BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk. Pasien dengan malaria sering mengalami gejala-gejala
seperti demam, menggigil, dan flu-like syndrome. Jika malaria tidak ditangani dengan baik,
maka dapat timbul komplikasi-komplikasi sampai dengan kematian (CDC, 2012).
Sekitar 300-500 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya. Prevalensi terbesar terdapat
pada daerah tropis yang terletak di dataran rendah seperti di pantai-pantai. Plasmodium
falciparum ditemukan hampir di setiap daerah tropis dan menyebabkan 50% kasus infeksi
serta 95% kematian dari seluruh kasus malaria. Plasmodium vivax dan ovale memiliki
penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan Plasmodium falciparum dan lebih sedikit
mengakibatkan kesakitan dan kematian. Akan tetapi, Plasmodium vivax dan ovale memiliki
fase hipnozoit dalam hati yang memungkinkannnya untuk mengakibatkan infeksi laten
(Jorge, 2013).
Dalam 10 tahun terakhir ini, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, WHO mencatat
adanya penurunan angka kematian oleh karena malaria di daerah Afrika sebanyak 33% yaitu
dari 985.000 kematian pada tahun 2000 menjadi sekitar 660.000 kematian pada tahun 2010
(PMI, 2013). Di Indonesia, penyakit malaria mencatat jutaan kasus kejadian infeksi dan
menyebabkan sekitar 40.000 kematian tiap tahunnya (CDC, 2012).
Sediaan darah tipis dan darah tebal serial berguna untuk membantu diagnose malaria dan
tingkat parasitemia perlu diketahui terutama pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum untuk terapi dan menilai prognosis. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi
berupa malaria serebral, kejang, metabolik asidosis, anemia, hipoglikemia, gagal ginjal akut,
blackwater fever, dehidrasi, dan bisa sampai menyebablan kematian (Murray et al., 2010).
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk dapat memahami tentang definisi,
epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, dan prognosis pasienpasien dengan malaria. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga digunakan untuk
memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan program pendidikan profesi dokter di
departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan, Sumatera
Utara.
1.3.
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi kepada
pembaca maupun klinisi tentang penyakit malaria sehingga diharapkan dapat memberikan
pemahaman yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut (Parmet S. et al,
2007). Sedangkan , Finch, R.G. et al (2012) mengatakan bahwa malaria merupakan suatu
infeksi yang menyerang pada sistem darah manusia. Berdasarkan Chew S.K. (1992), terdapat
empat spesies plasmodium yang bisa menginfeksi manusia yaitu, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Walaupun begitu,
studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang bisa menginfeksi
manusia. Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi
(Marano & Freedman, 2009).
2.2. Epidemiologi
Di daerah mana saja yang terdapat suhu yang sesuai, yaitu melebihi isotherm 16 o C,
serta terdapat koeeksistensi manusia dan nyamuk Anopheles sp, maka terdapat faktor risiko
untuk penularan malaria. Kelima-lima parasit Plasmodium yang bisa menginfeksi manusia
terdistribusi di tempat geografis yang berbeda. Plasmodium falciparum paling sering ditemui
di Afrika Sub-Sahara dan Melanesia; Plasmodium vivax pula ditemui di Amerika Sentral,
Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan subkontinen India; Plasmodium Ovale
ditemui hamper secara eksklusif di Afrika Barat; Plasmodium malariae bisa ditemui di
seluruh dunia walaupun terkonsentrasi di Afrika dan Plasmodium knowlesi yang sejak
kebelakangan ini didokumentasikan di beberapa kepulauan Bornea serta di beberapa daerah
Asia Tenggara (Roe & Pasvol, 2009).
2.3. Etiologi
Penyebab
dari genus
Siklus hidup
Fase pre-eritrositik
Infeksi malaria dimulai ketika nyamuk anopheles menginokulasikan sejumlah kecil
sporozoit plasmodium (8-15) ketika menghisap darah. Setelah injeksi sporozoit akan masuk
ke sirkulasi melalui pembuluh darah dan limfe dan mencapai tropismenya di sel parenkim
hati dan memulai fase perkembangan aseksual. Stadium ini berlangsung kurang lebih selama
15 hari sebelum akhirnya schizont rupture dan menlepaskan merozoit ke dalam sirkulasi
darah. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale siklus intrahepatic memasuki bentuk dorman sebagai
hipnozoit dan aktif kembali setelah beberapa bulan sebagai relaps infeksi. Fase ini bersifat
asimptomatik pada manusia sporozoit yang motil akan mencari pembuluh darah (White,
2008).
Fase aseksual
Merozoit yang dilepaskan ke dalam pembuluh darah bersifat motil dan akan
menginvasi sel eritrosit dengan cepat. Proses invasi melibatkan perlekatan ke dalam eritrosit
dan interiorisasi dilakukan dengan cara gerakan aktif parasite terhadap membrane eritrosit
yang mengalami invaginasi. Setelah berada dalam eritrosit, parasite akan berada dalam
sitosol eritrosit yang dikelilingi oleh membran plasma dan vakuola parasitophrous. Proses
perlekatan merozoit ke sel eritrosit melibatkan reseptor pada permukaan sel eritrosit. Pada P.
vivax reseptor ini melibatkan Duffy blood group antigen Fya atau Fyb. Pada P. falciparum
protein merozoit EBA 175 memainkan peranan penting dalam proses invasi. Perlekatan
protein ini pada reseptor permukaan eritrosit akan mengaktivasi motor aktin pada parasite dan
memberikan energy untuk proses invasi. Reseptor permukaan sel pada P. malariae dan P.
ovale tidak diketahui (White, 2008) .
Selama fase awal perkembangan intraeritrositik (<12jam), tropozoit mengambil
bentuk cincin dan sulit dibedakan pada spesie plasmodium. Pada P. falciparum bentuk
tropozoit menyerupai headphone dengan kromatin berwarna gelap dalam nukleus.
Plasmodium yang berada dalam eritrosit akan terus tumbuh dengan mengonsumsi isi eritrosit.
Dengan pertambahan ukuran ini eritrosit yang terinfeksi P. falciparum berbentuk sferis dan
lebih sulit mengalami deformitas, sementara yang terinfeksi oleh P. vivax menjadi lebih
mudah mengalami deformitas. Proteolisis hemoglobin dalam vakuola digestif akan
melepaskan asam amino yang akan digunakan oleh parasit untuk pertumbuhan, protelisis ini
akan melepaskan haem, haem yang dilepaskan akan mengoksidasi ferri membentuk substansi
toksik dan dengan cepat mengalami dimerisasi ke bentuk sustansi kritalin, hemozoin (Jorge,
2013).
Zat sisa metabolisme tampak sebagai pigmen coklat kehitaman yang dapat terlihat
dalam vakuola pada parasite yang sedang tumbuh. Untuk mendapatkan zat nutrisi lain,
plasmodium akan menginsersi transporter pada permukaan eritrosit. Kurang lebih setelah 1214 jam pertumbuhan P. falciparum akan mengekspresikan Plasmodium falciparum
erythrocyte membrane protein 1 (PfEMP1) yang berfungsi dalam proses perlekatannya ke
pembuluh darah yang dikenal sebagai proses sitoaderens, proses ini tidak dijumpai pada
plasmodium tipe lain. P ovale dan vivax tumbuh dalam eritrosit dan meningkatkan ukuran
eritrosit serta menampilkan bintik-bintik merah yang dikenal sebagai Schuffner dots. Infeksi
P. malariae dan P. knowlesi akan menghasilkan bentuk karakteristik berupa pita. Eritrosit
kemudian akan lisis dan melepaskan merozoit yang kemudian akan menginvasi kembali
eritrosit lainnya. Beberapa merozoit yang kini memasuki sel darah merah baru tidak
membentuk schizon tetapi membentuk gametosit yaitu mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) untuk perkembangan pada siklus seksual (White, 2008).
Usia
P. Falciparum
eritrosit Muda dan tua
terinfeksi
Ukuran eritrosit
Normal
P. Vivax
Muda
P. Ovale
Muda
P. malariae
Tua
Membesar
Membesar,
Normal
berbentuk
oval
dengan fimbriae
Warna eritrosit
Granul
Pigmen
pada kutubnya
Normal-hitam
Normal-pucat
Normal
Normal
Granul
merah Granul
merah Granul
merah
kasar
yang halus
yang halus
yang
tersebar
pada terdapat
pada terdapat
pada
fase semua
fase
trofozoit
matur semua
dan
(Maurers cleft)
Coklat tua, rapat
Pigmen
tersusun
coklat kasar
renggang
2.4. Patogenesis
(Schuffner dots)
granul
10
menyebabkan anemia pad kondisi kronis. Terjadinya diseritropoesis pada malaria dapat
disebabkan oleh produksi sitokin intramedular yang akan menyebabkan supresi sumsum
tulang. Hal ini dapat terlihat dengan rendahnya nilai retikulosit pada kondisi anemia ini
(Jorge, 2013; Depkes, 2008).
2.5. Gejala Klinis
Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita dan tingginya
transmisi infeksi malaria. Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,
anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium.
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa lesu, malaise, sakit
kepala, sakit punggung, nyeri sendi dan tulang, anoreksia, dan diare ringan (Harijanto, 2006).
Gejala yang klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan: periode dingin
(15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut, pada saat
menggigil seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya
temperatur. Lalu memasuki periode panas: wajah penderita tampak merah, nadi cepat, dan
suhu badan tetap tinggi dalam beberapa jam, diikuti adanya keringat. Lalu memasuki periode
11
berkeringat: penderita berkeringat banyak, temperatur turun, dan penderita merasa sehat
(Harijanto, 2006).
Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia adalah: pengerusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoesis sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune complex,
eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin (Harijanto,
2006).
Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria. Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa akan teraba setelah 3
hari dari serangan infeksi akut (Harijanto, 2006).
Malaria Falsiparum
Merupakan bentuk malaria yang paling berat ditandai dengan demam yang ireguler,
anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa
inkubasi 9-14 hari. Malaria falsiparum memiliki progresivitas yang cepat, parasitemia yang
tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu
sakit kepala, nyeri tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Demam biasanya
ireguler dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur diatas 40 C. Gejala
lain dapat berupa konvulsi, pneumonia aspirasi, dan banyak keringat walaupun temperatur
normal. Apabila infeksi memberat, nadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat diikuti
gejala kelainan paru seperti batuk. Splenomegali dijumpai lebih sering dari hepatomegali dan
nyeri pada perabaan. Hepatomegali dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat
berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan
leukopenia dan monositosis (Harijanto, 2006).
Malaria Vivax
Masa inkubasi 12-17 hari, dan bisa memanjang hingga 20 hari. Pada hari pertama
demam ireguler, kadang-kadang remiten atau intermitten, pada saat tersebut perasaan dingin
atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi intermiten dan periodik
setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi pada
sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waku 7-14 hari. Pada minggu kedua
limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setalah 14 hari, limpa masih membesar dan
demam masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara krisis.
12
13
Selain hal diatas, pada penderita yang diduga malaria berat, dapat
ditemukan keadaan
dibawah ini:
1. Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
2. Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri)
3. Kejang-kejang
4. Panas sangat tinggi
5. Mata atau tubuh kuning
6. Perdarahan hidung, gusi, atau saluran cerna
7. Nafas cepat atau sesak nafas
8. Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
9. Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
10. Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada (anuria)
11. Telapak tangan sangat pucat (Depkes, 2008)
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik
1.
2.
3.
4.
Pada penderita yang diduga malaria berat, dapat ditemukan tanda klinis seperti dibawah ini:
1. Temperatur rektal > 40 C
2. Nadi cepat dan lemah/kecil
3. Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak < 50
mmHg
4. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada
balita, anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11
6. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)
7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang , bibir kering,
produksi urin berkurang)
8. Tanda anemia berat (konjungtiva, telapak tangan dan lidah pucat)
9. Mata ikterus
10. Ronki pada kedua paru
11. Splenomegali atau hepatomegali
12. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
13. Gejala neurologik (kaku kuduk, reflek patologis)
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Dilakukan pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
- Ada tidaknya parasit malaria
- Spesies dan stadium plasmodium
- Kepadatan parasit:
a. semi kuantitatif
14
(-)
(+)
(++)
(+++)
(++++)
b. kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)
atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh:
*Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8000/uL,
maka hitung parasit: 8000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL
*Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah eritrosit 450.000
maka hitung parasit: 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/uL
Untuk penderita yang diduga malaria berat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu:
-
15
16
Polymerase chain reaction (PCR) sangat berguna untuk menegakkan diagnose malaria
berdasarkan spesiesnya dan mendeteksi infeksi walaupun pada kadar parasitemia yang
rendah. Namun, biaya yang mahal dan waktu yang lama diperlukan serta peralatan yang khas
yang diperlukan menyebabkan pemeriksaan tidak praktis (Roe & Pasvol, 2009). Marano &
Freedman (2009) mengatakan bahwa PCR diperlukan untuk mengidentifikasikan infeksi
Plasmodium knowlesi. Ini karena pemeriksaan dengan mikroskopi sediaan tebal dan tipis
sering menimbulkan kekeliruan dengan spesies Plasmodium malariae yang infeksinya
bersifat lebih jinak berbanding Plasmodium knowlesi.
Tes serologi seperti indirect fluorescent antibody technique dan enzyme linkedimmunosorbent assays (ELISA) tidak mempunyai nilai diagnostic untuk diagnosis malaria.
Walaupun begitu, metode serologis
2.8. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum. Sering terjadi secara
mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan terjadi pada penderita yang tidak imun.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat.
Adapun komplikasi dari malaria adalah sebagai berikut :
a. Malaria Serebral
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, GCS <
7. Dapat juga didapati dengan apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku.
Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit, tidak demam atau
hipoglikemi. Refleks abdomen dan kremaster normal, sedangkan Babinsky abnormal
pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan
flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi
mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering disertai hiperventilasi. Lama koma 2-3 hari
pada orang dewasa.
Malaria serebral diduga terjadi akibat sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga
terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang mengandung parasit
sulit melalaui pembuluh kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tapi
penelitian Warrell DA menyatakan tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro
vasculer resistence, ataupun cerebral metabolic rate for oxygen. Pada malaria serebral
17
Kadar laktat pada CSS meningkat > 2,2 mmol/l dan menjadi indkator prognosis, bila
kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Tekanan intrakranial meningkat
pada anak-anak (80%). Adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal.
Pada melaria serebral biasanya disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal
ginjal, hipoglikemia dan edema baru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka
prognosa kematian > 75%. (Harijanto, P.N, 2006).
b. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Dapat pre-renal
karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5 10 % disebabkan nekrosis tubulus akut.
Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan alirah darah ke
ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sehingga terjadi penurunan filtrasi pada glumerulus.
Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria. Dibutuhkan pemeriksaan urin,
bila berat jenis urin < 1,010 menunjukkan nekrosis tubulus akut, urin yang pekat BJ >
1,015, rasio urea urin : darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/l menunjukkan dehidrasi.
Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya GGA ialah hiperparasitemia,
hipotensi, ikterus, hemoglobinuri. Dialisis merupakan pilihan pengobatan untuk
menurunkan mortalitas. (Harijanto, P.N, 2006).
c. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice dan ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum. Pada penelitian di
Minahasa, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemia 14,9% dan peningkatan serum
transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa (malaria dengan ikterus) dijumpai ikterus
hemolitik, ikterus obstruktip intra-hepatal dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik
dan obstruktip, peningkatan SGOT 121 mU/ml dan SGPT 80,8 mU/ml. SGOT dan SGPT
> 3x normal menunjukkan prognosis yang jelek. (Harijanto, P.N, 2006).
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia sebagai keadaan terminal dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena
kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati.
Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan keadaan umum yang berat
ataupun penurunan kesadaran. Penyebab hipoglikemia yang paling sering karena
pemberian terapi kina. Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita
ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a
yang meningkat. Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil
karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana
18
terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan yang dapat dipertimbangkan.
(Harijanto, P.N, 2006).
e. Anemia
Terjadi oleh karena kecepatan destruksi sel-sel darah merah dan peningkatan bersihan
oleh limpa, dan bersamaan dengan hal tersebut juga disertai gangguan (inefektifitas)
system eritropoesis. Gambaran umum malaria bberat adalah anemia yang sering kali
memerlukan transfuse darah yang terdapat pada sekitar 30% kasus. Indikasi transfusi bila
kadar Hb < 5 g/dL atau bila hematokrit <15%. Bila pada keadaan hiperparasitemia
disertai dengan anemia berat diperlukan transfuse ganti (exhance blood transfusion)
(Harijanto, P.N, 2006).
f. Blackwater Fever (Malaria Haemoglobinuria)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala karakteristik serangan akut, menggigil, demam,
hemolisis intravaskular, hemoglobinemia, hemoglobinuri dan gagal ginjal. Biasanya
terjadi sebagai komplikasi dari infeksi P. falciparum yang berulang-ulang dan orang nonimun atau dengan pengobatan kita ataupun antibodi tidak adekuat. Malaria
haemoglobinuria dapat terjadi pada penderita tanpa kekurangan enzin G6PD dan biasanya
parasit falciparum positif, ataupun pada penderita dengan kekurangan G6PD yang
biasanya disebabkan karena pemberian primakuin. (Harijanto, P.N, 2006).
g. Malaria Algid
Merupakan terjadinya syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (sistolik < 70 mmHg),
perubahan tahanan perifer dan berkurangnya perfusi jaringan. Gejala berupa perasaan
dingin dan basah pada kulit, temperatur rektal tinggi, kulit tidak elastik, pucat. Pernafasan
dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik tidak terukur dan
nadi yang normal. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya septisemia gram
negatif. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl 0,9% dan obat inotropik.
(Harijanto, P.N, 2006).
h. Kecenderungan Perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan di bawah kulit dari
petekie, purpura, hematoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropika. Perdarahan
ini dapat terjadi karena trombositopenia, atau gangguan koagulasi intravaskular ataupun
gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan karena
pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravaskular jarang terjadi kecuali pada stadium
akhir dari suatu infeksi P. falciparum yang berat. (Harijanto, P.N, 2006).
19
i. Edema Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa dan jarang pada anak. Merupakan komplikasi yang
paling berat dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena
kelebihan cairan atau adult respiratory distress syndrome. Beberapa faktor yang
memudahkan timbulnya edem paru ialah kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral,
hiperparasitemia, hipotensi, asidosis dan uremi. Peningkatan respirasi merupakan gejala
awal, bila frekuensi pernafasan > 35 kali/menit prognosanya jelek. (Harijanto, P.N, 2006)
j. Manifestasi Gastro-Intestinal
Sering dijumpai pada malaria, gejala-gejala antara lain : tak enak diperut, flatulensi, mual,
muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma
billious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik
(hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri
menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada P. falciparum berupa
diare cair yang banyak, muntah, keram otot dan dehidrasi. (Harijanto, P.N, 2006)
k. Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falciparum dan biasanya bersamaan
dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadi hiponatremia dapat disebabkan karena
kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma
abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormon diuretik
yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita.
(Harijanto, P.N, 2006)
l. Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan Kussmaul), peningkatan
asam laktat, pH turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya disertai edema
paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglikemia. Gangguan metabolik
lainnya :
- Hipokalsemia dan hipophosphatemia
- Hipermagnesemia
- Hiperkalemia (pada Gagal ginjal)
- Hipoalbuminemia
- Hiperphospholipedemia
- Hipertriglyceremia dan hipocholesterolemia
- T-4 rendah, TSH basal normal (Harijanto, P.N, 2006)
m. Malaria Berat (Severe Malaria)
Ditandai dengan anemia normositer dan nilai hematokrit < 15% atau Hb < 5 gr/dL disertai
ditemukannya parasitemia lebih dari 10.000/L. Jika anemia bersifat hipokrom dan
20
21
Combination Therapy. Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed
dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemeberian pengobatan. Contoh : CoArtem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis Coartem 4
tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin
(40mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk dewasa : dosis
awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing-masing 2 tablet.
(Harijanto, P.N, 2006)
Artesunate
Formula
Khasiat
Dosis
22
Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
Artesunate + pyronaridine
Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + piperakuin + Trimethoprim (Artecom)
Artecom + Primakuin (CV 8)
Dihidroartemisinin + naphtoquine
(Harijanto, P.N, 2006)
Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon.
Dosis untuk dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) : 200 mg pada hari I-III ( 4 tablet)
Dosis amodiquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III.
Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai bliseter dengan aturan pakai tiap
blister/ hari (artesunate + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiaquine adalah
25 30 mg /kgBB selama 3 hari. (Harijanto, P.N, 2006)
b. Pengobatan non-ACT
- Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB
untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III.
Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III.
-
sampai selesai.
Primakuin : (1 tablet 15 mg) dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical
terhadap P. falciparum maupun P. viviax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3
tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. vivax dosisnya
15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (antirelaps). (Harijanto, P.N, 2006)
23
Primakuin
Formula
Khasiat
Penggunaan
Dosis
minggu terakhir.
Kontraindikasi: ibu hamil, penderita G6PD, anak < 1 tahun. Penderita rheumatoid
arthritis dan lupus eritematosus.
Efek samping : anoreksia, mual muntah, sakit perut dan keram, sakit pada
lambung/perut. Kejang, gangguan kesadaran, gangguan system
hemopoitik, pada G6PD terjadi hemolisis. (Depkes, 2008)
Kina
Formulasi
Khasiat
250 mg basa)
: sangat aktif bekerja terhadap skizon darah dan penyembuhan klinis
Indikasi
yang efektif
: obat pilihan malaria berat, pilihan pada daerah dengan multidrugs
dosis
resisten
: per oral atau per drip dalam 3 hari. i.v dalam infuse larutan isotonic
tetesan lambat dalam dextrose 5%. Jika i.m obat dilarutkan menjadi
konsentrasi 60 mg/ml
Wanita hamil : aman untuk ibu hamil.
Efek samping : sindrom cinchonism,
gangguan
peredaran
darah
jantung,
hipoglikemia
Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah ACT. Pada saat ini pada
program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu : (Depkes, 2008)
a. Artesunate Amodiaquin
b. Dihydroartemisinin Piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua dan
wilayah tertentu.
Artesunat + Amodiaquin + Primakuin
24
Dosis :
- Amodiakuin basa : 10 mg/kgBB
- Artesunat : 4 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB
Atau
Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primakuin
Dosis :
- Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB
- Piperakuin : 16 32 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB
Lini kedua
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Dosis :
- Kina : 10 mg/kgBB/kali selama 7
hari
- Doksisiklin : 4 mg/kgBB
- Tetrasiklin : 4-5 mg/kgBB/kali
- Primakuin : max 3 tablet
Amodiakuin basa : 10
mg/kgBB
Artesunat : 4 mg/kgBB
Primakuin : 0,25
25
Atau
Dihydroartemisinin + Piperaquin
Dosis :
- Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB
- Piperakuin : 16 32 mg/kgBB
- Primakuin : 0,75 mg/kgBB
sama dengan
regimen sebelumnya
hanya
dosis
primakuin
26
b. Pengobatan Simptomatik
- Berikan antipiretik pada penderita demam untuk cegah hipertermia
- Berikan antikonvulsan pada penderita kejang (Depkes, 2008)
c. Pemberian obat anti Malaria
Pilihan utama :
- derivat artemisini parenteral
- artesunat intravena atau intramuskular
loading dose secara bolus : 2,4 mg/kgBB per-IV selama + 2 menit, dan diulangi
setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4
mg/kgBB per-IV satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bisa juga
diberikan secara intramuskular dengan dosis yang sama.
Bila sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan ke lini pertama
-
27
Keadaan dimana KGD sewaktu <40 mg%. sering pada anak-anak, ibu hamil,
penderita malaria berat yang konsumsi Kina.
Tindakan :
- berikan bolus glukosa 40% intra vena sebanyak 50-100 ml.
- dilanjutkan infus glukosa 10% perlahan-lahan
- pemantauan teratur KGD setiap 4-6 jam
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi, Algid Malaria dan Septikemia
a. Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan yang tepat (NaCl 0,9%, RL,
dextrose 5% in saline) 500 ml dalam - 1 jam pertama. Bila ada perbaikan
beri 1000 ml, tetesan diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
b. Bila memungkinkan pasang CVP
c. Bila hipotensi menetap diberikan dopamin dengan dosis
inisial
ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa atau < 1 ml/kgbb/jam pada anak-anak.
Tindakan :
Kadar ureum dan kreatinin diperiksa 2-3 kali per minggu dan pemantauan urin
output
Pemberian carian dengan pengawasan ketat
Observasi tanda-tanda vital, balans cairan, auskultasi, JVP, CVP
Bila anuria, beri furosemid inisial 40 mg IV dan urin output diobservasi.
GGA biasanya reversible apabila ditanggulangi secara cepat dan tepat
Hentikan cairan bila ada tanda-tanda overload
Periksa kadar elektrolit darah dan EKG
dengan dosis 10 mg IV
Bila ditemukan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata, ganti factor
pembekuan yang berkurang. Penambahan
28
Manifestasi ikterus terjadi bila kadar bilirubin darah > 3 mg%. tidak ada tindakan
khusus untuk ikterus. Bila disertai hemolisis berat dan Hb sangat rendah, maka
diberi transfuse darah. Biasanya bilirubin kembali normal dalam beberapa hari
setelah pengobatan anti malaria
Asidosis Metabolik
Ditandai dengan pernafasan cepat dan dalam, penurunan pH dan bikarbonat
darah. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan mengakibatkan kematian.
-
Tindakan :
Berikan oksigen bila sesak nafas
Periksa AGDA dan koreksi dengan pemberian larutan natrium bikarbonat. Dosis
Tindakan :
Berikan cairan rehidrasi
Monitor CVP
Bila Hb < 5 g% atau Ht <15% berikan transfuse darah
Periksa kadar G6PD, bila ditemukan defisiensi hentikan pemberian primakuin,
Kina, SP. Dianjurkan pemberian anti malaria golongan artemisinin.
8. Hiperparasitemia
Umumnya ditemukan pada penderita non-imun dengan densitas parasit > 5% dan
adanya skizon.
-
Tindakan :
Segera berikan anti malaria
Evaluasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang sediaan darah
Indikasi transfuse tukar exchange blood transfusion adalah :
- Parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat
- Parasitemia >10% disertai komplikasi berat lainnya
- Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24
pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.
- Parasitemia >10% disertai prognosis buruk
- Pastikan darah transfuse bebas infeksi
Rujuk bila fasilitas tidak memadai
9. Edema Paru
Edema paru terjadi akibat
a. ARDS
b. Over hidrasi akibat pemberian cairan
jam
29
Tindakan :
Bila ada tanda edema paru akut, penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dapat
dilakukan tindakan sesuai penyebabnya.
a. ARDS
- Pemberian oksigen
- PEEP (positive end-respiratory pressure)
b. Over hidrasi
- Pembatasan asupan cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulangi 1 jam kemudian atau
-
distress
pernapasan
sebaiknya
bertujuan
mengoreksi
penyebabnya.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Ditujukan kepada orang yang bepergian ke
daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, dll.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian tugas dalam jangka waktu yang lama,
sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat
kassa, dll.
Kemoprofilaksis ditujukan untuk infeksi spesies Plasmodium falciparum, karena
tingginya tingkat resistensi terhadap Klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis. Doksisiklin diminum satu hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2
mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu .
2.10. Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalam malaria berat. Pada
malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa
dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia
30
masih cukup bervariasi 15% - 60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Banyaknya
jumlah komplikasi berbanding lurus dengan tingkat mortalitas (Harijanto, 2006).
BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama
: Apriadi
Umur
: 28 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Suku/bangsa
: Jawa / Indonesia
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Nelayan
Alamat
Tanggal masuk
: 5 Juli 2013
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama
: Penurunan kesadaran
Telaah
: Hal ini dialami os 1 hari SMRS. Riwayat demam tinggi (+) dialami
os sejak 1 minggu yang lalu dan bersifat naik turun dan dapat mencapai suhu normal.
Riwayat menggigil (+) dan berkeringat banyak (+). Diketahui os bekerja sebagai nelayan dan
tinggal di daerah pinggiran pantai yang merupakan daerah endemik malaria. Riwayat BAK
31
seperti teh pekat (+) dialami os sejak 4 hari yang lalu, volume urin 300 cc/24 jam. Riwayat
nyeri BAK (-), BAK berpasir (-), BAK keluar batu (-). Os juga mengeluhkan mual (+),
muntah (-). Os merasa badan lemah (+), sakit kepala (+), sakit punggung (+), nyeri sendi dan
tulang (+). Riwayat batuk (-), sesak nafas (-). Riwayat susah BAB (+) dialami os 4 hari yang
lalu.Riwayat transfusi darah (-). Riwayat sakit malaria (-). Riwayat sakit darah tinggi (-),
sakit gula (-).
STATUS PASIEN
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 120/70 mmHg
Heart rate
: 80 x/i
Respiration rate
: 24 x/i
Temperature
: 36,3 0 C
Anemia
: ( +/+ )
Ikterus
: ( +/+ )
Sianosia
:(-)
Dispnoe
:(-)
Oedem
:(-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Kepala
Leher
Mata
T/H/M
32
Trakea : medial
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar
TVJ
: R-2 cmH2O
Thorak
Inspeksi
: Simetris fusifomis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: simetris
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: peristaltik ( + ) Normal
Ekstremitas superior
Clubbing finger
:(-)
Oedema
:(-)
Ektremitas inferior
Clubbing finger
:(-)
Oedema
:(-)
Pemeriksaan penunjang
( 5 Juli 2013 )
33
Darah rutin
Hemoglobin
: 7,8 gr/dL *
Leukosit
: 10.800 /uL
Eritrosit
: 2,6 gr/dL *
Trombosit
: 110.000 /uL *
HCT
: 21,5 % *
MCV
: 82,7 /fL
MCH
: 30 /pg
MCHC
: 36,3/dl
Kimia Klinik
Glukosa a.r.
: 109 mg/dL
SGOT
: 167 U/I *
SGPT
: 90 U/I *
: 365 mg/dL *
Kreatinin
: 8,18 mg/dL *
Asam Urat
: 15,5 mg/dL *
: 7,432
pCO2
: 24,4 mmHg
pO2
: 87,9 mmHg
34
BE
: -8,1
Sat. O2
: 97,0
Elektrolit
Natrium
: 136 mmol/dL
Kalsium
: 6,6 mmol/dL
Klorida
: 101 mmol/dL
Urin rutin
Protein
:(-)
Reduksi
:(-)
Billirubin
: Negatif
Urobilinogen : Positif
Silinder
: Negatif
Eritrosit
:0
Leukosit
: 5-7 / LPB
Epitel
: Negatif
Kristal
:(-)
pH
:5
: 356 mg/dL *
Kreatinin
: 9,37 mg/dL *
Asam Urat
: 14,3 mg/dL *
35
Elektrolit
Natrium
: 140 mmol/dL
Kalium
Klorida
: 5,7 mmol/dL
: 100 mmol/dL
Immunologi
HbsAg Kuantitatif
: Non reaktif
Anti HCV
: Non reaktif
(7 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin
: 8,8 gr/dL *
Leukosit
: 5.600 /uL
Eritrosit
: 2,98 gr/dL *
Trombosit
: 195.000 /uL
HCT
: 24,8 % *
MCV
: 83,2 /fL
MCH
: 29,5 /pg
MCHC
: 35,5/dL
Kimia Klinik
Ureum
: 315 mg/dL *
Kreatinin
: 7,29 mg/dL *
Asam Urat
: 16 mg/dL *
Elektrolit
36
Natrium
: 139 mmol/dL
Kalium
Klorida
: 5,4 mmol/dL
: 101 mg/dL
(8 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin
: 9,9 gr/dL *
Leukosit
: 4.300 /uL
Eritrosit
: 3,37 gr/dL *
Trombosit
: 200.000 /uL
HCT
: 28,7 % *
MCV
: 85,2 /fL
MCH
: 29,4 /pg
MCHC
: 34,5/dL
Urin rutin
Protein
:(-)
Reduksi
:(-)
Billirubin
: Negatif
Urobilinogen : Positif
Silinder
: Negatif
Eritrosit
:0
Leukosit
: 5-7 / LPB
37
Epitel
: Negatif
Kristal
:(-)
pH
:5
Hematologi
Malaria (mikroskopik)
Diagnosa
: Malaria berat
Wells disease
Penatalaksanaan :
-
Tirah baring
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. Bolus i.v. pelan-pelan selama 5
menit
Balance cairan ( 0 )
(+) rencana pemberian darplex 4 tab/hari selama 3 hari mulai tanggal 10 Juli 2013
38
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal
Keluhan
6 Juli 2013
KU
Follow up
Penurunan Sens: CM
Kesadaran (-)
KT : -
Dx : Malaria berat +
AKI stadium Failure
T : 35,3 C
Penatalaksanaan
- Tirah baring
- Diet hati III
- Diet sonde via NGT
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Ranitidine 1 amp /12 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
-
7 Juli 2013
Sens: CM
KT : -
USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
Konsul Nefro
HbsAg, anti HCV
USG
ginjal
dan
saluran kemih
- Urinalisa
- Foto thorax PA
- Konsul PTI
- EKG
- Pasang kateter
- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
39
HR : 88 x/i
Dx : Malaria berat + RR: 24 x/i
AKI stadium Failure
T : 36,50C
USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
HbsAg, anti HCV
USG
ginjal
dan
saluran kemih
Urinalisa
Foto thorax PA
Konsul PTI
EKG
Elektrolit post HD
Pasang kateter
8 Juli 2013
Sens: CM
KT : -
T : 36,5 C
- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
40
9 Juli 2013
KU : -
Sens: CM
KT : -
T : 37, C
- Kepadatan malaria
- Urinalisa PK
- Konsul PTI
- Konsul Nefro
- Tirah baring
- Diet hati III
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
Anjuran
-
Kepadatan malaria
Urinalisa PK
Konsul PTI
Konsul Nefro
10 Juli 2013
KU : -
Sens: CM
KT : -
T : 36,5 C
- Tirah baring
- Diet ginjal 1.500 kkal + 50
gram protein
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
mg) dalam 10 cc D5%, inj.
bolus pelan-pelan dlm 5
menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
- Inj. Metoclopramide 1 amp/8
41
jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
- Curcuma 3x1
- Sistenol tab 3x1 (k/p)
- Balance cairan ( 0 )
-
Kepadatan malaria
Darah tepi serial
Konsul PTI
RFT post HD
USG
ginjal
dan
saluran kemih
11 Juli 2013
KU : -
Sens: CM
KT : -
- Tirah baring
- Diet ginjal 1.500 kkal + 50
gram protein
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I
(mikro)
- Inj. Artesunat 2 vial (120
T : 36,5 C
42
Foto Thorax
Konsul PTI
HST,
D-
dimer,albumin,
-
retikulosit count
USG
ginjal
dan
saluran kemih
BAB IV
KESIMPULAN
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi
parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut.
Gejala-gejala malaria tergantung pada imunitas penderita dan jenis parasit yang
menginfeksi. Karakteristik gejalanya berupa demam periodic, anemia, dan splenomegali.
Penyakit malaria membutuhkan diagnosis yang cepat untuk dapat mencegah
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi berupa anemia, hipoglikemia, malaria serebral,
43
gagal ginjal, sampai dengan kematian. Penanganan cepat terhadap pasien malaria juga dapat
memberikan hasil prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. (CDC), 2012. Malaria. Available at
http://www.cdc.gov/malaria. Accessed 11 July 2013.
Chew, S.K., 1992. Malaria: Smear or Buffy Coats? Singapore Medical Journal 1992, 33: 44950
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, 1-75.
44
Finch, R.G., Moss, P., 2005. Infectious Diseases, Tropical Medicine and Sexually Transmitted
Disease, In:
Saunders, 95-100
Harijanto, P.N., 2006. Malaria. Dalam: Sudoyo, A.W, Setiyohadi,B., Iwi, I., Simadibrata, M.,
Setiati,S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 17541766.
Jorge
E.V.P.,
2013.
Malaria.
Available
online
from