Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSAKA
bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada
lokasi tubuh (Tortora, Derrickson, 2009). Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti
sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indera perasa, dan fungsi pergetahan
(Setiabudi, 2008).
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam,
warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan
pada genitalia orang dewasa (Djuanda, 2003).
Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit
yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal
dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada
muka, yang berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2003).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda,
2003).
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal
yang
besarnya
berbeda-beda
karena
adanya
proses
mitosis.
membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans.
menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya
yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan
kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast,
membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda
bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil.
Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat
sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis,
di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
Bergandengan dengan
skualen, wax ester, dan kolesterol. Sekresi dipengaruhi hormone androgen, pada
anak-anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan
banyak serta mulai berfungsi secara aktif (Djuanda, 2003).
Kuku, adalah bagian terminal stratum korneum yang menebal. Bagian kuku
yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku, bagian yang terbuka di atas dasar
jaringan lunak kulit pada ujung jari dikenali sebagai badan kuku, dan yang paling
ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan
membentuk alur kuku. Kulit tipis yang yang menutupi kuku di bagian proksimal
disebut eponikium sedang kulit yang ditutupki bagian kuku bebas disebut hiponikium
(Djuanda, 2003).
Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit dan bagian yang
berada di luar kulit. Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut
halus, tidak mrngandung pigmen dan terdapat pada sbayi, dan rambut terminal yaitu
rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat
pada orang dewasa. Pada orang dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu
mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya
dipengaruhi hormone androgen. Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut
velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen berlangsung 2-6 tahun dengan
kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen berlangsung beberapa
bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen. Komposisi rambut terdiri
atas karbon 50,60%, hydrogen 6,36%,, nitrogen 17,14%, sulfur 5% dan oksigen
20,80% (Djuanda, 2003).
2.2. Jerawat
Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel
polisebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papula, pustula, nodus, dan kista
pada tempat predileksinya seperti di wajah, punggung, dan lengan atas (Djuanda,
2003).
2.2.1. Patogenesis
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi patogenesis pertumbuhan
jerawat, faktor utama adalah faktor genetik (Goulden et al, 1999). Jika kedua orang
tua mengalami masalah jerawat, 3 dari 4 anak akan mengalami masalah jerawat. Jika
satu dari orang tua mempunyai jerawat, maka 1 dari 4 anak akan mempunyai jerawat.
Walaupun demikian, tidak semua keluarga akan mengalami pola yang sama, jerawat
boleh melompat generasi.
Faktor memperburuk
yang lain termasuk sebum yang berlebihan, terdapat aktivitas dari Propionibacteri
acnes dan peradangan.
Penahanan hiperkeratosis adalah proses pertama pembentukan jerawat
(Norris, Cunliffe, 1988). Sebab utama terjadinya hiperproliferasi masih tidak dikenal
pasti. Buat masa sekarang terdapat 3 hipotesa yang menerangkan kenapa folikel
epithelium menghasilkan sel dengan cepat pada penderita jerawat.
Pertama, peningkatan hormon androgen sebagai pencetus awal (Thiboutot et
al, 1999). Komedo adalah lesi yang disebabkan oleh tersumbatnya folikel yang mula
terlihat pada zona-T setelah peningkatan aktifitas kelenjar adrenal sewaktu pubertas.
Lebih-lebih lagi, tingkat komedo pada anak perempuan prepubertal saling berkaitan
dengan tingkat sirkulasi adrenal androgen dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S)
(Lucky et al, 1997). Tambahan pula, reseptor hormon androgen terdapat dalam
kelenjar sebasea. Individu dengan gangguan reseptor androgen tidak akan mengalami
masalah pertumbuhan jerawat (Holland et al, 1998).
Produksi sebum yang berlebihan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan
jerawat. Hormon androgen mempromosikan produksi dan lepasan sebum (Pochi,
Strauss, 1988). Berbagai lagi hormon lain yang juga berfungsi untuk produksi dan
lepasan sebum seperti growth hormones dan insulinlike growth factor.
Faktor ketiga adalah Propionibacterium acne yang bersifat anaerob. P acne
menyebabkan peradangan dengan menghasilkan proinflamatory mediators yang
berdifusi melalui dinding folikel. P acne mengaktifasikan toll-like receptor 2 di
monosit dan neutrofil (Kim et al, 2002), yang menghasilkan sitokin seperti IL-12, IL8, dan TNF.
2.
Varian akne yang meliputi akne induksi obat, acne excoriee, akne infantile,
akne juvenile, akne klor, oil acne, akne kimiawi lain, Fiddlers neck, akne nevoid,
akne fisika (frictional acne dan immobility acne), akne kosmetika, akne deterjen, dan
akne tropikalis.
Klasifikasi yang dibuat oleh Plewig dan Kligman dalam buku Acne:
Morphogenesis and treatment (1975) terbagi seperti berikut:
1. Akne vulgaris dan varietasnya:
a. Akne tropikalis
b. Akne fulminan
c. Pioderma fasiale
d. Akne mekanika dan lainnya
2. akne venenata akibat kontaktan eksternal dan varietasnya:
a. Akne kosmetika
b. Pomade acne
c. Akne klor
d. Akne akibat kerja
e. Akne deterjen
3. Akne komedonal akibat agen fisik dan varietasnya:
a. Solar commedones
b. Akne radiasi (sinar x. kobal)
Pergolongan ini membedakannya secara jelas dengan kelainan yang mirip
akne, erupsi akneiformis akibat induksi obat yang digunakan secara lama, misalnya
kortikosteroid, ACTH, INH, iodida, bromide, vitamin B12, difenil hidrantoin,
trimetadion, dan fenobarbital.
Pada akne vulgaris terjadi perubahan jumlah dan konsistensi lemak kelenjar
akibat pengaruh berbagai faktor penyebab. Pada akne venenata terjadi penutupan
oleh massa eksternal. Pada akne fisis, saluran keluar menyempit akibat radiasi sinar
ultraviolet, sinar matahari, atau sinar radioaktif.
2.2.3. Gradasi
Gradasi yang menunjukkan berat ringannya penyakit diperlukan bagi pilihan
pengobatan.
dikemukakan.
Terdapat 4 gradasi jerawat menurut Pillsbury (1963) yaitu :
a. gradasi I mempunyai komedo terbuka (blackhead) dan komedo tertutup
(whitehead),
b. gradasi II pula mempunyai komedo dan beberapa papulopustul,
c. gradasi III sama seperti gradasi II tetapi papul yang telah mengalami
peradangan,
d. gradasi IV mempunyai nodulokistik yang berciri komedo, lesi radang,
nodul yang berdiameter lebih besar dari 5mm dan juga parut kawah.
Menurut Frank (1970) acne vulgaris dapat digradasikan pada 8 gradasi yaitu:
a. gradasi I akne komedonal tanpa radang,
b. gradasi II akne komedonal radang,
c. gradasi III akne papula,
d. gradasi IV akne papulo pustule,
e. gradasi V akne agak berat,
f. gradasi VI akne berat,
g. gradasi VII akne nodulo kistik/konglobata.
Gradasi acne vulgaris menurut plewig dan kligman (1975) terbagi atas tiga
kelas yaitu :
1. Kelas I komedonal yang terdiri atas 4 gradsi :
a. bila ada kurang dari 10 komedo dari satu sisi muka,
b. bila ada 10 sampai 24 komedo,
c. bila ada 25 sampai 50 komedo,
d. bila ada lebih dari 50 komedo.
2. Kelas II papulopustula yang terdiri atas 4 gradasi yaitu :
a. bila ada kurang dari 10 lesi papulopustula dari satu sisi muka,
bakteri, dan kulit mati dari wajah yang dapat menyebabkan penyerapan obat topikal
dengan lebih efektif (Subramanyan, 2004). Paradoksnya, membersihkan kulit wajah
juga dapat melemahkan hambatan di mana banyak sulfaktan pembersih yang
berinteraksi dengan protein dan lipid dari stratum korneum (Subramanyan, 2004).
Sebetulnya, digalakan untuk mencuci wajah sebanyak 2 kali dalam 1 hari
yaitu pada pagi hari dan malam hari (Kern, 2010). Mencuci wajah lebih atau kurang
dari 2 kali dalam sehari tidak digalakkan karena mencuci wajah secara berlebihan
dapat mengiritasikan kulit wajah dan menyebabkan pertumbuhan jerawat, manakala
kurang mencuci wajah akan mengurangkan tingkat kebersihan wajah.
Cara betul membersihkan wajah adalah dengan menggunakan kedua telapak
tangan secara sirkuler selama 10 detik dan harus dibilas dengan air hangat hingga
tertanggal semua kesan sabun pencuci wajah (Kern, 2010). Tidak perlu untuk
mengosok dengan kuat karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Subramanyan, 2004).
Setelah itu, tepukkan wajah dengan kain bersih hingga wajah kering (Kern, 2010).
Setelah wajah kering, disarankan supaya mengoles pelembab untuk mencegah kulit
wajah menjadi terlalu kering.