24 x/i

Dx : Malaria berat +
AKI stadium Failure

T : 35,3 C

Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Diet hati III
- Diet sonde via NGT
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Ranitidine 1 amp /12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
-

7 Juli 2013

KU : Nyeri perut (+)

Sens: CM

KT : -

TD: 120/80 mmHG

USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
Konsul Nefro
HbsAg, anti HCV
USG
ginjal
dan

saluran kemih
- Urinalisa
- Foto thorax PA
- Konsul PTI
- EKG
- Pasang kateter
- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)

39

HR : 88 x/i
Dx : Malaria berat + RR: 24 x/i
AKI stadium Failure

T : 36,50C

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam


- Inj. Ranitidine 1 amp /12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
-

USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
HbsAg, anti HCV
USG
ginjal
dan

saluran kemih
Urinalisa
Foto thorax PA
Konsul PTI
EKG
Elektrolit post HD

Pasang kateter
8 Juli 2013

KU : nyeri perut (-)

Sens: CM

KT : -

TD: 110/60 mmHG


HR : 64 x/i

Dx : Malaria berat + RR: 24 x/i


AKI stadium Failure

T : 36,5 C

- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran

40

9 Juli 2013

KU : -

Sens: CM

KT : -

TD: 130/60 mmHG


HR : 80 x/i

Dx : Malaria berat + RR: 20 x/i


AKI stadium Failure

T : 37, C

- Kepadatan malaria
- Urinalisa PK
- Konsul PTI
- Konsul Nefro
- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
-

Kepadatan malaria
Urinalisa PK
Konsul PTI

Konsul Nefro
10 Juli 2013

KU : -

Sens: CM

KT : -

TD: 120/70 mmHg


HR : 78 x/i

Dx : Malaria berat + RR: 24 x/i


AKI stadium Failure

T : 36,5 C

- Tirah baring
- Diet ginjal 1.500 kkal + 50
gram protein
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8

41

jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
-

(+) Darplex 4 tab/ hari


(selama 3 hari)
Anjuran
-

Kepadatan malaria
Darah tepi serial
Konsul PTI
RFT post HD
USG
ginjal
dan
saluran kemih

11 Juli 2013

KU : -

Sens: CM

KT : -

TD: 110/70 mmHG


HR : 78 x/i

Dx : Malaria berat + RR: 20 x/i


AKI stadium Failure

- Tirah baring
- Diet ginjal 1.500 kkal + 50
gram protein
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120

T : 36,5 C

mg) dalam 10 cc D5%, inj.


bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
-

(+) Darplex 4 tab/ hari


(selama 3 hari)
Anjuran

42

Foto Thorax
Konsul PTI
HST,

D-

dimer,albumin,
-

retikulosit count
USG
ginjal
dan
saluran kemih

BAB IV
KESIMPULAN
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut.
Gejala-gejala malaria tergantung pada imunitas penderita dan jenis parasit yang
menginfeksi. Karakteristik gejalanya berupa demam periodic, anemia, dan splenomegali.
Penyakit malaria membutuhkan diagnosis yang cepat untuk dapat mencegah
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi berupa anemia, hipoglikemia, malaria serebral,

43

gagal ginjal, sampai dengan kematian. Penanganan cepat terhadap pasien malaria juga dapat
memberikan hasil prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. (CDC), 2012. Malaria. Available at
http://www.cdc.gov/malaria. Accessed 11 July 2013.
Chew, S.K., 1992. Malaria: Smear or Buffy Coats? Singapore Medical Journal 1992, 33: 44950
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 1-75.

44

Finch, R.G., Moss, P., 2005. Infectious Diseases, Tropical Medicine and Sexually Transmitted
Disease, In:

Kumar, P.,Clark, M., 2005. Clinical Medicine 6 th ed. UK: Elsevier

Saunders, 95-100
Harijanto, P.N., 2006. Malaria. Dalam: Sudoyo, A.W, Setiyohadi,B., Iwi, I., Simadibrata, M.,
Setiati,S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 17541766.
Jorge

E.V.P.,

2013.

Malaria.

Available

online

from

http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview#showall. Accessed 11 July


2013.
Marano, C., Freedman, D.O., 2009. Global health surveillance and travelers health.
Lippincott Williams & wilkins 2009:1-7
Murray L., Ian B.W., Edward H.D., Alexander F., Ahmad R.M. 2010. Oxford Handbook of
Clinical Medicine. 8th edition ; p394
Parmet, S., Lynm, C., Glass, R.M., 2007. Malaria. The Journal of the American Medical
Association 2007, 297 (20):2310
Roe, J.K., Pasvol, G., 2009. New developments in the management of malaria in adults. Q J
Med 2009, 102: 685-93
The Presidents Malaria Initiative (PMI), 2013. Seventh Annual Report to Congress.
Available online from www.pmi.gov. Accessed 10 July 2013.
White, N. J., 2008. Malaria. Chapter 73. Page 1202-1302

In Cook, G. C., Zumla, A.

Mansons Tropical Disease. 22nd edition. Saunders: United Kingdom


WHO Regional Office for South-East Asia (WHO SEAR), 2010. Available from: http://www.
Searo.who.int/en/section10/section21/section340_4022. htm. [Accessed 10 July 2013)

Anda mungkin juga menyukai