Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita tidak bisa terlepas dari resiko.
Untuk orang-orang yang bekerja di bidang indurstrial, tentu sudah dibekali
dengan pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan untuk menghindari resiko
dalam pekerjaannya. Namun masyarakat awam yang melakukan pekerjaan dan
kegiatan sehari-hari banyak yang tidak mengetahui resiko yang mereka hadapi.
Karenanya, banyak kejadian tidak diinginkan yang terjadi, padahal hal tersebut
seharusnya dapat dicegah apabila masyarakat awam telah teredukasi mengenai
resiko yang ada.
Dalam mengedukasi masyarakat terhadap resiko, terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan, terutama perbedaan persepsi dan pemahaman antara
masyarakat awam dengan orang yang sudah ahli di bidangnya. Perbedaan tersebut
menyebabkan tidak semua resiko dapat diterima dan dipahami masyarakat Secara
umum, ada dua kategori penerimaan resiko oleh masyarakat, yaitu greater
acceptability dan lower acceptability. Dalam makalah ini, kami akan membahas
mengenai enam faktor suatu resiko dikategorikan sebagai lower acceptability
risks, yaitu faktor not understandable, unknown, uncommon, special, high media
coverage, dan controversial.
1

1.2 Rumusan Masalah

1.

Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa permasalahan, yaitu:


Seberapa pentingnya masyarakat awam dan masyarakat industrial

2.

mengetahui tentang resiko terhadap kehidupan sehari-hari


Bagaimana contoh kasus yang terkait dengan resiko yang termasuk lower

3.

acceptability
Apa saja pencegahan dan solusi yang dapat dilakukan untuk menghindari
dan mengatasi resiko yang termasuk lower acceptability

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:


1.

Mempelajari faktor-faktor suatu resiko tidak dapat diterima oleh

2.

masyarakat.
Mempelajari

3.

acceptability.
Mempelajari pencegahan dan solusi dari resiko yang termasuk lower
acceptability.

contoh-contoh

kasus

resiko

yang

termasuk

lower

BAB 2

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Persepsi

Kata Persepsi seringkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun,


apa makna sebenarnya dari persepsi itu sendiri? Menurut pengertian dari beberapa
ahli, yang penulis simpulkan secara sederhana yaitu setiap individu dalam
kehidupan sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsang berupa informasi,
peristiwa, objek, dan lainnya yang berasal dari lingkungan sekitar, stimulus atau
rangsang tersebut akan diberi makna atau arti oleh individu, proses pemberian
makna atau arti tersebut dinamakan persepsi. Untuk memberikan gambaran lebih
jelas lagi mengenai pengertian persepsi, berikut pengertian yang dikemukakan
oleh beberapa ahli.
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (1983:89), Persepsi adalah kemampuan
seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara
lain: kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokan, dan
kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja memiliki
persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan
karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu
yang bersangkutan. Sedangkan menurut Leavit, 1978 yang diambil dari Faradina,
Triska (2007:8) persepsi memiliki pengertian dalam arti sempit dan arti luas.

Dalam arti sempit persepsi yaitu penglihatan: bagaimana seseorang melihat


sesuatu, dan dalam arti luas persepsi yaitu: pandangan atau pengertian, bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Sondang P. Siagian (1989) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu
proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesankesan sensorisnya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu dalam
lingkungannya. Indrajaya (1986) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:10) berpendapat
persepsi adalah proses dimana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya,
memanfaatkan, mengalami, dan mengolah perbedaan atau segala sesuatu yang
terjadi dalam lingkungannya.
Menurut Robins (1999:124), persepsi adalah suatu proses dimana individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan

indera

mereka

untuk

memberikan makana terhadap lingkungannya. Sedangkan menurut Thoha


(1999:123-124), persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami
oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungannya baik
melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Dalam Wikipedia Indonesia disebutkan bahwa persepsi adalah proses
pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus.
Stimulus sendiri didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.

2.2 Proses Pembentukan Persepsi


Damayanti (2000) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:12-13) menggambarkan
proses pembentukan persepsi pada skema di bawah ini:
Rangsangan

Proses

Seleksiinput

/Sensasi

Pengorganisasi
an

Persepsi

Lingkungan

Interpretas
i
ProsesPengal
aman

Belajar

Gambar 1. Skema Pembentukan Persepsi


Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari
berbagai sumber melalui panca indera yang dimiliki, setelah itu diberikan respon
sesuai dengan penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah
diterima rangsangan atau data yang ada diseleksi. Untuk menghemat perhatian
yang digunakan rangsangan-rangsangan yang telah diterima diseleksi lagi untuk
diproses pada tahapan yang lebih lanjut. Setelah diseleksi rangsangan
diorganisasikan berdasarkan bentuk sesuai dengan rangsangan yang telah
diterima. Setelah data diterima dan diatur, proses selanjutnya individu
menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara. Dikatakan telah terjadi
persepsi setelah data atau rangsang tersebut berhasil ditafsirkan.
Sedangkan faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang dapat disebut
sebagai faktor-faktor personal, yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk

stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli


(Rakhmat, 1998). Sejalan dengan hal tersebut, maka persepsi seseorang
ditentukan oleh dua faktor utama yaitu pengalaman masa lalu dan faktor pribadi
(Sugiharto, 2001).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses
dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Hal inilah yang
menyebabkan setiap orang memiliki interpretasi berbeda, walaupun apa yang
dilihatnya sama. Menurut Stephen P. Robins, terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:
1. Individu yang bersangkutan (pemersepsi)
Apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi
tentang apa yang dilihatnya itu, ia akan dipengaruhi oleh karakterisktik individual
yang dimilikinnya seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman,
pengetahuan, dan harapannya.
2. Sasaran dari persepsi
Sasaran dari persepsi dapat berupa orang, benda, ataupun peristiwa. Sifatsifat itu biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya. Persepsi
terhadap sasaran bukan merupakan sesuatu yang dilihat secara teori melainkan
dalam kaitannya dengan orang lain yang terlibat. Hal tersebut yang menyebabkan
seseorang cenderung mengelompokkan orang, benda, ataupun peristiwa sejenis
dan memisahkannya dari kelompok lain yang tidak serupa.

3. Situasi
Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti situasi dimana
persepsi tersebut timbul, harus mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor
yang turut berperan dalam proses pembentukan persepsi seseorang.
Tidak terlalu berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Stephen P.
Robins, David Krech (1962) dalam Prasilika, Tiara H. (2007:14) menyatakan
bahwa yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah:
1. Frame of Reference, yaitu kerangka pengetahuan yang dimiliki yang
dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penilitian, dll.
2. Frame of experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah
dialaminya yang tidak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.
Feldman (1985), pembentukan persepsi juga sangat dipengaruhi oleh
informasi yang pertama kali diperoleh. Oleh karena itu pengalaman pertama yang
tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi
seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapai oleh manusia senantiasa
berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang
diterima.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat diketahui bahwa proses
pembentukan persepsi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti pengalaman,
kemampuan, individu, lingkungan dan lainnya. Proses pembentukan itu sendiri
dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan faktor eksternal.
2.4 Resiko
7

Resiko adalah kombinasi dari efek bahaya dan tingkat kemungkinannya.


Resiko = Efek Bahaya x Tingkat Kemungkinan Bahaya
Dimana efek bahaya yang bersifat tetap terdiri atas high, medium, dan low. Lalu
tingkat kemungkinan bahaya juga terdiri atas high, medium, dan low.
Berikut ini adalah (contoh) parameter dalam memperhitungkan tingkat
kemungkinan bahaya.

Sedangkan (contoh) parameter dalam memperhitungkan efek bahaya yaitu,

2.5 Persepsi terhadap Resiko Berbahaya


Banyak definisi yang berkembang mengenai resiko, tetapi seringkali
resiko dimaknai sebagai kemungkinan yang akan diterima sebagai dampak dari
bahaya (Short, jr, 1984). Rosa dalam Prasilika, Tiara H. (2007:17) mendefinisikan
resiko sebagai situasi atau peristiwa dimana suatu nilai manusia berada di suatu
titik yang hasilnya tidak dapat dipastikan.
Persepsi

resiko

merupakan

suatu

proses

dimana

individu

menginterpretasikan informasi mengenai resiko yang mereka peroleh (WHO,


1999). Menurut Kathryn mearns dalam Faradina, Triska (2007: 12) persepsi resiko
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan
2. Personal
3. Konteks
4. Kualitas lingkungan kerja
9

5. Kepuasan dengan ukuran safety


Presepsi masyarakat awam terhadap resiko sering berbeda dengan presepsi
masyarakat industri dan orang statistik. Berikut ini adalah faktor yang
mempengaruhi ditrimanya resikoberdasarkan presepsi masyarakat:
Greater acceptability (Faktor resiko sangat bisa diterima)
1.Voluntary

8. Essential

2.Natural

9. Major benefits

3.Controllable

10. Experienced

4.Delayed effect

11. Understandable

5. Known

12. Low Media Coverage

6. Common

13. Low Controversy

7. Routine
Lower acceptability (faktor resiko kurang bisa diterima)

10

1.Involuntary

7. Inexperienced

2.Syntheic

8. Not understandable

3.Uncontrollable

9. Unknown

4.Immediate effect

10. Uncommon

5.Nonessential

11. Special

6. Minor benefits

12. High media coverage

13. Controversial

11

BAB 3

ISI

Seperti yang kita ketahui, persepsi terhadap resiko sangat tergantung


kepada situasi personal. Jika diperhatikan selalu ada beberapa resiko kecil yang
terjadi setiap hari dan tidak dipedulikan, yang dipedulikan adalah resiko lain yang
kurang serius, karena persepsi personal terhadap suatu kegiatan, bahan kimia atau
proses operasi. Yang perlu kita ketahui adalah persepsi masyarakat awam terhadap
resiko sering berbeda dengan persepsi masyarakat industri. Faktor yang
mempengaruhi diterimanya resiko berdasarkan persepsi masyarakat dibagi
menjadi 2, yaitu greater acceptability dan lower acceptability. Pada makalah ini,
akan dibahas 6 faktor yang menyebabkan suatu resiko diklasifikasikan sebagai
lower acceptability risks, yaitu faktor not understandable, unknown, uncommon,
special, high media coverage, dan controversial.
3.1 Not Understandable
3.1.1 Pengertian
Not understandable atau tidak bisa dimengerti adalah salah satu faktor
yang menyebabkan masyarakat awam memiliki persepsi yang berbeda dengan
persepsi masyarakat industri terhadap suatu resiko. Masyarakat industri memiliki
12

persepsi bahwa suatu resiko sangatlah penting untuk dihindari meskipun tidak
semua resiko dapat dieliminasi, tapi masyarakat industri selalu berpikir untuk
menentukan resiko mana yang sebenarnya masih dapat diterima. Sedangkan
masyarakat awam ada yang bisa menerima suatu resiko, dan ada yang kurang bisa
menerima suatu resiko bahaya yang ada. Not understandable itulah yang
membuat masyarakat awam kurang bisa menerima suatu resiko bahaya yang ada,
karena mereka kurang mengerti bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan
terhadap suatu resiko. Suatu resiko tidak bisa dimengerti oleh masyarakat awam
dapat disebabkan karena komunikasi resiko yang tidak baik. Menurut Covello
(1986), komunikasi resiko adalah kegiatan menyampaikan informasi diantara
pihak-pihak yang terlibat tentang tingkat resiko kesehatan atau lingkungan,
pemaknaan kesehatan dan lingkungan, keputusan, kegiatan, atau kebijakan yang
ditujukan untuk mengelola dan mengontrol resiko kesehatan dan lingkungan. Jadi,
komunikasi resiko merupakan suatu hal yang sangat penting untuk melakukan
proses pertukaran informasi tentang bagaimana sebaiknya menilai dan mengelola
resiko diantara akademisi, pejabat pemerintah, masyarakat industri, dan
masyarakat awam atau masyarakat biasa.
Kebanyakan masyarakat awam yang tidak mengerti terhadap suatu resiko
(not understandable) juga dapat disebabkan karena faktor psikologis, sosiologi,
organisasi, dan pendidikan yang berbeda dengan masyarakat industri. Karena
faktor-faktor itu, masyarakat awam akan memiliki pengetahuan yang berbeda
mengenai suatu resiko dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat
industri. Karena pengetahuan yang dimiliki masyarakat awam kurang mengenai
13

suatu resiko bahaya, maka wajar saja jika mereka kurang bisa mengerti dalam hal
mengidentifikasi dan mengenal bagaimana cara menanggulangi suatu resiko
bahaya yang ada.
3.1.2 Contoh Kasus
Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan faktor not understandable
pada masyarakat awam mengenai suatu resiko adalah bahaya atau kecelakaan
nuklir. Kebanyakan yang masyarakat awam tahu adalah nuklir itu sangat
berbahaya. Mereka tidak mengerti bahwa nuklir itu tidak hanya dapat berdampak
negatif, tetapi juga memiliki manfaat yang berguna untuk kehidupan. Sehingga,
jarang masyarakat awam yang memikirkan untuk mengembangkan teknologi
nuklir untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Berbeda halnya dengan
masyarakat industri yang kebanyakan dari mereka mengerti bahwa radiasi nuklir
itu tidak sepenuhnya berbahaya. Masyarakat industri mengerti bahwa, meskipun
radiasi nuklir berbahaya, tapi bahaya tersebut pasti ada yang bisa diterima. Karena
pemahaman yang lebih mengenai teknologi nuklir itu, masyarakat industri lebih
bisa mengerti bahwa nuklir dapat dimanfaatkan untuk kehidupan, meskipun ada
resiko bahaya dari penggunaan teknologi nuklir tersebut.
Contoh lain adalah resiko bahaya yang kita hadapi saat menggergaji kayu.
Masyarakat awam pasti tahu pekerjaan menggergaji itu berbahaya, namun
sebagian dari mereka tidak mengerti bahwa saat kita menggergaji kayu, secara
tidak langsung kita menghirup serpihan-serpihan kayu yang berukuran mikro atau
bahkan nano yang tak terlihat oleh mata. Jika kita menghirup secara terus14

menerus maka kesehatan kita akan terganggu terutama pada sistem pernapasan.
Selain itu serpihan-serpihan kayu tadi juga dapat masuk ke pori-pori kulit kita
tanpa sengaja, hingga menyebabkan infeksi dan parahnya lagi dapat menyebabkan
tetanus. Itulah banyaknya resiko bahaya yang kita dapat saat melakukan pekerjaan
yang sederhana yaitu menggergaji, tapi sayangnya banyak masyarakat yang tidak
mengerti akan bahaya pekerjaan simple tersebut, masyrakat menggergaji tanpa
menggunakan alat pengaman seperti sarung tangan, dan masker. Masyarakat akan
lebih waspada terhadap resiko bahaya yang mereka mengerti seperti resiko bahaya
saat mengendarai mobil atau motor dengan menggunakan ponsel.
3.1.3 Pencegahan Resiko
Faktor not understandable yang biasa terjadi pada masyarakat awam
mengenai persepsi mereka terhadap suatu resiko dapat dicegah dengan melakukan
komunikasi resiko yang baik diantara pihak-pihak yang terlibat. Sehingga,
masyarakat awam dapat mengerti, mengidentifikasi, dan mengenal tentang resiko
bahaya yang seharusnya, dan juga berarti masyarakat dapat mengerti bagaimana
cara mengatasinya, atau bagaimana agar lebih siap menghadapi jika insiden
tersebut terjadi.
3.1.4 Solusi Penanganan Resiko
Memahami resiko yang memiliki hubungan dengan kesehatan adalah
masalah yang komplek karena pelik dan panjangnya pengamatan, sehingga
terkadang susah untuk dimengerti. Oleh karena itu jalan alternatifnya yaitu dengan
adanya sosialisasi terhadap resiko bahaya secara bertahap, dengan cara tersebut

15

maka masyarakat akan lebih mengerti lagi tentang resiko bahaya tersebut dan
memberitahukan apa saja yang harus dilakukan untuk menghindari terkenanya
resiko bahaya tersebut. Sehingga masyarakat tidak hanya mengerti akan suatu
resiko bahaya yang dia dapat saat melakukan suatu pekerjaan yang sederhana tapi
juga mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghindari terkenanya bahaya
tersebut. Jadi tindakan ini merupakan tindakan pencegahan sekaligus memberikan
solusi saat terkena bahaya tersebut.
3.2 Unknown
3.2.1 Pengertian
Unknown adalah salah satu faktor yang mempengaruhi presepsi resiko
kurang bisa diterima oleh masyarakat. Disini yang dimaksud dengan unknown
adalah suatu resiko yang belum diketahui oleh masyarakat sehingga masyarakat
cenderung untuk selalu melakuakan suatu hal tersebut tanpa mewaspadai resiko
yang akan didapatkan. Hal ini bergantung pada pengetahuan sesorang, apakah
seseorang tersebut memiliki pengetahuan untuk mengetahui tentang resiko bahaya
tersebut atau tidak. Faktor ini menyebabkan masyarakat kurang bisa menerima
resiko suatu bahaya karena masyarakat awam cenderung untuk bisa menerima
adanya resiko bila resiko itu telah menimpa seseorang secara langsung dan telah
ada pemberitahuan yang menunjukkan bahwa resiko itu memang ada.

16

3.2.2 Contoh Kasus


Contoh lainnya yaitu pada menara SUTET (Saluran Udara Tingkat Ekstra
Tinggi) di dekat pemukiman, kita tahu bahwa menara sutet memilki kekuatan
500kV yang ditujukan untuk menyalurkan energi listrik dari pusat-pusat
pembangkit yang jaraknya jauh menuju pusat-pusat beban sehingga energi listrik
bisa disalurkan dengan efisien. Dalam menyalurkan energi listrik tersebut terdapat
radiasi medan magnet maupun radiasi medan listrik yang sangat membahayakan
bagi kesehatan manusia. Dari penelitian yang sudah dilakukan maka lingkungan
disekitar SUTET perlu memperhatikan hal-hal seperti mengusahakan agar
rumahnya berlangit-langit, menanam pohon sebanyak mungkin disekitar rumah
pada lahan yang kosong, bagian atap rumah yang terbuat dari logam sebaiknya
ditanahkan (grounding), penduduk disarankan tidak keluar rumah terutama pada
malam hari, karena pada malam hari arus yang mengalir pada kawat penghantar
SUTET lebih tinggi dari pada siang hari, alat-alat yang terbuat dari logam yang
berukuran besar (mobil dll) sebaiknya ditanahkan (grounding). Kemudian untuk
jarak aman dari radiasi yaitu minimal 14 meter dari kaki menara sutet.
3.2.3 Pencegahan Resiko
Selain

disebabkan

oleh

pengetahuan,

ketidaktahuan

(unknwon)

masyarakat akan suatu resiko bahaya disebabkan oleh kurangnya informasi atau
tidak adanya tanda bahaya. Misalnya, tempat kerja yang di dalamnya banyak
terdapat tegangan tinggi, masyarakat awam pasti tidak mengetahui adanya resiko
bahaya disana, karena presepsi masyarakat industri terkadang berbeda dengan

17

masyarakat awam. Untuk meminimalisir adanya resiko kecelakaan di tempat


keraja, maka dipasanglah suatu tanda yang bisa memberikan informasi bahwa
tempat tersebut memiliki resiko bahaya yang tinggi. Dengan adanya tanda bahaya
tersebut masyarakat awan tentunya akan lebih waspada dan berhati-hati, karena
mereka tahu akan adanya resiko bahaya disana. Maka dari itu, tanda bahaya dapat
menjadi langkah pencegahan resiko terjadi.
3.2.4 Solusi Penanganan Resiko
Jika kita amati, informasi tanda bahaya sangatlah penting karena saat ini
masih banyak warga-warga yang membangun lahan di sekitar SUTET tanpa
memikirkan resiko bahaya yang ada, dengan alasan mereka tidak tahu akan
adanya resiko bahaya tersebut dan mereka belum pernah melihat kecelakaan yang
terjadi akibat hal tersebut. Namun setelah masyarakat tahu ada banyak korban
yang berjatuhan, masyarakat mulai sedikit waspada, dan dengan adanya informasi
berupa tanda bahaya hingga radius 100 meter, masyarkat lebih waspada sehingga
resiko kecelakaan lebih berkurang jika dibandingkan saat sebelum adanya tanda
bahaya tersebut. Disinilah alasannya mengapa ketidatahuan menjadi salah satu
faktor penyebab resiko kurang bisa diterima oleh presepsi masyarakat awam.
Maka dari itu, tindakan pemberitahuan mengenai resiko menjadi langkah
pencegahan sekaligus solusi untuk resiko tersebut.

3.3 Uncommon
18

3.3.1 Pengertian
Uncommon merupakan faktor dimana resiko bahaya yang ada tidak
bersifat umum, sehingga masyarakat kurang bisa menerima resiko bahaya yang
ada. Masyarakat awam akan cenderung bisa menerima resiko bahaya yang bersifat
umum (common).
3.3.2 Contoh Kasus
Contoh uncommon risk adalah resiko yang dihadapi oleh para pekerja
pembuat garam di tepi pantai. Seperti yang kita tahu, air laut memiliki kadar NaCl
yang tinggi sehingga air laut memiliki rasa asin. Para pembuat garam tersebut
menghabiskan waktu setengah harinya hanya untuk membuat garam, mereka tidak
tahu resiko bahaya yang akan mereka dapatkan, mereka berkutat dengan garam
selama berjam-jam, padahal bila kulit kita terpapar garam secara terus menerus
kulit kita akan mengering karena pada dasarnya garam memilki sifat untuk
menyerap air. Bila kita lihat, masyarakat awam kurang bisa menerima resiko
bahaya tersebut karena bahya tersebut tidak umum terjadi di masyarakat dan
bahaya tersebut tidak memilki dampak yang signifikan secara langsung. Mereka
justru lebih bisa menerima resiko bahaya yang bersifat umum seperti penggunaan
minyak bekas yang telah digunakan 3 kali untuk menggoreng makanan, makanan
yang digoreng dengan minyak bekas tersebut memiliki resiko bahaya untuk
tenggorokan dan kesehatan bahkan bisa memicu tumbuhnya sel-sel kanker.
Resiko bahaya tersebut bersifat umum dalam masyarakat sehingga masyarakat
akan cenderung menerima dan menghindari penggunaan minyak bekas yang telah

19

dipakai tiga kali. Masyarakat awam lebih bisa menerima resiko bahaya yang
umum karena resiko bahaya tersebut sering terjadi di masyarakat, dan dampaknya
terlihat secara langsung.
3.3.3 Pencegahan Resiko
Untuk dapat menghindari presepsi masyarakat yang kurang bisa menerima
resiko bahaya tersebut, perlu diadakan pemberitahuan atau pemberian informasiinformasi mengenai resiko bahaya yang tidak umum terjadi, sehingga masyarakat
akan mulai mengenal dan tahu akan resiko bahaya tersebut. Dengan demikian,
masyarakat bisa berwaspada dalam menjalani kegiatan-kegiatan yang memiliki
resiko bahaya. Langkah ini lebih efektif untuk dilakukan karena tindakan
preventif ini akan dapat menghindari jatuhnya korban sebelum masyarakat tahu
akan resiko bahaya tersebut (karena banyaknya korban yang jatuh maka
masyarakat akan tahu bahwa resiko bahaya tersebut bersifat umum).
3.3.4 Solusi Penanganan Resiko
Jika resiko sudah terjadi, langkah yang dapat dilakukan adalah
mempelajarinya dan mencari penyebabnya. Dengan mempelajari resiko yang
selama ini tidak umum ditemui, masyarakat akan lebih teredukasi mengenai resiko
baru dan lebih waspada dalam berkegiatan sehingga tidak mengalami hal yang
sama.

3.4 Special
20

3.4.1 Pengertian
Special merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat awam
kurang bisa menerima resiko bahaya. Hal ini dikarenakan masyarakat awam
cenderung bisa menerima resiko bahaya yang sifatnya umum atau yang biasa
dilakukan sebagai rutinitas. Berbeda dengan resiko bahaya yang bersifat khusus,
resiko bahaya ini membuat masyarakat kurang bisa menerima karena masyarakat
awam tidak melakukan hal itu berulang kali (seperti halnya rutinitas/routine) dan
bahaya yang ditimbulkan pun tidak setiap waktu mengenai kita, sehingga dampak
yang kita dapatkan akan kita rasakan di waktu yang akan datang tanpa kita sadari
nantinya.
3.4.2 Contoh Kasus
Kasus sederhana yang bisa kita ambil sebagai contoh adalah saat kita
mengisi bensin di pom bensin, tanpa tersadar saat kita menunggu bensin kita terisi
penuh dan secara tidak langsung pula kita telah menghirup bau bensin. Padahal
bensin memiliki resiko yang sangat bahaya bila secara terus-menerus terhirup oleh
manusia, hal ini dapat mengakibatkan gagal bekerjanya paru-paru kita. Paru-paru
kita tidak akan kuat oleh adanya aroma bensin yang sangat tajam secara terusmenerus.
Bisa kita estimasikan bahwa setiap orang pergi ke pom bensin tanpa
menggunakan masker untuk mengisi bensin tiga kali dalam sehari, bisa kita
bayangkan seberapa banyakkah aroma bensin yang telah kita hirup. Itu hanyalah
contoh sederhana resiko bahaya saat kita mengisi bensin, lalu bagaimanakah
21

dengan orang yang bekerja sebagai penjaga pom bensin, diamana dalam aturan
kerjanya tidak ada peraturan untuk menggunakan masker saat bekerja, mereka
yang bekerja hampir 12 jam tanpa menggunakan masker. Memang efek yang
didapatkan tidak secara langsung, namun secara berangsur-angsur sistem kerja
paru-paru akan melemah.
Beginilah resiko bahaya yang khusus, umum terjadi di masyarakat, tapi
masyarakat kurang bisa menerima resiko bahaya tersebut dengan alasan resiko
bahaya tersebut tidak setiap saat kita dapatkan, karena pekerjaan yang memiliki
resiko bahaya tersebut bukanlah pekerjaan rutinitas kita. Berbeda dengan resiko
bahaya suatu pekerjaan yang telah menjadi rutinitas kita, contohnya saat
memasak, bila kita tidak menyalakan kompor dengan benar dan memasang selang
gas pada tabung gas dengan benar maka resiko bahaya yang ditimbulkan
sangatlah besar. Kemungkinan untuk adanya bahaya kompor meledak sangatlah
tinggi dan dampak yang diakibatkan secara langsung sangatlah besar. Oleh karena
itu masyarakat sangat bisa menerima resiko bahaya yang bersifat routine
dibandingkan resiko bahaya yang bersifat special.
3.4.3 Pencegahan Resiko
Pencegahan yang dapat kita lakukan dengan resiko bahaya yang bersifat
special yaitu dengan cara tidak menyepelekan segala sesuatu pekerjaan yang
memiliki resiko bahaya, baik resiko bahaya yang kecil maupun besar.
3.4.4 Solusi Penanganan Resiko

22

Solusi penanganan resiko yang bersifat special ini dapat dilakukan dengan
cara memperkenalkan kepada masyarakat awam tentang resiko bahaya yang ada
dan dampak yang akan didapatkan, walaupun resiko bahaya ini tidak setiap saat
kita dapatkan.
3.5 High Media Coverage
3.5.1 Pengertian
High media coverage merupakan faktor sebuah resiko termasuk dalam
lower acceptability, dimana hal ini disebabkan oleh pengaruh media yang
menutup-nutupi resiko dari suatu perilaku atau pekerjaan, sehingga terbentuk
persepsi masyarakat bahwa kegiatan atau pekerjaan itu tidak beresiko. Media,
terutama TV, mempunyai peran sangat besar untuk mengkonstruksi budaya
masyarakat manusia. Apa yang kita anggap sebagai realitas, seringkali adalah
produk dari pandangan media terhadap isu tersebut. Realitas terwujud dalam
berbagai bentuk sesuai dengan banyaknya media dan gambar. Dengan kata lain,
simbol realitas telah menggantikan realitas itu sendiri. Media massa bisa
mempengaruhi bangunan budaya masyarakat. Aspek kognitif, afektif (perasaan)
dan konatif (perilaku) penonton, dapat dipengaruhi oleh tayangan-tayangan
televisi. Mengapa? Karena implikasi dari frekuensi penyampaian yang intensif,
yakni dalam rentang waktu harian atau mingguan atau bulanan secara repetitif,
dalam bentuk penyampaian yang konstan melalui wahana cetak, suara dan gambar
(audio visual). Pada kasus media audio visual dari televisi misalnya, secara
menyeluruh mampu menstimulasi segenap panca indera penonton secara

23

emosional hingga mampu mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan


perasaan penontonnya.
3.5.2 Contoh Kasus
Sebagai contoh, pemberitaan mengenai kecelakaan pesawat terbang yang
sering di beritakan oleh awak media secara intensif, menyebabkan masyarakat
mulai was-was tentang jasa angkutan transportasi udara. Sebuah pemberitaan
mengenai kecelakaan pesawat terbang oleh media, seringkali mengkaitkan berita
tersebut dengan berbagai hal, apakah kecelakaan pesawat itu disebabkan oleh
lingkungan, kesalahan pilot, mesin pesawat, bahkan dikaitkan dengan pembajakan
pesawat. begitu banyaknya pemberitaan tersebut mengakibatkan masyarakat
memberikan persepsi yang bermacam-macam.
3.5.3 Pencegahan Resiko
Untuk mencegah terjadinya resiko dari faktor ini, ada beberapa hal yang
dapat dilakukan, yaitu
1. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
2. Selektif terhadap pengaruh negatif media massa di bidang politik,
ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa, dll.
3. Tidak mudah terhasut oleh pemberitaan yang dapat mempengaruhi pola
pikir yang tidak baik.
4. Berusaha untuk berfikir kritis, logis, analis.
3.5.4 Solusi Penanganan Resiko

24

Sudah ada suatu badan yang menangani masalah tentang konten yang
ditampilkan di media pertelivisian, seperti KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)
yang sifatnya menegur berbagai pemberitaan yang tidak sesuai dengan normanorma masyarakat, sehingga apa yang disiarkan oleh media lebih mudah dipahami
oleh masyarakat. Seharusnya Menkominfo juga turut berperan dalam membentuk
aturan-aturan tentang penyiaran yang ada di indonesia. Dengan adanya
pengawasan dari lembaga-lembaga tersebut, diharapkan pemberitaan yang muncul
di media terutama televisi tidak lagi menutupi faktor resiko yang mungkin terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.
3.6 Controversial
3.6.1 Pengertian
Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi antara
masyarakat awam dan masyarakat industri dalam memandang sebuah resiko salah
satunya adalah controversial, yakni belum adanya kejelasan akan suatu hal
dikarenakan adanya berbagai perbedaan pendapat mengenai dalam memandang
hal tersebut. Belum adanya kejelasan mengenai resiko tersebut menyebabkan
masyarakat awam kesulitan dalam memahami resiko seperti apa yang akan terjadi
jika suatu pekerjaan itu dilakukan. Bisa juga sebuah perkerjaan mendapat
penilaian yang berbeda dari beberapa sumber saat adanya identifikasi resiko,
sehingga masyarakat awam justru menganggapnya sebagai hal yang tidak
beresiko.
3.6.2 Contoh Kasus
25

Contoh kasus dari faktor in adalah mengenai Pembangkit Listrik Tenaga


sampah, di Bandung. Masalah ini mencuat di Bandung sehubungan dengan akan
dibangunnya PLTS di daerah Gede Bage. Banyak warga sekitar bakal lokasi
PLTS yang menyatakan keberatannya karena alasan masalah kesehatan dan
lingkungan yang diperkirakan akan muncul.

Begitu pula dengan pakar

lingkungan dari Unpad Prof. Otto Sumarwoto (alm) yang telah membeberkan
begitu banyak kerugian yang akan didapat seandainya PLTS itu tetap akan
dibangun di dalam kota Bandung.

Namun pendapat beliau ditentang oleh

kalangan anggota DPRD, demikian pula halnya dengan terbentangnya spandukspanduk yang berisi pernyataan dari kelompok masyarakat di hampir semua
pelosok di kota Bandung yang menyetujui dibangunnya PLTS di Gede Bage.
Komunikasi resiko PLTS ini masih buruk, terlihat dengan masih simpang siurnya
pendapat seputar tingkat bahaya yang ditimbulkan PLTS bagi kesehatan dan
lingkungan.

Pemerintah daerah belum dapat menunjukkan transparansinya

kepada masyarakat sehubungan dengan tingkat resiko PLTS bagi kesehatan dan
lingkungan.
3.6.3 Pencegahan Resiko
Agar tidak sampai terjadi masalah seperti ini, maka sebelum mengadakan
sebuah perkerjaan atau proyek, sangatlah diperlukan adanya identifikasi yang
teliti dan matang, agar dapat diketahui berbagai resiko berserta tingkatannya. Dan
proses identifikasi itulah yang termasuk dalam manajemen resiko. Jika proses
manajemen ini berhasil, maka kejelasan mengenai status resiko tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh masyarakat.
26

3.6.4 Solusi Penanganan Resiko


Agar tidak sampai terjadi masalah seperti ini, maka sebelum mengadakan
sebuah perkerjaan atau proyek, sangatlah diperlukan adanya identifikasi yang
teliti dan matang, agar dapat diketahui berbagai resiko berserta tingkatannya.
Proses identifikasi itulah yang termasuk dalam manajemen resiko. Jika proses
manajemen ini berhasil, maka kejelasan mengenai status resiko tersebut dapat
dipahami dengan baik oleh masyarakat.
Dalam kasus ini, solusi yang bisa ditawarkan dalam pembangunan TPS ini
salah satunya adalah dengan memindahkan posisi PLTS, dimana posisi baru
tersebut sudah harus mempertimbangkan usulan yang muncul dari masyarakat,
seperti misalnya menaruh posisi PLTS yang jauh dari pemukiman warga atau dari
spot-spot umum lainnya.

27

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki
persepsi yang berbeda-beda dalam melihat resiko.Makalah ini menjelaskan
mengenai salah satu factor dalam munculnya persepsi resiko dalam masyarakat
yaitu lower acceptability, faktor yang kurang bias diterima.
Persepsi tersebut kurang bias diterima karena beberapa factor seperti not
understandable, unknown, uncommon, special, high media coverage, dan
controversial. Masyarakat awam mengabaikan resiko-resiko berbahaya tersebut
karena tidak mengerti dan tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapi
resiko tersebut (not understandable), tidak tahu ada keberadaan resiko tersebut
(unknown), merasa resiko tersebut tidak umum ditemukan (uncommon), merasa
resiko tersebut tidak sering ditemukan (specials),tidak pernah terdengar karena
resiko tersebut tertutup oleh media (high media coverage) dan resiko tersebut
masih diperdebatkan sehingga belum diketahui kejelasannya (controversial).

28

Karena faktor-faktor tersebut masyarakat awam tidak tahu, atau menolak


untuk tahu mengenai resiko ini. Padahal resiko-resiko yang termasuk dalam resiko
low acceptability tidak kalah berbahayanya dengan resiko-resiko yang termasuk
dalam resiko greater acceptability. Masyarakat awam menjadi tidak sadar akan
adanya resiko-resiko low acceptability yang mungkin mereka temui sehingga
dapat membahayakan keselamatan mereka juga.

4.2 Saran
Dari semua penjelasan yang ada. Pada dasarnya presepsi masyarakat
industri dan masyarakat awam terkadang berbeda. Banyak faktor yang
menyebabkan tibulnya perbedaan tersebut, salah satu faktor yang kuat yaitu
pendidikan/pengetahuan. Oleh karena itu, menurut kami hendaknya pendidikan
mengenai resiko bahaya dan manajemen resiko untuk maysrakat awam lebih
digencarkan untuk menghindari kesalahpahaman dan banyaknya korban yang
jatuh karena terkena dampak dari bahaya suatu pekerjaan yang awalnya mereka
anggap sepele.

29

DAFTAR PUSTAKA

http://blogs.unpad.ac.id/phadisiwi/
http://www.batan.go.id/artikel/view_artikel.php?id_artikel=50
http://www.scribd.com/doc/216067986/KULIAH-1-2-K3L#

30

Anda mungkin juga menyukai