Anda di halaman 1dari 20

II.

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA


PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1.

Tinjauan Pustaka
Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis

flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26%
telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan.
Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat
tradisional (Syukur dan Hernani, 2001).
Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak
menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini
pertumbuhan industri obat tradisional (jamu) semakin meningkat pesat.
Berkembangnya teknologi (modern) menyebabkan seduhan jamu yang pahit telah
diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan obat
tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan rakyat
turun-temurun (Rukmana, 2004).
Dalam pengembangan tanaman obat diharapkan pengobatan dengan
herbal/obat alami yang merupakan warisan dari nenek moyang kita mengalami
kemajuan dan tidak hilang. Jangan sampai negara lain merebut dan mengambil
alih dengan memproduksi obat-obat tradisional Indonesia, karena hal tersebut bisa
saja terjadi apabila pengobatan herbal kita tidak mengalami perkembangan,
apalagi dengan eksplorasi negara-negara maju terhadap tumbuhan obat asli
Indonesia (Padmawinata, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Pada dasarnya, TOGA dapat didefinisikan sebagai sebidang tanah baik


dipekarangan

rumah,

kebun

ataupun

ladang

yang

digunakan

untuk

membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tujuan dasarnya adalah


untuk memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan dan mengurangi
ketergantungan terhadap obat-obatan kimia. Pengelolaannnya sesuai dengan luas
lahan

yang

tersedia,

lingkungan

yang

mendukung,

dan

tujuan

penanaman.(Maheswari, 2002).
Kondisi pekarangan bermacam-macam. Ada yang luas, ada yang sempit.
Bahkan ada lahan pekarangan yang dikeraskan dengan semen, namun masih bisa
dimanfaatkan untuk memelihara tanaman. Misalnya dengan menggunakan pot,
kaleng bekas, potongan drum untuk menanam kunyit, temulawak, lidah buaya,
mahkota dewa.

1. Kunyit (Curcuma domestica Val.).


Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat
potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan
zat pewarna alami. Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk tumbuhan
berbatang semu, basah yang dibentuk dari pelepah daun. Tinggi tanaman dapat
mencapai 1,5m, berbunga majemuk berwarna putih sampai kuning muda. Berdaun
tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkalnya runcing, tangkainya
panjang, tepinya rata, bertulang menyirip, panjangnya 20 40 cm, lebar 8 12,5
cm, warna hijau pucat.
Tanaman menghasilkan rimpang berwarna kuning jingga, kuning jingga
kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk

Universitas Sumatera Utara

dan anak rimpang, rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir
lelaki. Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari, panjang rimpang
2 10 cm, diameter 1 2 cm. Selain jenis dan varietas yang jelas, bahan tanaman
berasal dari rimpang yang sehat dari tanaman yang sehat berumur 11 12 bulan,
untuk benih daunnya harus sudah mongering.
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pembumbunan, untuk
menghindari adanya kompetisi perolehan zat hara dengan gulma dan menjaga
kelembaban, suhu dan kegemburan tanah. Pembumbunan dilakukan juga untuk
memperbaharui saluran drainase pemisah petak, tanah dinaikkan ke petak-petak
tanam, biasanya dilakukan setelah selesai penyiangan.
Panen yang tepat berdasarkan umur tanaman perlu dilakukan untuk
mendapatkan produktivitas yang tinggi, yaitu pada tanaman umur 10 12 bulan
setelah tanam, biasanya daun mulai luruh atau mengering. Dapat pula dipanen
pada umur 20 24 bulan setelah tanam.

Gambar 1. Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.).

Universitas Sumatera Utara

Kunyit dapat dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan


ternak yaitu zat warna kuning (kurkumin) pada kunyit. Kunyit telah terbukti
secara ilmiah melalui berbagai pengujian pre-klinik dan klinik, berkhasiat untuk
mengobati berbagai macam penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, stroke,
reumatik, sebagai anti oksidan yang mengikat radikal bebas, penurun kadar lipid
darah, meluruhkan plak pada otak penderita penyakit Alzheimer, kemampuan
memerangi sel kanker dan infeksi virus maupun bakteri( Rukmana, 1996).

2. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza).


Temulawak alias koneng gede (Curcuma xanthorrhiza) merupakan terna
dihutan jati, tetapi beberapa jenis ada juga tumbuh di pekarangan rumah.
Umumnnnya, temulawak dapat ditanam ditanah ringan yang agak berpasir sampai
tanah berat berstruktur liat.
Tersedianya benih unggul yang bermutu tinggi merupakan salah satu
faktor penentu terhadap tingkat produktivitas tanaman. Benih harus dari tanaman
yang cukup umur, sehat, seragam ukurannya, dan mempunyai viabilitas tinggi
(Rahardjo, 2001).
Ketersediaan hara tanaman terutama hara makro N, P dan K merupakan
keharusan yang harus dipenuhi dalam budidaya temulawak disamping pemberian
pupuk oraganik berupa pupuk kandang. Budidaya di tingkat petani masih
dilakukan secara tradisional, jarang dilakukan pemeliharaan dan pemupukan,
sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi
dan mutu yang tinggi di dalam budidaya temulawak perlu dilakukan pemupukan.

Universitas Sumatera Utara

Temulawak

dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan.

Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah
menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning
kecoklatan. Panen dilakukan dengan cara menggali dan mengangkat rimpang
secara keseluruhan. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan
ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam
dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan.

Gambar 2. Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza).


Rimpang temulawak sebagian besar digunakan untuk bahan baku obat,
produknya berupa minyak temulawak, oleoresin, pati, nstant, zat warna kuning,
beberapa jenis makanan, minuman, dan minyak atsiri.
Khasiat dan kegunaan lain dari temualwak adalah memelihara fungsi hati,
efektif untuk hepatitis, menurunkan kolesterol, menambah nafsu makan, untuk
penyakit demam, penyakit kuning, serta gangguan pada getah empedu.
(Suprapto, 1997).

Universitas Sumatera Utara

3. LIDAH BUAYA (Aloevera).


Mutiara Hijau/Lidah Buaya (Aloevera) adalah, tanaman yang tumbuh
subur di Pontianak dan sekitarnya, tanaman ini menurut catatan WHO, lebih dari
23 negara menggunakan si Mutiara Hijau sebagai bahan baku obatobatan dan
pada zaman raja Mesir Cleopatra menggunakan Aloevera sebagai pembasuh kulit
yang sangat mujarab sehingga dijadikan bahan baku kosmetika yang penting. Di
Amerika bagian barat daya lidah buaya (Aloevera) ditanam sebagai tanaman hias
di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat luka bakar.
Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut
sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat
manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditi
yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara
optimal (Andrianto dan Novo, 2004).

Gambar 3. Tanaman Lidah Buaya (Aloevera).

Universitas Sumatera Utara

Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi
makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke Negara
tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang
terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai
tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi
produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan
Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia
yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan
negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu
pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa
mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia.
Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala.
Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat
dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu:
1). Industri pangan, sebagai makanan tambahan (food supplement), produk yang
langsung dikonsumsi dan flavour.
2). Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif,
anti

mikrobial

dan

molusisidal,

anti

kanker,

imunomodulator

dan

hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara lain:
CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan Carrisyn.
3). Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo

dan

kondisioner.
4). Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk
media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak (AAK., 1991).

Universitas Sumatera Utara

4. MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)


Tumbuhan dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa di kenal juga
dengan nama simalakama (Melayu/Sumater), Makuto Dewo (Jawa). Mahkota
dewa merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat disamping
mengkudu, sambiloto dan papagan. Sosoknya berupa perdu dengan tajuk
bercabang-cabang. Umurnya dapat mencapai puluhan tahun dengan masa
produktifitas mencapai 10-20 tahun.
Bagian yang paling banyak manfaat dari tanaman mahkota dewa adalah
buah yang terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Buahnya beracun bila
dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar. Buah matang berwarna merah
marun dan banyak orang yang tidak tahu tergoda memetik dan memakannya.
Banyak kasiat yang terkandung dalam mahkota dewa ini menjadikannya semakin
populer dikalangan dunia pengobatan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa
keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang
mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan. Membudidayakan
mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah
beriklim tropis. dengan produksi buah yang tidak mengenal musim, menjadikan
mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan
dilakukan secara intensif dan profesional.
Mahkota dewa dapat dibudidayakan pada ketinggian 10 sampai dengan
1200 Mdpl. Lokasi pembudidayaannya sebaiknya di daerah yang jauh dari polusi.
Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tercemar oleh unsur-unsur polutan berupa
logam berat, arsen, dll. Untuk kegiatan konservasi tanah, mahkota dewa dapat
ditanam di bibir teras pengolahan lahan.Tujuannya, adalah sebagai tanaman

Universitas Sumatera Utara

penguat teras, menghindari erosi, dan longsor. Ciri buah siap dipetik antara lain
kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula
pasir.
Mahkota Dewa dipercaya dapat mencegah dan membantu proses
penyembuhan berbagai macam penyakit antara lain: Tekanan darah tinggi,
Meningkatkan vitalitas bagi penderita diabetes, Kanker (zat damnacanthal :
menghambat pertumbuhan sel kanker), Asam urat, Lever, Alergi, Ginjal, Jantung,
Berbagai macam penyakit kulit, Mengatasi ketergantungan obat, Rematik,
Meningkatkan stamina dan ketahanan terhadap influenza, serta Insomnia.

Gambar 4. Tanaman Mahkota Dewa .


Pengembangan tanaman obat/herbal bertujuan untuk menghasilkan produk
herbal yarig memenuhi penegakan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan melalui penelitian. Dengan demikian obat-obat herbal
yang dikembangkan dapat masuk dalam pelayanan kesehatan dan digunakan
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam pengembangan obat-obat
herbal asli Indonesia diperlukan peran serta berbagai pihak, harus ada kerjasama

Universitas Sumatera Utara

yang baik antara pemerintah, pihak industri obat tradisional dan farmasi, peneliti
dan institusi pendidikan rumah (Fadhli, 2005).
Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat antara
lain meliputi:
a.

Sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia


dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai
sumber pengobatan;

b.

Mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat;

c.

Meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman obat


dan produk pengolahan;

d.

Upaya konservasi/pelestarian sumber bahan alam;

e.

Pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahan/proses produksi


sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin;

f.

Penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal


yang memenuhi syarat mutu/kualitas, aman dan khasiat/kemanfaatan;

g.

Kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat tradisional


dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi. peraturan perundang-undangan yang
jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati, khususnya
tanaman obat.

(Jhonherf, 2007)
Beberapa manfaat dari tanaman obat antara lain sebagai berikut :
1.

Memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit.

2.

Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap sehat dan segar.

Universitas Sumatera Utara

3.

Memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh sehingga lancar


tanpa gangguan.

4.

Memperkuat kerja jantung.

5.

Mencegah kanker dan tumor sedini mungkin.

6.

Membersihkan senyawa beracun di dalam tubuh.

7.

Menurunkan kadar gula dan kolesterol didalam darah.

(Redaksi Agromedia, 2007).


Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut
menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya
harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan
bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa
Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini
dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan
sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih
dengan

adanya

kebijakan

Menteri

Kesehatan

RI

tahun

1999

untuk

mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan


farmasi di Indonesia (Maheshwari, 2002).
Faktor ketidak/kurang percayaan masyarakat dan pengobatan dengan
bahan alami Indonesia tidak/belum memiliki pendokumentasian tentang
penemuan baru khasiat tanaman obat, menjadi salah satu kelemahan dalam
pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia (Bali Post, 2005).
Penelitian tanaman obat dilakukan guna mendukung penggunaan obat
tradisional Indonesia dalam pelayanan kesehatan dan untuk mendorong
peningkatan kemampuan industri obat di dalam negeri untuk memproduksi obat

Universitas Sumatera Utara

herbal, walaupun selama ini sering mengalami kendala dalam hal biaya penelitian
dan pengembangan. Mahalnya biaya penelitian dan pengembangan menjadi faktor
utama yang menghambat upaya penemuan baru potensi khasiat tanaman obat.
Padahal, tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat-obatan mencapai ribuan
jenis (Bali Post, 2005).
Tetapi, akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan
tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat tanaman obat pun mengalami
peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang mengembirakan, mengingat potensi
alam Indonesia sangat berlimpah. Keanekaragaman hayati inilah yang membuat
Indonesia memiliki kekuatan yang amat besar dalam mengembangkan potensi
yang dimilikinya tersebut.
Mamfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam
seperti sebagai obat, kosmetik, pegharum, penyegar, pewarna, dan lain-lain.
Potensi yag besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak
akan mempunyai manfaat yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan
tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang
penggunaan yang berkelanjutan (Maheshwari, 2002).
Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kesehatan di Indonesia,
pemerintah telah melakukan berbagai program pengembangan

pelayanan

kesehatan masyarakat. Pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)


diselruh pelosok tanah air menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani
masalah pembangunan dibidang kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan
yang diperkenalkan kepada masyarakat adalah program Intensifikasi Pekarangan
(Inkar) dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) (Rukmana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Pengembangan TOGA dipekarangan mempunyai banyak manfaat,


diantara nya sebagai bahan ramuan obat untuk pertolongan pertama sebelum
mendapatkan pengobatan dari dokter, sebagai sarana memperbaiki status gizi
masyarakat karena banyak banyak tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman
penghasil buah-buahan atau sayur-sayuran, sebagai usaha baru bagi keluarga
untuk menjadi pemasok kebutuhan bahan baku pabrik-pabrik jamu dan obat
tradisional (karena tanaman obat sangat bermanfaat sebagai bahan baku obat
modern, jamu dan obat tradisional) dan dapat digunakan untuk menghias dan
memperindah halaman rumah sekaligus memelihara ekosistem mikro disekitar
(Jhonherf, 2007).
Jika pengembangan TOGA secara terpadu berhasil meningkatkan
kemandirian masyarakat dalam penyediaan tanaman obat, biaya subsidi
pembelian obat generik bisa dihemat sekitar Rp 300 miliar. Dan secara bertahap,
subsidi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan dapat berkurang. Tanaman obat
juga bisa berfungsi jadi sumber pendapatan masyarakat (Bali Post, 2006).
Pengembangan TOGA sangat strategis. Usaha itu sangat memperhatikan
kelestarian alam dan lingkungan. Upayanya membutuhkan kerja serius, terutama
yang mencakup teknik budidaya, permintaan dan pemasaran hasil, serta tataniaga
pemasarannya. Perkembangan TOGA yang produktif pasti akan menarik minat
investor dibidang farmasi obat tradisional dan jamu. Mereka tak mau kehilangan
kesempatan peluang ekonomi dan terpacu aktif berlomba mencari bahan baku
berbagai jenis tanaman obat untuk membuat produk obat-obatan baru
(Maheshwari, 2002).

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Landasan Teori
Pengembangan

suatu

usaha

sangat

bergantung

pada tersedianya

sumberdaya, tetapi sumberdaya ini sangat terbatas jumlahnya sehingga produksi


atau keuntungan yang dihasilkan juga terbatas. Sumberdaya yang merupakan
faktor yang penting dalam suatu usaha adalah lahan, modal, tenaga kerja dan
sarana produksi (Andri, 2004).
Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang
cocok untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT.

Dimana

analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapt memaksimalkan kekuatan


(strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003).
Cara membuat analisis SWOT melalui tiga tahapan yaitu: Tahap
Pengumpulan Data, dimana tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data dari
beberapa faktor internal (kelemahan dan kekuatan) tetapi juga menganalisis data
tersebut agar dapat diketahui nilai bobot rating nya dengan menggunakan Matrik
faktor strategi eksternal dan internal. Kemudian tahap analisis, dimana semua
informasi

yang

berpengaruh

terhadap

kelangsungan

perusahaan

dapat

digambarkan secara jelas, bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi


perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya,
dan terakhir tahap pengambilan keputusan, dimana semua data yang telah
dianalisis akan menghasilkan beberapa alternatif untuk memperbaiki sistem
pengembangannya.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Kerangka Formulasi Strategi


1. TAHAP PENGUMPULAN DATA
Matrik Evaluasi
Matrik Evaluasi
Faktor Eksternal
Faktor Internal
(EFE)
(IFE)
2. TAHAP ANALISIS
MATRIK
MATRIK
INTERNAL
SWOT
EKSTERNAL (IE)
3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN
a. Pengembangan dari strategi SO, ST, WO, WT
b. Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif
(Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Tahap Pengumpulan Data


Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data,
tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada
tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal.
Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis
pasar, analisis competitor, analisis komunitas, analisis pemaso, analisis
pemerintah, analisis kelompok kepentingan tertentu.
Data internal dapat diperoleh di dalam perusahaan itu sendiri, seperti
laporan keuangan (neraca, laba -rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan
kegiatan sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian,
pengalaman, gaji, turn-over), laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan
pemasaran.

Universitas Sumatera Utara

Dalam evaluasi faktor strategis yang digunakan pada tahap ini adalah
model sebagai berikut :
a.

Matrik Faktor Strategi Eksternal

b.

Matrik Faktor Strategi Internal

(Rangkuti, F., 1997)

a. Matrik Faktor Eksternal


Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu
mengetahui terlebih dahulu cara-caar penentuan dalam membuat Tabel EFAS.
-

Susunlah dalam kolom 1 (5-10 peluang dan ancaman).

Beri rating

masing-masing

faktor

dalam

kolom 2

sesuai

besar

kecilnyapengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4
(sangat besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil)
terhadap peluang dan nilai rating terhadap ancaman kebalikannya.
-

Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi dari 1,0.

Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk


memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
pembobotan

bagi

perusahaan

yang

bersangkutan.

Nilai

total

ini

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor


strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.

Universitas Sumatera Utara

b. Matrik Faktor Internal


Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi,
kemudian dianalisis ke dalam tabel IFAS. Adapun cara-cara dalam penentuan
masing-masing faktor.
-

Susunlah dalam kolom 1 (5-10 kekuatan dan kelemahan).

Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya


pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat
besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil) terhadap
kekuatan dan nilai rating terhadap kelemahan kebalikannya.

Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi 1,0

Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk


memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
menunujukkan bagaimana perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor
strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan
perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.

2.3.

Kerangka Pemikiran
Usaha TOGA (Tanaman Obat Keluarga) merupakan salah satu usaha

yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Faktor yang
mendukung pengembangan tanaman obat tersebut diantaranya besarnya potensi

Universitas Sumatera Utara

kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang dapat
diolah menjadi obat tradisional.
Oleh karena itu, diperlukan penentuan alternatif strategi dalam
pengembangan usaha dengan menggunakan analisis SWOT, dimana didalam
analisis SWOT tersebut dapat diidentifikasi faktor internal, yaitu

kekuatan

(strength) dan kelemahan (weakness)dan faktor eksternal, yaitu peluang


(opportunity) dan ancaman (threat) dalam suatu usaha Tanaman Obat Keluarga
(TOGA).
Setelah dilakukan analisis faktor SWOT dalam usaha tersebut, maka kita
dapat menentukan strategi pengembangan apa yang cocok dan bisa diterapakan
untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah
penelitian.
Untuk mempermudah pemahaman kerangka pemikiran peneliti, berikut
disajikan skema kerangka pemikiran.

Universitas Sumatera Utara

Usaha Tanaman Obat


Keluarga (TOGA)

Faktor - faktor
SWOT

Internal

Strength
(Kekuatan)

Weakness
(Kelemahan)

Eksternal

Opportunity
(Peluang)

Threat
(Ancaman)

Strategi Pengembangan
Usaha Tanaman Obat
Keluarga (TOGA)

Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran


Keterangan:
: Mempengaruhi

2.4.

Hipotesis Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan landasan teori maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai


berikut:
1.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta


ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

2. Setelah dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman tersebut,


kemudian dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan usaha Tanaman
Obat Keluarga (TOGA).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai