Anda di halaman 1dari 10

Clostridium tetani

Pengertian
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw [1], merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu
sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga
saraf dan otot menjadi kaku (rigid).[1] Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari
korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi
yang spesifik.[1] Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. [2]
Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw),
spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.
Fisiologi
C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick.[4]
Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik.[3] Ia dapat tahan walaupun
telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. [3] Bakteri
Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.[1]
[5]
Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba,
anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. [3] Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan
neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). [1] C. tetani
menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.[6] Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui
dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus.[1] Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat
Patofisiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan
mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera
(periode inkubasi).[4][7] Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah
hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). [2] Tempat masuknya kuman
penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda
asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi
tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
[5]

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.[3] Selanjutnya, toksin akan
diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa.[3] Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak.[3] Gejala klonis yang ditimbulakan
dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol.[3] Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada
voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali
muncul pada otot rahang dan wajah.[8] Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernapasan dan rasio
kematian sangatlah tinggi.[3]
Pencegahan

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. [10] Pada anak-anak, vaksin
tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus).[10] Bagi yang sudah dewasa sebaiknya
menerima booster.[10]
Pada seseorang yang memiliki luka, jika[10]:
1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut
2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan vaksinasi
3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan immunoglobulin
tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati
akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani[10]
Pengobatan
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus.[7] Antibiotik tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk
mencegah pembentukan racun lebih lanjut, supaya raccun yang ada mati.[7]
Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan mengendurkan otot-otot.[7]
Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang.[7] Untuk infeksi menengah
sampai berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernapasan.[7]Makanan diberikan melalui infus
atau selang nasogastrik.[9] Untuk membuang kotoran, dipasang kateter.[9] Penderita sebaiknya berbaring bergantian
miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.[9]
Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein.[9] Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan tekanan darah dan
denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan
kekebalan terhadap infeksi berikutnya.
Penyebab Tetanus oleh Bakteri yang dikenal dengan nama Clostridium tetani, hidup dan berkembang pada tanah,
debu, kotoran hewan, dsb. Luka yang terkontaminasi adalah mata rantai di mana bakteri tetanus berkembang biak.
Luka tusuk seperti yang disebabkan oleh paku, pecahan, atau gigitan serangga adalah kasus klasik penyebab tetanus
yang banyak menginfeksi. Bakteri juga dapat tertular melalui luka bakar, luka injeksi, dll.
Tetanus juga bisa menjadi bahaya untuk kedua ibu dan anak yang baru lahir (melahirkan dan melalui tunggul tali
pusar). Racun kuat yang dihasilkan ketika bakteri tetanus berkembang biak adalah penyebab utama penyakit ini.
Gejala tetanus yang ditimbulkan secara umum adalah kejang.

Penyebab Tetanus : Kerusakan Pada Tubuh


Toksin tetanus mempengaruhi mata rantai interaksi antara saraf dan otot. Daerah ini disebut sambungan
neuromuskuler. Penyebab tetanus dapat mengeluarkan toksin tetanus sehingga memperkuat sinyal kimia dari saraf
ke otot, yang menyebabkan otot-otot untuk memperketat kontraksi atau spasme. Hal ini mengakibatkan baik kejang
otot lokal atau umum.
Toksin Tetanus dapat mempengaruhi neonatus menyebabkan kejang otot. Ini biasanya terjadi dalam dua minggu
pertama setelah kelahiran dan dapat dikaitkan dengan metode sanitasi yang buruk dalam merawat tunggul tali pusat

dari neonatus. Dari catatan, karena program vaksinasi tetanus, hanya tiga kasus tetanus neonatal dilaporkan sejak
tahun 1990, dan dalam setiap kasus adalah ibu-ibu yang tidak lengkap di imunisasi tetanus toksoid.
Clostridium tetani adalah jenis bakteri yang bertanggung jawab untuk penyakit tetanus. Bakteri penyebab tetanus
ini ditemukan dalam dua bentuk: sebagai spora (aktif) atau sebagai sel vegetatif (aktif) yang dapat berkembang
biak. Sel bakteri aktif merilis dua exotoxins, tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi tetanolysin tidak jelas, tetapi
tetanospasmin bertanggung jawab untuk penyakit tetanus.
Penyakit ini biasanya berupa cedera akut yang menghasilkan lesi di kulit. Kebanyakan kasus hasil dari tusukan
luka, laserasi (terpotong), atau abrasi (terkikis). Gejala tetanus akan semakin berat jika tanpa ada penatalaksanaan
bagi penderita. Tetanus bisa terjadi pada orang yang tidak diimunisasi atau pada orang yang telah gagal untuk
mempertahankan kekebalan tubuh.

Bacillus anthracis
Pengertian
Bacillus anthracis adalah bakterium Gram-positif berbentuk tangkai yang berukuran sekitar 1x6 mikrometer dan
merupakan penyebab penyakit antraks.
B. anthracis adalah bakterium pertama yang ditunjukkan dapat menyebabkan penyakit. Hal ini diperlihatkan oleh
Robert Koch pada tahun 1877. Nama anthracis berasal dari bahasa Yunani anthrax (), yang berarti batu
bara, merujuk kepada penghitaman kulit pada korban.
Bakteria ini umumnya terdapat di tanah dalam bentuk spora, dan dapat hidup selama beberapa dekade dalam bentuk
ini. Jika memasuki sejenis herbivora, bakteria ini akan mulai berkembang biak dalam hewan tersebut dan akhirnya
membunuhnya, dan lalu terus berkembang biak di bangkai hewan tersebut. Saat gizi-gizi hewan tersebut telah habis
diserap, mereka berubah bentuk kembali ke bentuk spora.
Bacillus anthracis mempunyai gen dan ciri-ciri yang menyerupai Bacillus cereus, sejenis bakterium yang biasa
ditemukan dalam tanah di seluruh dunia, dan juga menyerupai Bacillus thuringiensis, pantogen kepada larva
Lepidoptera.
anthrax kembali akrab di telinga kita akibat pemberitaan media yang gencar mengenai kasus teror menggunakan
agen hayati (bioterorisme) baru-baru ini di Amerika. Dalam kesempatan ini, tak ada salahnya kita mengenal lebih
dalam mengenai bakteri Bacillus anthracis, patogen penyebab anthrax karena penyakit ini juga dikenal di Indonesia
seperti kejadian di Purwakarta (Januari 2000) dan Bogor (Januari 2001) yang lalu.
Anthrax sudah dikenal lama dalam sejarah manusia dimana catatan pertama penyakit ini ada dalam sejarah Mesir
kuno. Studi sistematis B. anthracis dimulai akhir abad 19 oleh dua ilmuwan besar, Robert Koch (ahli ilmu
bakteri/bacteriology dari Jerman) dan Louis Pasteur (ahli ilmu kekebalan tubuh/immunology dari Perancis). Koch,
penerima Hadiah Nobel Kedokteran 1905, untuk pertama kalinya berhasil membiakkan kultur murni B. anthracis
sekaligus menunjukkan bahwa bakteri ini dapat membentuk spora serta membuktikan B. anthracis sebagai
penyebab penyakit anthrax dengan menyuntikkan pada hewan percobaan pada tahun 1877.
Beberapa tahun kemudian (1881), Pasteur, bapak imunisasi, menggunakan bakteri yang sama berhasil
menunjukkan bahwa imunisasi dapat ditimbulkan melalui penyuntikan B. anthracis yang dilemahkan dengan

percobaannya di depan umum yang terkenal di Pouilly Le Front, Perancis. Jadi, B. antrachis sebenarnya telah
memberikan sumbangan yang besar bagi kemanusian dengan menjadi model awal studi bacteriology dan
immunology.
Gambar 1. Vaksinasi pertama anthrax. Ilustrasi suasana percobaan di Pouilly Le Front oleh Louis Pasteur.
Setelah itu, beberapa bakteri patogen lain berhasil diisolasi di lab Koch, misalnya Clostridium tetani yang
menyebabkan tetanus oleh peneliti Jepang, Shibasaburo Kitasato (1894) dan Emil Adolf von Behring dengan
penelitiannya mengenai bakteri Corynebacterium diphtheriae, penyebab difteri yang mengantarkannya
mendapatkan Hadiah Nobel Kedoteran pertama (1901), empat tahun sebelum gurunya sendiri. Kedua bakteri tadi
mengeluarkan protein toksin (racun) yang menyebabkan kematian. Protein itu dapat diisolasi dari kultur biakan
sehingga memudahkan studi lebih lanjut.
Akan tetapi hal serupa tidak ditemukan pada B. antrachis sehingga menghambat studi patogenesis bakteri ini
puluhan tahun. Misalnya, saat itu diduga penyebab kematian anthrax karena penyumbatan pembuluh kapiler,
kekurangan oksigen dan fenomena lain yang disebabkan oleh bakteri itu sendiri.
Sampai kemudian tahun 1950-an, Harry Smith, peneliti kimia organik bekerja sama dengan James Keppie, seorang
dokter hewan, berhasil menemukan protein toksin dari darah kelinci percobaan yang terserang anthrax di Inggris.
Mereka membuktikan keberadaan protein racun tersebut dengan menunjukkan bahwa bakteri sebanyak lebih dari 3
juta/ml darah, walaupun telah dibunuh dengan antibiotika, tetap menyebabkan kematian. Hal ini membuktikkan
bahwa B. antrachis mengeluarkan racun penyebab kematian.
Melalui penelitian yang melelahkan, tahun 1954, mereka berhasil mengisolasi protein racun dari plasma darah
menggunakan lebih dari 100 kelinci.
Gambar 2. Mekanisme kerja racun B. anthracis. Interaksi PA dengan reseptor di permukaan sel mengakibatkan
berpisahnya dua molekul PA (1,2). PA63 kemudian membentuk komplek dengan sesamanya (3) yang
memungkinkan EF dan LF berinteraksi dengannya (4). Komplek akhir ini yang bisa memasuki sel (5) dimana EF
dan LF kemudian lepas dari komplek dan berfungsi sebagai racun (6).
Protein racun B. antrachis terdiri dari 3 komponen berbeda yang saling membantu yaitu Lethal Factor (LF),
Oedema Factor (EF) dan Protective Agent (PA). LF adalah komponen sentral racun ini yang bekerja sebagai
protease (enzim pemotong protein) dimana aktivitasnya bergantung pada logam seng (zinc). Enzim serupa
ditemukan pada beberapa bakteri patogen berbahaya seperti C. tetani, C. botulinum, Vibrio cholerae penyebab
kolera, dsb.
Baru-baru ini diketahui target LF dalam sel adalah protein MEK1/2 yang bertugas mengantarkan sinyal kimiawi
dari luar ke dalam sel. EF adalah enzim adenylate cyclase yang bekerja mensintesa molekul cAMP sehingga
peningkatan kadarnya secara tak terkontrol bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh.
Untuk dapat berfungsi, LF dan EF perlu masuk sel. Tugas ini dibantu oleh PA. PA awalnya adalah protein yang
terdiri dari satu subunit (monomer) yang bila berikatan dengan reseptor khusus dalam sel yang akan diserang,
menjadi terpotong dua bagian oleh aktivitas protease furin.
Berikutnya, bagian PA yang masih berikatan dengan reseptor tadi membentuk heptamer (tujuh subunit) dan
memungkinkan LF dan EF berikatan yang selanjutnya bisa masuk ke dalam sel.

Sebenarnya, masih ada satu lagi racun B. antrachis yang teridentifikasi, yaitu kapsul spora bakteri itu sendiri.
Kapsul ini terbuat dari polimer asam amino D-glutamate yang berkatnya spora itu sukar dihancurkan oleh sel
pemakan (macrophage). Akan tetapi, racun pembunuh utama adalah tiga protein tadi, khususnya LF dan PA.
Konsentrasi LF sekecil 0,6 mikrogram bila ada bersama 3 mikrogram PA dapat membunuh macrophage dalam
beberapa jam saja.
Anthrax adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia dan bersifat akut. Penyebabnya bakteri Bacillus
anthracis. Menurut drh Suprodjo Hardjo Utomo MS APU dari Balitvet, bakteri ini bersifat aerob, memerlukan
oksigen untuk hidup. Di alam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan puluhan tahun dalam tanah dan bisa
menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia. Kasus di Bogor tejadi karena spora terbawa banjir. Hewan
tertular akibat makan spora yang menempel pada tanaman yang dimakan. Hewan yang mati akibat anthrax harus
langsung dikubur atau dibakar, tidak boleh dilukai supaya bakteri tidak menyebar.
Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan
sakit (kulit, daging, tulang atau darah). Mengonsumsi produk hewan yang kena anthrax atau melalui udara yang
mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit binatang. Karenanya ada empat tipe anthrax,
yaitu anthrax kulit, pencernaan/anthrax usus, pernapasan/anthrax paru dan anthrax otak. Anthrax otak terjadi jika
bakteri terbawa darah masuk ke otak.
Masa inkubasi anthrax kulit sekitar dua sampai lima hari. Mula-mula kulit gatal, kemudian melepuh yang jika
pecah membentuk keropeng hitam di tengahnya. Di sekitar keropeng bengkak dan nyeri.
Pada anthrax yang masuk tubuh dalam 24 jam sudah tampak tanda demam. Mual, muntah darah pada anthrax usus,
batuk, sesak napas pada anthrax paru, sakit kepala dan kejang pada anthrax otak. Jika tak segera diobati bisa
meninggal dalam waktu satu atau dua hari. Namun obatnya sudah ada, yakni penisilin dan derivatnya. Karena
setiap petugas kesehatan sudah dilatih untuk menangani, sebaiknya penderita segera dibawa ke Puskesmas atau
rumah sakit.
Untuk mencegah tertular anthrax dianjurkan untuk membeli daging dari tempat pemotongan resmi, memasak
daging secara matang untuk mematikan kuman, serta mencuci tangan sebelum makan.
Menurut staf ahli Bidang Kesehatan Lingkungan dan Epidemiologi Depkes dr I Nyoman Kandun MPH, pemerintah
menyediakan obat untuk anthrax di seluruh kabupaten endemis anthrax, memberikan pelatihan surveillance dan
diagnosis klinis serta laboratorium di empat provinsi endemis, mendistribusikan poster, leaflet, dan buku petunjuk
penanganan anthrax. Serta melakukan kerja sama lintas sektoral dalam pemberantasan anthrax dan langkah
penanggulangan lain.
Tingkat Kematian Manusia Akibat Anthrax Mencapai 18 Persen. Penyakit Anthrax memang layak ditakuti karena
sangat mematikan. Sapi, domba atau kambing yang terserang, akan menemui ajal dalam hitungan jam. Kemampuan
membunuh yang sangat cepat ini justru ada baiknya, karena penularan penyakit anthrak sangat lambat dan tak
meluas (endemik, sporadik). Lain dengan flu yang bisa mewabah hampir di semua muka bumi dengan begitu
cepatnya.
Penyakit Anthrax termasuk kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (Zoonosis). Penyakit ini
paling sering menyerang ternak herbivora terutama Sapi, domba, Kambing dan selalu berakhir pada kematian.
Sasaran berikutnya kuda dan babi. Hewan kelompok omnivora ini bisa lebih bertahan sehingga sebagian penderita
selamat dari maut. Serangan pada ayam, belum pernah ada laporan. Berdasar penelitan yang selama ini telah
dilakukan, pada manusia, dilaporkan tingkat kematian mencapai 18 persen (dari 100 kasus, 18 penderita
meninggal). Penyebab Anthrax, bernama Bacillus anthracis, dapat bersembunyi dalam tanah selama 70 tahun. Bila

situasi lingkungan cocok bagi pertumbuhan kuman, misalnya karena tergenang air, B anthracis akan bangkit dari
kubur dan menyerang hewan yang ada di sekitarnya. Karenanya, tanah yang tercemar merupakan sumber infeksi
dan bersifat bahaya laten. Kumannya dapat terserap akar tumbuh-tumbuhan hingga mencapai daun maupun buah
sehingga akan menginfeksi ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya.
Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengindap anthrax. Miliaran B anthracis memadati darah
(septisemia), organ-organ dalam. Pokoknya seluruh tubuh bangkai, termasuk benda yang keluar dari bangkai,
mengandung kuman penyebab anthrax. Dalam 1 mililiter darah setidaknya mengandung 1 miliar B anthracis. Bila
B anthracis aktif bersinggungan dengan Oksigen, segera mengubah diri dalam bentuk spora yang memiliki daya
tahan hidup lebih tinggi. Dalam bentuk spora ini, kuman penyebab anthrax dapat bertahan hidup sampai 70 tahun di
dalam tanah. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan angin, atau dihanyutkan aliran air kemudian mencemari apa
saja (air, pakan, rumput, peralatan, kendaraan, hewan dan sebagainya). Spora B anthracis yang menempel pada
pakan atau air minum dan benda lainnya, bila termakan atau terhirup pernafasan atau menempel pada kulit yang
luka akan berubah menjadi bentuk aktif dan masuk ke dalam jaringan serta berkembang biak. Sejak kuman masuk
ke dalam tubuh ternak sampai menimbulkan gejala sakit yang disebut masa inkubasi memerlukan waktu antara 1
2 minggu.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT ANTRAKS PADA MANUSIA
PENDAHULUAN
Penyakit Antraks merupakan penyakit menular yang umumnya menyerang hewan ( herbivora ) dan dapat
menyebabkan kesakitan sampai kematian pada manusia. Dalam keadaan sehari-hari penyakit ini sangat jarang
dijumpai pada manusia. Hal ini disebabkan karena pada umumnya kesakitan pada manusia selalu berhubungan
dengan kejadian kesakitan pada hewan ternak dalam skala wabah, atau kontak manusia dengan ternak dan
produknya didaerah endemis. Angka resiko terinfeksi pada manusia berkisar 1/ 100.000 dan sebagian besar
merupakan antraks kulit (cutaneous anthrax). (Kenneth,1999)
Oleh karena jarangnya penyakit ini pada manusia menyebabkan lemahnya sector medis dalam mendeteksi secara
dini (early detection) gejala penyakit dan melakukan pengobatan yang tepat (prompt treatment) sehingga
menyebabkan terjadinya keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan bertambah beratnya penyakit sampai
dengan tingkat kematian. Dalam upaya untuk mengeleminir penyakit ini perlu kiranya dilakukan sosialisasi
sekaligus pengenalan manifestasi klinis sekaligus bagaimana pengobatan dan pencegahannya bagi tenaga medis
khususnya yang berada di wilayah endemis dan perbatasan.
PENANGANAN PENYAKIT
Penanganan yang baik senantiasa harus berpedoman pada pengamatan komprehensif. Sehubungan dengan
penanganan penyakit antraks ini perlu kiranya dilakukan :
Anamnesa terarah
Suatu early diagnosis (diagnosa dini) penyakit antraks umumnya sulit ditegakkan karena pada awalnya
menunjukkan gejala dan tanda yang bersifat umum. Seperti demam subfebris, sakit kepala, kelainan kulit, akut
abdomen dan sesak nafas. Yang mudah ditegakkan adalah bila gejala penyakit tersebut sudah menampakkan tanda
pathognomonik seperti ?eschar? pada antraks kulit.Oleh karena sebagian besar manifestasi klinis penyakit antraks

adalah antraks kulit (90%) , ( Marc, La Force, 1994) ; maka umumnya penderita datang dengan keluhan demam,
sakit kepala disertai tumbuhnya papel yang gatal atau vesikel yang berisi cairan. Pada keadaan seperti inilah perlu
dilakukan anamnesa terarah seperti :
Riwayat sering kontak dengan ternak atau produknya (kulit, tulang).
Riwayat kontak dengan ternak sakit
Riwayat mengkonsumsi daging ternak sakit
Status pekerjaan (petani ladang, peternak, RPH, penyamak kulit).
Tidak kalah pentingnya bagi kalangan medis adalah mengetahui dimana dia berada, di wilayah endemis atau
perbatasan.
Pengenalan penyakit
Mendeteksi secara dini penyakit antraks dapat mudah dilakukan bila kalangan medis sudah pernah melihat secara
langsung kelainan pathognomonis yang ada seperti eschar pada kulit, yaitu kerak hitam yang berada ditengah ulkus
yang mongering. Untuk mengenal penyakit antraks tersebut maka harus diketahui manifestasi klinisnya.
Antraks kulit
Keluhan penderita : demam subfebris, sakit kepala.Pada pemeriksaan, umumnya di daerah terbuka seperti muka,
leher, lengan dan tangan ditemukan kelainan berupa papel, vesikel yang berisi cairan dan jaringan nekrotik
berbentuk ulsera yang ditutupi oleh kerak berwarna hitam, kering yang disebut eschar ( pathognomonik ) disekitar
ulkus, sering didapatkan eritema dan edema. Pada perabaan edema tersebut tidak lunak dan tidak lekuk ( non pitting
) bila ditekan, disebut juga malignant pustule.
Antraks saluran pencernaan
Keluhan penderita : rasa sakit perut yang hebat, mual, muntah, tidak napsu makan, suhu badan meningkat,
hematemesis.
Pemeriksaan fisik : perut membesar dan keras, dapat berkembang menjadi ascites dan edema scrotum.
Antraks paru-paru
Keluhan penderita : demam subfebris, batuk non produktif, lesu, lemah. Dalam 2 ? 4 hari gangguan pernafasan
menjadi hebatdisertai suhu yang meningkat, sianosis. Dispneu, keringat berlebihan, detak jantung menjadi lebih
cepat.
Pemeriksaan fisik : edema subkutan di daerah dada dan leher.
Antraks meningitis : akibat dari komplikasi bentuk antraks yang lain. Gejala klinis seperti randang otak maupun
selaput otak yaitu demam, sakit kepala hebat, kejang, penurunan kesadaran, kaku kuduk.
PENGOBATAN

Penisilin merupakan obat antibiotika yang paling ampuh untuk penderita antraks yang alami dan jarang resisten.
Pengobatan penderita/ tersangka antraks, tergantung dari tipe atau gejala klinisnya yaitu;
Antraks kulit ;
Prokain penisilin 2 x 1,2 juta IU diberikan secara IM selama 5 s.d 7 hari. Atau dapat juga dengan menggunakan
benzil penicillin 2500 IU secara IM setiap 6 jam. Perlu diperhatikan mengingat drug of choise untuk antraks adalah
penicillin sehingga sebelum diberikan suntikan harus dilakukan skin test terlebih dahulu.
Bila penderita/ tersangka hipersensitif terhadap penisilin dapat diganti dengan memberikan tetrasiklin,
klorampenikol atau eritromisin.
Antraks intestinal dan pulmonal
Penisilin G 18 ? 24 juta IU / hari, IVFD ditambah dengan streptomisin 1 ? 2 gram untuk tipe pulmonal, dan untuk
tipe gastro intestinal tetrasiklin 1 gram/ hari.Terapi supportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma
ekspander dan regiment vasopresor bila diperlukan. (Nalin, dkk 1977), antraks intestinal menggunakan
klorampenikol 6 garam/ hari selama 5 hari, kemudian diteruskan 4 gram/ hari selama 18 hari, diteruskan dengan
eritromisin 4 garam/ hari untuk menghindari supresi sumsum tulang
Antraks pulmonal oleh karena bioterrorism
o Pengobatan profilaksis ( terpapar ) ;
Type Pengobatan
Dewasa
Anak-anak
Pengobatan awal
Ciprofloxacin, dosis 500 mg, setiap 12 jam
AtauDoxycycline, 100 mg oral,2 kali/hari
Ciprofloxacin, 10-15 mg per Kg BB, oral setiap 12 jam
Atau Doxycycline, 100 mg per oral, 2 kali/ hari ( > 8 th dan > 45 th)
Pengobatan Optimal
Amoxicilin 500 mg per oral setiap 8 jam Atau Doxycycline, 100 mg oral, setiap 12 jam Amoxicilin 500 mg per oral
setiap 8 jam ( BB > 20 kg) Untuk BB < 20 kg diberikan 40mg/kg BB per oral dibagi 3 dosis ( setiap 8 jam )
PENCEGAHAN
Hindari kontak langsung dengan bahan atau makanan yang berasal dari hewan yang dicurigai terkena antraks.

Cuci tangan dengan sabun sebelum makan


Cuci sayuran/ buah-buahan sebelum dimakan
Memasak daging sampai matang sempurna
Vaksinasi antraks ( penggunaannya selektif dan efek samping tinggi ).
http://grandmall10.wordpress.com/2010/02/14/penyakit-antrax/

Vibrio cholerae.
Pengertian
Penyakit taun atau kolera (juga disebut Asiatic cholera) adalah penyakit menular di saluran pencernaan yang
disebabkan oleh bakterium Vibrio cholerae. Bakteri ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui air minum yang
terkontaminasi oleh sanitasi yang tidak benar atau dengan memakan ikan yang tidak dimasak benar, terutama
kerang. Gejalanya termasuk diare, perut keram, mual, muntah, dan dehidrasi. Kematian biasanya disebabkan oleh
dehidrasi. Kalau dibiarkan tak terawat, maka penderita berisiko kematian tinggi. Perawatan dapat dilakukan dengan
rehidrasi agresif "regimen", biasanya diantar secara intravenous secara berkelanjutan sampai diare berhenti.
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio
cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri
tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai
muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan
tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.
Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam
waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum
biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam
(Normal saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).
Patofisiologi
Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum merasakan keluhan
berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare dan muntah dengan kondisi cukup serius
sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya jenis diare yg dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air
cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan
putih.

- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.


- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak
jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan
penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak
penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia
kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila
kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi
kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung
bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai)
dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
Pengobatan
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera, yaitu dengan memberikan
pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang
paling tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah
pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin,
Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare
yang terjadi.
Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan
dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang
tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat
penanganan kurang adekuat meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about
Cholera).
Pencegahan
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip sanitasi lingkungan,
terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan.
Lainnya ialah meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan
memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari
memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.
Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya mendapatkan pengobatan.
Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya
segera diberantas. Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

Anda mungkin juga menyukai