Anda di halaman 1dari 27

KONSEP-KONSEP DALAM PEMBELAJARAN VERSI KEARIFAN

LOKAL (PENGETAHUAN LOKAL) MASYARAKAT BUGIS


A. KONSEPSI MENGENAI JENJANG BELAJAR
Dalam perda no.3 tanun 2011, Penyelenggaraan pendidikan gratis adalah
segala pembebasan biaya bagi peserta didik dan orang tua peserta didik yang
berkaitan dengan proses belajar mengajar dan kegiatan pembangunan sekolah.
Adapun itu menurut Radja mudyaharjo (2002:1) mengatakan:
pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar
yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.pendidikan
adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual

keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta


keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Manfaat Pendidikan Gratis adalah:
1.

Menjamin tersedianya, lahan, sarana dan prasarana pendidikan gratis

2.

Pendidikan, tenaga kependidikan, dan biaya operasional penyelenggaraan


dengan pembagian beban tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang
diatur dalam perundang-undangan yang mengantur pendidikan.

3.

Menopang terselenggaranya dan suksesnya wajib belajar sembilan tahun.

4.

Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga


masyarakat usia sekolah dan mengantisipasi kesenjangan masyarakat
khususnya hak untuk memperoleh pendidikan dan sebagai warga
masyarakat

dalam

pencerdasan Bangsa.

mengisi

kemerdekaan

bahagian

dari

upaya

Penyelenggaraan pendidikan gratis bertujuan untuk :


1.

Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar bagi semua anak usia

2.
3.

sekolah.
Meningkatkan mutu penyelenggaraan dan lulusan.
Meningkatkan relevansi pendidikan yang berbasis kompetensi agar dapat

4.

mengikuti perkembangan global.


Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan
gratis untuk memenuhi mutu dan produktivitas sumber daya manusia
yang unggul

5.

Kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak, relevan dan


bermutu adalah merupakan hak dari setiap warga negara sebagaimana
yang di tetapkan dalam peraturan perundang-undangan, Berdasarkan
peraturan daerah Kabupaten Kepulauan Selayar No. 3 Tahun 2011
tentang pelaksanaan pendidikan gratis, bahwa dalam rangka meringankan
beban masyarakat/orang Tua dalam pembiayaan pendidikan, maka perlu
dilaksanakan Pendidikan Gratis tingkat SD, MI, SMP, MTs, MA dan
SMK Negeri/Swasta dalam lingkup Pemerintahan Daerah Kabupaten
Kepulauan Selayar. Masalah pokok pada bidang pendidikan terletak pada
akses masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan dasar,
khususnya dalam menuntaskan wajib belajar sembilan tahun menuju
penuntasan pendidikan 12 tahun pada tingkat pendidikan lanjutan. Ini
terkait dengan biaya yang harus ditanggung, terutama dalam pengadaan
buku dan berbagai pengutan. Selain itu, mutu pendidikan jika dilihat dari
standar isi dan proses pembelajaran, kompetensi iuran, pendidikan dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan,
dan penilaian. Penyelenggaraan ini merupakan salah satu bentuk
perhatian yang tinggi dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan
Pemerintah Daerah terhadap pembangunan manusia berkualitas.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Selayar tentang

penyelenggaraan Pendidikan Gratis pada Bab II tentang Lingkup, Fungsi dan

Tujuan dan Bab III tentang Hak dan Kewajiaban Pemerintah Daerah, peserta
didik, tenaga pendidik digambarkan bahwa:
1)

Pendidikan Gratis dilaksanakan pada sekolah Negeri maupun Swasta

2)

untuk jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK Negeri/Swasta.


Bagi Sekolah Swasta yang tidak dapat melaksanakan program pendidikan
gratis, dapat menyampaikan pernyataan ketidakmampuannya kepada

3)

Pemerintah Daerah.
Pendidikan Gratis berfungsi untuk memberi kesempatan yang seluasluasnya kepada anak usia wajib belajar guna mendapatkan pendidikan

4)

yang layak dan bermutu.


Pendidikan Gratis bertujuan untuk meringankan beban masyarakat,

peserta didik, orang tua/wali peserta didik.


B. KONSEPSI TENTANG DISIPLIN BELAJAR
Disiplin, disciple, discipline, artinya pengikut atau penganut. Asal mula
pengertian disiplin, yaitu suatu keadaan tertib dimana para pengikut tunduk
dengan senang hati dengan ajaran pemimpinnya. (Ametembun. 1974).
Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa
yang dikehendaki agar tugas-tugas disekolah dapat berjalan dengan optimal.
Keuntungan dengan adanya disiplin adalah siswa belajar hidup dengan
pembiasaan yang baik, posotif, dan bermanfaat bagi dirinya

dan

lingkungannya. Kedisiplinan merupakan sikap siswa yang manggambarkan


siswa patuh karena kesadaran yang mendalam pada siswa dan didasari dengan
rasa tanggung jawab yang besar. Sikap siswa dalam proses belajar berbedabeda dan guru dapat melihatnya dari bagaiman siswamemperhatikan
pelajaran. Misalnya posisi duduk, pandangan mata, sikap tenang, berbicara
sendiri dengan teman atau dalam keadaan menulis ketika guru menjelaskan.
Disiplin belajar merupakan suatu kondisi yang sangat penting dan ikut
menentukan keberhasilan siswa dalam proses belajarnya. Agar dalam proses
belajar berjalan dengan lancar siswa dituntut untuk disiplin. Disiplin dalam
belajar dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pentingnya belajar.

Pengertian disiplin menurut Soegeng prijodarmito (1992: 23) Disiplin


adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui suatu proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukan niloai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, atau ketertiban. Berdasarkan difinisi dari para ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa kedisiplinan belajar adalah suatu kondisi belajar yang
tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian sikap dan perilaku
peribadi atau kelompok yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Kedisiplinan belajar merupakan salah satu syarat yang dapat menentukan
keberhasilan sesorang dalam mencapai tujuannya. Sikap disiplin sangat
diperlukan dalam proses belajar karena dengan disiplin yang tinggi siswa
dapat belajar dengan teratur dan dapat meraih prestasi yang baik dan optimal.
Kedisiplinan belajar dapat berupa kedisiplinan dalam waktu belajar,
kedisiplinan dalam masuk sekolah, kedisiplinan dalam mengerjakan tugas dan
lain-lain.
Kearifan lokal berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami
sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh
kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat
maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk
budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap
sangat universal.
Secara umum, budaya lokal atau budaya daerah dimaknai sebagai budaya
yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-unsurnya adalah budaya suku
bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam pelaksanaan pembangunanan
berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi membuat orang lupa akan
pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam mengelola lingkungan,

seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah ketinggalan di abad


sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali tidak melibatkan
masyarakat.
Pemaknaan terhadap kearifan lokal dalam dunia pendidikan masih sangat
kurang. Ada istilah muatan lokal dalam struktur kurikulum pendidikan, tetapi
pemaknaannya sangat formal karena muatan lokal kurang mengeksporasi
kearifan lokal. Muatan lokal hanya sebatas bahasa daerah dan tari daerah yang
diajarkan kepada siswa. Tantangan dunia pendidikan sangatlah kompleks.
Apalagi jika dikaitkan dengan kemajuan global di bidang sains dan teknologi,
nilai-nilai lokal mulai memudar dan ditinggalkan. Karena itu eksplorasi
terhadap kekayaan luhur budaya bangsa sangat perlu untuk dilakukan.
Kearifan lokal sesungguhnya mengandung banyak sekali keteladanan dan
kebijaksanaan hidup. Pentingnya kearifan lokal dalam pendidikan kita secara
luas adalah bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional kita sebagai
sebuah bangsa. Budaya nusantara yang plural dan dinamis merupakan sumber
kearifan lokal yang tidak akan mati, karena semuanya merupakan kenyataan
hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.
Landasan Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal
1. Landasan Historis
Kearifan lokal dapat bersumber dari kebudayaan masyarakat dalam
suatu lokalitas tertentu. Dalam perspektif historis, kearifan lokal dapat
membentuk suatu sejarah lokal. Sebab kajian sejarah lokal yaitu studi
tentang kehidupan masyarakat atau khususnya komunitas dari suatu
lingkungan sekitar tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam
berbagai aspek kehidupan. Wijda dalam (Koentjaraningrat, 1986). Awal
pembentukan kearifan lokal dalam suatu masyarakat umumnya tidak
diketahui secara pasti kapan kearifan lokal tersebut muncul. Pada

umumnya terbentuk mulai sejak masyarakat belum mengenal tulisan


(praaksara). Tradisi praaksara ini yang kemudian melahirkan tradisi lisan.
Secara historis tradisi lisan banyak menjelaskan tentang masa lalu
suatu masyarakat atau asal-usul suatu komunitas. Perkembangan tradisi
lisan ini dapat menjadi kepercayaan atau keyakinan masyarakat. Dalam
masyarakat yang belum mengenal tulisan terdapat upaya untuk
mengabadikan pengalaman masa lalunya melalui cerita yang disampaikan
secara lisan dan terus menerus diwariskan dari generasi ke genarasi.
Pewarisan ini dilakukan dengan tujuan masyarakat yang menjadi generasi
berikutnya memiliki rasa kepemilikan atau mencintai cerita masa lalunya.
Tradisi lisan merupakan cara mewariskan sejarah pada masyarakat yang
belum mengenal tulisan, dalam bentuk pesan verbal yang berupa
pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh generasi yang hidup
sebelum generasi yang sekarang ini.
2. Landasan Psikologis
Secara psikologis pembelajaran berbasis kearifan lokal memberikan
sebuah pengalaman psikologis kepada siswa selaku pengamat dan
pelaksana kegiatan. Dampak psikologis bisa terlihat dari keberanian siswa
dalam

bertanya

tentang

ketidaktahuannya,

mengajukan

pendapat,

persentasi di depan kelas, dan berkomunikasi dengan masyarakat. Dengan


pemanfaatan lingkungan maka kebutuhan siswa tentang perkembangan
psikologisnya akan diperoleh. Karena lingkungan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan perilaku
individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis,
termasuk didalamnya adalah belajar. Terhadap faktor lingkungan ini ada
pula yang menyebutnya sebagai empirik yang berarti pengalaman.
3. Landasan Politik dan Ekonomi

Secara politik dan ekonomi pembelajaran berbasis kearifan lokal ini


memberikan sumbangan kompetensi untuk mengenal persaingan dunia
kerja. Dari segi ekonomi pembelajaran ini memberikan contoh nyata
kehidupan sebenarnya kepada siswa untuk mengetahui kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Karena pada akhirnya siswa dididik dan
disiapkan untuk menghadapi persaingan global yang menuntut memiliki
ketrampilan dan kompetensi yang tinggi di lingkungan sosial.
4. Landasan Yuridis
Secara yuridis pembelajaran berbasis kearifan lokal mengarahkan
peserta didik untuk lebih menghargai warisan budaya Indonesia. Sekolah
Dasar tidak hanya memiliki peran membentuk peserta didik menjadi
generasi yang berkualitas dari sisi kognitif, tetapi juga harus membentuk
sikap dan perilaku peserta didik sesuai dengan tuntutan yang berlaku. Apa
jadinya jika di sekolah peserta didik hanya dikembangkan ranah
kognitifnya, tetapi diabaikan afektifnya. Tentunya akan banyak generasi
penerus bangsa yang pandai secara akademik, tapi lemah pada tataran
sikap dan perilaku. Hal demikian tidak boleh terjadi, karena akan
membahayakan peran generasi muda dalam menjaaga keutuhan bangsa
dan Negara Indonesia. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di sekitar
sekolah dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran di Sekolah Dasar. Tak
terkecuali

dalam

pembelajaran

untuk

menanamkan

nilai-nilai

nasionalisme. Dengan diintegrasikannya nilai-nilai kearifan lokal dalam


pembelajaran di Sekolah Dasar diharapkan siswa akan memiliki
pemahaman tentang kearifan lokalnya sendiri, sehingga menimbulkan
kecintaan terhadap budayanya sendiri.
Motivasi berprestasi (Reso)
Dalam hal motivasi berprestasi, terungkap dalam ungkapan Bugis
dengan istilah reso (usaha keras). Untuk mencapai prestasi reso
merupakan syarat utama. Hal ini menunjukkan bahwa dalam

perjuangan untuk mencapai suatu keberhasilan, seseorang haruslah


pantang menyerah; ia harus tampil sebagai pemenang. Ungkapan
Lontarak berikut mengisyaratkan betapa pentingnya melakukan gerak
cepat agar orang lain tidak mendahului kita dalam bertindak:
Aja mumaelo ribetta makkalla ri cappa alletennge. (Janganlah mau
didahului menginjakkan kaki di ujung titian.)
Ungkapan di atas memberi pelajaran bahwa dalam hidup ini terdapat
persaingan yang cukup ketat dan untuk memenangkan persaingan itu,
semua kemampuan yang ada harus dimanfaatkan. Titian yang hanya dapat
dilalui oleh seorang saja dan siapa yang terdahulu menginjakkan kaki pada
titian itu, berarti dialah yang berhak meniti terlebih dahulu. Ini berarti
bahwa bertindak cepat dengan penuh keberanian, walaupun mengandung
risiko besar merupakan syarat mutlak untuk menjadi pemenang. Namun
demikian, tidak ada keberuntungan besar tanpa perbuatan besar dan tidak
ada perbuatan besar tanpa risiko yang besar. Dalam sebuah ungkapan
Lontarak ditekankan:
Resopa natinulu, natemmanginngi malomo naletei pammase Dewata
Seuwaee. (Hanya dengan kerja keras dan ketekunan, sering menjadi titian
rahmat Ilahi.)
Ungkapan

itu

memberi

pelajaran

bahwa

untuk

memperoleh

keberhasilan, seseorang tidak hanya berdoa, tetapi harus bekerja keras


dan tekun.
Ambo Enre (1992) mengutip sebuah ungkapan pesan Bugis bagi perantauperantau sebelum meninggalkan kampung halaman sebagai berikut.
Akkellu peppeko mulao, abulu rompeko murewe. (Bergundul licinlah
engkau pergi, berbulu suaklah engkau kembali).
Pesan itu diperuntukkan kepada para perantau agar terdorong bekerja
keras di negeri rantauannya. Serta mempunyai tekad yang kuat untuk tidak

kembali ke kampung halamannya sebelum berhasil. Dalam kaitannya


dengan usaha, waktu atau kesempatan merupakan salah satu faktor
penentu dalam meraih kemenangan (Tang, 2007). Hal ini ditegaskan
dalam ungkapan Bugis disebutkan:
Onroko mammatu-matu napole marakkae naia makkalu. (Tinggallah
engkau bermalas-malas hingga kelak datang yang gesit lalu menguasai)
Selain pentingnya menghargai waktu/kesempatan, pentingnya seseorang
menghindari perbuatan memetik keuntungan dari hasil jerih payah orang
lain, tergambar dalam ungkapan berikut.
Temmasiri kajompie, tania ttaro rampingeng, naia makkalu. (Tak malu
nian si Buncis, bukan ia menyimpan penyanggah, ia yang memanjat)
Ungkapan itu menganjurkan bahwa untuk mewujudkan kehidupan yang
lebih baik, seseorang dituntut bekerja keras, tidak menyandarkan
harapannya kepada orang lain.
C. KONSEPSI TENTANG PENDIDIK
1. Konsep Nilai-nilai Kearifan Lokal
Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu sintesa budaya yang
diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang,
melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang
disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam
kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Kearifan lokal merupakan tata
aturan tak tertulis yang menjadi acuan masyarakat yang meliputi seluruh
aspek kehidupan, berupa (1) tata aturan yang menyangkut hubungan antar
sesama manusia, misalnya dalam interaksi sosial baik antar individu
maupun kelompok, yang berkaitan dengan hirarkhi dalam kepemerintahan
dan adat, aturan perkawinan, tata karma dalam kehidupan sehari-hari; (2)
tata aturan menyangkut hubungan manusia dengan alam, binatang,
tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya konservasi alam; (3)
tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib,

misalnya Tuhan dan roh-roh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat
istiadat, institusi, kata-kata bijak, pepatah.
Dilihat dari keasliannya, kearifan lokal bisa dalam bentuk aslinya
maupun dalam bentuk reka cipta ulang (institutional development) yaitu
memperbaharui institusi-institusi lama yang pernah berfungsi dengan baik
dan dalam upaya membangun tradisi, yaitu membangun seperangkat
institusi adat-istiadat yang pernah berfungsi dengan baik dalam memenuhi
kebutuhan sosial-politik tertentu pada suatu masa tertentu, yang terus
menerus direvisi dan direkacipta ulang sesuai dengan perubahan
kebutuhan sosial-politik dalam masyarakat. Perubahan ini harus dilakukan
oleh masyarakat lokal itu sendiri, dengan melibatkan unsur pemerintah
dan unsur non-pemerintah, dengan kombinasi pendekatan top-down dan
bottom-up.
Kearifan lokal merupakan salah satu produk kebudayaan. Sebagai
produk kebudayaan, kearifan lokal lahir karena kebutuhan akan nilai,
norma dan aturan yang menjadi model untuk (model for) melakukan suatu
tindakan. Kearifan lokal merupakan salah satu sumber pengetahuan
(kebudayaan) masyarakat, ada dalam tradisi dan sejarah, dalam
pendidikan formal dan informal, seni, agama dan interpretasi kreatif
lainnya. Diskursus kebudayaan memungkinkan pertukaran secara terus
menerus segala macam ide dan penafsirannya yang meniscayakan
tersedianya referensi untuk komunikasi dan identifikasi diri. Ketika
gelombang modernisasi, globalisasi melanda seluruh bagian dunia, maka
referensi yang berupa nilai, simbol, pemikiran mengalami penilaian ulang.
Ada pranata yang tetap bertahan (stabil), tetapi tidak sedikit yang berubah,
sedang membentuk dan dibentuk oleh proses sosial
Kearifan lokal atau sering disebut lokal wisdom dapat dipahami
sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk
bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi

dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di mana


wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan
akal pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah
wisdom sering diartikan sebagai kearifan/kebijaksanaan.
Lokal secara spesifik menunjuk pada ruang interaksi terbatas dengan
sistem nilai yang terbatas pula. Sebagai ruang interaksi yang sudah
didesain sedemikian rupa yang di dalamnya melibatkan suatu pola-pola
hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan
lingkungan fisiknya. Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut
settting. Setting adalah sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat
menyusun hubungan-hubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah
setting

kehidupan

yang

sudah

terbentuk

secara

langsung

akan

memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut yang akan menjadi landasan


hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah-laku mereka.
Menurut Koentjaraningrat, Kearifan lokal memiliki dimensi sosial dan
budaya yang kuat, karena memang lahir dari aktivitas perlakuan berpola
manusia dalam kehidupan masyarakat. Kearifan lokal dapat menjelma
dalam berbagai bentuk seperti ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan
dalam ranah kebudayaan, sedangkan dalam kehidupan sosial dapat berupa
sistem

religious,

sistem

dan

organisasi

kemasyarakatan,

sistem

pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi dan


peralatan Keraf (2002), mengatakan bahwa kearifan lokal/tradisional
adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan
serta adat kebiasaan atau etika yanag menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa kearifan
lokal/tradisional merupakan bagian dari etika dan moralitas yang
membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus

dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya di bidang pengelolaan


lingkungan dan sumberdaya.
Selain itu, Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang
muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama masyarakat
dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-sama.
Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat
menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem
pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan
damai. Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan
tingkah-laku seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi
kehidupan masyarakat yang penuh keadaban.
Secara substansial, kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam
suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi
acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh
karena itu, sangat beralasan jika Greertz mengatakan bahwa kearifan lokal
merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia
dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya
berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit
dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan
peradaban masyarakatnya.
Untuk memahami bagaimana kearifan lokal berkembang dan tetap
bertahan, maka perlu pemahaman dasar mengenai proses-proses kejiwaan
yang membangun dan mempertahankannya. Proses-proses itu meliputi
pemilihan

perhatian

pembentukan

dan

(selective
kategorisasi

attention),
konsep

penilaian

(concept

(appraisal),

formation

and

categorization), atribusi-atribusi (attributions), emotion, dan memory.


Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai proses-proses di atas sebagai
berikut.
a. Selective Attention

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang pasti selalu berhadapan


dengan banyak stimulus sehingga para ahli jiwa sepakat bahwa semua
stimulus tidak mungkin untuk diproses. Oleh karena itu, individu
dalam menghadapi banyaknya stimulus tersebut akan melakukan apa
yang disebut sebagai selective attention. Selective attention merupakan
proses tempat seseorang melakukan penyaringan terhadap stimulus
yang dianggap sesuai atau yang mampu menyentuh perasaan. Oleh
karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita terbatas, maka
harus belajar bagaimana caranya membatasi jumlah informasi yang
kita terima dan diproses.
Terkait dengan proses pembentukan kearifan lokal, maka proses
pemilihan perhatian

menyediakan mekanisme

kejiwaan untuk

membatasi informasi-informasi yang diterima dan diproses. Dalam


kehidupan pesantren, terdapat banyak informasi-informasi ajaranajaran mengenai tata cara berperilaku santri yang berasal dari kitabkitab kuning. Oleh karena kapasitas sistem sensasi dan perseptual kita
terbatas, maka kita perlu membatasi informasi-informasi yang masuk
dengan menetapkan beberapa informasi untuk kita terima, misalnya
Prakarsa yaitu kemampuan pegawai untuk mengambil keputusan
langkah-langkah atau melaksanakan semua tindakan yang diperlukan
dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari
pimpinan.
b.

Appraisal
Beberapa stimulasi yang telah dipilih secara konstan akan dinilai.
Penilaian merupakan proses evaluasi terhadap stimulus yang dianggap
memiliki

arti

bagi

kehidupan

seseorang

dan

yang

mampu

menimbulkan reaksi-reaksi emosional. Hasil penilaian ini adalah


keputusan yang berupa respon-respon individu, yang oleh Lazarus
disebut coping (penyesuaian). Proses ini relevan dengan terbentuknya

pengetahuan atau kearifan lokal karena pemilihan terhadap informasi


yang masuk lebih menekankan pada pertimbangan berguna bagi
kehidupan mereka.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangnya kearifan lokal
ini, maka proses appraisal ini menyediakan sebuah mekanisme
kejiwaan di mana kita secara aktif menilai informasi yang masuk dan
kita proses hanya yang bermakna bagi kita. Misalnya, Prestasi Kerja
yaitu hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas
yang

dibebankan

kepadanya.

Pada

umumnya,

prestasi

kerja

dipengaruhi oleh kecakapan, pengalaman dan kesungguhan PNS yang


bersangkutan.
c. Concept Formation and Categorization
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang menghadapi stimulus
yang banyak dan tidak mungkin diikuti semuanya. Semua orang,
benda-benda, tempat-tempat, kejadian-kejadian, dan aktivitas yang
kita alami tidak mungkin dapat diterima dan disajikan oleh pikiran kita
dalam sebuah unit informasi yang bebas. Oleh karena itu, melalui
mekanisme kejiwaan dibuat gambaran mental yang digunakan untuk
menjelaskan benda-benda, tempat-tempat, kejidian-kejadian, dan
aktivitas yang kita alami yang kemudian disebut konsep. Melalui
konsep-konsep seseorang dapat mengevaluasi informasi-informasi,
membuat keputusan-keputusan, dan bertindak berdasarkan konsep
tersebut.
Kategorisasi adalah proses tempat konsep-konsep psikologis
dikelompokkan. Studi mengenai pembentukan kategori melibatkan
pengujian

bagaimana

seseorang

mengklasifikasikan

peristiwa-

peristiwa, benda-benda, aktivitas-aktivitas ke dalam konsep-konsep.


Pembentukan konsep dan kategorisasi memberikan cara untuk
mengatur perbedaan dunia sekeliling kita menjadi sejumlah kategori-

kategori tertentu. Kategori-kategori tersebut didasarkan pada sifat-sifat


tertentu dan objek yang kita rasa atau serupa secara kejiwaan.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangan kearifan lokal,
maka pada bagian pembentukan konsep dan kategorisasi ini
menyediakan

kepada

kita

cara-cara

untuk

mengorganisasikan

perbedaan ajaran-ajaran tingkah-laku yang ada di sekitar kita ke dalam


sejumlah kategori berdasarkan kepentingan tertentu. Misalnya kesetian
yaitu tekad dan kesanggupan untuk mentaati, melaksanakan dan
mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan
tanggungjawab. Sikap ini dapat dilihat dari perilaku sehari-hari serta
perbuatan pegawai dalam melaksanakan tugas.
d. Attributions
Satu karakteristik umum dari manusia adalah perasaan butuh
untuk menerangkan sebab-sebab peristiwa dan perilaku yang terjadi.
Attributions yang menjadi satu karakter diri yang menggambarkan
proses mental untuk menghubungkan (membuat pertalaian) antara satu
peristiwa dengan peristiwa lainnya atau satu perilaku dengan perilaku
atau peristiwa lainnya. Attribution ini membantu kita untuk
menyesuaikan informasi baru mengenai dunianya dan membantu
mengatasi ketidaksesuaian antara cara baru dengan cara lama dalam
memahami sesuatu.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangannya kearifan
lokal, maka pada bagian attribution ini menyediakan fungsi-fungsi
penting dalam kehidupan kita untuk mengorganisasikan informasiinformasi yang bermakna bagi kita secara kejiwaan dengan
mengontrol antara intention (niat) dengan perilaku. Misalnya ketaatan
yaitu kesanggupan pegawai untuk mentaati segala peraturan
perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, mentaati
perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang-

wenang serta kesanggupan untuk tidak melanggar aturan yang telah


ditentukan.
e.

Emotion
Emosi adalah motivator yang paling penting dari perilaku kita
yang dapat mendorong seseorang untuk lari jika takut dan memukul
jika sedang marah. Emosi adalah perangkat penting yang terbaca
untuk memberitahu kepada kita cara untuk menginterpretasikan
peristiwa dan situasi di sekeliling kita pada saat kita melihatnya.
Terkait dengan pembentukan dan berkembangannya kearifan
lokal, maka pada bagian emotion ini menyediakan kepada kita
dorongan-dorongan untuk melakukan sesuatu sesuai kebutuhan kita.
Misalnya

tanggungjawab

yaitu

kesanggupan

pegawai

dalam

menyelesaikan pekerjaan tugas yang diserahkan kepadanya dengan


sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani menanggung
resiko atas keputusan yang telah diambil atau tindakan yang
dilakukannya.
Semua proses kejiwaan di atas, merupakan proses yang saling
berinteraksi satu sama lain sehingga dapat digambarkan rangkaian
kejiwaan pembentukan dan berkembanganya kepatuhan. Kepatuhan
sebagai informasi umum menjadi informasi khusus, yaitu kepatuhan
sebagai sistem motivator nilai dalam diri santri untuk melakukan
aktivitas-aktivitas selama di pesantren. Kepatuhan sebagai bantuk
kearifan lokal yang berlaku di pesantren dapat menjadi energi
potensial untuk proses transfer dan internalisasi nilai-nilai keislaman
melalui kiai sebagai model yang dipatuhi. Di dalam kehidupan
masyarakat

Bugis

Makassar

terdapat

nilai-nilai

sosial

yang

membentuk kearifan lokal (local wisdom) dan telah dianut serta


menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, yaitu

Saling Menghargai (Sipakatau)


Saling Menghargai adalah konsep yang memandang setiap manusia
sebagai manusia. Sipakatau yang bermakna saling menghargai sebagai
individu yang bermartabat. Nilai-nilai Sipakatau menunjukkan bahwa
budaya Bugis-Makassar memposisikan manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan
secara baik. Semangat ini mendorong tumbuhnya sikap dan tindakan
yang diimplementasikan dalam hubungan sosial yang harmonis yang
ditandai oleh adanya hubungan intersubyektifitas dan saling menghargai
sebagai sesama manusia. Penghargaan terhadap sesama manusia menjadi
landasan utama dalam membangun hubungan yang harmonis antarsesama
manusia serta rasa saling menghormati terhadap keberadaban dan jati diri
bagi setiap anggota kelompok masyarakat. Konsep Nilai Sipakatau
Dalam

budaya

Bugis-Makassar

Nilai-nilai Sipakatau memposisikan

manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia dan oleh karenanya
harus dihargai dan diperlakukan secara baik yang diimplementasikan
dalam hubungan sosial yang harmonis yang ditandai oleh adanya
hubungan intersubyektifitas dan saling menghargai sebagai sesama
pegawai maupun pegawai dengan atasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan

yang

berwibawa. Sipakatau

(Saling

Menghargai)

adalah sebagai individu yang bermartabat.

Harga Diri/Rasa malu dan Perikemanusian (Siri'na pacce)


Dalam pengertian harfiahnya, siri adalah sama dengan rasa malu.
Dan, kata siri ini akan berarti harkat (value), martabat (dignity),
kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila dilihat dari
makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya dengan
pengertian

kulturalnya.

Bagi

orang

Bugis-Makassar,

pengertian

kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari


apabila dia menyebut perkataan siri karena siri adalah dirinya sendiri.
Siri ialah soal malu yang erat hubungannya dengan harkat, martabat,
kehormatan, dan harga diri sebagai seorang manusia.
Pacce dalam pengertian harfiahnya berarti pedih , dalam makna
kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut
prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce adalah
perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang dapat
merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap hidup)
orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce diarahkan
keluar dari dirinya, sedangkan siri diarahkan kedalam dirinya. Siri dan
pacce inilah yang mengarahkan tingkah laku masyarakatnya dalam
pergaulan

sehari-hari

sebagai

motor

penggerak

dalam

memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya.


a. Pengertian siri
Dalam pengertian harfiahnya, siri adalah sama dengan rasa malu.
Dan, kata siri ini akan berarti harkat (value), martabat (dignity),
kehormatan (honour), dan harga diri (high respect) apabila dilihat dari
makna kulturalnya. Jadi, perlu dibedakan pengertian harfiahnya dengan
pengertian kulturalnya. Bagi orang Bugis-Makassar, pengertian
kulturalnya itulah yang lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari
apabila dia menyebut perkataan siri karena siri adalah dirinya sendiri.
Siri ialah soal malu yang erat hubungannya dengan harkat, martabat,
kehormatan, dan harga diri sebagai seorang manusia.
Siri lebih sebagai sesuatu yang dirasakan bersama dan merupakan
bentuk solidaritas. Hal ini dapat menjadi motif penggerak penting
kehidupan sosial dan pendorong tercapainya suatu prestasi sosial
masyarakat

Bugis-Makassar. Itulah

sebabnya

mengapa

banyak

intelektual Bugis cenderung memuji siri sebagai suatu kebajikan.

Mereka hanya mencela apa yang mereka katakan sebagai bentuk


penerapan siri yang salah sasaran. Menurut mereka, siri seharusnya
dan biasanya, memang seiring sejalan dengan pacce (Makassar) / pesse
(Bugis).
b. Pengertian pacce
Pacce dalam pengertian harfiahnya berarti pedih, dalam makna
kulturalnya pacce berarti juga belas kasih, perikemanusiaan, rasa turut
prihatin, berhasrat membantu, humanisme universal. Jadi, pacce adalah
perasaan (pernyataan) solidaritas yang terbit dari dalam kalbu yang
dpaat merangsang kepada suatu tindakan. Ini merupakan etos (sikap
hidup) orang Bugis-Makassar sebagai pernyataan moralnya. Pacce
diarahkan keluar dari dirinya, sedangkan siri diarahkan kedalam
dirinya. Siri dan pacce inilah yang mengarahkan tingkah laku
masyarakatnya dalam pergaulan sehari-hari sebagai motor penggerak
dalam memanifestasikan pola-pola kebudayaan dan sistem sosialnya.
Melalui latar belakang pokok hidup siri na pacce inilah yang
menjadi pola-pola tingkah lakunya dalam berpikir, merasa, bertindak,
dan melaksanakan aktivitas dalam membangun dirinya menjadi seorang
manusia. Juga dalam hubungan sesama manusia dalam masyarakat.
Antara siri dan pacce saling terjalin dalam hubungan kehidupannya,
saling mengisi, dan tidak dapat dipisahkan yang satu dari lainnya.
Dengan memahami makna dari siri dan pacce, ada hal positif yang
dapat diambil sebagai konsep pembentukan hukum nasional, di mana
dalam falsafah ini betapa dijunjungnya nilai-nilai kemanusiaan berlaku
adil pada diri sendiri dan terhadap sesama bagaimana hidup dengan
tetap memperhatikan kepentingan orang lain. Membandingkan konsep
siri dan pacceini dengan pandangan keadilan Plato (428-348 SM) yang
mengamati bahwa keadilan hanya merupakan kepentingan yang lebih
kuat (justice is but the interest of the stronger).

Nilai adalah hal yang yang sangat dibutuhkan dalam setiap aspek
kehidupan dan dalam konteks hukum, nilai ini merupakan sesuatu yang
menjadi landasan atau acuan dalam penegakan hukum, nilai ini hidup
dalam suatu masyarakat dan menjadi falsafah hidup dalam masyarakat
tertentu. Masyarkat Bugis mempunyai falsafah hidup yang sangat
dijunjungnya yaitu siri na pacce.
Siri na pacce dalam masyarakat Bugis sangat dijunjung tinggi
sebagai falsafah dalam segala aspek kehidupan, dan hal ini juga berlaku
dalam aspek ketaatan masyakarat terhadap aturan tertentu (hukum),
dengan pemahaman terhadap nilai (siri na pacce) ini sangat
mempengaruhi masyakarat dalam kehidupan hukumnya.
Siri yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah
masyarakat Bugis-Makassar adalah sesuatu yang dianggap sakral. Siri
na Pacce (Bahasa Makassar) atau Siri na Pesse (Bahasa Bugis) adalah
dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang BugisMakassar dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya
kata itu, sehingga apabila seseorang kehilangan Sirinya atau Deni gaga
Sirina, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan sebagai
manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu
sirupai olo koloe (seperti binatang). Petuah Bugis berkata : Sirimi
Narituo (karena malu kita hidup).
Dengan adanya falsafah dan ideologi Siri na pacce/pesse, maka
keterikatan dan kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik
sesama suku maupun dengan suku yang lain.
Konsep Siri na Pacce/pesse bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini,
tetapi juga suku-suku lain yang menghuni daratan Sulawesi, seperti
Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang berbeda, tapi ideologi
dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi

D. KONSEPSI TENTANG CARA MENGAJAR


Secara teoritis pengertian mendidik dan mengajar tidaklah sama.
Mengajar berarti menyerahkan atau manyampaikan ilmu pengaetahuan atau
keterampilandan lain sebagainya kepada orang lain, dengan menggunakan
cara cara tertentu sehingga ilmu ilmu tersebut bisa menjadi milik orang
lain.
Lain halnya mendidik, bahwa mendidik tidak hanya cukup dengan hany
memberikan ilmu pengetahuan ataupun keterampilan, melainkan juga harus
ditanamkan pada anak didik nilai nilai dan norma norma susila yang
tinggi dan luhur.
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa mendidik lebih luas dari
pada mengajar. Mengajar hanyalah alat atau sarana dalam mendidik .dan
mendidik harus mempunyai tujuan dan nilai nilai yang tinggi.
1. Batas Batas Kemampuan Pendidikan
Adapun faktor faktor yang membatasi kemampuan pendidikan ialah :
a. Faktor anak didik
Anak didik adalah pihak yang dibantu. Pada dasarnya dalam diri anak
tersebut sudah terdapat potensi potensi yang kemungkinan dapat
dikembangkan yang mana dalam pengembangannya membutuhkan
bantuan pihak lain.
b. Faktor si pendidik,
Pendidik adalah pihak yang memberi bantuan kepada anak didik .
dalam hal ini pendidik memberi bantuan guna mengemabangkan
potensi potensi yang ada dalm diri anak didik.para pendidik tentunya
mempunyai cara cara tersendiri guna memberikan bantuan anak dan
cara tersebut belum tentu sesuai dengan anak, inilah yang menjadi
penentu pada akhirnya dalam keberhasilan pendidikan.
c. Faktor lingkungan,

Lingkungan disini dapat berupa benda benda, orang orang ,


dan lain sebagainya yang ada di sekitar anak didik. Suatu hal disekitar
anak dapat memberi pengaruh langsung terhadap pembentukan dan
perkembangan anak.
d. Lama Pendidikan Dan Kedewasaan
Yang dimaksud lama pendidikan disini adalah hal yang
menyangkut kapan pendidikan itu dimulai (batas bawah) dan kapan
pendidikan itu berakhir (batas atas). Menurut langeveld batas bawah
dari pendidikan itu ialah saat dimana anak mulai mengakui dan
menerima pengaruh atau anjuran yang datang dari orang lain.
Sedangkan batas atas dari pendidikan adalah apabila anak telah
mencapai tinggkat dewasa dalam arti rohaniah. Adapun ciri cirinya
yaitu : adanya sifat kestabilan (kemantapan), adanya sifat tanggung
jawab, adanya sifat kemandirian. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca
juga, artikel yang berhubungan dengan Artikel Mendidik Dan
Mengajar, antara lain : Mendidik Dan Mengajar Pelajar Arisan PSK,
Tantangan guru dalam mendidik siswa Prinsip prinsip Mengajar
Belajar dan Mengajar.
e. Bekal yang Harus Dimiliki Oleh Seseorang Untuk Menjadi Guru yang
Baik
Guru ketika berada di dalam kelas diibiratkan sebagai seorang
pedagang

yang

sedang

menjual

barang

dagangannya.

Calon

pembelinya adalah siswa-siswinya. Barang dagangannya adalah ilmu


pengetahuan yang dimilikinya. Layaknya seorang pedagang yang akan
melakukan promosi apa saja untuk membuat dagangannya laku terjual,
gurupun juga demikian. Guru akan melakukan apa saja untuk
membuat para siswa-siswinya tertarik pada materi yang diajarkan.
Tanda bahwa barang dagangan guru tersebut laku keras dapat
dilihat dari hasil review akhir yang biasanya diletakkan di akhir mata

pelajaran. Pada proses review ini, guru biasanya akan menanyakan


kembali materi yang telah disampaikan dan memastikan bahwa semua
materi telah disampaikan dan dipahami siswa-siswinya.
Ketika dalam proses review tersebut seluruh siswa dapat
menjawab pertanyaan dengan sempurna, maka secara tidak langsung
hal itu telah menunjukkan bahwa guru tersebut telah sukses berdagang,
dan barang dagangannya yaitu ilmunya telah laku terjual. Namun jika
masih ada beberapa atau bahkan hampir seluruh siswa ada yang belum
paham materi yang disampaikan, makan hal ini secara tidak langsung
telah menunjukkan bahwa guru tersebut kurang berhasil dalam
berdagang.
Secara umum, ada tiga bekal yang harus dimiliki seseorang untuk
dapat menjadi seorang guru yang baik. Tiga hal ini apabila dimiliki
seseorang yang bermaksud untuk menjadi seorang guru akan
mengantarkan orang ini mendapatkan kesuksesan dalam proses
pengajarannya. Tiga bekal yang dimaksud di sini adalah:
kompetensi yang cukup
kreatifitas yang memadai sehingga gaya mengajarnya guru tersebut
bervariasi,
memiliki sifat ikhlas dan mau mendoakan kesuksesan pada anak
didiknya.
f. kompetensi yang cukup
Seorang guru tidaklah harus seseorang yang cerdas, brillian, dan
mampu menguasai seluk beluk keilmuannya sampai detail. Untuk
menjadi guru bahasa Inggris seseorang tidak harus mengetahui segala
kosakata yang ada di kamus Oxford, atau juga bagian-bagian
perhalaman yang ada di buku grammarnya Betty S. Azar. Demikian

juga guru biologi. Dia tidak harus mengetahui semua nama latin
tumbuhan yang ada di dunia.
Andaikata ada orang yang dapat melakukan ini, ini adalah nilai
lebih yang wajib disyukuri. Namun secara umum, menjadi guru
tidaklah butuh hal yang terlalu menakjubkan seperti yang telah
disebutkan. Syarat tersebut cukuplah mudah. Ia harus memiliki
kompetensi yang cukup yang berhubungan dengan keilmuannya dan
yang berhubungan dengan dunia pendidikan. Andaikata seseorang
telah paham inti darikeilmuannya dan mampu menerapkan inti
keilmuan tersebut untuk memecahkan banyak sekali soal yang
berhubungan denga keilmuannya, maka inipun sudah cukup. Apalagi
juga orang tersebut juga paham dasar-dasar pendidikan, yaitu tentang
perangkat

pengajaran

seperti

kurikulum,

slabus

dan rencana

pengajaran, ataupun tentang metode pembelajaran seperti CTL,


Cooperative Learning hingga Quantum, maka semua itu sangat
menunjang.
g. kreatifitas yang memadai sehingga gaya mengajarnya guru tersebut
bervariasi
Seorang guru juga harus memiliki jiwa kreatifitas yang tinggi,
karena jiwa kreatifitas disini akan mendorong dia untuk menemukan
berbagai model pembelajaran baru yang cocok diterapkan di kelasnya.
Dari jiwa ini ia akan mampu menemukan berbagai macam problem
solving yang berhubungan dengan permasalahan siswa ketika berada
di kelas, di sekolah, maupun di luar sekolah. Kreatifitas ini akan
membuat guru mampu menemukan cara mengajar yang baik, cara
membuka kelas yang elegan, cara membuat dan melakukan assesmen
yang praktis, cara memberikan tugas yang cantik namun tidak
memberatkan, cara memimpin diskusi di kelas dan membuat anakanak aktif menyampaikan ide mereka, cara memberikan reinforcemen

pada anak, cara memberikan hukuman yang bijak dan banyak lagi
lainnya. Kreatifitas yang dimiliki seorang guru akan membuat dia
menjadi terlihat beda diantara guru yang lain, dan inilah yang akan
membuat siswa selalu rindu untuk berjumpa dengan mata pelajarannya
h. memiliki sifat ikhlas dan mau mendoakan kesuksesan pada anak
didiknya.
Yang terakhir dari bekal yang harus dimiliki seorang guru adalah
sifat ikhlas. Sifat ikhlas inilah yang jarang dimiliki guru dewasa ini.
Ketika paham kapitalisme laku keras, maka dunia pendidikan terkena
imbasnya. Demikian juga guru. Banyak sekali jiwa guru mulai
terpengaruh paham ini sehinga niat mereka mengajar menjadi tidak
tulus. Banyak diantara mereka merasa apa yang mereka sampaikan
tidaklah setimpal dengan gaji yang mereka terima, sehingga akibatnya
ketika mereka berada di kelas mereka tidak allout. Kadang mereka
menyampaikan materi tapi tidak dengan sepenuhnya. Tujuannya
adalah agar sebagian dari materi ini dapat mereka sampaikan di les.
Dengan memberikan les, mereka dapat tambahan penghasilan.
Perubahan paradigma ini jelas meresahkan. Dengan adanya perubahan
ini, kualitas pembelajaran menjadi berkurang. Semangat dan motivasi
kelas juga melemah. Dan ini semua terjadi karena guru melupakan
aspek yang sangat penting dalam hidup mereka yaitu aspek ikhlas.
Andaikata guru ikhlas mengajar, maka keikhlasan ini akan
memberikan semangat yang tanpa batas pada guru untuk berusaha
keras membuat anak didik mereka paham akan materi yang
disampaikan. Semangat keikhlasan ini akan mampu meluluhkan hati
dan jiwa keras anak didik mereka. Apalagi jika ditambah dengan
kemauan guru untuk mendoakan anak didik mereka untuk sukses,
maka aspek spiritual ini menjadi penyempurna kelebihan guru. Guru
akan terlihat bercahaya dan berwibawa.

E. KONSEPSI TENTANG CARA BELAJAR


a. Pengertian pendidik
Dalam pengertian yang sederhana, pendidik adalah orang yang
memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, sedangkan dalam
pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di
tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal (sekolah
atau institusi pendidikan dengan kurikulum yang jelas dan terakreditasi),
tetapi bisa juga di lembaga pendidikan non formal (lembaga pendidikan
ketrampilan, kursus, di mesjid, di surau/musala, di gereja, di rumah, dan
sebagainya).
Undang-undang no. 20 tahun 2003, pasal 39 (2) menjelas bahwa
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan. Sementara itu sebutan pendidik dengan
kualifikasi

dosen

merupakan

tenaga

profesional

yang

bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil


pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Tenaga pendidik meliputi guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. (uu no. 20 tahun 2003 pasal 1).
b. Tugas pendidik
1. Membimbing si terdidik.
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan, kesanggupan,
bakat, minat, dan sebagainya.

2. Menciptakan situasi untuk pendidikan. Situasi pendidikan yaitu suatu


keadaan dimana tindakan-tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan
baik dan hasil yang memuaskan. Tugas lain ialah memliki pengetahuan
yang di perlukan pengetahuan-pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya.
Pengetahuan ini tidak sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan
diyakininya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai